Вы находитесь на странице: 1из 9

Pengobatan Laryngopharyngeal reflux: Evaluasi perbandingan antara

program anti-reflux dengan penggunaan obat


Jin Yanga, Salem Dehomb Stephanie Sandersa, Thomas Murryc Priya Krishnac. Brianna K.
Crawleyc
Loma Linda University School of Medicinie, Loma Linda, CA, USA
Loma Linda University of Public Health, Loma Linda, CA, USA
Voice and swallowing center-Loma Linda Univesity Medical Center, Loma Linda, CA, USA

Abstrak

Objektif: Untuk menentukan apakah program induksi anti-reflux mengurangi gejala


laryngopharyngeal reflux (LPR) lebih efektif daripada obat-obatan dan modifikasi pola
hidup.
Desain studi: Penelitian retrospektif.
Tempat: Faskes tingkat tiga
Subjek dan Metode: Pasien yang terdiagnosis LPR. Pasien masuk dalam kelompok studi jika
mereka menyelesaikan program anti-reflux (diet, air alkali, obat-obatan, modifikasi pola hidup)
selama dua minggu Pasien termasuk dalam kelompok kontrol jika mereka mendapat obat-
obatan anti reflux dan modifikasi pola hidup saja. Pasien mengisi lembar survey voice handicap
index (VHI), reflux symptom index (RSI), cough severity index (CSI), dyspnea index (DI) dan
eating assessment tool (EAT-10) dan menjalankan pemeriksaan laringoskopi untuk Reflux
Finding Score (RFS)
Hasil: Dari 105 pasien kelompok studi, 96 (91%) melaporkan peningkatan gejala LPR setelah
rata-rata 32 hari follow up pertama dan peningkatan skor RSI dan CSI secara signifikan. Tidak
ada perbedaan signifikan pada skor VHI, DI, atau EAT-10. Lima belas pasien studi yang
sebelumnya telah gagal menggunakan obat dosis tinggi mengalami perbaikan dan peningkatan
skor CSI dan EAT-10 secara signifikan. Sembilan puluh lima persen pasien dengan keluhan
utama batuk melaporkan perbaikan dan skor CSI mereka meningkat secara signifikan dari 12,3
menjadi 8,2. Diantara 81 kontrol, hanya 39 (48%) pasien melaporkan perbaikan setelah rata-
rata 62-hari follow up pertama. Tidak ada perubahaan signifikan pada skor RSI mereka.
Kesimpulan: Program anti-reflux memberikan hasil yang cepat dan baik untuk pasien dengan
LPR bila dibandingkan dengan obat-obatan dan modifikasi pola hidup saja. Program ini efektif
dalam meningkatkan batuk dan mengobati pasien yang sebelumnya gagal dengan obat-obatan.

1. Pendahuluan

Laryngopharyngeal reflux (LPR) banyak ditemukan di praktek klinis. Dilaporkan sebanyak


