Вы находитесь на странице: 1из 13

REFERAT

ILMU BEDAH

KOMPLIKASI FRAKTUR
Compartment Syndrome, Deep Vein Thrombosis,
dan
Fat Embolism Syndrome

Pembimbing : dr. Erwin Manaf, Sp.OT

Penyusun

Dhenni Hartopo, S.Ked


2003.04.0.0120

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2009
Compartment Syndrome (Volkmann’s Ischaemia)

Definisi
Menurut Salter, Compartment syndrome adalah peningkatan tekanan dari
suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan
bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara
anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen
sehingga dapat menyebabkan kerusakkan jaringan intrakompartemen.(1)
Menurut Michael S. Bednar et al, compartment syndrome adalah kondisi yang
terjadi karena peningkatan tekanan di dalam ruang anatomi yang sempit, yang
secara akut menggangu sirkulasi dan yang kemudian dapat menggangu fungsi
jaringan di dalam ruang tersebut.(2)
Menurut Stephen Wallace dan 1, compartment syndrome adalah syndrome
yang ditandai dengan gejala 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi, pallor (pucat),
puffiness (kulit yang tegang), pulselessness (hilangnya pulsasi), paralisis, dan
poikilotermis (dingin).(1,3)
Menurut Andrew L. chen, diagnosis compartment syndrome dapat ditegakkan
jika pada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakompartemen yang meningkat di
atas 45 mmHg atau selisihnya dengan tekanan diastolik kurang dari 30 mmHg.(4)
Dapat disimpulkan bahwa compartment syndrome adalah sindrom yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam
kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah
(di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi
otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan
kerusakan jaringan di dalam kompartemen tersebut dan pada pemeriksaan
ditemukan tekanan intrakompartemen yang meningkat di atas 45 mmHg atau
selisihnya dari tekanan diastolik kurang dari 30 mmHg serta ditandai dengan
tanda dan gejala berupa 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi, pallor (pucat), puffiness
(kulit yang tegang), pulselessness (hilangnya pulsasi), paralisis, dan poikilotermis
(dingin).
Gambar 1 Gambar Kompartemen Tungkai Bawah(5)

Insiden
Compartment syndrome paling sering melibatkan kompartemen flexor dari
lengan bawah dan kompartemen tibia anterior dari tungkai bawah (meskipun
dapat terjadi pada kompartemen osteofsial manapun). (1)
Insiden compartment syndrome tergantung pada traumanya. Pada fraktur
humerus atau fraktur lengan bawah, insiden dari compartment syndrome
dilaporkan berkisar antara 0,6-2%. Pasien dengan kombinasi ipsilateral fraktur
humerus dan lengan bawah memiliki insiden sebesar 30%. Secara keseluruhan,
prevalensi compartment syndrome meningkat pada kasus yang berhubungan
dengan kerusakan vascular. Abouezzi et al melaporkan fasiotomi dilakukan pada
29,5% kasus arterial injuries, 15,2% kasus venous injuries, dan 31,6% pada kasus
dengan kombinasi keduanya; kasus-kasus tersebut tidak melibatkan tindakan
memperbaiki vena ataupun ligasi. Feliciano et al melaporkan secara keseluruhan,
19% pasien dengan kerusakan vaskuler memerlukan fasiotomi.(6)
DeLee dan Stiehl menemukan bahwa 6% dari pasien dengan open fraktur tibia
berkembang menjadi compartment syndrome sedangkan pada closed fraktur tibia
hanya 1,2%.(7)
Insidens compartment syndrome yang sesungguhnya mungkin lebih besar dari
yan dilaporkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang
keadaanya sangat buruk. Prevalensinya juga lebih besar pada pasien dengan
keusakkan vascular. Feliciano et al melaporkan secara keseluruhan, 19% pasien
dengan kerusakan vaskuler memerlukan fasiotomi, namun pada pasien tanpa
fasiotomi diperkirkan angka kejadiannya sekitar 30%. Insiden yang sesungguhnya
mungkin tidak akan diketahui karena banyak ahli bedah melakukan profilaksis
fasiotomi ketika melakukan perbaikkan vaskuler pada pasien risiko tinggi.(7)
Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari compartment syndrome belum
diketahui; namun sebuah penelitian menemukan angka kejadian anterior chronic
exertional compartment syndrome (CECS) sebesar 14% pada individual yang
mengeluhkan nyeri tungkai bawah. Laki-laki dan perempuan presentasinya adalah
sama dan biasanya bilateral meskipun dapat juga unilateral. Chronic exertional
compartment syndrome (CECS) biasanya terjadi pada atlet yang sehat dan lebih
muda dari 40 tahun. Atlet dengan CECS yang meningkatkan latihannya dengan
hebat dapat meningkatkan risiko terjadinya eksaserbasi akut, demikian pula pada
orang yang tidak aktif yang kemudian memulai latihan yang serius.(8)
Secara internasional, prevalensi compartment syndrome belum diketahui. (8)

