Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktik belajar klinik merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar siswa dalam
mencapai keberhasilan program pendidikan. Pengalaman belajar dalam bentuk praktik belajar klinik merupakan kesempatan bagi
peserta didik untuk menerapkan seluruh teori yang didapat dikelas maupun di laboratorium ke dalam suatu tatanan yang nyata
yaitu lahan praktik.
Melalui proses pembelajaran ini diharapkan dapat menciptakan sumber daya manusia yang handal, siap pakai serta
inovatif dengan bekal pengetahuan dan kemampuan, yan akhirnya mereka mampu mengaplikasikan serta mengembangkan
kemampuannya di dunia kerja dan akhirnya menjadi aset yang bernilai tinggi bagi institusi tempat bekerja secara khusus.

Untuk dapat tercapainya, peserta didik harus dibekali ilmu serta kemampuan yang dapat mempersempit atau bahkan
meniadakan kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan. Salah satu upaya melengkapi kemampuan ini dilakukan melalui
kegiatan praktik belajar klinik.
Praktik belajar klinik pada dasarnya merupakan kegiatan belajar dilapangan yang melibatkan siswa secara aktif di
dalam prosesnya. Kegiatan ini dirancang untuk memberikan pengalaman praktis kepada para peserta didik dalam menggunakan
metodologi yang relevan untuk menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah, menetapkan alternatif pemecahan masalah,
merencnakan program intervensi, menerapkan kegiatan intervensi, melakukan pemantauan dengan kegiatan intervensi serta
menilai intervensi dengan menggunakan pendekatan sistem atau pendekatan lain.
Bagi SMK Kesehatan Surabaya kegiatan prakrik belajar klinik merupakan suatu wahana untuk meningkatkan
keterkaitan dan kesepadanan antara substansi pendidikan dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang
dibutuhkan. Melalui kemitraan yang terbentuk antara SMK Kesehatan Surabaya dengan berbagai substansi institusi tempat
praktik belajar klinik akan berkembang dialog antara pendekatan akademik dan pendekatan operasional. Proses dialog itu akan
melahirkan pemahaman yang lebih utuh dan pengetahuan serta keterampilan yang lebih relevan. Kesenjangan antara pendekatan
akademik dengan pendekatan operasional dapat dibahas bersama melalui forum diskusi yang melibatkan peserta
didik,pembimbing lapangan, dan pembimbing materi.

1.2 Tujuan Praktik Belajar Klinik


1. Tujuan Umum
Siswa mampu menerapkan keterampilan dasar klinik yang komprehensif sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh
pihak pendidikan.

2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan praktik belajar klinik ini diharapkan agar siswa mampu:

a. Memperluas wawasan dan pengetahuan siswa.


b. Mendapatkan gambaran dunia kerja yang sebenarnya.
c. Mencoba belajar menerapkan ilmu yang didapat dari bangku sekolah dengan kenyataan yang ada di lapangan.
d. Siswa mengetahui tentang profil masing-masing tempat praktik.

1.3 Manfaat

BAB II

1
PROFIL UPTD GRIYA WERDHA JAMBANGAN

2.1 PROFIL

UPTD Griya Werdha Jambangan merupakan panti yang dikelola oleh Dinas sosial Pemerintah Surabaya, dan terletak di jalan Jambangan

Baru Tol 15A Jambangan, Surabaya. UPTD Griya WerdhaJambangan diresmikan oleh walikota Surabaya Tri Rismaharini pada bulan

Januari 2017.