lebih dari lima puluh persen pasien datang dengan keluhan laring pada academic voice center.1
Survey terbaru, sebanyak lebih dari enam puluh persen populasi memiliki GERD atau keluhan
pada laring dan lebih dari dua puluh persen memiliki keduanya.2 Gejala LPR antara lain batuk
kronik, disponia, dispagia, post-nasal drip, globus, sering berdehem, laringospasme dan
kelainan pada laring lainnya.3,4
Terapi empirik dengan Proton Pump Inhibitor (PPI) banyak digunakan dalam 20 tahun
belakangan ini. Pada 1999-2001, peresepan PPI meningkat 14 kali lipat.5,6 Pengobatan khas
untuk LPR dalam praktek klinis adalah PPI dua kali sehari selama minimal 2 bulan. 7 Banyak
penelitian telah mendukung efektivitas PPI dalam mengobati gejala LPR. Sebuah meta-analisis
dari uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan PPI
memberikan respon yang secara signifikan lebih baik dengan peningkatan skor RSI
dibandingkan dengan mereka yang mendapat placebo.8 Dalam sebuah studi oleh Jin et al.,
pengobatan dengan PPI meningkatan penilaian suara termasuk jitter, shimmer, dan rasio
harmonic-to-noise setelah 1-2 bulan pengobatan, dan stabil setelah 3 - 4 bulan.9 Kebanyakan
penelitian setuju bahwa pasien harus terus mendapatkan rejimen pengobatan mereka
setidaknya 2-6 bulan agar gejala berkurang. Namun, penelitian ini telah dibantah literature lain
karena perbedaan dalam metode diagnosis, faktor, rejimen manajemen, dan ukuran hasil yang
sering subjektif dan bervariasi. Meskipun beberapa studi mendukung penggunaan PPI untuk
LPR, penelitian lain mempertanyakan keefektifan PPI atau menguraikan potensi bahaya
penggunaan PPI jangka panjang. Pertama, PPI telah terbukti lebih menguntungkan untuk
pasien dengan kemungkinan LPR dengan GERD daripada untuk mereka yang tidak dengan
GERD. Kedua, tidak semua pasien membaik dengan PPI: banyak yang resisten atau memiliki
efek non-acid reflux.11 Ketiga, tidak ada literatur yang secara yakin mendukung menggunakan
PPI untuk memperbaiki gejala LPR dan penilaian suara objektif. Sebuah uji coba terkontrol
secara acak buta ganda menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara PPI dan kelompok
plasebo dalam meningkatkan skor RSI dan RFS7, berbeda dengan Jin et al., Hamdan et al. yang
menyatakan bahwa penggunaan PPI tidak memperbaiki kelainan akustik.9,12 Selain itu,
penggunaan PPI jangka panjang telah dikaitkan dengan efek samping seperti osteoporosis,
infeksi, malabsorpsi, keganasan, penyakit ginjal dan demensia, memicu pasien rawat inap
meskipun tidak ada bukti yang nyata.13-16 Tapi resep obat anti-reflux untuk pengobatan LPR
terus diberikan.
Induksi diet anti-reflux diperkenalkan oleh Dr. Koufman pada 2011.17 Diet ini terdiri dari
diet rendah asam, makanan rendah lemak dengan mengesampingkan semua makanan dan
minuman dengan pH kurang dari lima selama minimal dua minggu. Tujuannya adalah untuk
awal perubahan gaya hidup jangka panjang yang berpotensi mengubah mekanisme dan
meminimalkan efek LPR. Induksi diet berakhir dengan transisi ke diet pemeliharaan yang
serupa tapi tidak seketat awal dimaksudkan untuk menghilangkan kebutuhan PPI sehari-hari.
Diet atau pendekatan gaya hidup ini bisa memberikan alternatif bagi pasien refrakter PPI atau
yang ingin menghindari efek samping dari penggunaan PPI jangka panjang. Dalam studi
prospektif nya 20 pasien yang gagal PPI, 19 pasien membaik dengan diet rendah asam dan 3
menjadi benar-benar asimtomatik.16 Studi kami berusaha untuk mengatasi apakah induksi diet
ini akan menjadi efektif dalam mengurangi gejala LPR pada populasi pasien yang lebih besar.
Kami menyajikan hasil dari rejimen menggabungkan induksi diet dengan obat-obatan anti-re
flux dalam kelompok yang lebih besar. Kami membandingkan hasil ini dengan kelompok yang
menerima pengobatan anti-reflux standar dalam praktek kami.

2. Metode
Penelitian retrospektif ini dilakukan dengan persetujuan dari Loma Linda University IRB
dengan subjek pasien yang diobati untuk LPR di faskes tersier kami. Subjek adalah semua
pasien di atas usia 18 yang di diagnosis dengan LPR primer dari 12/2011 ke 6/2016 di Loma
Linda Voice and Swallowing Centre (LLVSC). Diagnosis didasarkan pada adanya tanda dan
gejala atau probe pH (probe pH nasofaring di pusat kami dengan skor positif Ryan dan korelasi
gejala yang memadai atau laporan di luar hasil pH probe positif) menunjukkan LPR atau GERD
(dengan gejala extraesophageal). Pasien yang memiliki hasil pH probe negatif, dan yang
memiliki patologi lainnya (radiasi, lesi kali lipat vokal, patologi sinonasal, stenosis saluran
napas, dll) dieksklusikan. Pasien yang secara bersamaan dirawat karena atau ditemukan
memiliki rhinitis alergi, insufisiensi glotis, atau atrofi vocal cold juga dieksklusikan. Peneliti
membagi semua pasien yang memenuhi kriteria menjadi dua kelompok: mereka yang diminta
menjalankan program induksi LPR dan mereka yang hanya diresepkan obat anti reflux dan
modifikasi pola hidup.
Pasien dengan program induksi LPR (Tabel 1) termasuk dalam kelompok studi kami.
Program induksi LPR terdiri dari induksi diet selama dua minggu17, obat anti reflux dosis tinggi
(PPI 40mg qD dan / atau H2 blocker 300mg qHS), dengan setidaknya 16 oz dari air basa (pH
>8) setiap hari18, dan modifikasi pola hidup termasuk penurunan berat badan, berhenti
merokok, menghindari alkohol, dan makan tidak kurang dari 3 jam sebelum berbaring.19 Jika
pasien sudah mengkonsumsi PPI 40 mg BID bukan 40 mg qD, rejimen pengobatan mereka
dipertahankan. Pada akhir dua minggu, pasien tersebut diinstruksikan untuk kembali dalam
diet mereka perlahan-lahan untuk memantau gejala rebound dan untuk selanjutnya
menentukan makanan yang menyebabkan masalah sehingga bisa dihindari. Mereka diminta
untuk kembali dalam waktu satu bulan sejak pengobatan dimulai untuk mengukur keberhasilan
awal dengan diet induksi dan untuk membantu transisi ke fase pemeliharaan, jika sesuai. Kami
mengeksklusikan pasien yang tidak datang dalam waktu 2 bulan atau yang dilaporkan belum
100% patuh terhadap protokol pengobatan. Tidak ada kriteria eksklusi lainnya untuk kelompok
studi kami.