Etiologi(1,2,4,9)
1. Penyebab tersering dari compartment syndromes adalah adalah fraktur
(tersering pada fraktur supra kondiler humeri dengan kerusakan arteri
brakhialis pada anak-anak dan fraktur pada sepertiga proksimal tibia).(1)
2. bebat eksternal/pemasangan gips yang terlalu kompresif.(9)
3. traksi longitudinal yang berlebihan pada penatalaksanaan fraktur femur pada
anak.(1)
4. soft tissue crush injuries(2)
5. cedera arterial dengan perdarahan lokal atau bengkak postiskemik.(2)
6. Koma karena obat yang menyebabkan tekanan pada arteri besar karena
berbaring di atas permukaan keras dengan posisi yang tidak nyaman dalam
waktu yang lama.(1,2)
7. luka bakar.(2)
8. olah raga(4)

Patofisiologi(1,3,4,5,9,10)
Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemungkinan
mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen dan/atau bertambahnya isi
dari kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi bersamaan,
ini adalah suatu keadaan yang menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau
etiologi yang sebenanya. Edema jaringan yang parah atau hematom yang
berkembang dapat menyebabkan bertambahnya isi kompartemen yang dapat
menyebabkan atau memberi kontribusi pada compartment syndrome.
Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga pembengkakan
pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen
tersebut.
Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di kapiler,
pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke otot dan sel
saraf. Tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan mengalami
iskemia dan mulai mati dalam waktu beberapa jam. Iskemia jaringan akan
menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan di dalam kompertemen semakin
meningkatkan tekanan intrakompartemen yang menggangu aliran balik vena dan
limfatik pada daerah yang cedera. Jika tekanan terus meningkat dalam suatu
lingkaran setan yang semakin menguat maka perfusi arteriol dapat terganggu
sehingga menyebabkan iskemia jaringan yang lebih parah.
TRAUMA/EXCERCISE

Edema/ Peningkatan
tekanan
hematom
intrakompar
lokal
temen
(semakin
bertambah)

Iskemia Ganguan aliran


jaringan (dapat pembuluh darah
terjadi
kematian sel) (pembuluh
darah kolaps)

Gambar 2 Lingkaran Setan (Vicious Cycle) Patofisiologi Compartment Syndrome


Tekanan jaringan rata-rata normal adalah mendekati 0 mmHg pada keadaan
tanpa kontraksi otot. Jika tekanan menjadi lebih dari 30 mmHg atau lebih,
pembuluh darah kecil akan tertekan yang menyebabkan menurunnya aliran nutrisi
sehingga. Untuk kepentingan tertentu dapat pula dihitung perbedaan tekanan
kompartemen dengan tekanan darah diastolik; jika selisih tekanan diastolik dan
tekanan kompartemen kurang dari 30 mmHg hal ini dianggap gawat darurat.
Compartment syndromes dapat berupa akut maupun kronis. Acute
compartment syndrome adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tanpa
penatalaksanaan, hal ini dapat berakhir dengan kelumpuhan, hilangnya tungkai,
bahkan kematian. Chronic compartment syndrome bukanlah kegawatdaruratan
medis.
Acute compartment syndrome memerlukan waktu beberapa jam untuk
berkembang. Saraf perifer dapat bertahan dalam kompartemen hanya 2 sampai 4
jam setelah iskemia terjadi, tetapi mereka mempunyai kemampuan untuk
regenerasi. Otot dapat bertahan sampai 6 jam setelah iskemia terjadi tetapi tidak
dapat regenerasi. Nantinya, otot-otot yang nekrosis akan digantikan oleh jaringan
scar fibrosa padat yang secara bertahap memendak dan menhasilkan kontraktur
kompartemental atau Volkmann’s ischaemic contracture. Jika tekanan tidak segera
dihilangkan dengan cepat, ini dapat menyebabkan kecacatan permanent atau
kematian.
Chronic compartment syndrome ditandai dengan nyeri dan bengkak yang
disebabkan oleh olah raga. Hal dapat merupakan masalah besar bagi seorang atlet.
Ini akan membaik jika orang tersebut beristirahat. Hal ini biasanya terjadi di
daerah tungkai bawah. Biasanya diikuti oleh mati rasa atau kesulitan dalam
menggerakkkan kaki. Gejala akan hilang dengan cepat jika aktivitas dihentikan.
Tekanan kompartemen akan tetap tinggi sampai beberapa saat.

