Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Aditya Prabawa
1414038103
Pembimbing :
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1
BAB II SARI PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1. Anatomi ..................................................................................................... 5
2.1.1 Anatomi dinding abdomen .......................................................... 5
2.1.2 Anatomi uterus ............................................................................ 9
2.2 Sejarah seksio sesarea................................................................................. 12
2.3. Epidemiologi ............................................................................................. 14
2.4. Indikasi seksio sesarea ............................................................................... 19
2.5. Teknik seksio sesarea ................................................................................ 20
2.5.1 Fase preoperatif .......................................................................... 20
2.5.2 Aspek pembedahan ..................................................................... 23
2.5.3 Penjahitan pada uterus ................................................................ 33
2.5.4. Teknik penjahitan insisi uterus satu lapis (single layer uterine
closure) dan teknik penjahitan dua lapis (double layer uterine
closure) ........................................................................................ 34
2.6. Teknik Turan (Purse string double layer uterine closure)........................ 35
2.6.1 Prosedur teknik Turan ................................................................ 36
2.6.2 Hasil penelitian terkait teknik Turan .......................................... 38
2.7. Evaluasi defek jaringan parut pasca operasi seksio sesarea ...................... 41
2.8. Komplikasi akibat parut bekas SC ........................................................... 44
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 49
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.6 Hubungan antara CSD, gejala klinis dan posisi uterus ............. 47
Tabel 2.7 Parameter yang menganalisis posisi uterus, riwayat jumlah bekas
operasi dan lebar CSD dengan klinis ........................................ 48
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Aponeurosis otot abdomen di atas dan di bawah linea Arkuata 7
Gambar 2.14 Menyayat fascia dan membuka fascia dengan jari .................. 30
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
merupakan proses fisiologis yang tidak akan habis sejalan dengan kelangsungan
hidup manusia di muka bumi ini. Salah satu teknik persalinan adalah dengan
seksio sesarea. Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan Latin yaitu caedere
yang artinya memotong. Pengertian ini semula dijumpai dalam Roman’s Law dan
kandungan ibu-ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim. Operasi
pertama kali terhadap pasien yang hidup (yang meninggal pada hari ke-25 post
operasi) dilakukan pada tahun 1610. Seksio sesarea pertama yang sukses di
Amerika dilakukan di daerah Virginia pada tahun 1794, ibu dan bayinya berhasil
bertahan hidup.1
Seksio sesarea (SC) dikenal sebagai salah satu prosedur yang mampu
menyelamatkan baik ibu maupun bayi. Tindakan seksio sesarea telah banyak
sesarea secara efektif dapat mencegah kematian serta kecacatan pada ibu dan bayi
yang baru lahir. Organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Association)
mencatat tindakan SC telah mencapai lebih dari 15% proses persalinan, hampir
Berdasarkan laporan WHO tahun 2010, yang mengambil data dari 137
negara yang melakukan SC, yang mana hal ini mencerminkan 95% kelahiran