Tabel 1. Program Anti-reflux


Diet induksi 2 minggu
Obat-obatan anti-reflux dosis tinggi (PPI 40mg qD dan / atau H2 blocker 300mg qHS)
Air basa minimal 16 oz (pH >8)
Modifikasi gaya hidup

Kelompok kontrol kami terdiri dari sisa pasien kami yang diresepkan PPI dosis tinggi (40
mg qD), atau PPI dosis tinggi dan H2 blockers (300 mg qHS) dengan modifikasi pola hidup
(Tabel 2)19. Jika pasien telah mengkonsumsi PPI 40mg BID bukan 40 mg qD, rejimen
pengobatan mereka dipertahankan. Pasien-pasien ini diminta datang kembali setelah tiga
bulan, konsisten dengan laporan bahwa pengobatan membutuhkan setidaknya 2 bulan untuk
bekerja.7 Kami mengeksklusikan pasien yang gagal untuk follow ip dalam waktu 3 bulan dan
jika tidak patuh dengan pengobatan dan modifikasi pola hidup. Tidak ada kriteria eksklusi
lainnya untuk kelompok kontrol kami.

Tabel 2. Modifikasi gaya hidup


Penurunan berat badan
Stop merokok
Tidak minum alcohol
Tidak memakai baju ketat/ikat pinggang
Tidak makan kurang dari 3 jam sebelum berbaring
Minum PPI 30-60 menit sebelum makan

Untuk kedua kelompok studi dan kelompok kontrol, informasi seperti demografik,
pengobatan dengan obat anti-reflux sebelumnya (dosis dan durasi), komorbiditas medis, status
merokok, dan 24 jam studi pH probe dikumpulkan. Pada setiap kunjungan klinik, pasien
diminta untuk menyelesaikan VHI-1020 dan RSI21. Kuesioner tambahan yang ditambahkan
pada saat program induksi diperkenalkan adalah CSI22, DI23, dan EAT-1024. Selain itu, riwayat
penyakit THT dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laringoskopi dilakukan untuk penilaian
Reflux Finding Score (RFS)25. Informasi tentang perbaikan gejala pasien dikumpulkan selama
follow up pertama mereka.
Dua sub kelompok diisolasi dari kelompok pengobatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kelompok pertama adalah semua pasien dalam kelompok pengobatan yang tidak berhasil
dengan PPI 40 mg qD atau PPI dosis yang lebih tinggi lebih dari 6 minggu sebelum datang ke
pusat kami dan menyelesaikan program induksi LPR. Enam minggu dipilih untuk
mengecualikan pasien yang telah menyelesaikan kursus lebih panjang dari percobaan 14 hari
populer. Kelompok kedua terdiri dari pasien yang datang dengan keluhan utama batuk yang
juga telah menyelesaikan kuesioner CSI sebelum dan setelah program induksi. Hasil kuesioner
sebelum dan setelah program dan hasil gejala kedua kelompok dianalisis secara terpisah.
RFS dinilai pada setiap pemeriksaan pada kelompok terapi. RFS tidak dinilai dari kelompok
kontrol karena sebagian pemeriksaan tidak tersedia untuk review. Dua laryngologists
melakukan penilaian secara buta kepada pasien, tanggal pemeriskaan dan masa pengobatan.
Hanya menggunakan pasien yang menjalankan pemeriksaan sebelum dan setelah program
dengan selang waktu 2 bulan, perubahan keseluruhan dalam RFS, reliabilitas antar penilai, dan
kehandalan intra-penilai (20% blinding repeat grading) yang dihitung.
Seluruh statistik deskriptif termasuk mean, median, range dan deviasi standar untuk
variable dan frekuensi untuk variable kategori kontinyu dihitung. Univariat pra dan pasca
pengobatan kelompok perlakuan, kelompok control, kelompok PPi dosis tinggi, kelompok
batuk dan pemeriskaan PH dlakukan dengan t-test berpasangan. Significant level 0,005
digunakan untuk perbandingan kedua kelompok. Adjusted Tukey post hoc digunakan untuk
menghitung hubungan perbaikan dan peningkatan skor RSI pasien.