Gambar 3 Patofisiologi Chronic Compartment Syndrome(10)

Seperti yang tampak pada gambar di atas, lingkaran setan juga terjadi pada
tipe kronik seperti pada tipe akut.
Signs and Symptoms(2,3)
Pada compartment syndrome didapatkan 6 P yaitu: pain, paresthesia, pallor
(pucat), paralysis, pulselessness, puffiness; terkadang 7 P untuk poikilotermia
(dingin) ditambahkan. Diantara ini semua hanya dua yang pertamalah yang
reliable untuk tahap akhir dari compartment syndrome.
o Pain (nyeri) sering dilaporkan dan hampir selalu ada. Biasanya
digambarkan sebagai nyeri yang berat, dalam, terus-menerus, dan tidak
terlokalisir, serta kadang digambarakan lebih parah dari cedera yang ada.
Nyeri ini diperparah dengan meregangkan otot di dalam kompartemen dan
dapat tidak hilang dengan analgesik bahkan morfin. Penggunaan analgesia
kuat yang tidak beralasan dapat menyebabkan masking pada iskemia
kompartemental.
o Paresthesia pada saraf kulit dari kompartemen yang terpengaruh adalah
tanda tipikal yang lain.
o Paralysis tungkai biasanya merupakan penemuan yang lambat.
o Pulselessness: catatan bahwa hilangya pulsasi jarang terjadi pada pasien,
hal ini disebabkan tekanan pada kompartemen syndrome jarang melebihi
tekanan arteri.
o Puffines: Kulit yang tegang, bengkak dan mengkilat.

Gambar 4 Pasien dengan Compartment syndrome pada Lengan Bawah kiri(11)


Pemeriksaan Penunjang(2,4,9)
Tes dilakukan dengan tujuan mengukur tekanan di dalam kompartemen.
Metode Whiteside dan system kateter Stic adalah metode terbaik untuk mengukur
tekanan intrakompartemen. Kateter Stic adalah alat portable yang memungkinkan
untuk mengukur tekanan kompartemen secara terus menerus. Semua
kompartemen pada ekstremitas yang terlibat harus diukur tekanannya.
Pada kateter Stic, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan kateter
melalui celah kecil pada kulit ke dalam kompartemen otot. Sebelumnya kateter
dihubungkan dengan transduser tekanan dan akhirnya tekanan intra kompartemen
dapat diukur.
Pada metode Whiteside, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan jarum
yang telah dihubungkan dengan alat pengukur tekanan ke dalam kompartemen
otot. Alat pengukur tekanan yang digunakan adalah modifikasi dari manometer
merkuri yang dihubungkan dengan pipa (selang) dan stopcock tiga arah.
Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg dari
diastole, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan chronic compartment
syndrome tes ini dilakukan setelah aktivitas yang menyebabkan sakit.

Gambar 5 Metode Stic(11)

Diagnosis(5,9)
Gejala terpenting pada pasien yang sadar dan koheren adalah nyeri yang
proporsinya tidak sesuai dengan beratnya trauma. Nyeri pada regangan pasif juga
merupakan gejala yang mengarah pada compartment syndrome. Paresthesi
berkenaan dengan saraf yang melintang pada kompartemen yang bermasalah
merupakan tanda lanjutan dari compartment syndrome. Palpasi dapat
menunjukkan ekstremitas yang tegang dan keras. Pallor dan pulselessness adalah
tanda yang jarang jika tidak disertai cedera vaskuler. Paralysis dan kelemahan
motorik adalah tanda yang amat lanjut yang mengarah pada compartment
syndrome.
Jika diagnosis compartment syndrome belum dapat ditegakkan atau jika data
objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus diukur. Cara ini paling
berguna jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari gejala klinis, pada pasien
politrauma, dan pasien dengan cedera kepala.
Untuk mendiagnosis chronic compartment syndrome, dokter harus
menyingkirkan kondisi lain juga dapat menyebabkan nyeri di tungkai bawah, yaitu
stress fraktur pada tibia dan tendonitis. Selain itu dokter juga harus mengukur
tekanan intramuscular sebelum olah raga, 1 menit setelah olah raga, dan 5 menit
setelah olah raga. Jika tekanan tetap tinggi maka diagnosis chronic compartment
syndrome dapat ditegakkan.