1
2
global setiap tahunnya. Negara dengan persentase kurang dari 10% menunjukkan
bahwa prosedur SC di negara tersebut underuse, sedangkan bila di atas 15%, hal
tidak berindikasi, terbesar adalah dari China dan Brazil, yaitu sekitar 6,2 juta
tahunnya. Pada tahun 1970-an permintaan SC adalah sebesar 5%, kini lebih dari
50% ibu hamil menginginkan operasi SC. Menurut NCBI (National Centre for
Kesehatan Dasar tahun 2013 adalah sebesar 22,8 % persen dari seluruh persalinan
tinggi/lulus PT (25,1%).5 Data di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dari tahun
2011-2014, terdapat 5155 kehamilan risiko tinggi, 41,50 % lahir dengan cara
persalinan seksio sesarea, 46,33 lahir spontan, 8,91 % dengan ekstraksi forceps
Indikasi SC terbagi menjadi dua yaitu indikasi absolut dan relatif. Indikasi
HELLP, prolaps tali pusat, plasenta previa totalis, ruptur uteri maupun asfiksia
Sampai saat ini belum ada data yang menyediakan teknik operasi mana
8
yang paling baik. Beberapa teknik SC yang telah dilakukan secara rutin,
contohnya teknik penutupan uterus dengan satu lapis, dua lapis, maupun
penutupan dengan beragam jahitan dan insisi yang berbeda.9,10 Teknik-teknik ini
ternyata berkaitan dengan risiko jangka panjang seperti perlekatan pelvis paska
operasi, ruptur pada bekas parut uterus dan komplikasi plasenta seperti plasenta
Bekas luka SC merupakan bekas luka uterus ataupun dehisensi bekas luka
yang disebabkan oleh diskontinuitas miometrium pada tempat bekas luka operasi
periode antenatal maupun intrapartum dengan tingkat morbiditas ibu dan janin
yang tinggi. Frekuensi dari ruptur uterus berkisar antara 0.2-3.8 % dan dehisensi
antara 0.6-3.8%. Bekas luka SC ini berkaitan dengan beberapa masalah kesehatan
jahitan dan kekuatan jahitan pada luka operasi merupakan faktor penting untuk
menjaga integritas insisi. Saat ini teknik double-layer purse string uterine closure
(teknik Turan) telah dipertimbangkan sebagai salah satu teknik penutupan luka SC
4
panjang insisi uterus menjadi lebih pendek, jumlah perdarahan lebih sedikit dan
risiko paling minimal pada SC, diharapkan dapat memberikan hasil defek bekas
luka yang paling minimal pula. Dengan teknik Turan diharapkan juga tidak terjadi
komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang yang dapat terjadi pada pasien.
Teknik Turan dengan prinsip penjahitan purse-string double layer, dimana dapat
parut bekas seksio sesarea yang dapat dideteksi dengan ultrasonografi. Turan dkk.
yang menjalani seksio sesarea dengan teknik Turan dibandingkan teknik double
BAB II
SARI PUSTAKA
2.1. Anatomi
2.1.1. Anatomi dinding abdomen
Dinding abdomen tersusun dari superfisial ke profunda yaitu : kulit,
Garis Langer menggambarkan arah serabut dermis pada kulit. Pada dinding
ventral abdomen, garis Langer tersusun secara transversal. Hal ini yang
menyebabkan insisi kulit vertikal pada abdomen akan menopang lebih besar
tegangan kulit dari lateral sehingga membentuk scar yang lebih lebar. Sebaliknya,
insisi kulit transversal, misalnya insisi Pfannenstiel, akan mengikuti arah serabut
Langer lines sehingga dari segi kosmetik, hasil penyembuhan kulitnya lebih
baik.14
5
6
pada bidang median membentuk suatu aponeurosis yang berjalan dari procesus
xiphoideus menuju garis simfisis pubis. Aponeurosis ini nampak sebagai suatu
garis yang disebut sebagai linea alba. Sarung rektus dibentuk oleh kumpulan
ini tersusun sedemikian rupa sehingga ada perbedaan antara lapisan aponeurosis
yang terletak di atas dan dibawah umbilikus yang dibatasi oleh line arkuata.14
Di atas linea arkuata, sarung rektus terdiri atas dua lamina, yaitu lamina
abdominis.14
rektus abdominis membentuk suatu garis lengkung yang disebut linea arkuata.