3. Hasil
Dua ratus enam puluh sembilan pasien yang datang ke LLVSC dengan gejala LPR diberi
program induksi antara 10/2014 dan 6/2016. Dari mereka, pasien berikut dieksklusikan dari
kelompok studi: 130 pasien yang tidak datang untuk follow up dalam 2 bulan , 22 pasien yang
di follow up dalam waktu dua bulan namun gagal menyelesaikan program induksi, 3 pasien
yang memiliki hasil pH probe negatif, dan 9 pasien yang memiliki patologis lain yang
berpengaruh untuk gejala mereka ( Tabel 3 ). Di antara sisa kelompok studi yang dilibatkan,
15 menjalani tes pH probe, sebagian besar di pusat, dengan skor Ryan positif dan dengan gejala
yang berhubungan. Dua puluh dua pasien yang di follow up dalam waktu dua bulan, tetapi
dilaporkan < 100% sesuai dengan program memiliki usia rata-rata 61 (range = 32 - 84, median
= 62) dan rata-rata BMI dari 28 (range = 18 - 49, median = 27). Empat dari mereka adalah laki-
laki dan delapan belas adalah perempuan. Di antara mereka, sebelas memiliki komorbiditas
pernapasan (COPD, bronkitis, asma, alergi), salah satu adalah perokok aktif, telah didiagnosis
dengan GERD, dua menderita diabetes, dan satu memiliki kecemasan. Skor RSI untuk
kelompok ini menurun secara tidak signifikan dari 18,3 menjadi 15,8 (P = 0,08).

Tabel 3. Diagnosis tambahan pada pasien yang dieksklusikan dari kelompok studi
Alergi, rhinitis, post-nasal drip
Patologi esophagus : eosinophilic esophagitis, cricopharyngeal web, esophageal
stricture

Batuk neurogenic
Disfonia kaku otot
Sindrom tulang hyoid
Paralisis vocal cord

Dari 105 pasien yang menyelesaikan program dan dimasukkan dalam kelompok studi, 28
adalah laki-laki dan 77 adalah perempuan. Usia rata-rata mereka adalah 60 (range = 17 - 84,
median = 63) dan mean BMI adalah 29 (range= 17 - 45, median = 28). Rata-rata follow up
pertama setelah menerima program induksi adalah 32 hari (range = 7 - 63, median = 28). Hanya
dalam jangka waktu ini, 96 (91%) pasien melaporkan peningkatan signifikan atau resolusi
lengkap gejala LPR mereka. Sembilan (9%) pasien tidak menunjukan perbaikan, salah satunya
telah sukses pada percobaan kedua dari program yang sama. Terdapat perbedaan signifikan
pada skor RSI dan CSI pra-dan pasca-induksi untuk pasien yang menyelesaikan program
induksi ( tabel 4 . Gambar. 1 ). Tidak ada perbedaan signifikan pada skorVHI , DI, atau EAT-
10. Skor RFS setelah perawatan selama periode waktu ini tidak berbeda secara signifikan.
Inter- rater reliability was fair and intra-rater reliability bermakna dan berhubungan (intraclass
correlation 0.67; 95% CI 0.3–0.87).

Dari catatan, 79 (75%) pasien dalam kelompok pengobatan telah dalam pengobatan anti-reflux
(H2 blocker, PPI atau keduanya) sebelum awal rejimen ini. Dilaporkan sebanyak 16 pasien
telah menyelesaikan minimal 6 minggu PPI dosis tinggi ± H2 blocker tetapi tidak ada perbaikan
gejala sebelum memulai program induksi anti-reflux. Dari mereka, 15 (94%) melaporkan
peningkatan subjektif dan satu melaporkan tidak ada perbaikan setelah rata-rata 38 hari tindak
lanjut ( range = 15 - 44, median = 37). Kelompok ini menunjukkan perbedaan signifikan pada
skor CSI dan EAT-10 tetapi tidak pada skor VHI, RSI, atau DI ( tabel 4 ).

