Вы находитесь на странице: 1из 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari

penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan dimana program tersebut

bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan

meningkatkan kesehatan anak sesuai tumbuh kembangnya, dalam rangka

meningkatkan kualitas hidup anak yang akan menjadi sumber daya pembangunan

bangsa di masa mendatang. Bayi baru lahir merupakan kelompok masyarakat

yang rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.

Dilihat dari Indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun

2010-2014 sekaligus disesuaikan dengan target pencapaian MDGs, yaitu

menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 34/1000 menjadi 23/1000

Kelahiran Hidup (Kemenkes, 2010).

Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2013 belum dapat

memenuhi target Millenium Depelopment Goals (MDGs) 2015. Dimana angka

kematian bayi (AKB) di Indonesia tahun 2013 adalah 34/1000 kelahiran hidup,

sedangkan target MDGs 2015 adalah 23/1000 kelahiran hidup. Untuk mencapai

target penurunan AKB pada MDGs 2015 maka peningkatan akses dan kualitas

pelayanan bagi bayi baru lahir (neonatal) menjadi prioritas utama. Komitmen

global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian anak yaitu menurunkan

angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015

1
2

(Kemenkes, 2015). Di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), pada tahun 2009 AKB di

provinsi Sumut adalah 26,0 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2010 23,0 per 1.000

kelahiran hidup, tahun 2011 22,0 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2012 22,96 per

1.000 kelahiran hidup dan tahun 2013 21,59 per 1.000 kelahiran hidup. Dari

penyebab utama kematian bayi disumbangkan pada kelompk 29 hari-11 bulan

yaitu akibat Diare (31,4%), Pnemonia (23,8) dan Meningitis/Ensefalitis (9,3%)

(Dinkes Sumut, 2013). Sementara data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Binjai angka kematian bayi tahun 2014 sebanyak 29 orang atau 0,50%, tahun

2015 sebanyak 26 orang atau 0,47 dan pada tahun 2016 hingga bulan Agustus

angka kematian bayi sebanyak 10 orang atau 0,19%.

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak pada tahun

1991, Nation Children Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO)

telah menerbitkan indikator program pemberian ASI eksklusi pada bayi baru lahir

hinga usia 2 tahaun. Namun, sampai saat ini, indikator pemberian ASI eksklusif

pada anak usia 6-23 bulan usia belum sangat informatif. pengetahuan yang

terbatas tentang skala dan distribusi pelaksanaan pemberian ASI kurang baik yang

dapat menghambat pemberian ASI eksklusif pada bayi (WHO, 2010).

ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung

protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi

sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi.

Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga.

Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein,

dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalori lebih
3

tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI

juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan

menganggu enzim di usus (Kemenkes, 2015)

ASI adalah metode yang optimal dari pemberian makanan pada bayi.

Memberikan ASI pada bayi suatu tindakan dalam memberikan nutrisi pada bayi

untuk pertumbuhan, perkembangan yang sehat dan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh. Memberikan ASI pada bayi juga bermanfaat dalam

perlindungan terhadap infeksi gastrointestinal otitis media, infeksi bakteri berat

seperti meningitis, bakteremia, infeksi saluran pernafasan bawah dan

botulisme. Selain itu, pemberian ASI mendorong perkembangan sensorik dan

kognitif sekaligus melindungi bayi dan mempercepat pemulihan dari penyakit

serta mencegah kematian bayi (Danso, 2014).

Meskipun pedoman pelaksanaan pemberian ASI eksklusif telah diterbitkan

oleh UNICEF dan WHO, di Amerika Serikat dari 70% ibu yang menyusui setelah

melahirkan bayi, hanya 13,5% bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan

(Simopoulos, 2013). Munurut hasil penelitian Ssemukasa and Kearney (2014),

menjelaskan bahwa di seluruh dunia, hanya 34,8% bayi mendapat ASI eksklusif

selama 6 bulan sejak lahir dan 65,2% mendapat makanan lain yang diberikan oleh

ibu. Selain itu, data yang dikumpulkan dari 64 negara yang meliputi 69% dari

kelahiran bayi di negara berkembang menunjukkan bahwa telah terjadi

peningkatan dalam tingkat pemberian ASI eksklusif. Antara tahun 2006 dan 2013,

tingkat pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan meningkat

dari 33% menjadi 37%. Peningkatan yang signifikan di Sahara Afrika, di mana
4

meningkat dari 22% menjadi 30%, dan Eropa dari 10% menjadi 19%. Di Amerika

Latin dan Karibia, termasuk Brasil dan Meksiko dari 30% menjadi 45%

Mengacu pada target program pada tahun 2014 sebesar 80%, maka secara

nasional cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 52,3% belum mencapai target.