7
Susunan serabut otot dinding abdomen sejajar dengan arah serabut kulit. Oleh
karena itu garis jahitan pada insisi vertikal akan mendapat tegangan lebih besar
Gambar 2.2. Aponeurosis otot abdomen di atas (A) dan di bawah (B) linea
arkuata14
viseralis merupakan suatu kontinuitas yang membatasi suatu ruangan yang disebut
kavum peritoneum.15
8
a. Jaringan subkutan
umbilikus. Terletak 5-6 cm dari garis tengah diatas pubis dan 4-5 cm
urinaria dan rektum. Bentuk dan ukuran uterus bervarasi tergantung pada paritas
dan stimulasi estrogen. Pada wanita dewasa tidak hamil, berat uterus kira-kira 30-
40 gram dengan panjang kira kira 7 cm dan lebar 5 cm. Bagian-bagian uterus
terdiri dari fundus uteri merupakan bagian uterus yang cembung dan terletak di
sebelah ventrokranial dari tempat masuk tuba ke dalam uterus. Korpus uteri
merupakan bagian utama uterus yang makin ke arah dorsokaudal dan mengecil
kemudian berakhir pada isthmus. Isthmus uteri, merupakan bagian uterus yang
sempit dan terletak antara korpus dan serviks. Pada waita hamil isthmus ini
menghilang dan menjadi satu dengan korpus yang disebut sebagai segmen bawah
rahim. Serviks uteri dimulai dari bagian bawah isthmus uteri sepanjang kira-kira 2
cm. Dindingnya sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan sisanya berupa otot
10
dan serosa. Fungsi dari endometrium ialah menyediakan lingkungan yang tepat
untuk implantasi dan tempat perkembangan embrio. Bagian ini kaya akan
glandula yang mensekresi glikogen dan jaringan vaskular. Jika tidak terdapat
implantasi maka endometrium akan luruh dan terjadi regenerasi kembali pada
hormon estrogen dan progesteron. Miometrium terdiri atas serabut otot polos yang
Segmen bawah rahim merupakan bagian dari uterus dan cerviks bagian
atas yang berada diantara batas peritoneum dan kavitas uterovesikal di sebelah
bawah rahim pada trimester tiga yaitu dimulai pada usia kehamilan 28 minggu.
Bagian ini merupakan bagian uterus yang paling tipis mengandung sedikit serabut
otot dan pembuluh darah. Daerah ini dilakukan insisi uterus pada seksio sesarea. 16
Vaskularisasi uterus terdiri dari arteri uterina, berjalan dari dinding pelvis
ke arah medial menuju cabang serviks. Setelah mencapai serviks, arteri ini
antara kedua lapisan ligamen latum sepanjang margo lateralis uteri sambil
di uterus dan terdiri dari serat otot halus yang dipisahkan oleh kolagen dan serat
elastik. Berkas otot polos ini membentuk empat lapisan yang tidak berbatas tegas.
Lapisan pertama dan keempat terutama terdiri atas serat yang tersusun
mengandung pembuluh darah yang lebih besar. Lapisan endometrium yang terdiri
atas epitel dan lamina propia yang mengandung kelenjar tubular simpleks. Sel –
sel epitel pelapisnya merupakan gabungan selapis sel – sel silindris sekretorus dan
sel bersilia.14,16
12
dalam Lex Regia (Hukum Kerajaan) bahwa “ dilarang mengubur wanita yang
sedang hamil sampai janin-nya keluar dari rahim”. Hal ini mungkin diperkirakan
menjadi dasar awal munculnya isitilah Seksio sesarea (SC). Ada perdebatan
mengenai asal-usul nama Caesarean ini, ada berbagai macam teori yang
menyebutkan salah satunya ialah diambil dari kata Julius Caesar.1 Menurut Pliny
dengan nama Julius Caesar (100-44 SM), pemimpin Romawi yang terbunuh.
13
Selama kurun waktu berikutnya pada kerajaan Romawi, hukum kerajaan atau
dikenal sebagai Lex Regia berubah namanya menjadi Lex Caesarea, mungkin hal
ini yang menjadi dasar istilah SC yang akhirnya dipakai hingga saat ini. Julius
Caesar merupakan anak pertama dari Aurelia, yang memiliki 7 orang anak dan
SC pertama kali yang diduga berhasil dilaksanakan pada tahun 1500 oleh
Jacob Nufer pada sang Istri. Jacob bukan seorang dokter melainkan seorang
pada usia 77 tahun. Pada tahun 1581, François Rousset dari Montpellier, Prancis,