Panti Werdha ini ditunjukan untuk warga Surabaya lanjut usia (umur 60 tahun ke atas) yang tidak mampu secara ekonomi atau miskin,

terlantar, tidak mempunyai keluarga. Persyaratan untuk masuk ke panti ini yaitu lansia miskin terlantar berusia 60 (enam puluh) tahun ke atas

yang telah terjaring dalam kegiatan razia atau penertiban terpadu dan telah di tampung di LinpososKeputih atau yang lansia miskin terlantar

yang ditemukan oleh pihak masyarakat atau pemangku wilayah, pria atau wanita minimal 60 tahun, sehat jasmani dan rohani, dan dapat

mengisi berkas administrasi dengan lengkap. Jika setelah disurvei lansia memenuhi syarat-syarat barulah lansia dapat tinggal di Griya

Werdha Jambangan. Panti ini memiliki kapasitas lansia yaitu 150 orang, sekarang masih terisi sekitar 144 orang. Bangunan panti merupakan

bangunan permanen dengan dinding tembok, lantai keramik, atap genteng, ventilasi dan pencahayaan yang cukup.

1. VISI PANTI WERDHA JAMBANGAN

Melayani dengan hati menuju lansia sejahtera dan bermartabat

2. MISI PANTI WERDHA JAMBANGAN


a. Meningkatkan kualitas pelayanan mental sosial dalam suasana kenyamanan, ketentraman dan kebahagian
b. Mengembalikan fungsi sosial lanjut usia miskin, terlantar menjadi manusia seutuhnya yang bermartabat
c. Meningkatkan kesadaran, keperdulian dan peran masyarakat terhadap lanjut usia miskin dan terlantar dilingkungan
3. TUJUAN PANTI WERDHA JAMBANGAN
a. Para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan aman, tentram dan sejahtera
b. Terpenuhinya kebutuhan lanjut usia baik jasmani maupun rohani
c. Terciptanya jaringan kerja pelayanan lanjut usia
d. Terwujudkan kualitas pelayanan
4. SARANA PANTI WERDHA JAMBANGAN
Sarana dan prasarana yang tersedia di Panti Griya Werdha yaitu:
1. Pos satpam
2. Parkiran
3. Ruang makan
4. Musholla
5. Kamar melati
6. Kamar Wijaya Kusuma
7. Kamar tulip
8. Kamar Kamboja
9. Laundry
10. Toilet
11. Kamar kenanga
12. Ruang perawatan
13. Ruasekerastarian

2
14. Ruang maha siswa
15. Gudang
16. Kamar seruni
17. Kamar sedap malam
18. Taman Dahlia
19. Taman Bougenville
20. Kamar sakura
21. Kamar teratai
22. Kamar anggrek
23. Kamar mawar
24. Kamar lavender
25. Lapangan
26. Taman
5. KEGIATAN DALAM PANTI WEDHA JAMBANGAN
a. Pemeriksaan aktivitas kgaitan sehari – hari (dailyliving)
b. Pemeriksaan status gizi (BB atau TB)
c. Pengukuran tekanan darah
d. Pemeriksaan GDA, Asam Urat dan Kolesterol
e. Rujukan ke puskesmas, Kebonsari, RSUD Dr. Soewandi, RS. MM, RSUD Haji, dan RSUD Dr. Soetomo
f. Penyuluhan dari posyandu dan mahasiswa praktek di UPTD Griya Werdha
g. Pemberian makanan 3x sehari dan PMT (pemberian makanan tambahan)
h. Kegiatan olahraga :senam dan jalan – jalan
i. Kegiatan Rekreasi di adakan 1 tahun sekali
j. Bimbangan keagamaan
6. HUBUNGAN LINTAS PROGRAM DAN SEKTORAL
a. Lintas program
1. Bidang kesehatan (puskesmas Kebonsari, RSUD Dr. Soetomo, RSUD DrSoewandi, RSUD Haji, dan RS MM)
2. Sekolah atau perguruan tinggi atau akademi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai pusat
informasi masyarakat.
3. Keamanan (LINMAS)
b. Lintas sektoral
Saat ini UPTD Griya Werdha Surabaya sedang membuka kerjasama seluas-luasnya untuk mencapai visi dan misi.