Menurut provinsi di Indonesia, hanya terdapat satu provinsi yang berhasil

mencapai target yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 84,7%. Provinsi Jawa

Barat, Papua Barat, dan Sumatera Utara merupakan tiga provinsi dengan capaian

terendah dalam pemberian ASI pada balita (Kemenkes, 2015).

Dewasa ini terdapat kecenderungan penurunan penggunaan ASI dan

mempergunakan pemberian ASI dengan susu fomula di masyarakat. Dengan

kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan peningkatan sarana

komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan susu buatan serta

luasnya distribusi susu buatan terdapat kecenderungan menurunnya kesediaan

menyusui maupun lamanya menyusui baik dipedesaan dan diperkotaan.

Menurunnya jumlah ibu yang menyusui sendiri bayinya pada mulanya terdapat

pada kelompok ibu di kota-kota terutama pada keluarga berpenghasilan cukup

yang kemudian menjalar sampai ke desa-desa. Meskipun menyadari pentingnya

pemberian ASI tetapi budaya modern dan kekuatan ekonomi yang semakin

meningkat telah mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih

air susu buatan sebagai jalan keluarnya. Meningkatnya lama pemberian ASI dan

semakin meningkatnya pemberian susu botol menyebabkan kerawanan gizi pada

bayi dan balita (Siregar, 2004).


5

Menurut Emmanuel (2015), menyatakan bahwa penyebab tidak

tercapainya pemberian ASI pada balita yakni faktor dari ibu dan faktor dari anak.

Faktor dari ibu adalah seperti umur, pendidikan, paritas, status ekonomi, dan

pekerjaan dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI pada bayi. Faktor-faktor lain

termasuk, kehadiran bayi yang tidak di inginkan, kelahiran kembar, pengalaman

menyusui sebelumnya, dukungan keluarga/suami, , sedangkan faktor adari anak

adalah bayi dengan berat badan lahir rendah (prematur).

Hasli survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 05 sampai dengan

10 September 2016 melalui wawancara dengan ibu yang mempunyai bayi

dibawah usia 2 tahun di kelurahan Cengkeh Turi Binjai Utara Kota Binjai bahwa

penyebab rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif adalah banyaknya mitos

yang beredar di masyarakat. Anggapan yang salah tersebut antara lain bahwa ASI

eksklusif berarti tidak boleh diberikan makanan tambahan tetapi boleh diberikan

minuman seperti air putih, menyusui menyebabkan payudara kendur, ASI pertama

adalah susu basi dan tidak baik bagi bayi, ASI saja tidak cukup bagi bayi untuk 6

bulan pertama, susu formula atau kombinasi susu formula dengan ASI sama

baiknya dengan ASI saja, bayi terus menangis dianggap karena ASI kurang, bayi

yang sakit tidak boleh disusui, jika ASI belum keluar boleh digantikan susu

formula.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasar pada Peraturan Pemerintah 33 Tahun 2012 tentang “Pemberian

Air Susu Ibu Eksklusif” dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004 No.
6

450/MENKES/SK/VI/2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di

Indonesia. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman

lain sampai bayi berusia 6 bulan, kemudian pemberian ASI harus tetap dilanjutkan

sampai bayi berusia 2 (dua) tahun walaupun bayi sudah makan. Pengaturan

pemberian ASI bertujuan untuk menjamin pemenuhunan hak bayi untuk

mendapatkan ASI Eksklusif, dan memberikan perlindungan kepada ibu dalam

memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, sebagai bentuk meningkatkan peran

dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah terhadap

pemberian ASI Eksklusif.