Tiga puluh tujuh pasien dalam kelompok perlakuan datang dengan keluhan utama batuk. Dua
puluh melaporkan gejala batuk yang berlangsung selama > 1 tahun, 16 untuk > 8 minggu dan
kurang dari satu tahun, dan 1 selama 5 minggu. Dua puluh tiga dari 37 telah mencoba beberapa
bentuk terapi: 16 memiliki PPI ± H2 blocker, 2 memiliki gabapentin atau amitriptyline, 2
memiliki obat penekan batuk warung, dan 3 telah mencoba obat herbal. Tiga puluh pasien telah
melaporkan peningkatan subjektif dengan program induksi setelah rata-rata 31 hari tindak
lanjut (range = 15 - 63, median = 26). Skor CSI mereka membaik secara signifikan dari 12,29
ke 8.16 (Tabel 4)

Dua ratus empat pasien datang ke LLVSC dengan gejala LPR dan diberi terapi PPI dosis
tinggi (40 mg qD atau BID) atau PPI dosis tinggi dan H2 blockers (300 mg qHS) serta
modifikasi pola hidup (Tabel 2) antara 12/2011 dan 6/2016. Dari mereka, pasien berikut
dikeluarkan dari kelompok kontrol: 99 pasien yang memiliki kelainan patologis lainnya untuk
gejala mereka atau tidak membaik dengan obat, 21 pasien yang tidak follow up dalam 3 bulan,
dan 3 pasien yang memiliki hasil pH probe negatif.
Kelompok kontrol kami terdiri dari 81 pasien (40% dari kohort awal kami), 19 laki-laki
dan 62 perempuan. Mereka memiliki usia rata-rata 59 (range = 17 - 88, median = 61) dan mean
BMI dari 29 (range = 18 - 44, median = 29). Setelah rata-rata 62 hari pertama menindaklanjuti
(range = 14 - 93, median = 63), 39 (48%) pasien melaporkan peningkatan subjektif dari gejala
LPR. Namun, skor RSI tidak berubah secara signifikan pada periode ini dan skor VHI
memburuk dari rata-rata 9,93-12,31 ( tabel 4 . Gambar. 1 ). Dari 42 yang melaporkan tidak ada
perbaikan subjektif dengan obat, mereka memiliki rata-rata 57 hari tindak lanjut (range = 14 -
93, median 63). Skor VHI mereka memburuk secara signifikan (P = 0,02) 13,7-16,0 dan nilai
RSI mereka memburuk secara tidak signifikan (P = 0,14) 20,6-21,4. Karena klinik peneliti
memiliki akses ke rekaman pemeriksaan videostroboscopic kelompok kontrol, maka kami
tidak dapat menentukan penyebab peningkatan skor ini. Data CSI, DI, atau EAT10 yang
dikumpulkan tidak cukup untuk analisis statistik.
Adjusted Tukey post hoc tes menunjukan tidak ada perbedaan demograsi yang signifikan (usia,
perbedaan gender, BMI) antara studi dan kelompok kontrol. Selain itu, perjanjian persen antara
peningkatan subjektif pasien dan perbaikan mereka di skor RSI berkorelasi di kedua studi dan
kelompok kontrol, menunjukkan konsistensi antara dua ukuran ( tabel 5 ).