3
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 DEFINISI LANSIA


Lansia (masa dewasa tua) dimulai setelah pensiun, yaitu biasanya antara usia 65 tahun dan 75 tahun (potter, 2005).
Sedangkan menurut Undangan-undangan No. 4 tahun 1965 pasal 1 dalam Nugroho (2000), merumuskan bahwa “
Seseorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain.” tetapi telah diperbarui dan saat ini berlaku Undang-undang RI No. 13 tahun 1998 adalah
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik masih berkemampuan (potensial) mampu karena
permasalahannya tidak lagi mampu berperan secara kontributifdalam pembangunan (non potensial)

3.2. BATAS USIA LANSIA

WHO dalam kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam empat kategori, yaitu :

1. Usia pertengahan (middleage) : 45 – 59 tahun


2. Lansia (elderly) : 60 – 74 tahun
3. Usia tua (old) : 75 – 89 tahun
4. Usia sangat lanjut (veryold) : lebih dari 90 tahun

3.3. TEORI PENUAAN

Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman, (2007) yaitu:

1. Teori wearandTear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan (overuse) dan di salahgunakan (abuse)
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan
oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus telah turun.
3. Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik
dimana penuaan dan usia hidup kita telah ditentukan secara genetik
4. Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasikerusakan oleh radikal bebas
dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat relativitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat
mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada
molekul lain.

3.4 TAHAP PROSES PENUAAN

Prinsip penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2007)

1. Tahap Subklinik (usia 25 – 35 tahun)


Pada tahap ini, sebagai besar hormon di dalam tubuh mulai yaitu hormon testosteron, growthhormon dan
hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena itu pada usia ini di anggap usia muda dan normal.
2. Tahap Transisi (usia 35 – 45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Masa otot berkurang sebanyak satu kilogram tiap
tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal

4
bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi
berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetus.
3. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormon,
testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan
bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai
mengalami kegagalan.

3.5 PERUBAHANPFISIK DAN PSIKOSOSIAL PADA LANSIA

1. Perubahan fisik pada lansia


Menurut Maryam (2008), perubahan – perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah :
a. Sel.
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi : terjadinya penurunan jumlah sel terjadi perubahan ukuran sel,
berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak,
otot, ginjal, darah dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak
menjadi atrofis beratnya berkurang 5 – 10 %.
b. Sistem persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10 – 20% (setiap orang berkurang sel syaraf
otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk
bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap
sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi : terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu
gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada – nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata – kata 50% terjadi pada umur diatasi 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi
membran timpani. Terjadinya perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stress.
d. Sistem penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi : timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih terbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak, meningkatkan ambang,
pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan
juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak,
sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna – warna. Kadang warna gelap seperti
coklat, hitam dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang
(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada resiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat
menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek – objek dengan jelas, semua hal itu dapat
mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
e. Sistem kardiovaskular
Perubahan pada sistem kardiovaskular meliputi : terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup
jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnyaefektivitas pembuluh darah
Perifer untuk oksigenadi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan darah menurun ( dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah Perifer.
f. Sistem pengaturan temperatur tubuh

5
Perubahan pada sistem pengaturan temperatur tubuh meliputi : pengaturan sistem tubuh, hipotalamus
dianggap bekerja sebagai termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang
mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia) secara
fisiologis kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigit dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
g. Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi : otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru
kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri
tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbiamenurun, sering
terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan
usia.
h. Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pencernaan,meliputi : kehilangan gigi, penyebab utama periodontaldiseaseyang bisa terjadi
setelah umur 30 tahun, Indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan
pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung
menurun, peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan
tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
i. Sistem Pemenuhan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk keginjaldisaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut
neuron (tempatnya di glomelurus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan mengkonsentrasikanurine menurun, berat
jenis urine menurun. Otot ototvesikaurinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan buang air seni meningkat. Vesikaurinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi
urine.
j. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi : produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid , BNR
(Basal metabolic Rate), dan daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron, sekresi hormon kelamain, misalnya
progresteron, ekstrogen, dan testoteron menurun.