Dalam hal ini tanggung jawab pemerintah dalam program pemberian ASI

Eksklusif meliputi penetapan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI

Eksklusif, pelaksanaan advokasi dan sosialisasi program, pelatihan pemberian

ASI Eksklusif, pembinaan, pengawasan dan evalausi pelaksaan dan pencapaian

program pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan data laporan direktur Bina Gizi-

KIA Kementrian Kesehatan secara absolut dilakukan konversi terhdap populasi

sasaran bayi 0-6 bulan dari perhitungan estimasi data sasaran program Pusat Data

dan Informasi Kementrian Kesehatan (2014), menunjukan bahwa secara nasional,

ASI eksklusif sebesar 54,3% dari jumlah total bayi 0-6 bulan sebesar 1.348.532

atau bayi 0-6 bulan yang tidak ASI eksklusif sebanyak 1.134.952 bayi dan di

Sumatra Utara bayi yang mendapat ASI eksklusif sebesar 68.000 bayi atau 41,3%

dan termasuk urutan yang ketiga terendah dari seluruh propinsi.

Oleh karena itu dalam penelitian ini tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi Ibu Balita dalam pemberian ASI dapat dilihat dengan


7

keterkaitakan antara presepsi dan kampanye kesehatan ini sebagai bentuk

pengukuran tentang pemahaman calon ibu atau ibu yang menyusui mengenai

pemberian ASI Eksklusif terkait Surat Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004

No. 450/MENKES/SK/VI/2004 ayat 1 tentang Pemberian ASI Eksklusif pada

Bayi di Indonesia

Berdasarkan fenomena tersebut maka permasalahan penelitian dapat di

rumuskan sebagai berikut faktor-faktor yang mempengaruhi Ibu Balita dalam

pemberian ASI 2 tahun di Kelurahan Cengkeh Turi Binjai Utara Kota Binjai

Tahun 2016.

”.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor-faktor yang mempengaruhi

Ibu Balita dalam pemberian ASI 2 tahun di Kelurahan Cengkeh Turi

Binjai Utara Kota Binjai Tahun 2016.

2. .Untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI berdasarkan faktor-faktor

penyebab di Kelurahan Cengkeh Turi Binjai Utara Kota Binjai Tahun

2016.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan agar ibu memberikan Asi pada bayi baru lahir,

sampai berusia 2 tahun sehingga pertumbungan dan perkembangan bayi


8

normal dan dan dapat mengurangi angka kejadian yang dapat

mengakibatkan kematian serta bagi ibu dapat menjarangkan kehamilan.

1.4.2. Bagi Tempat Penelitian

Untuk memberikan informasi kepada tenaga kesehatan dalam penanganan

bayi baru lahir dengan memberikaan ASI pada bayi dan sebagai bahan

informasi pada petugas kesehatan dalam pemberian ASI pada bayi baru

lahir hingga usia 2 tahun

1.4.3. Bagi Instansi STIKes Helvetia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi, menambah

informasi dan studi literatur mahasiswa khususnya tentang pemberian ASI

eksklusif pada bayi baru lahir hingga usia 2 tahun diinstitusi pendidikan

terutama pada perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Helvetia

Medan.

1.4.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk memperdalam pemahaman peneliti selanjutnya sebagai bahan dasar

dalam meneliti pemberian ASI eksklusif pada balita hingga umur 2 tahun

atau yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan penelitian

yang lebih dalam.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian Soomro (2015) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

durasi menyusui di turki menunjukan bahwa berdasarkan pengetahuan bidan

terhadap pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir mayoritas responden

berpengetahuan baik sebanyak 6 orang (30,0 %), bidan yang berpengetahuan

cukup sebanyak 11 orang (55,0 %), dan bidan yang berpengetahuan kurang

sebanyak 3 orang (15,0 %). Sementara dari hasil uji analisis data dengan chi-

square tiperoleh ada hubungan antara pengetahuan bidan terhadap pemberian

vitamin K1 pada BBL dengan sikap bidan dalam pencegahan defisiensi vitamin K

pada BBL dengan p= 0,000 (p>0,05).

untuk menyusui dan ibu-bayi berbagi kamar tidur

berkorelasi positif dengan durasi menyusui.

ibu yang bekerja tidak menyusui selama menginap-athome

ibu.

Mean durasi menyusui adalah 14,4 ± 6,0 bulan

keseluruhan, 13,3 ± 5,7 bulan untuk ibu yang bekerja dan 15,8 ± 6,0

bulan untuk tinggal di rumah ibu (mean ± SD). semua bekerja

ibu yang bekerja fulltime di luar rumah, dan stayat-

ibu rumah tidak memiliki pekerjaan. Sang ibu adalah

pengasuh utama di semua keluarga. Mean menyusui


10

durasi ibu yang bekerja secara signifikan lebih pendek dari

bahwa ibu yang tinggal di rumah (p = 0,003, Tabel 2).