pada 21 April 1610 pada Ursula Opitz, seorang Ibu yang berasal dari Wittenberg,
Jerman. Pada saat itu ia dioperasi oleh seorang dokter ahli bedah Jeremias
yang dibuat dalam berbagai naskah keagamaan, sastra dan sosial. Undang-undang
Yahudi, Talmud (400 M) mengatakan bahwa wanita tidak perlu mengikuti hari-
hari penghapusan dosa karena telah dilakukannya operasi ini.17 Karena banyak
mortalitas pada ibu setelah atau saat dilakukannya SC. Menurut Boley, ada 3
14
alasan penting yang menjadi penyebab kematian ibu yaitu dilakukannya SC saat
wanita tersebut dalam kondisi kritis, tingginya angka infeksi (buruknya sanitasi)
dan sedikitnya jahitan pada rahim. Kemudian pada tahun 1846, di Rumah Sakit
Massauchetts, seorang dokter gigi T.G Morton menggunakan diethyl eter untuk
menghilangkan rasa nyeri pada wajah untuk meghilangkan tumor, namun hal ini
dibantah oleh masyarakat mengingat perintah Alkitab bahwa seorang wanita harus
2.3 Epidemiologi
Seksio sesarea (SC) adalah operasi abdomen pada wanita yang paling
dan Kanada. Meningkatnya angka SC di Amerika Serikat sudah sejak tahun 2000
dan hal ini juga menyebabkan menurunnya angka kelahiran pervaginam.18 Angka
dari 13% menjadi 15%. Tetapi kenaikan angka SC ini juga tidak disertai dengan
yang tinggi ini tidak berhubungan dengan penurunan angka mortalitas dan
morbiditas maternal-neonatal.18
15
Berdasarkan laporan WHO tahun 2010, yang mengambil data dari 137
negara yang melakukan SC, yang mana hal ini mencerminkan 95% kelahiran
global setiap tahunnya. Distribusi persentase angka kejadian SC dapat dilihat pada
tabel 2.1.3
SC primer. Menurut data, beberapa faktor harus diatasi untuk menurunkan angka
panggul dan fetal distress. Kedua, dengan menerapkan induksi selektif pada
Tabel 2.1 Distribusi global persentase jumlah seksio sesarea dan kelahiran
berdasarkan kategori angka kejadian3
16
permintaan maternal, isu etis, obesitas dan meningkatnya usia maternal. Terdapat
indikasi medis dan wanita tanpa indikasi. Data tersebut menunjukkan bahwa
angka kejadian SC meningkat pada wanita tanpa indikasi yang jelas, misalnya
Wanita hamil lebih dari 35 tahun adalah wanita dengan risiko tinggi
obesitas sering berhubungan dengan risiko yang lain. Kedua hal ini sering
3. Aspek legal
Hal ini terkait dengan praktik obstetrik defensif dalam beberapa dekade
terakhir ini. Ini juga merupakan konsekuensi dari meningkatnya regulasi dan
guidelines.22
4. Permintaan maternal
a. Tocophobia
b. Status ansietas
memiliki angka kejadian SC total pada tahun 2008 sebesar 6,8%, dimana angka
dari periode 1 Januari 2005 sampai Agustus 2010 terdapat 20.591 ibu hamil,
41,5 % persalinan dengan seksio sesarea, 8,91 % dengan Ekstraksi Forceps, 2,48
Tabel 2.2 Karakteristik kehamilan risiko tinggi di Rumah Sakit Sanglah Denpasar
Periode 2011 - 20146
19
a. Disproporsi absolut
b. Korioamnionitis
mungkin dilakukan
emergensi
g. Placenta previa
i. Ruptur uteri7
2. Indikasi relatif
a. Kardiotokografi patologis
20
Persalinan lama dan tidak maju akan berdampak buruk pada outcome
fetus
c. Riwayat SC sebelumnya7
periksa kondisi pasien terakhir. Tentukan dan persiapkan teknik operasi dan
standar prosedur yang akan dilakukan seperti dijelaskan pada berikut ini, hal ini
mungkin terjadi.24
yang baik antara dokter yang menangani dengan pasangan, ibu hamil dengan
suaminya. Pasangan suami istri diberikan penjelasan secara baik tentang prosedur
misalnya, kadar hemoglobin (Hb) oleh karena ternyata 4-8% kasus operasi sesar
mengalami perdarahan melebihi 1000 mL. Untuk kasus dengan risiko perdarahan
21
sarana yang memadai untuk tersedia darah sebelum operasi, serta adanya sarana
dapat mengurangi kejadian endometritis pascasalin lebih dari 60% pada operasi
sesar primer (RR 0,4: 95 % IK 0,2-0,6) dan sekunder (RR 0,4:95% IK 0,3-0,4).