4. Diskusi
Tujuan dari penelitian kami melaporkan pesatnya perbaikan gejala LPR pada pasien yang
menyelesaikan program diet induksi anti-reflux diet, air alkali, obat-obatan, dan modifikasi
pola hidup. Kami membandingkan mereka dengan kelompok serupa dari pasien yang
menyelesaikan hanya obat-obatan dan modifikasi pola hidup saja. Kami juga tertarik
menyelidiki bagaimana pasien yang sebelumnya gagal dengan obat anti reflux dan pasien
dengan keluhan utama batuk yang merespon dengan program induksi. Investigasi ini
menunjukkan bahwa pasien yang menyelesaikan program induksi memiliki tingkat respons
yang lebih tinggi (92%) dengan perbaikan pada skor RSI daripada pasien yang dengan obat
anti-reflux saja seperti PPI dan / atau H2RB (48%). Studi ini menunjukkan bahwa program
induksi lebih efektif daripada obat saja dalam mengatasi gejala LPR selama periode waktu
yang singkat.
Program induksi menhasilkan perbaikan jangka pendek yang lebih baik daripada
pengobatan dengan obat-obatan saja. Bahkan 21 pasien yang tidak sepenuhnya comply dengan
skor RSI menunjukan perbaikan, sementara kontrol tidak. Meskipun kita dimaksudkan untuk
menentukan apakah usia, BMI, status merokok, atau komorbiditas medis memberikan
kontribusi terhadap keberhasilan program induksi, kami tidak dapat melakukannya karena
sebagian besar pasien kami meningkat secara signifikan dalam waktu tiga sampai empat
minggu.
Hasil penelitian ini, obat anti reflux tidak sepenuhnya efektif untuk jangka pendek,
konsisten dengan penelitan sebelumnya. Dengan pengobatan empiris PPI, satu penelitian
melaporkan bahwa hanya 29% dari pasien menunjukkan perbaikan RSI signifikan setelah 4
minggu dan diperlukan 12 minggu pengobata untuk mencapai 75%. 26 Studi lain menemukan
bahwa setelah 2 bulan pengobatan PPI dosis tinggi, sekitar 50% pasien merespon dan tambahan
22% (72%) merespon setelah 4 bulan.
Hasil kohort pasien dari kelompok perlakuan yang gagal sebelumnya dosis tinggi pengobatan
PPI dianalisis secara terpisah untuk melayani sebagai pengendalian internal penelitian ini.
Jumlah pasien dalam kelompok pengobatan yang sebelumnya telah menyelesaikan uji coba
obat anti reflux yang memadai jauh lebih tinggi, tapi kami hanya memasukan pasien yang
terkonfirmasi oleh data kami telah menyelesaikan uji coba dosis tinggi yang memadai. Lima
belas pasien yang telah gagal melaporkan peningkatan subjektif dan satu melaporkan tidak ada
perbaikan selama sekitar satu bulan. Resistensi PPI, atau reflux tidak responsif terhadap
antasida, tidak jarang ditemukan dalam praktek. Satu studi menetapkan bahwa 44% dari pasien
LPR memiliki kekebalan terhadap PPI.11 Dengan 1,5 sampai 2 kali dosis PPI standar,
peningkatan nilai RFS telah terlihat pada pasien refrakter terhadap PPI tetapi dengan tidak ada
perbaikan yang sesuai dalam pemantauan impedansi 24 jam.28 Tingkat keberhasilan tinggi
dalam penelitian kami menunjukkan potensi untuk program induksi untuk digunakan sebagai
terapi alternatif bagi pasien resisten PPI, seperti dalam kelompok kami yang terdiri dari16
pasien . Ini menunjukkan bahwa diet rendah asam , diet rendah lemak mungkin memiliki
mekanisme yang berbeda dari obat.
Kohort lain dari pasien yang datang dengan keluhan utama batuk. Dalam waktu 4
minggu pengobatan, 35 dari 37 pasien melaporkan peningkatan subjektif batuk dan skor CSI
mereka menurun secara signifikan, meskipun mereka tidak jatuh ke “ tingkat normal ”.
Meskipun batuk cenderung ke arah perbaikan, semua kecuali satu dari pasien batuk kronis
sebagian telah gagal dalam rejimen pengobatan lainnya. Setelah berbulan-bulan atau bertahun-
tahun tanpa perbaikan, pasien ini membaik dalam waktu empat minggu. Batuk kronis lebih 8
minggu adalah keluhan utama yang umum dan telah dikaitkan dengan LPR, post-nasal drip,
dan asma jenis batuk.29 Batuk sering sulit untuk diobati dan membutuhkan waktu lebih lama
untuk di selesaikan dari gejala LPR khas lainnya dengan obat saja. Satu studi menetapkan
bahwa setelah 4 minggu pengobatan PPI, pasien mengalami perbaikan dalam kualitas
kesehatan mereka dalam kategori suara, menelan, dan asam reflux tapi tidak batuk dan
berdehem. Dibutuhkan total 12 minggu terapi PPI dosis tinggi untuk memperbaiki keluhan
batu.30 Program induksi dalam penelitian ini memberikan hasil yang cepat untuk pasien dengan
batuk kronik pada kelompok studi.
Penelitian kami tidak membahas kefektifan dan keberhasilan jangka panjang dengan
obat anti reflux. Efek samping dari penggunaan PPI jangka panjang umumnya diakui tetapi
pedoman untuk lama pengobatan belum ditetapkan. Kekambuhan gejala LPR telah diamati 6
minggu setelah menyelesaikan percobaan PPI 12 minggu, mendukung peran untuk perubahan
gaya hidup dalam memproduksi hasil yang abadi tanpa obat.26 Penelitian kami tidak dirancang
untuk mendeteksi apakah pasien dapat mempertahankan kesuksesan mereka setelah
menghentikan obat dimulai selama program induksi, meskipun ini adalah tujuan ketika pasien
mulai pengobatan. Agaknya, perubahan gaya hidup seperti ini adalah alat yang akan
memungkinkan penyapihan dari obat sehingga mengurangi waktu penggunaan PPI dan
mengurangi efek samping jangka panjang yang potensial.
Banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan program induksi.
Kesulitan dalam program ini adalah motivasi pasien, keparahan gejala, kebiasaan diet
sebelunya dan keterbatasan keuangan. Kemungkinan alasan 130 (48%) pasien tidak datang
untuk follow up dalam waktu 2 bulan sulit ditentukan: pasien mungkin telah sukses atau gagal
dalam program dan mereka memutuskan untuk tidak perlu datang atau pasien merasa program
terlalu sulit. Untuk menjawab pertanyaan ini, kami meniliti 21 pasien yang di follow up dalam
2 bulan tapi tidak memathui program. Mereka memiliki demograsi yang sama dengan pasien
yang ikut program dan setengah dari mereka memiliki komorbid paru.
Mekanisme kesuksesan program induksi, diet, belum jelas diketahui. Mediator bioaktif
seperti pepsin, protein stress dan protein protektif seperti karbon anhydrase dan E-cadherin
dikatakan berperan dalam patofisiologi LPR. Adanya pepsin dan aktivitas peptic dengan ph
sampai 6,5 ditemukan pada biosi laringfaring pasien LPR. Induksi diet dengan menghindari
makanan asam mungkin membantu mengurangi aktivasi pepsi di laringofaring, mengurangi
inflamasi dan kerusakan. Program ini mungkin membantu penyembuhan dan reinstitusi
mekanisme pertahanan esophagus dan faring terhadap reflux. Penelitan lebih lanjut tentang
pepsin dan level ph pasien pre dan post induksi diperlukan untuk mendukung teori
pengurangan kerusakan peptic adalah salah satu mekanisme kesuksesan program induksi.
Penelitian ini memiliki keterbatasan studi retrospektif. Dalam prakteknya, mayoritas
pasien yang kembali merespon positif terhadap program induksi tetapi sejumlah besar tidak
sama sekali. Sebuah studi prospektif diperlukan untuk lebih mencirikan keuntungan program
induksi ini dan kesuksesan jangka panjang, meskipun studi ini mendukung penggunaannya
dalam mengurangi gejala LPR, termasuk batuk, dalam waktu singkat.