Dalam menanggapi pertanyaan tentang dukungan ayah untuk

menyusui, 165 peserta (90,7%) dilaporkan memiliki

dukungan, dan 14 peserta (7,7%) dilaporkan tidak memiliki

dukungan dari ayah. Berarti durasi menyusui di

situasi dengan ayah mendukung adalah 14,8 ± 5,8 bulan,

dan dalam situasi tanpa ayah mendukung adalah 9,6 ± 5,4

bulan. Dukungan dari ayah memiliki efek positif pada

durasi menyusui (p <0,001, Tabel 2).

Ada korelasi yang signifikan secara statistik antara

durasi berbagi kamar tidur ibu-bayi dan jumlah

durasi menyusui (r = 0.53, p <0,001, Gambar. 1).

Ibu tingkat pendidikan, frekuensi medis

pemeriksaan selama kehamilan, usia kehamilan saat melahirkan, jenis

pengiriman, berat lahir bayi, bayi jenis kelamin, waktu dari

inisiasi menyusui, kehadiran luka atau retakan di

puting, dan pendidikan menyusui oleh tenaga kesehatan telah

efek tidak signifikan secara statistik pada durasi menyusui

(P> 0,05, Tabel 2).

(p>0,05).
11

Berdasarkan hasil penelitian (Kasmawati, 2012), hubungan pengetahuan

dan penyediaan obat terhadap pemberian vitamin k pada bayi baru lahir di

wilayah kerja puskesmas isak kecamatan linge kabupaten aceh tengah tahun 2012

menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan, penyediaan obat terhadap

pemberian Vitamin K di wilayah kerja Puskesmas Isaq Kecamatan Linge

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012 (P < 0,05) dari penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa semua variabel yang diteliti mempunyai hubungan yaitu

pengetahuan, penyediaan obat terhadap pemberian vitamin K. (6)

2.2. Telaah Teori


8
2.2.1. Bayi Baru lahir

2.2.1.1. Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirnya

biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu (9)

2.2.2. Air Susu Ibu (ASI)

2.2.2.1. Pengertian

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33

Tahun 2012 adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam

bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman


12

lain (kecuali obat, vitamin dan mineral). Pengaturan pemberian ASI eksklusif

bertujuan untuk (Kemenkes, 2014).:

a. Menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak

dilahirkan sampai dengan berusia enam bulan dengan memperhatikan

pertumbuhan dan perkembangannya

b. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya

c. Meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah

daerah, dan pemerintah terhadap ASI eksklusif.

ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung

protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi

sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi.

Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga.

Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein,

dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalori lebih

tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI

juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan

menganggu enzim di usus (Kemenkes, 2014).

2.2.2.2. Anatomi dan Fisiologi ASI


13

a. Anatomi

Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di

atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi.

Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200

gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Pada payudara terdapat

tiga bagian utama, yaitu :

1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.

2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.

3. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.

b. Fisiologi
14

1. Korpus

Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus

adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh

darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa

lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.

ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian

beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus

laktiferus).

2. Areola

Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar,

akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam

dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila

berkontraksi dapat memompa ASI keluar.

3. Papilla

Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar,

panjang dan terbenam (inverted).

2.2.2.3. Produksi ASI (Prolaktin)

Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu, dan

berakhir ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan adalah hormon

esterogen dan progesteron yang membantu maturasi alveoli. Sedangkan hormon

prolaktin berfungsi untuk produksi ASI.


15

Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI

belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar

estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca

persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua reflek

yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat

perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.

a. Refleks Prolaktin

Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat

kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin

dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu

saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan

progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan

kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai

reseptor mekanik.

Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis

hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin

dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin. Faktor

pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar

prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat

air susu.

Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah

melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada

peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
16

berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi

normal pada minggu ke 2-3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan

meningkat dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi

dan rangsangan puting susu

b. Refleks Aliran (Let Down Reflek)

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior

(neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah,

hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel

akan memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem

duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus lactiferus masuk ke mulut bayi.

Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah : melihat bayi, mendengarkan

suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.