risiko endometritis (RR 0,5: 95 % IK 0,3-0,9) dan infeksi secara umum (RR 0,6:
95 % IK 0,3-0,8). Tidak ada perbedaan pada luaran neonatal seperti dugaan sepsis
untuk seksio sesarea sekunder. Obat pertama efektif untuk bakteri jenis kokus
pemasangan kateter sekali atau pemasangan secara tetap, hal ini biasa dilakukan
untuk mencegah perlukaan kandung kemih. Kateterisasi satu kali dan pemasangan
tetap tidak ada yang lebih menguntungkan. Laporan peneliti lain menyarankan
pada operasi seksio sesarea dengan anestesi epidural disarankan tidak melepas
kateter minimal 12 jam paska operasi atau dilepas pada saat mobilisasi. 28
22
risiko mengalami plasenta akreta meningkat secara linier menjadi 67%. Risiko
RR:8,7 (IK 95% 3,5-21,2) pada dua atau lebih kasus bekas operasi bekas seksio
sesarea.30
permukaan tidak rata (irreguler), sebagai gambaran lubang keju (Swiss Cheese
turbulensi aliran darah. Gambaran ini memiliki nilai prediksi positif (PPV) 93
%.31 Kombinasi miometrium yang tipis, adanya lakuna plasenta, dan bridging
Teknik anestesi yang sering digunakan adalah teknik spinal, teknik ini
bekerja lebih cepat tetapi untuk mengurangi efek turunnya tekanan darah,
perfusi plasenta), namun teknik ini dapat memiliki efek anti nyeri yang bertahan
dapat dipakai terus paska operasi. Teknik spinal bekerja lebih cepat, tetapi untuk
mengurangi efek turunnya tekanan darah, sebelum dilakukan teknik ini perlu
pemberian cairan terlebih dahulu. Teknik anestesi lain adalah kombinasi spinal
- Sayatan Pfannenstiel
- Metode Joel-Cohen/Misgav-Ladach
- Teknik Maylard
Sayatan abdominal
sebelum tindakan a dan antiseptik, cara ini biasanya dilakukan dalam bedah
operator ada yang membuka fascia lebih tinggi dari sayatan kulit, sehingga pada
masa penyembuhan, subkutis otomatis mendekatkan satu sama lain dengan fascia
dan kulit, sehingga parut tidak berimpitan. Bila tampak jaringan parut operasi
abdomen
Sayatan Pfannenstiel
- Setelah diberi tanda, jaringan kutis dan subkutis disayat pisau tajam
- Fascia disayat pisau tajam 1-2 cm setiap sisi dekat garis median
bawah
operasi 70%. Nyeri ini diduga karena jepitan saraf ilio-hipogastrik atau
ulio-inguinal.37
27
Gambar 2.12. Mendorong kandung kencing dan memberi tanda serta membuka ke
samping segmen bawah rahim24
Metode Joel-Cohen
cepat dengan cara menyayat kutis secara tajam dengan pisau, selanjutnya dari
menembus subkutis agak lebih banyak dibanding sayatan medial. Metode ini
jaringan.38
Dibuat sayatan kecil subkutis menembus fascia, selanjutnya dibuka secara tumpul
oleh jari-jari tangan. Fascia dibuka dengan menyayat 2 sayatan kecil ditepi kiri
dan kanan daerah medial, kemudian di buka secara tumpul di daerah medial.
bersama dikedua tepi oleh 4 jari-jari tangan operator dan asisten, abdomen dibuka
Metode Maylard
Maylard kurang menguntungkan untuk kembalinnya fungsi otot karena ikatan ini
kurang memberikan ruang gerak otot dibanding jahitan medial dari Pfannenstiel.
Metode Maylard tidak dianjurkan untuk seksio sesarea secara umum, kecuali pada
Teknik ini dimulai dengan sayatan kulit 2 cm diatas simfisis pubis sejajar
dengan supra atau sub umbilikus, pada wanita obesitas cara ini lebih baik untuk
melihat SBR.40
Insisi korporal
dicapai
secara digital. Perdarahan tidak banyak bila membuka uterus secara digital (843
vs 886 mL, secara sayatan tajam, perbedaan 43 mL, IK 95 %;20-66 mL) dan
Untuk melahirkan kepala, kepala diusahakan dalam posisi fleksi. Hal ini
biasanya dilakukan dengan telapak tangan. Pada presentasi oksiput atau sinsiput
posterior yang terbaik adalah memutar oksiput ke anterior. Pada keadaan engaged
pervaginam, kepala biasanya sudah sangat masuk (engaged). Teknik yang dapat
digunakan adalah teknik mendorong (push technique) yaitu kepala janin didorong
masuk rongga uterus dengan tangan melalui vagina atau melahirkan janin dengan
perdarahan lebih sedikit 94 mL. Hematokrit dan kadar hemoglobin lebih tinggi.
