Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Keterlambatan bicara

3.1.1 Definisi
Definisi terlambat bicara adalah apabila tingkat perkembangan bicara berada
di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama dan
dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata. 4
Gangguan bahasa dapat bersifat reseptif maupun ekspresif. Kelainan reseptif
meliputi kesulitan untuk memahami atau memproses bahasa. Kelainan ekspresif
meliputi kesulitan menempatkan kata - kata, perbendaharaan kata atau
ketidakmampuan untuk menggunakan bahasa yang sesuai secara sosial.5
3.1.2 Etiologi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara adalah
sebagai berikut:6
1. Faktor Intrinsik
a. Retardasi mental
b. Gangguan pendengaran
c. Autisme
d. Mutasi selektif
e. Cerebral palsy
f. Kelainan organ bicara
2. Faktor Ekstrinsik
a. Lingkungan yang Sepi
b. Anak Kembar
c. Bilingualisme
d. Teknik Pengajaran yang Salah
e. Pola menonton televisi

17
18

3.1.3 Diagnosis
3.1.3.1 Anamnesis
Anamnesis mencakup mengenai perkembangan bahasa anak. Dokter anak
harus curiga bila orang tua melaporkan bahwa anaknya tidak dapat menggunakan
kata-kata yang berarti pada umur 18 bulan atau belum mengucapkan frase pada
umur 2 tahun.2
3.1.3.2 Pemeriksaan lain
Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen penyaring
untuk menilai gangguan perkembangan bahasa. Uji skrining perkembangan
Denver II sering digunakan karena mempunyai rentang usia yang cukup lebar
(mulai bayi lahir sampai usia 6 tahun). Penilaiannya mencakup semua aspek
perkembangan baik aspek personal sosial, bicara, motorik halus dan motorik
kasar. Waktu yang digunakan sekitar 30-45 menit. Kesimpulan hasil skrining
Denver II hanya menyatakan bahwa balita tersebut normal atau dicurigai memiliki
gangguan tumbuh kembang pada salah satu atau banyak aspek. Tes Denver II
gagal mendiagnosis lebih dari setengah anak dengan gangguan bahasa ekspresif,
sehingga kurang dapat mengidentifikasi anak dengan keterlambatan bicara.1,7
3.1.3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain
dari gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media
yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan
jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum dan lain-lain. 2
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan
gerakan mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA, PA-
TA, PA-TA-KA. Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal apraksia.2
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika
anak tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan, maka
perlu dilakukan pemeriksaan “auditory brainstem responses” yang dapat dilihat
pada gambar 3.1. 2
19

1. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)

Gambar 3.1 Brainstem Evoked Response Audiometry8

2. Pemeriksaan audiometrik
a) Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang
dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon
yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari
sumber bunyi seperti yang terlihat pada gambar 3.2. Pemeriksaan dilakukan di
ruangan yang tenang atu kedap suara dan menggunakan mainan yang
berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan
anak. 9

Gambar 3.2 Audiometrik Tingkah Laku10

b) Audiometrik bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang


dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan
suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi (misalnya
20

bermain puzzle seperti pada gambar 3.3). Dapat dimulai pada usia 3-4
tahun bila anak cukup kooperatif. 9

Gambar 3.3 Meletakkan suatu objek saat diperintahkan11

c) Audiometrik bicara, pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun
dalam silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT
(PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar
melalui kaset tape recorder sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3.4.
Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch.
Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam
berbicara sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar
(hearing aid).9

Gambar 3.4 Audiometrik bicara12

d) Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.9


 CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga
didapatkan gambaran area otak yanga abnormal.
 Timpanometri seperti yang terdapat pada gambar 3.5 digunakan untuk
mengukur kelenturan membran timpani dan sistem osikuler.
21

Gambar 3.5 Timpanometri13

Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal
yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ
performance, IQ gabungan. 4
3.1.5 Tatalaksana
3.1.5.1 Terapi bicara
Terapi bicara melibatkan dokter ahli bicara bersama anak secara
perorangan dalam sebuah kelompok kecil atau secara langsung di dalam sebuah
kelas untuk mengatasi gangguan tertentu (seperti yang terlihat pada gambar 3.6).
Terapi bicara menggunakan berbagai cara termasuk intervensi bahasa dan terapi
artikulasi. Seorang terapis mungkin menggunakan objek-objek, gambar, buku atau
peristiwa penting untuk merangsang perkembangan bicara.9

Gambar 3.6 Terapi bicara dengan gambar14


3.1.5.2 Terapi artikulasi
Terapi artikulasi melibatkan ahli terapis sebagai model yang benar
terhadap pengucapan yang benar untuk anak, selama kegiatan bermain. Tingkatan
permainan tersebut adalah berdasarkan umur dan sesuai dengan kebutuhan anak.
22

Terapi ini melibatkan fisik anak tentang bagaimana membuat suara tertentu
seperti “R”. Seorang terapis bicara menunjukkan bagaimana cara menggerakkan
lidah untuk menghasilkan suara tertentu. Pada gambar 3.7 terapis mencontohkan
bagaimana membuat suara dan menunjukkan tulisan “ha” pada anak.9

Gambar 3.7 Terapi artikulasi15


3.1.5.3 Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang bertujuan untuk merubah atau
menghilangkan tingkah laku anak yang dianggap tidak layak. Terapi perilaku ini
lebih dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) yang dilakukan
dengan metode Lovas, yang dalam prakteknya menggunakan prinsip stimulus
respons. Yang ingin dipacu pada terapi ini adalah peningkatan pemahaman dan
kepatuhan akan aturan. Terapi ini diberikan pada anak autisme (seperti pada
gambar 3.8), gangguan perkembangan pervasif, anak dengan gangguan
emosional, dan sebagainya.9

Gambar 3.8 Terapi perilaku pada anak autisme15


3.1.5.4 Terapi sensori integrasi
Terapi sensori integrasi adalah suatu pendekatan untuk menilai dan
melakukan terapi pada anak-anak yang menunjukkan masalah perilaku atau
kesulitan belajar. Dalam terapi ini, anak dibimbing untuk melakukan berbagai
aktivitas yang dapat memberikan masukan berbagai informasi sensorik, yang
23

penting adalah partisipasi aktif dari anak agar timbul perubahan positif yang dapat
memperbaiki struktur halus pada otak anak yang masih mempunyai daya
plastisitas yang baik.

Gambar 3.9 Terapi sensori integrasi16


3.1.5.5 Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah penggunaan aktivitas yang bertujuan mengintervensi,
sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi perkembangan ke
tingkat yang lebih tinggi dari seseorang yang mengalami keterbatasan yang
disebabkan penyakit fisik, kondisi fungsional, gangguan kognitif, disfungsi
psikososial, gangguan mental, disabilitas perkembangan.

Gambar 3.10 Terapi okupasi17


3.1.5.6 Fisioterapi
Metode yang digunakan adalah metode Bobath yaitu terapi yang
berdasarkan pada perkembangan normal saraf, sehingga disebut juga
neurodevelopmental treatment. Metode ini menggunakan sensori-motor dari
indera (taktil perabaan, penglihatan, pengecapan, dan penciuman) yang dapat
dilihat pada gambar 3.11, juga perkembangan neuropsikososial.2
24

Gambar 3.11 Metode Bobath15


3.1.5.7 Stimulasi floor time
Floor time merupakan cara berinteraksi antara orang dewasa dengan anak
dalam suasana yang dapat membentuk emosi yang sehat, sosial, dan intelektual.
Mengerti emosi anak merupakan kunci yang efektif dalam memberikan
pengajaran. Para profesional (dokter, terapis, psikolog, pedagogik) membantu
orang tua menganalisis, memberi umpan balik, dan ide bagaimana orangtua
melakukannya sebagaimana pada gambar 3.12.

Gambar 3.12 Floortime Therapy16


Prinsip utama floor time adalah memanfaatkan setiap kesempatan yang
muncul untuk berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap
perkembangan emosi anak. Interaksi yang terjadi diharapkan bermula dari inisiatif
anak, pengasuh atau orang tua mengikuti anak dan memanfaatkan emosi sebagai
titik awal interaksi, diperluas dan dikembangkan menjadi lebih bermakna dan
timbal balik.2
3.1.6 Prognosis
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Bila
gangguan bicara tidak diterapi dengan tepat, akan terjadi gangguan kemampuan
membaca, kemampuan verbal, perilaku, penyesuaian psikososial dan kemampuan
25

akademis yang buruk. Anak yang mengalami kelainan berbahasa pada masa pra-
sekolah, 40% hingga 60% akan mengalami kesulitan dalam bahasa tulisan dan
mata pelajaran akademik.8
3.2 Autisme
3.2.1 Definisi
Autisme berasal dari bahasa Yunani yakni kata “Auto” yang berarti berdiri
sendiri. Arti kata ini ditujukan pada seseorang penyandang autisme yang seakan-
akan hidup didunianya sendiri. Autism adalah suatu gangguan otak yang
mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk
berkomunikasi baik verbal maupun non verbal, gangguan interaksi sosial dan
gangguan tingkah laku yang terjadi sebelum anak berusia 30 bulan. Dalam
diagnostic and statistical manual of mental disorder test revised (DSM-IV-TR)
merupakan satu dari lima jenis pervasise developmental disorder (PDDs) atau
gangguan perkembangan pervasive diluar attention deficit hyperactive disorder
(ADHD).18
3.2.2 Diagnosis
Untuk mendiagnosis autisme, harus memiliki setidaknya 6-12 gejala-
gejala autisme yang tertulis dalam DSM V. Adapun deteksi dini autisme dapat
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:19
1. Deteksi dini sejak dalam kandungan
Deteksi dini sejak janin ada dalam kandungan dapat dilakukan dengan
pemeirksaan biomolekular pada janin bayi untuk mendeteksi autis, namun
pemeriksaan ini masih dalam batas kebutuhan untuk penelitian.
2.Deteksi dini sejak lahir hingga usia 5 tahun
a. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak.
1) Usia 0-6 bulan
a) Bayi tampak terlalu tenang
b) Sering menangis dan sulit ditenangkan
c) Jarang mengoceh
d) Tidak ditemukan senyum sosial di atas 10 minggu
e) Tidak ada kontak mata diatas 3 bulan
26

2) Usia 6-2 tahun


a) Sulit bila digendong (tidak mau dipeluk)
b) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c) Tidak mau permainan sederhana (seperti ciluk ba)
d) Tidak berusaha mengeluarkan kata-kata
e) Tidak tertarik pada boneka atau mainan lainnya
e) Memperhatikan tangannya sendiri
f) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/ halus
3) Usia 2-3 tahun
a) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
b) Relatif tidak peduli terhadap orang tuanya
c) Kotak mata terbatas
d) Tertarik hanya pada benda tertentu
4) Usia 4-5 tahun
a) Jika anak sudah dapat berbicara, sering didapatkan ekolalia (membeo)
b) Mengeluarkan suara yang aneh
c) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
d) Tantrum dan agresi berkelanjutan tapi bisa juga berangsur-angsur
berkurang
3. Deteksi autis dengan MCHAT
MCHAT (Modified Checklist Autisme in Toddlers) digunakan pada penderita
autisme di atas 18 bulan. MCHAT dikembangkan di inggris dengan metode yang
berisi beberapa daftar pertanyaan yang meliputi aspek ; imitation, pretend play,
dan joint attention.

Вам также может понравиться