5. Kesimpulan
Program induksi yang terdiri dari diet rendah asam, diet rendah lemak, air alkali, obat-obatan,
dan perubahan perilaku menunjukkan keefektifan dan keampuhan dalam mengatasi gejala
LPR, termasuk batuk. Kombinasi ini terbukti efektif pada pasien yang melaporkan kegagalan
pengobatan sebelumnya. Program ini dapat dijadikan alternatif untuk pengobatan standar dari
LPR. Ini bisa mengurangi pengobatan PPI jangka panjang meskipun penelitian lebih lanjut
diperlukan.

Daftar Pustaka

1. Koufman JA, Amin MR, Panetti M. Prevalence of reflux in 113 consecutive patients with laryngeal
and voice disorders. Otolaryngol Head Neck Surg 2000;123(4): 385–8.

2. Connor NP, et al. Symptoms of extraesophageal reflux in a community-dwelling sample. J Voice
2007;21(2):189–202.
3. Koufman JA, et al. Laryngopharyngeal reflux: position statement of the committee on speech,
voice, and swallowing disorders of the American Academy of Otolaryn- gology-Head and Neck
Surgery. Otolaryngol Head Neck Surg 2002;127(1):32–5.
4. Belafsky PC, et al. Symptoms and findings of laryngopharyngeal reflux. Ear Nose Throat J
2002;81(9 Suppl. 2):10–3.
5. AltmanKW,etal.Changingimpactofgastroesophagealrefluxinmedicalandotolaryngology practice.
Laryngoscope 2005;115(7):1145–53.
6. Francis DO, et al. High economic burden of caring for patients with suspected extraesophageal
reflux. Am J Gastroenterol 2013;108(6):905–11.