tegangan merata pada otot di tempat jahitan, cara ini lebih baik dibanding jahitan
kunci (locked) atau jahitan satu-satu (knotted). Teknik ini menyebabkan jahitan
melingkar sebagai spiral dan memakan waktu lebih pendek dan perdarah lebih
sedikit dengan rasa nyeri lebih ringan.45 Blumenfeld dkk. melaporkan pada kasus
ini bahwa tidak ditemukan perbedaan kejadian infeksi pada cara jahitan uterus
satu lapis dengan jahitan 2 lapis.46 Penelitian dengan pemantauan USG dalam
waktu 6 minggu, hasilnya tidak ada perbedaan ketebalan luka parut pasca operasi
pada dua teknik jahitan tersebut.47 Peneliti lain melaporkan bahwa, menutup luka
uterus dengan satu jahitan jelujur dari hasil radiologis didapat jaringan parut lebih
tipis. Perdebatan masih banyak dilaporkan dari penelitian antara jahitan dua lapis
dan satu lapis. Dilaporkan pada penelitian lainnya, suatu penelitian retrospektif,
terdapat peningkatan risiko ruptur uteri pada bekas seksio sesarea dengan jahitan
jelujur satu lapis, OR 4,0 (IK 95%;1,4-11,5). Pada penelitian ini jahitan
2.5.4 Teknik penjahitan insisi uterus satu lapis (single layer uterine closure)
dan teknik penjahitan dua lapis (double layer uterine closure)
Pada dasarnya, penjahitan insisi uterus dimulai sejak 15 tahun yang lalu
klinisi saat ini lebih memilih menggunakan teknik penjahitan insisi uterus satu
Secara umum dapat menghemat waktu operasi sampai dengan tujuh menit dan
dengan hasil akhir jumlah perdarahan yang lebih sedikit pada penjahitan satu
lapis. Terdapat kontroversi terhadap luaran terhadap integritas luka parut bekas
seksio sesarea pada kehamilan berikutnya dengan teknik penjahitan satu lapis dan
dua lapis. Salah satu penelitian kohort menunjukkan bahwa penjahitan dengan dua
miometrium saja tanpa melibatkan desidua dan dilakukan secara running suture,
kemudian dilakukan penjahitan lapis kedua pada batas miometrium dan serosa
secara running atau locking. Benang yang baik digunakan adalah polyglactin
masalah klinis seperti kehamilan ektopik pada bagian bekas luka SC, ruptur uteri
kondisi tidak hamil. Hal ini cenderung terkait dengan buruknya penyembuhan
dengan manfaat dan potensi bahaya demi menyediakan prosedur bedah terbaik
bagi wanita yang menjalani SC. Teknik penjahitan dan tarikan mekanis adalah hal
yang paling penting mempengaruhi luka bedah. Oleh karena itu, didesain metode
baru dengan metode penutupan purse-string double layer (teknik Turan) untuk
insidensi defek luka post operatif sebagai hasil jangka pendek dan komplikasi
yang terjadi sebagai hasil jangka panjang. Teknik Turan merupakan teknik baru
untuk menjahit bekas luka insisi uterus selama proses SC. Teknik Turan
menunjukkan teknik yang berbeda dari teknik classical double layer uterine
closure, dimana terjadi penurunan insidensi defek luka bekas insisi uterus karena
dengan teknik ini, tegangan mekanik pada daerah sekitar insisi uterus lebih
rendah. Tekanan mekanik yang tinggi pada SBR akan mengganggu perfusi dan
penyembuhan luka.12
36
secara Pfannenstiel dan teknik Kerr untuk insisi uterus. Penjahitan uterus dimulai
dari salah satu sudut insisi kemudian luka insisi uterus dijahit menggunakan
metode penutupan purse-string. Dengan teknik ini, benang akan kembali ke awal
closure, apertura yang ada di tengah insisi uterus akan ditambahkan dengan
aposisi muskulus rektus dan ruang subdermal juga dilakukan pada teknik ini.