2.2.2.4. Penyebab menurunya produksi ASI

Menurut Dian and Marasco (2009), menjelaskan bahwa yang merangsang

produksi ASI adalah galactogogue akan tetapi ASI bisa tidak berproduksi akibat

berbagai faktor yang disebut sebagai anti-galactogogue. Zat anti-galactogogue

yang menurunkan menurunkan produksi ASI. Selain itu aspek gizi ibu yang dapat

berdampak terhadap komposisi ASI adalah pangan aktual, cadangan gizi, dan

gangguan dalam penggunaan zat gizi. Perubahan status gizi ibu yang mengubah

komposisi ASI dapat berdampak positif, netral, atau negatif terhadap bayi yang
17

disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang tetapi kadar zat gizi dalam ASI dan

volume ASI tidak berubah maka zat gizi untuk sintesis ASI diambil dari

cadangan ibu atau jaringan ibu. Komposisi ASI tidak konstan dan beberapa faktor

fisiologi dan faktor non fisiologi berperan secara langsung dan tidak langsung.

a. Riwayat pengobatan

Akibat penyakit yang diderita ibu selama hamil atau menyusui akan

mengkonsumsi obat-obatan. Obat-obatan yang dikonsumsi yang mengandung

hormon memengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin yang berfungsi dalam

pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormon-hormon ini terganggu,

otomatis memengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI.

b. Mengkonsumsi rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon

prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi

pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan

oksitosin..

c. Konsumsi Alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu

merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi

lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat

penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin.

d. Alat KB
18

Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu yang menyusui dapat memengaruhi

jumlah produksi ASI. Karena itu, hendaknya diperhatikan dengan baik

pemakaian alat KB yang tepat.

2.2.2.5. Faktor resiko ibu tidak menyusui

Menurut Dian and Marasco (2009), faktor risiko ibu tidak menyusi adalah

adalah :

a. Operasi payudara atau operasi dada

b. Kecelakaan payudara selama masa kanak-kanak atau remaja

c. Kerusakan setiap saraf khususnya syaraf payudara atau cedera tulang

belakang

d. Puting susu payudara kecil

e. Nyeri payudara atau perubahan payudara selama kehamilan

atau setelah melahirkan lahir

f. Penyakit kronis yang diderita ibu

2.2.2.6. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui

Menurut Riordan (2005), yang direkomendasikan WHO/UNICEF

menjelaskan tentang sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui yaitu :

1. Memiliki kebijakan tertulis mengenai pemberian ASI yang secara rutin

dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan

2. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri atau

lainnya
19

3. Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah

keberhasilan menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita

infeksi

4. Melakukan kontak dan menyusui dini pada bayi baru lahir30 menit setelah

lahir)

5. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi peletakan

tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara)

6. Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi lahir

7. Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi

8. Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi

9. Tidak memberikan dot/ kempeng.

10. Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana pelayanan kesehatan
20

2.2.2.7. Standar Pemberian ASI

Menurut WHO/UNICEF, standar pemberian makan pada bayi dan anak

adalah (Kemenkes, 2016) :

a. Mulai segera menyusui dalam 1 jam setelah lahir

b. Menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan.

c. Mulai umur 6 bulan bayi mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya

d. Meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan atau lebih.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. 2010_Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir Di Rumah


Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Jakarta.

2. WHO. (2010). Indicators for assessing infant and young child feeding
practices . American: Designed by minimum graphics Printed in Malta ISBN
978 92 4 159975 7.

3. Kemenkes 2014. Informasi Data dan Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan Repobli Indonesiasi eklusif. Jakarta Selatan.

4. Kemenkes RI. 2015_Buku Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Direktorat


Jenderal Bina Pelayanan Medik. Jakarta

5. Kemenkes 2015. Asi Eksklusif. Diposkan tanggal 12 September 2016.


Diakses tanggal 15 September 2016. Available at:
http://www.antaranews.com/berita/517622kementrian-kesehatan

6. Undang-Undang Dan Peraturan Tentang Menyusui. Asosiasi Ibu Menyusui


Indonesia. Better Work Indonesia
21

7. Riordan J, 2005. Breastfeeding and Human Lactation. Jones and Bartlett


Publishers. London

8. Dian and Marasco (2009), The Breastfeeding Mother,s Guide to Making


More Milk. New York Chicago San Francisco.

Вам также может понравиться