Manajemen(3,5,9)
Jika dugaan acute compartment syndrome didapatkan, maka tindakan yang
harus dilakukan adalah:
1. Singkirkan semua pembalut atau bebat yang ada pada ekstremitas yang
terganggu.
2. Elevasikan tungkai setinggi jantung.
3. Fasiotomi dilakukan jika diagnosis compartment syndrome telah
ditegakkan. Meskipun batasan pasti tekanan untuk dilakukannya fasiotomi
berbeda-beda diantara banyak penulis, fasiotomi harus segera dilakukan
ketika tekanan kompartemen lebih besar dari 30 mmHg atau selisihnya
kurang dari 30 mmHg dari diastolik.
Pada tindakan fasiotomi dilakukan dekompresi dengan operasi fasiotomi
komplit sepanjang kompartemen. Fasia harus dibiarkan terbuka; kulit juga
harus dibiarkan terbuka, untuk minimal 7 hari, setelah itu penutupan dapat
dilakukan. Operasi untuk menstabilisasi fraktur yang berhubungan
merupakan bagian penting dari manajemen compartment syndrome.
4. Gunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasi.
Gambar 6 single incision fasciotomy(7)

Gambar 7 Two-incision posteromedial fasciotomy(7)

Gambar 8 Two-incision anterolateral fasciotomy(7)


Chronic compartment syndrome dapat dirawat secara konservatif maupun
operatif. Tindakan konservatif dapat berupa istirahat, mengelevasikan tungkai,
mengompres dengan es, menambah bantalan sepatu, melepas semua bebat karena
dapat memperburuk keadaan, beberapa laporan mengatakan akupungtur dapat
mengurangi gejalanya, dan gunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi
inflamasinya.
Pada kasus dimana gejala bersifat menetap maka harus dilakukan tindakan
operatif, subkutaneus fasiotomi atau open fasiektomi. Tanpa penanganan, chronic
compartment syndrome dapat berkembang menjadi acute compartment syndrome.
Terapi oksigen hiperbarik telah terbukti sangat membantu pada terapi crush
injury, compartment syndrome, dan trauma akut iskemik dengan meningkatkan
kecepatan penyembuhan luka dan mengurangi operasi yang berulang.

Prognosis(4)
Jika diagnosis compartment syndrome telah dibuat dan tindakan operasi telah
dilakukan, maka prognosis dari pemulihan otot dan saraf di dalam kompartemen
adalah sangat baik. Bagaimanapun, prognosis secara umum ditentukan dari cedera
yang menyebabkan sindrom tersebut.
Jika diagnosis terlambat dilakukan maka dapat terjadi kerusakan saraf
permanen dan hilangnnya fungsi otot. Hal ini biasa terjadi pada pasien yang tidak
sadar atau ditidurkan secara mendalam dengan obat dan tidak dapat mengeluh.
Kerusakan saraf permanen dapat terjadi setelah 12 – 24 jam kompresi.

Komplikasi(1,3)
Kegagalan untuk mengurangi tekanan dapat berakibat nekrosis pada jaringan
di dalam kompartemen, karena perfusi kapiler akan menurun dan menyebabkan
hipoksia jaringan. Jika tidak tertangani, acute compartment syndrome dapat
mengarah pada keadaan yang lebih parah termasuk rhabdomyolisis dan kegagalan
ginjal.
Selain itu, kematian sel-sel otot dapat menyebabkan terjadinya Volkmann’s
ischemic contracture. Volkmann’s ischemic contracture adalah kontraktur yang
disebabkan karena sel-sel otot yang mati digantikan oleh sel-sel fibrous yang
padat sehingga memendek.
Preventif(4)
Sampai saat ini mungkin tidak ada jalan untuk mencegah terjadinya
compartment syndrome, waspada terhadap kejadian ini dan diagnosis serta
penanganan yang cepat akan membantu untuk mencegah berbagai komplikasi.
Orang-orang dengan balutan perlu waspada terhadap risiko dari pembengkakan
dan perlu pergi ke dokter atau unit gawat darurat jika mereka merasakan nyeri
yang semakin parah pada daerah balutan meskipun kaki telah dielevasi dan diberi
pengobatan nyeri.

Anatomi Kompartemen Tungkai Bawah(21)

Gambar 9 Anatomi Kompartemen Tungkai Bawah(21)

Gambar 10 Cross section Tungkai Bawah(21)


Tungkai bawah memiliki 4 kompartemen, yaitu:
1. Kompartemen Anterior
Dengan batas: Anterior : fasia kruris
Lateral : septum intermuskular anterior
Medial : bagian lateral dari os. Tibia
Posterior : membrane interosea
2. Kompartemen Lateral :
Dengan batas: Anterior : septum intermuskular anterior
Lateral : fasia kruris
Medial : bagian lateral dari os. Fibula
Posterior : septum intermuskular posterior
3. Kompartemen Deep Posterior :
Dengan batas: Anterior : membrane interosea
Lateral : bagian medial dari os. Fibula
Medial : bagian posterior dari os. Tibia
Posterior : septum intermuskular transversal
Kompartemen Superficial Posterior :
Dengan batas: Anterior : septum intermuskular transversal
dan posterior
Lateral : fasia kruris
Medial : fasia kruris
Posterior : fasia kruris

Вам также может понравиться