dengan transduser frekuensi tinggi 5-6 Mhz. Dimensi uterus serta terjadinya
dengan aksis transversal. Integritas luka insisi dinilai dengan potongan transversal
dan longitudinal. Distorsi anatomi berbentuk baji (wedge shaped) pada jaringan
parut bekas insisi uterus merupakan suatu defek parut uterus. Dilakukan evaluasi
Gambar 2.18 Gambar ultrasonografi defek insisi (panah menunjukkan defek uterus)50
38
alternatif dalam penjahitan insisi uterus. Dengan teknik ini, tegangan mekanis
pada SBR akan lebih rendah daripada teknik biasa sehingga dapat memberikan
defek insisi yang lebih minimal. Panjang luka bekas insisi juga menjadi lebih
area insisi Kerr, teknik Turan mampu secara dramatis menurunkan defek jaringan
primer.13
Potensi manfaat mengenai bekas luka yang lebih pendek dari teknik
penutupan Turan belum banyak diteliti. Ini merupakan konsekuensi alami dari
metode penutupan purse-string double layer. Metode ini dapat mengubah anatomi
segmen bawah karena dua alasan. Pertama, segmen dapat menjadi lebih sempit.
8,5 cm dan 3,7 cm setelah teknik penutupan biasa dan teknik penutupan Turan.
Kedua, metode Turan akan menarik jaringan sekeliling, yang nantinya dapat
pendek. 13
Sama dengan hasil penelitian Lee dkk., pada penelitian Turan dkk.
menunjukkan hasil yang lebih baik terkait dengan kontrol perdarahan, dimana
(27,5% vs 47,1%). Hal ini menunjukkan keunggulan teknik ini dalam hal
hemostasis.51
Walaupun menurut studi Turan dkk. hasilnya cukup menjanjikan karena dari 10
Pada abad ini, prosedur penutupan insisi SC telah banyak berkembang, ada
terdapat penurunan insidensi defek insisional uterus secara signifikan pada pasien
yang menjalani seksio sesarea dengan teknik Turan (23,5%) dibandingkan teknik
double layer uterine closure (60%). Defek insisional uterus merupakan faktor
etiologi dari adhesi pelvis paska operasi, plasenta previa dan akreta, ruptur uteri,
kehamilan ektopik pada parut uterus, perdarahan uterus abnormal dan dismenore.
Ini berarti penurunan kejadian defek insisional uterus sangat penting untuk
complication).13
dengan teknik Turan) dan 65 pasien pada kelompok kontrol yang dikumpulkan 6
seperti pada tabel 2.4 didapatkan data bahwa panjang insisi uterus lebih pendek
jumlah pasien dengan defek parut bekas operasi (Cesarean Scar Defect) adalah 12
41
orang (23.5%) pada kelompok studi dan 39 orang pada kelompok kontrol (76.5%)
luka pada SC dapat menjadi lebih tipis. Osser dkk. juga mengatakan bahwa
banyaknya kejadian bekas luka pada wanita setelah dilakukan SC. Saat ini banyak
dokter bedah yang telah mulai mencoba untuk melakukan eksisi pada daerah
angka kejadian defek bekas luka operasi atau setidaknya membuat bekas luka
menurut lokasi (segmen bawah rahim, isthmus uteri, saluran endoserviks atas),
sisi (kanan, kiri, bilateral, garis tengah kecil). Fabres dkk. menyebutkan bahwa
bekas luka mungkin terkait dengan, material jahitan yang digunakan, teknik
Caesarean Scar Defect (CSD) merupakan defek bekas luka yang terjadi
diskontinuitas pada lokasi yang sebelumnya telah ada parut bekas SC. Luasnya
bekas luka akibat dari seksio sesarea telah dilaporkan berkaitan dengan
rahim yang retrofleksi. Riwayat seksio sesarea sebelumnya juga menjadi berkaitan
yang mana cairan salin dimasukkan ke dalam rongga rahim dengan menggunakan
digunakan untuk mendeteksi CSD. Namun, tidak ada uji klinis membandingkan
dua metode ini. Karena alatnya yang sederhana, non-invasif dengan dan biaya
rendah, sonografi transvaginal tetap menjadi alat pilihan untuk penilaian CSD.