7. Reichel O, et al. Double-blind, placebo-controlled trial with esomeprazole for symp-toms and signs
associated with laryngopharyngeal reflux. Otolaryngol Head Neck Surg 2008;139(3):414–20.
8. Guo H, Ma H, Wang J. Proton pump inhibitor therapy for the treatment of laryngopharyngeal
reflux: a meta-analysis of randomized controlled trials. J Clin Gastroenterol 2016;50(4):295–300.
9. Jin b, et al. Change of acoustic parameters before and after treatment in laryngopharyngeal reflux
patients. Laryngoscope 2008;118(5):938–41.
10. Dhillon VK, Akst LM. How to approach laryngopharyngeal reflux: an otolaryngology perspective.
Curr Gastroenterol Rep 2016;18(8):44.

11. Amin MR, et al. Proton pump inhibitor resistance in the treatment of laryngopharyngeal reflux.
Otolaryngol Head Neck Surg 2001;125(4):374–8.
12. Hamdan AL, et al. Effect of aggressive therapy on laryngeal symptoms and voice characteristics
in patients with gastroesophageal reflux. Acta Otolaryngol 2001; 121(7):868–72.
13. ChapmanDB,etal.Adverseeffectsoflong-termprotonpumpinhibitoruse:areview for the
otolaryngologist. J Voice 2011;25(2):236–40.
14. Gomm W, et al. Association of proton pump inhibitors with Risk of dementia: a
pharmacoepidemiological claims data analysis. JAMA Neurol 2016;73(4):410–6.
15. AltmanKW,RadosevichJA.Unexpectedconsequencesofprotonpumpinhibitoruse. Otolaryngol
Head Neck Surg 2009;141(5):564–6.
16. Nochaiwong S, et al. The association between proton pump inhibitor use and the risk of adverse
kidney outcomes: a systematic review and meta-analysis. Nephrol Dial Transplant gfw470 2017.
https://doi.org/10.1093/ndt/gfw470.

17. Koufman JA. Low-acid diet for recalcitrant laryngopharyngeal reflux: therapeutic benefits and
their implications. Ann Otol Rhinol Laryngol 2011;120(5):281–7.
18. Koufman JA, Johnston N. Potential benefits of pH 8.8 alkaline drinking water as an adjunct in the
treatment of reflux disease. Ann Otol Rhinol Laryngol 2012;121(7): 431–4.
19. Ford CN. Evaluation and management of laryngopharyngeal reflux. JAMA 2005; 294(12):1534–
40.

20. Rosen CA, et al. Development and validation of the voice handicap index-10. Laryn- goscope
2004;114(9):1549–56.
21. Belafsky PC, Postma GN, Koufman JA. Validity and reliability of the reflux symptom index (RSI).
J Voice 2002;16(2):274–7.

22. Shembel AC, et al. Development and validation of the cough severity index: a sever- ity index for
chronic cough related to the upper airway. Laryngoscope 2013;123(8): 1931–6.
23. Gartner-Schmidt JL, et al. Development and validation of the Dyspnea Index (DI): a severity index
for upper airway-related dyspnea. J Voice 2014;28(6):775–82.
24. Belafsky PC, et al. Validity and reliability of the Eating Assessment Tool (EAT-10). Ann Otol
Rhinol Laryngol 2008;117(12):919–24.
25. ChangBA,etal.Thereliabilityoftherefluxfindingscoreamonggeneralotolaryngol- ogists. J Voice
2015;29(5):572–7.
26. Lam PK, et al. Rabeprazole is effective in treating laryngopharyngeal reflux in a ran- domized
placebo-controlled trial. Clin Gastroenterol Hepatol 2010;8(9):770–6.
27. Park W, et al. Laryngopharyngeal reflux: prospective cohort study evaluating opti- mal dose of
proton-pump inhibitor therapy and pretherapy predictors of response. Laryngoscope
2005;115(7):1230–8
28. PortnoyJE,etal.Efficacy of superhighdoseprotonpumpinhibitoradministrationin refractory
laryngopharyngeal reflux: a pilot study. J Voice 2014;28(3):369–77.
29. Athanasiadis T, Allen JE. Chronic cough: an otorhinolaryngology perspective. Curr Opin
Otolaryngol Head Neck Surg 2013;21(6):517–22.
30. Lee JS, et al. Changes in the quality of life of patients with laryngopharyngeal reflux after
treatment. J Voice 2014;28(4):487–91.

31. Johnston N, et al. Cell biology of laryngeal epithelial defenses in health and disease: further studies.
Ann Otol Rhinol Laryngol 2003;112(6):481–91.

Вам также может понравиться