k. Sistem Integumen
Perubahan pada sistem Integumen, meliputi: kulit merenggut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, perubahan
kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna
kelabu, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
l. Sistem muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi : tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan
dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut mengalami sklerosis, atrofi,
serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot keram dan menjadi tremor, aliran darah ke otot
berkurang sejalar dengan proses menua. Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak,
langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung
gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi
gangguan terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
2. Perubahan Psikososial pada lansia

Berdasarkan beberapa evidencebasedyang telah dilakukan terdapat perubahan Psikososial yang dapat terjadipada lansia antara lain :

1. Kesepian

6
Septiningsih dan Na'imah(2012) menjelaskan dalam studinya bahwa lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami
dapat berupa kesepian emosional, situsional, kesepian sosial atau gabungan ketiga – tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal
yang dapat mempengaruhiperasaan kesepian pada lansia diantaranya:

1) Merasa tidak ada figur kasih sayang yang diterima seperti dari suami atau istri, dan anaknya
2) Kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan
teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena tidak mengikuti pertemuan – pertemuan yang dilakukan
di kompleks hidupnya
3) Mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan hidup (suami atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak
tinggal satu rumah
2. Kecemasan Menghadapi Kematian

Ernawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe pertama
lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam mengahadapi kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Sementara
tipe kedua adalah lanisa yang cemas berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan kematian itu sendiri, takut mati karena banyak
tujuan hidup yang belum tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada yang menolong saat sekarat nantinya.

3. Depresi

Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayati Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah :

i. Jenis kelamin, dimana angka India perempuan lebih tinggi terjadi depresi dibandingkan lansia laki – laki, hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan hormonal, perbedaan stresor psikososial bagi wanita dan laki -laki, serta model perilaku tentang keputusan
yang di pelajari.
ii. Status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah atau tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal
tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini
dari orang terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan kesendirian dan
iii. Rendahnya dukungan sosial.

2.6 MASALAH PADA LANSIA

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia menurut Setiabudi T (1999) antara lain:

a) Permasalahan umum
1) Makin besar junilah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri
4) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia
b) Pernasalahan khusus :
i. Berkurangnya interaksi sosial lanjut usia
ii. Rendahnya produktivitas lansia
iii. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat
iv. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik
v. Adanya dampak negatif dan proses pembangunan yang dapat menganggu kesehatan fisik lansia
vi. Berlangsunya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.

2.6 KEBUTUHAN LANSIA

7
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umunya. Yaitu kebutuhan makan, perlindungan perawatan, kesehatan dan
kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial mencakup berbagai aspek yaitu hubungan dengan orang lain. Hubungan antara pribadi dalam keluarga,
teman – teman sebaya dan hubungan dengan organisasi sosial. Berikut penjelasan kebutuhan lansia :

1) Kebutuhan utama
a. Kebutuhan biologis atau fisiologis : seperti makan yang bergizi, kebutuhan pakaian, perumahan atau
tempat berteduh dan kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan ekonomi : berupa penghasilan yang memadai atau kreativitas yang bisa menghasilkan
c. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan dan pengobatan.
d. Kebutuhan psikologis : berupa kasih sayang, adanya tanggapan dan orang lain. Ketentraman merasa
berguna memiliki jati diri, serta status yang jelas.
e. Kebutuhan sosial : berupa peranan dalam hubungan dengan orang lain, hubungan pribadi dan selain
keluarga, teman – teman sebaya, dan hubungan dengan organisasi sosial.
2) Kebutuhan Sekunder
f. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
g. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang
h. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informasi dan pengetahuan
i. Kebutuhan yang bersifat politis yaitu meliput status, perlindungan hukum. Partisipasi dan keterlibatan
dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
j. Kebutuhan yang bersifat keagamaan atau spiritual.

8
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

Вам также может понравиться