CSD juga dapat dideteksi dengan MRI maupun CT Scan. Dalam studi terkini,
Cara lain selain menggunakan teknik SCSH adalah teknik Gel Instillation
rongga rahim lebih stabil dan menurunkan rasa ketidaknyamanan bagi pasien saat
43
tepi bekas luka yang lebih jelas dan luka tampak lebih besar untuk dilihat. Hal ini
terakhir dan sudah banyak juga yang dipublikasikan. Berbagai cara untuk
hysterosalpingography.56
Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai standar baku untuk
mendeteksi serta pengukuran CSD. Karena tidak semua wanita dengan riwayat
SC berkembang menjadi CSD hal ini menarik untuk mencari dan menentukan
faktor yang risiko yang dapat memprediksi perkembangan mereka. Selain itu, ada
tersebut.
CSD adalah adanya area hipoekogenik pada SBR pada lokasi insisi SC
berkaitan dengan penurunan insidensi CSD pada 6 minggu paska operasi, dimana
teknik ini dapat memperpendek insisi dan mengurangi insidensi defek jaringan
parut uterus post seksio sesarea. Turan dkk. melaporkan terdapat penurunan
insidensi defek insisional uterus secara signifikan pada pasien yang menjalani
seksio sesarea dengan teknik Turan (23,5%) dibandingkan teknik double layer
uterine closure.13
SC saat ini menjadi cara yang banyak dipilih untuk proses persalinan. Hal
adanya bekas luka pada uterus dapat meningkatkan risiko pada kehamilan
berikutnya. Belum ada data yang cukup yang dapat membedakan apakah
komplikasi ini terjadi hanya pada tindakan SC yang terencana atau pada SC
emergency atau dapat pula terjadi pada dua keadaan ini. Penelitian sebelumnya
ruptur uteri, janin yang lahir mati, yang kemungkinan SC pada kehamilan
berikutnya.34
Menurut penelitian yang dilakukan Kok dkk. janin yang lahir mati terjadi
SC yang direncanakan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk kejadian kelahiran
emergency.57
Kejadian ini terjadi lebih banyak pada wanita yang menjalani SC terencana
ini tidak jauh berbeda.56 Jastrow dkk. dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
lokasi dari luka pada uterus dan penyembuhan luka pada segmen inferior uterus. 57
46
CSD merupakan defisiensi luka bekas operasi atau dehisensi luka yang
terjadi setelah tindakan SC, dimana terjadi diskontinuitas miometrial pada lokasi
pertama, adanya kongesti lipatan endometrial dan adanya polip kecil berpotensial
distorsi segmen bawah uterus yang berkontribusi pada nyeri pelvis kronis dan
CSD.53
Gambar 2.23. Gambaran post operasi. CSD pada segmen bawah uterus pada
wanita dengan riwayat dua kali SC setelah dilakukan histerektomi karena
adenomiosis
47
ukuran luka dan gejala klinis yang tampak. Lebar dari CSD berhubungan dengan
lebar dan dalamnya CSD.53 Ofili-Yebovi dkk. menyebutkan bahwa uterus dengan
posisi retrofleksi mungkin menjadi faktor resiko tidak sempurnanya luka bekas
operasi karena posisi uterus yang retrofleksi memberikan tekanan yang cukup
tinggi pada bagian bawah uterus sehingga mengurangi perfusi vaskuler yang mana
Tabel 2.6. Hubungan antara CSD, gejala klinis dan posisi uterus53
morfologi pada bagian luka atau celah pada miometrium dari segmen bawah
anterior uterus pada parut bekas SC sebelumnya. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
(SIS) atau dengan Gel Infusion Sonohysterography (GIS). Titik- titik perdarahan
Tabel 2.7. Parameter yang menganalisis posisi uterus, riwayat jumlah bekas
operasi dan lebar CSD dengan klinis53
49
BAB III
KESIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA