Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB I

PENDAHULUAN

Islam sebagai system hidup dan merupakan agama yang universal sebab
memuat segala aspek kehidupan baik yang terkait dengan aspek ekonomi, sosial,
politit dan budaya. Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian
adalah bidang distribusi. Distribusi menjadi posisi penting, pada saat ini realita
yang nampak adalah telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam
pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di negara maju maupun di negara
berkembang yang mempergunakan sistem kapitalis sebagai sistem ekonomi
negaranya, sehingga menciptakan kemiskinan dimana-mana. Menanggapi
kenyataan tersebut islam sebagai agama yang universal diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut dan sekaligus menjadi sistem perekonomian
suatu negara.
Prinsip dasar islam, bahwa seorang muslim yang tergolong mampu dalam
hal harta diperintahkan oleh Allah Swt untuk berbagi dan menolong kepada
sesama umat muslim. Orang yang gemar menginfakkan harta, waktu, uang
sebagai tindakan menolong orang lain disebut dengan sifat kedermawanan atau
filantropi. Di indonesia sendiri telah banyak berdiri beberapa lembaga yang
mempraktekkan filantropi seperti organisasi sosial islam, LSM, dompet dhu’afa,
dan sebagainya.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai distribusi dalam islam dan
filantropi dengan memahami ayat-ayat yang bersumber dari Allah Swt dari segi
asbabun nuzul, dan tafsir ayatnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Distribusi Dalam Perspektif Islam


Pengertian distribusi menurut KBBI adalah penyaluran
(pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberappa
tempat. Distribusi secara umum adalah proses penyaluran suatu hasil
produksi barang atau jasa dari produsen ke konsumen untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Sedangkan distribusi menurut perspektif islam memiliki
makna yang lebih luas cakupannya, mulai dari mengikuti dari peraturan
atau cara kepemilikan dalam distribusi, unsur-unsur produksi, dan sumber-
sumber barang atau jasa.
Di dalam Ekonomi Islam, persoalan distribusi di samping produksi
dan konsumsi termasuk persoalan serius untuk diperhatikan. Distribusi
menjadi penting, karena distribusi menjadi media untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama. Di dalam Islam, institusi zakat, sadaqah, infaq,
wakaf, hibah, hadiah, bahkan waris, fa’i, ghanimah, masuk ke dalam
lingkup distribusi. Tujuannya adalah dalam rangka mewujudkan
pemerataan pendapatan publik.

1. Ayat yang menjelaskan tentang Distribusi


Prinsip utama dari sistem ini adalah peningkatan dan pembagian
hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, yang
mengarah pada pembagian kekayaan yang merata diberbagai kalangan
masyarakat yang berbeda dan tidak hanya berfokus pada beberapa
golongan tertentu.1

QS. Al-Hasyr : 7

1
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam: Jilid II, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,
1995), h. 93.

2
‫سهبيهل‬
‫ساَهكيهن موانبهن ال ا‬ ‫سوُلههه همنن أمنههل انلقامرىى فملهلاهه موهللار ا‬
‫سوُهل مولههذيِ انلقانربمىى موانليممتاَممىى موانلمم م‬ ‫مماَ أممفاَمء ا‬
‫اا معلمىى مر ا‬

‫ۚ مكني مل يماكوُمن ادولمةة بمنيمن انلمنغنهمياَهء همنناكنم ۚ مومماَ آمتاَاكام الار ا‬


‫سوُال فماخاذوها مومماَ نممهاَاكنم معننه مفاَننتماهوُا‬

‫شهدياد انلهعمقاَ ه‬
‫ب‬ ‫ام ۖ إهان ا‬
‫ام م‬ ‫مواتااقوُا ا‬

Terjemahan :

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kotaMaka adalah
untuk Allah, untuk rasul,kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.2
Tafsiran ayat

Ayat ini menjelaskan bahwa harta fa’i yang berasal dari orang
kafir, seperti pada kasus harta Bani Quraizhah, Bani Nadhir, penduduk
Fadak dan Khaibar, kemudian diserahkan kepada Allah dan Rasul SAW,
digunakan untuk kepentingan publik, tidak dibagi-bagikan kepada kaum
muslimin. Diterangkan pembagian harta fa’i untuk Allah, untuk Rasulullah
SAW, kerabat-kerabat Rasulullah Saw dari Bani Hasyim dan Bani
Muthalib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang
memerlukan pertolongan dan orang-orang yang kehabisan perbekalan
dalam perjalanan di jalan Allah. Setelah Rasulullah wafat, maka bagian
Rasulullah Saw sebesar empat perlima dan seperlima di gunakan untuk
keperluan orang-orang yang melanjutkan tugas beliau, seperti pejuang di
Medan perang, para da’i dan Baitul mal.3
Kata fa’i seperti yang terdapat pada ayat di atas mengandung arti
harta rampasan perang yang diperoleh dari musuh tanpa melalui
peperangan. Arti asal dari kata ini adalah kembali. Oleh sebab itu kata ma
2
QS Al-Hasyr [59] : 7

3
Azhari akmal tarigan, tafsir ayat-ayat ekonomi Alquran, (Bandung : Citapustaka Media
Perintis, 2012), h., 189

3
afa,allahu ‘ala rasulihi yang terdapat pada ayat di atas berarti “apa saja
yang telah dikembalikan oleh Allah kepada Rasulnya. Harta benda yang
berada di bawah kekuasaan orang kafir itu pada hakikatnya adalah
pemilikan secara tidak sah. Setelah mereka dikalahkan, dan harta-harta
mereka itu dikuasai oleh orang-orang yang beriman, berarti Allah telah
mengembalikannya kepada pemilik yang sah.
Afzalur Rahman ketika membahas ayat di atas. Menurutnya, ayat
tesebut menegaskan prinsip yang mengatur pembagian kekayaan dalam
sistem kehidupan islami; bahwa kekayaan itu harus dibagi-bagikan ke
seluruh kelompok masyarakat dan bahwa kekayaan itu “tidak boleh
menjadi satu komoditi yang beredar di antara orang-orang kaya saja”.
Alquran telah menetapkan aturan-aturan tertentu guna mencapai sasaran
keadilan dalam pendistribusian kekayaan dalam komunitas. Alquran telah
melarang bunga dalam segala bentuknya dan telah memperkenalkan
hukumhukum waris, yang membatasi kekuasaan si pemilik harta kekayaan
dan mendorongnya untuk mendistribusikan seluruh harta miliknya
dikalangan kerabat dekat setelah ia wafat. Tujuan dari pengaturan ini
adalah untuk menghentikan pengkonsentrasian kekayaan pada beberapa
tangan saja.

Asbabun Nuzul

Ketika Rasulullah Saw bermukim di Madinah, beliau berkata


kepada kaum Anshar bahwa kaum dari golongan Muhajirin yang ada di
Mekkah akan berhijrah ke Madinah maka beliau meminta kepada kaum
dari golongan anshar untuk memberikan sebagian hartanya dengan
menyiapkan kamar-kamar dan makanan kepada kaum Muhajirin, jika
kaum dari golongan Anshar tidak ada jatah baginya dan akan diberikan
kepada kaum Muhajirin. Dari golongan kaum Anshar lantas berkata bahwa
kami akan menyiapkan papan untuk kaum muhajirin dan tidak akan
mengambil dari harta rampasan.

4
Ayat-ayat yang Berkaitan Dengan Distribusi dan Relasi Kaum Kaya dan
Miskin

At-taubah Ayat 60 tentang Pembagian Zakat kepada 8 Golongan (8


Asnaf):

‫ب‬ ‫صمد ققم ت‬


‫ت لإللفتقممراَإء موٱللممقمسإكيِإن موٱللقمعإمإليِمن معلمليِمهاَ موٱللتممؤلنفمإة قتتلوُبتهتلم موإفىِ ٱلررمقاَ إ‬ ‫إإننمماَ ٱل ن‬
‫ضةة رممن ٱنلإ ۗ موٱنلت معإليِمم محإكيِمم‬ ‫موٱللقمغإرإميِمن موإفىِ مسإبيِإل ٱنلإ موٱلبإن ٱلنسإبيِإل ۖ فمإريِ م‬

Terjemahan : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-


orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”4
Ayat ini merupakan dasar pokok menyangkut kelompok-kelompok yang
berhak mendapat zakat. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami
masing-masing kelompok. Secara sangat singkat dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Yang pertama mereka perselisihkan adalah makna huruf lam pada firman-
Nya lilfuqara‟, Imam Malik berpendapat bahwa ia sekedar berfungsi
menjelaskan siapa yang berhak menerimanya agar tidak keluar dari
kelompok yang disebutkan. Allah menyebut kelompok-kelompok itu
hanya untuk menjelaskan kepada siapa sewajarnya zakat diberikan,
sehingga siapapun diantara mereka, maka jadilah. Zakat tidak harus
dibagikan kepada semua (kedelapan) kelompok yang disebut dalam ayat
ini. Imam Malik berpendapat bahwa ulama-ulama dari kalangan sahabat
Nabi Saw. Sepakat membolehkan memberikan zakat walau kepada salah
satu kelompok yang disebut oleh ayat ini. Imam Syafii berpendapat bahwa
huruf lam mengandung makna kepemilikan sehingga semua yang disebut
harus mendapat bagian yang sama. Ini menurutnya dikuatkan juga oleh
kata innama/hanya yang mengandung makna pengkhususan. Sementara

4
QS At- Taubah [9] : 60

5
para ulama pengikut Imam Syafii berpendapat bahwa kalau dibagikan
untuk tiga kelompok maka hal itu sudah cukup.
Zakat yaitu kewajiban seorang Muslim untuk menyisihkan sebagian
hartanya, untuk didistribusikan kepada kelompok tertentu (8 ashnaf). Disisi
lain zakat adalah pajak resmi yang wajib dijalankan oleh pemerintahan Islam
yang diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya. Rasulullah bersabda:
Artinya : Dari Ibn. Abbas r.a. bahwasanya Nabi Saw mengutus
Mu’adz ke Yaman lalu menyebutkan hadits (sabda Nabi) kepadanya,
“Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka sedekah (zakat) dari
harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan
kepada orang-orang fakir diantara mereka". (HR. Al-Bukhari dan
Muslim, lafal hadits tersebut riwayat Muslim).5

B. FILANTROPI
1. Pengertian filantropi
Filantropi (bahasa yunani : philein berarti cinta, dan anthropos
berarti manusia) adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama
manusia, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk
5
Idri, Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta: Kencana, 2015), h., 138.

6
menolong orang lain.filantropi dalam islam dapat diartikan sebagai
pemberian (charity) yang berdasaran pada pandangan untuk
mempromosikan keadilan sosial dan maslahat bagi masyarakat umum.
Dalam ajaran islam filantropi sesungguhanya sudah ada dan melekat
dan telah di praktekkan sejak dahulu dalam bentuk zakat, wakaf, dan
sebagainya. 6

2. Ayat yang menjelaskan tentang filantropi


a. QS. Al-Baqarah ayat 195

‫ب‬ ِ‫مومأنفإتقوُاا إفىِ مسإبيِإل ٱنلإ مومل تتللتقوُاا بإأ مليِإديِتكلم إإملىِ ٱلتنلهلتمكإة ۛ موأملحإسنتووُاا ۛ إإنن ٱنلم يِتإح ب‬
‫ٱللتملحإسإنيِمن‬
Terjemahan : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.”7

Imam Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata, “ Ayat ini


turun pada masalah sedekah.” Abu Dawud , at-Tirmidzi (dan dia
mensahihkannya), Ibnu Hibban, al-Hakim, dan yang lainnya
meriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari, dia berkata, “Ayat ini
turun pada kami, orang-orang Anshar, ketika Allah SWT membuat
kami jaya dan para penolongnya
berjumlah banyak. Ketika itu secara diam-diam sebagian dari kami
ada yang berkata kepada sebagian yang lainnya, ‘Sesungguhnya sudah
banyak harta kita yang hilang. Dan kini Allah telah membuat Islam jaya.
Bagaimana kalau kita merawat harta agar kita dapat mengembalikan
jumlah yang telah hilang itu?’” Maka Allah menurunkan ayat yang
membantah apa yang kami katakan tadi, yaitu firman-Nya. “Dan

6
Nur arifah,” filantropi islam”, di akses dari nurarifah22.blogspot.com/2016/01/makalah
pengantar-studi-islam.html1?m=1, pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 08.15

7
Saifullah abdusshamad, 2015, “ ayat tentang distribusi serta relasi kaum kaya dan
miskin”. ISSN Elektronik: 2442-2282 Volume: II, Nomor II. Juni 2015.

7
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,...” Maka, kebinasaan
adalah menjaga dan merawat harta dengan meninggalkan perang melawan
musuh Islam. Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari
Abu Jabirah bin Dhahhak, dia berkata, “Dulu orang-orang Anshar
menginfakkan harta mereka dengan jumlah yang banyak. Lalu pada suatu
ketika paceklik menimpa mereka, sehingga mereka pun tidak berinfak
lagi,” maka Allah SWT. Menurunkan ayat,“Dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.....”

Tafsiran Ayat
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan para hamba-Nya agar
berinfak (membelanjakan harta) di jalan Allah, yaitu mengeluarkan harta
di jalan-jalan menuju Allah. Yakni setiap jalan kebaikan seperti
bersedekah kepada si miskin, kerabat atau memberikan nafkah kepada
orang yang menjadi tanggungan. Yang paling agung dan hal pertama yang
termasuk kategori itu adalah infak dalam jihad fi sabilillah. Sesungguhnya,
berinfak dalam hal itu merupakan jihad dengan harta yang juga wajib,
sama seperti jihad dengan badan. Infak tersebut banyak sekali
mashlahatnya seperti membantu dalam memperkuat barisan kaum
Muslimin, melemahkan syirik dan para pelakunya, mendirikan dinnullah
dan memperkuatnya. Jadi, jihad fi sabilillah tidak akan terealisasi kecuali
dengan adanya infak sebab infak ibarat roh (nyawa) baginya, yang tidak
mungkin ada tanpanya. Dengan tidak berinfak di jalan Allah, itu artinya
membatalkan jihad, memperkuat musuh dan menjadikan persekongkolan
mereka semakin menjadi. Dengan begitu, firman Allah SWT, “Dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan” menjadi seperti alasan atas hal itu. “Menjatuhkan diri sendiri
ke dalam kebinasaan” kembali kepada dua hal: Pertama, meninggalkan
apa yang seharusnya diperintahkan kepada seorang hamba, jika
meninggalkannya itu mengandung konsekuensi -atau hampir mendekati-

8
binasanya badan atau jiwa dan mengerjakan apa yang menjadi sebab
kebinasaan jiwa atau roh. Termasuk juga ke dalam kategori ini beberapa
hal pula, di antaranya: meninggalkan jihad fi sabilillah atau berinfak di
jalannya di mana konsekuensinya adalah menjadikan musuh berkuasa,
tipuan diri untuk berperang, bepergian yang mengandung resiko, ke tempat
yang banyak binatang buas atau ularnya, memanjat pohon, bangunan yang
berbahaya dan semisalnya. Ini dan semisalnya termasuk kategori orang
yang menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Di antara hal lain
yang termasuk ‘menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan’ adalah
melakukan maksiat terhadap Allah SWT dan berputus asa untuk
bertaubat. Kedua, meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan
Allah dimana meninggalkannya merupakan bentuk kebinasaan bagi jiwa
dan agama. Manakala infak di jalan Allah tersebut merupakan salah satu
jenis berbuat baik (Ihsan), maka Allah menyuruh berbuat baik secara
umum. Dia berfirman, “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik”8
Ini mencakup semua jenis berbuat kebaikan sebab Dia tidak
mengaitkannya dengan sesuatu tanpa harus adanya sesuatu yang lain,
sehingga termasuk di dalamnya berbuat baik dengan harta seperti yang
telah dikemukakan di atas. Termasuk juga, berbuat baik dengan
kehormatan diri berupa pemberian ‘syafa’at’ (pertolongan) dan
sebagainya. Termasuk pula, beramar ma’ruf nahi munkar, mengajarkan
ilmu yang bermanfa’at, membantu orang yang sedang dalam kesusahan,
menjenguk orang sakit, melawat jenazah, menunjuki jalan kepada orang
yang tersesat, membantu orang yang mengerjakan suatu pekerjaan, bekerja
untuk orang yang tidak bisa melakukannya dan bentuk kebaikan lainnya
yang diperintahkan Allah SWT. Termasuk juga berbuat baik (ihsan) dalam
beribadah kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang disebutkan
Rasulullah SAW dalam haditsnya mengenai apa itu ihsan, “Bahwa kamu

8
QS Al- Baqarah [2] : 195

9
menyembah Allah SWT seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak
dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”

b. QS. Al-baqarah ayat 245

‫ض مويِملب ص ت‬
‫صطت موإإلمليِإه‬ ‫ضإعفمهۥُت لم وهۥُت أم ل‬
‫ضمعاَةفاَ مكإثيِمرةة ۚ موٱنلت يِملقبإ ت‬ ‫ض ٱنلم قملر ة‬
‫ضاَ محمسةناَ فميِت ق م‬ ‫نمن مذا ٱلنإذىِ يِتلقإر ت‬
‫تتلرمجتعوُمن‬

Terjemah :

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang


baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-
Nya lah kamu dikembalikan.”9
Asbabun Nuzul

Ibnu Hibban di dalam sahihnya dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan


dari Ibnu Umar, dia berkata, Ketika turun firman Allah,“Perumpamaan
orang yang menginfakan hartanya dijalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas,
Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah [2]:261) Rasullulah bersabda,“Ya
Allah, berilah tambahan untuk umatku.”Maka turunlah firman Allah SWT,
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
( menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan
Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada- Nya lah kamu
dikembalikan.”

Tafsir Ayat

9
QS Al- Baqarah [2] : 261

10
Ayat tersebut di atas menjelaskan anjuran berinfak di jalan Allah
‘Azza wa Jalla. Pertanyaan ( Man Dzalladzii…) di ayat tersebut adalah
berfaidah makna anjuran dan motivasi. Bahwa pahala (balasan) terhadap
suatu amalan adalah terjamin, sebagaimana jaminan hutang bagi yang
menghutangi. Perhatian terhadap ikhlas dalam beramal, yaitu hendaknya
seseorang menginfakkan hartanya hanya bagi Allah ‘Azza wa Jalla dengan
cara ikhlas, atas dasar suka rela, dari harta yang halal, dan tidak menyertai
dalam infaknya (sedekahnya) tersebut dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan penerima); sebagaimana ayat di atas, “pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah)”. dan ‘Pinjaman yang baik’
adalah apa yang sesuai dengan syariat, yaitu memenuhi hal-hal berikut:

Pertama : Ikhlas karena Allah Ta’ala, maka jika dilakukan dengan riya’,
sum’ah maka pinjaman tersebut bukan pinjaman yang baik, sebagaimana
disebutkan dalam hadits Qudsi, “Barang siapa yang melakukan suatu
amalan yang ia menyekutukan di dalam amal tersebut bersamaKu dengan
selain Aku, maka Aku tinggalkan ia beserta sekutunya..”

(Muslim, no. 2985, dan Ibnu Majah, no. 4202).

Kedua : Dari harta yang halal, maka jika berasal dari harta yang haram
maka bukan termasuk pinjaman yang baik, karena Allah Ta’ala Maha Baik
dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik.

Ketiga : Dengan suka rela dan hati yang senang; dan bukan terpaksa, tidak
pula berkeyakinan hal itu adalah sebuah pajak atau denda yang harus
diberikan, sebagaimana persangkaan sebagian orang yang mengira bahwa
zakat adalah pajak, hingga sebagian penulis (zakat) mengungkapkan
dengan ungkapan ‘Pajak zakat’ wal ‘iyadzu billah.

Keempat : Diberikan sesuai dengan tempatnya (yang di perintahkan oleh


Allah), yaitu dengan menyedekahkan kepada para fuqoro’, dan orang-
orang miskin, atau untuk kemashlahatan orang banyak; adapun jika

11
diinfakkan kepada sesuatu yang dimurkai oleh Allah maka hal itu
bukanlah termasuk ‘pinjaman yang baik’.

Kelima : Hendaknya tidak menyertai sedekah yang diberikan dengan


mengungkit-ngungkitnya, dan menyakiti perasaan penerima. Maka jika
seseorang menyertai amal baiknya dengan ‘mengungkit-ngungkit dan
menyakiti perasaan penerima’ maka batal (hilanglah) pahala amalan
baiknya tersebut, Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang -orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian…” ( al-Baqarah : 264)

Bahwa karunia Allah Ta’ala dan pemberianNya adalah sangatlah luas, dan
balasan bagi orang yang berbuat kebaikan adalah balasan yang berupa
karunia kebaikan dariNya; sebagaimana firmanNya, “maka Allah akan
melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak.” Disamping bahwa taufiq Allah Ta’ala bagi seseorang untuk
beramal shalih adalah merupakan karunia dariNya, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang-orang faqir dari
kalangan anshor ketika mereka menyebutkan keutamaan orang-orang kaya
dalam bersedekah dan memerdekakan budak, “Demikian itulah karunia
Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki… ” (Muslim,
no. 1347), maka dengan demikian bahwa bagi seorang hamba yang
diberikan taufiq untuk beramal dengan amal yang shalih maka baginya
mendapat dua karunia: karunia yang datang terlebih dahulu yaitu
diberikannya taufiq untuk melakukan amal shalih, dan karunia yang kedua
yang datang mengikutinya yaitu berupa pahala atasnya dengan berlipat
ganda. Adapun balasan bagi ahli maksiat maka berkisar antara keadilan
dan karuniaNya; jika maksiatnya berupa kekufuran maka balasannya dari
keadilannya dan jika maksiat tersebut lebih ringan dari kekufuran maka
balasannya berkisar dari karunia dan keadilannya; Allah Ta’ala berfirman,

12
artinya,“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”(QS. An- Nisaa’ : 48)

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
. Distribusi secara umum adalah proses penyaluran suatu hasil
produksi barang atau jasa dari produsen ke konsumen untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Di dalam Ekonomi Islam, persoalan distribusi - di

13
samping produksi dan konsumsi - termasuk persoalan serius untuk
diperhatikan. Distribusi menjadi penting, karena distribusi menjadi media
untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Di dalam Islam, institusi zakat,
sadaqah, infaq, wakaf, hibah, hadiah, bahkan waris, fa’i, ghanimah, masuk
ke dalam lingkup distribusi. Tujuannya adalah dalam rangka mewujudkan
pemerataan pendapatan publik.
Filantropi (bahasa yunani : philein berarti cinta, dan anthropos
berarti manusia) adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama
manusia, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk
menolong orang lain.filantropi dalam islam dapat diartikan sebagai
pemberian (charity) yang berdasaran pada pandangan untuk
mempromosikan keadilan sosial dan maslahat bagi masyarakat umum.
Dalam ajaran islam filantropi sesungguhanya sudah ada dan melekat dan
telah di praktekkan sejak dahulu dalam bentuk zakat, wakaf, dan
sebagainya

B. Saran
Saran kami sebagai pemakalah agar teman-teman dapat memahami
materi ini, karena sangat penting untuk kedepannya. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat ,meambah pengetahuan dan wawasan serta
memberikan manfaat terhadap pembaca

DAFTAR PUSTAKA
Arifah, nur (2016, 27 januari ). filantropi islam di kutip 25 maret 2019 dari
nurarifah22.blogspot.com/2016/01/makalah pengantar-studi-islam.html1?
m=1

Akmal tarigan, azhari. 2012. Tafsir ayat-ayat ekonomi Alquran. Bandung :


Citapustaka Media

14
Idri. 2015. Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi. Jakarta: Kencana

Rahman, Afzalur . 1995. Doktrin Ekonomi Islam: Jilid II. Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf

Saifullah abdusshamad. 2015 “ ayat tentang distribusi serta relasi kaum kaya dan
miskin”. ISSN Elektronik: 2442-2282 Volume: II, Nomor II.

15

Вам также может понравиться

  • Jealous PDF
    Jealous PDF
    Документ151 страница
    Jealous PDF
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ3 страницы
    Kata Pengantar
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Contoh Kata Pengantar Bi
    Contoh Kata Pengantar Bi
    Документ2 страницы
    Contoh Kata Pengantar Bi
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Contoh Cover Makalah
    Contoh Cover Makalah
    Документ1 страница
    Contoh Cover Makalah
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Pengantar Manajemen
    Pengantar Manajemen
    Документ11 страниц
    Pengantar Manajemen
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Contoh Daftar Isi Modul B.I
    Contoh Daftar Isi Modul B.I
    Документ3 страницы
    Contoh Daftar Isi Modul B.I
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Pengantar Ilmu Ekonomi
    Pengantar Ilmu Ekonomi
    Документ8 страниц
    Pengantar Ilmu Ekonomi
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Metode Studi Islam
    Metode Studi Islam
    Документ17 страниц
    Metode Studi Islam
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Metode Studi Islam
    Metode Studi Islam
    Документ17 страниц
    Metode Studi Islam
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет
  • Fiqh Muamalah
    Fiqh Muamalah
    Документ12 страниц
    Fiqh Muamalah
    Rizki Isnani Fadhila Saragih
    Оценок пока нет