Вы находитесь на странице: 1из 34

RABIES DAN LEPTOSPIROSIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6


1. WIHDATUL MUKAROMAH
2. YAS ELFAROQ
3. YASNI NURIA RJ
4. ZULFA ALKHOIROH
5. WARSINI
6. NIMAS DWI SAFITRI
7. SYAFIQ LIANO MARTIN
8. EKA DIANA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan ini bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.
Wassalamualaikum wr.wb.

Pringsewu, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Rabies .......................................................................................................... 2
B. Asuhan Keperawatan Rabies ....................................................................... 8
C. Leptospirosis ............................................................................................... 14
D. Asuhan Keperawatan Leptospirosis ............................................................ 16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini
ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu
berakhir dengan kematian. Rabies merupakan salah satu penyakit menular
tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus
Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80
jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe dari genus ini.
Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles
menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain
melalui gigitan. Ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh
seekor anjing rabies pada tahun 1885, Louis Pasteur mengobatinya dengan
vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut, menjadikannya orang pertama
yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita rabies.
Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan
kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York.
Kelelawar penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan
bagian penting siklus rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai rabies
serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila.
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16
propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara),
Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan
Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku
(Kota Ambon dan Pulau Seram).

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. RABIES
1. Definisi
Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia.
Penyakit ini ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan
hampir selalu berakhir dengan kematian. Rabies merupakan salah satu
penyakit menular tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies termasuk
dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus
sendiri terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe dari
genus ini.
Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles
menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang
lain melalui gigitan. Ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit
oleh seekor anjing rabies pada tahun 1885, Louis Pasteur mengobatinya
dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut, menjadikannya orang
pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita
rabies.

2. Etiologi
Penyebab rabies adalah virus yaitu genus Rhabdovirus. Berbagai jenis
hewan dapat menularkan rabies ke manusia. Yang terbanyak adalah oleh
hewan liar, khususnya musang, kelelawar, rubah, dan serigala. anjing,
kucing, hewan ternak, atau hewan berdarah panas dapat menularkan rabies
kepada manusia. Manusia tertular rabies melalui gigitan hewan yang
terinfeksi.
Rabies menyebar melalui kontak langsung terutama gigitan, air liur yang
mengandung virus masuk melalui luka gigitan. Selanjutnya virus tersebut
masuk ke dalam tubuh menuju otak, dan kemudian dari otak ke kelenjar
ludah melalui syaraf sentrifugal serta ke pankreas.

2
3. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi rabies berlangsung sangat panjang sehingga digolongkan
kedalam penyakitslow virus. Masa inkubasi 95% antara 3-4 bulan, masa
inkubasi 1% bisa bervariasi 1-7 tahun. Pada anak-anak biasanya masa
inkubasi lebih pendek dari orang dewasa. Masa inkubasi dipengaruhi oleh
dalam dan besarnya luka gigitan, lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke
dalam system syaraf pusat), derajat pathogenesis virus dan persarafan luka
gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-28 hari, ekstremitas 46-78 hari.
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang
dalam keadaannya sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya,
yaitu : gejala prodormal non spesifik, ensefalitis akut, disfungsi batang
otak, dan koma (kematian).
Pada masa inkubasi ini, virus rabies menghindari sistem imun dan tidak
ditemukan adanya respon antibodi. Saat ini, pasien dapat tidak
menunjukkan gejala apa – apa (asimptomatik). Pada stadium prodromal,
virus mulai memasuki sistem saraf pusat. Stadium prodromal berlangsung
2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul berupa sakit kepala,
lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, nyeri otot, insomnia, mual,
muntah, dan nyeri perut. Parestesia atau nyeri pada lokasi inokulasi
merupakan tanda patognomonik pada rabies dan terjadi pada 50 % kasus
pada stadium ini, dan tanda ini mungkin menjadi satu-satunya tanda awal.
(2,3,5,13) Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium
kelainan neurologi yang berlangsung sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini,
sudah terjadi perkembangan penyakit pada otak dan gejalanya dapat
berupa :
a. Bentuk spastik (furious rabies): peka terhadap rangsangan ringan,
kontraksi otot farings dan esofagus, kejang, aerofobia, kaku kuduk,
delirium, semikoma, dan hidrofobia. Yang sangat terkenal adalah
hidrofobia di mana bila pasien diberikan segelas air minum, pasien
akan menerimanya karena ia sangat haus, dan mencoba meminumnya.
Akan tetapi kehendak ini dihalangi oleh spasme hebat otot-otot faring.

3
Dengan demikian, ia menjadi takut dengan air sehingga mendengar
suara percikan air kran atau bahkan mendengar perkataan air saja,
sudah menyebabkan kontraksi hebat otot-otot tenggorok. Spasme otot-
otot faring maupun pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh
rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke wajah pasien atau
menyinari matanya. Pasien akan meninggal dalam 3 – 5 hari setelah
mengalami gejala-gejala ini.
b. Bentuk demensia.
c. Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat
melakukan tindakan kekerasan, koma, mati.
d. Bentuk paralitik (dumb rabies) : Pada bentuk ini pasien tampak lebih
diam daripada tipe furious. Gejala yang dapat muncul pada bentuk ini
adalah demam dan rigiditas. Paralisis yang terjadi bersifat simetrik dan
mungkin menyeluruh atau bersifat ascending sehingga dapat
dikelirukan dengan Guillain-Barre Syndrome. Sistem sensoris
biasanya masih normal.

4. Patofisiologi
Setelah virus rabies masuk ke tubuh manusia, selama 2 minggu virus
menetap pada tempat masuk dan dijaringan otot di dekatnya virus
berkembang biak atau langsung mencapai ujung-ujung serabut saraf
perifer tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Selubung
virus menjadi satu dengan membran plasma dan protein ribonukleus dan
memasuki sitoplasma. Beberapa tempat pengikatan adalah reseptor asetil-
kolin post-sinapstik pada neuromuskular juction di susunan saraf pusat.
Dari saraf perifer virus menyebar secara sentripetal melalui endometrium
sel-sel Schwan dan melalui aliran aksoplasma mencapai ganglion dorsalis
dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak. Selanjutnya virus menyebar
dengan kecepatan 3 mm/jam ke susunan saraf pusat (medula spinalis dan
otak) melalui cairan cerebrospinalis.

4
Di otak virus menyebar secara luas dan memperbanyak diri dalam semua
bagian neuron, kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen
dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.
Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk serabut saraf
otonom, otot skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal (medula), ginjal, mata,
pankeas. Pada tahap berikutnya virus akan terdapat pada kelenjar ludah,
kelenjar lakrimalis, sistem respirasi. Virus juga tersebar pada air susu dan
urin
Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan
organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar
ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui
bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan
sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini,
pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.

5. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya
timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan
tekanan intra kranial, kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus,
sindron abnormalitas hormon artidimetik (SAHAD); disfungsi otonomik
yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, Hipertemia/ hipotermia., aritmia
dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering
bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi.
Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan
alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernapasan
terjadi pada fase neurologik akut. Hipotensi terjadi karena gagal jantung
kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik. Penanganan terhadap
komplikasi seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

5
Tabel. komplikasi pada rabies dan penanganannya
Komplikasi Penanganan
Neurologik
Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepin,
Hidrophobia Tidak diberikan apa-apa lewat
Kejang fokal mulut
Gejala neorologi lokal Karbamazepin, fenitoin
Endema serebri Tidak perlu tidakan apa-apa
Aerophobia Mannitol, gliserol
Hindari stimulasi
Pituari
SAHAD Batasi cairan
Diabetes insipidus Cairan, vasopressin
Pulmonal
Hiperventilasi Tidak ada
Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP
Atelektasis Ventilator
Apnea Ventilator
Pneumothoraks Dilakukan ekspansi paru
Cardiovaskular
Aritmia Oksigen, obat anti aritmia
Hipotensi Cairan, dopamine
Gagal jantung kongestiv Batasi cairan, obat-obatan
Trombosis arteri/vena Heparin
Obstruksi vena cava Lakukan pencegahan
superior Resustasi
Henti jantung
Lain-lain
Anemia Tranfusi darah
Pendarahan H2 bloker, transfusi darah

6
gastrointestinal Lakukan pendinginan
Hipertermia Selimut panas
Hipotermia Pemberian cairan
Hipovolemia Cairan parenteral
Ileus paralitik Katerisasi
Retensio urin Haemodialisis
Gagal ginjal akut Tidak dilakukan apa-apa
Pneumomediastinum

6. Penatalaksanaan
Penderita yang terkena gigitan Anjing atau Kucing atau Kera segera :
a. Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergernt di air mengalir selama
10-15 menit dan beri antiseptic (betadine, alcohol 70%, obat merah dll)
b. Segera ke puskesmas/ rabies center/ rumah sakit untuk mencari
pertolongan selanjutnya
Di puskesmas/ rabies center/ rumah sakit dilakukan :
1) Penanganan luka gigitan
 Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergernt di air mengalir
selama 10-15 menit dan beri antiseptic (betadine, alcohol 70%,
obat merah dll)
 Anamnesis apakah didahukui tindakan provokatif, hewan yang
menggigit menunjukkan gejala rabies, penderita gigitan hewan
pernah divaksinasi dan kapan, hewan penggigit pernah
divaksinasi dan kapan.
 Identifikasi luka gigitan
Luka resiko tinggi : jilatan/ luka pada mukosa, luka diatas
daerah bahu (mukosa, leher, kepala) luka pada jari tangan, kaki,
genetalia, luka lebar/dalam dan luka yang banyak.
2) Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Serum Anti Rabies
(SAR)

7
B. ASUHAN KEPERAWATAN RABIES
1. Pengkajian
a. Identitas Klien : Nama Klien, No. RM, Tempat Tanggal
Lahir, Umur, Agama, Pendidikan,Alamat, Jenis
Kelamin, Penanggung Jawab
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit waktu kecil ,
Pernah MRS, Alergi, Imunisasi
 Riwayat Penyakit Sekarang : Keluhan utama, Tindakan
pertama
 Riwayat Penyakit Keluarga : Penyakit keturunan, Penyakit
menular
 Riwayat Antenatal : Keluhan selama hamil, ANC
 Riwayat Natal : Umur kehamilan - Jenis persalinan,
Keadaan bayi, Penyakit saar persalinan
 Riwayat Neonatal : Kondisi bayi, BB waktu lahir, TB waktu
lahir
 Riwayat Gizi : Pemberian ASI, Pemberian MPASI, Makan
sehari-hari
 Riwayat Psikososial : Yang mengasuh, Hub dengan keluarga,
Hub dengan lingkungan sekitar
 Riwayat Tumbuh Kembang : Mengangkat kepala, Tengkurap,
Duduk, Gigi tumbuh pertama, Merangkak, Berdiri, Berjalan
dituntun, Berjalan berpegangan, Berjalan sendiri, Berbicara,
Tidak ngompol
c. Pemeriksaan fisik
Umumnya ditemukan :
 Status Pernafasan
Peningkatan tingkat pernapasan, takikardi, suhu umumnya
meningkat (37,9º C), menggigil
 Status Nutrisi

8
Kesulitan dalam menelan makanan, berapa berat badan pasien,
mual dan muntah, porsi makanan dihabiskan. status gizi
 Status Neurosensori
Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
Kejang, kelemahan
e. Integritas Ego
Klien merasa cemas, Klien kurang paham tentang penyakitnya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (mucus
dalam jumlah berlebihan)
b. Hipertermia b.d infeksi virus
c. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguang kognitif (gerakan tidak
terkoordinasi ), penurunan kendali otot dan kaku sendi.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Ketidakefektifa  Respiratory status :  Auskultasi suara nafas
nbersihan jalan ventilation sebelum dan sesudah
nafas b.dobstru  Respiratory status : suctioning
ksi jalan nafas airway patency  Informasikan pada klien
(mucus dalam dan keluarga tentang
jumlah Kriteria hasil : suctioning
berlebihan)  Mendemonstrasikan  Minta klien nafas dalam
batuk efektif dan suara sebelum suction
nafas yang bersih,tidak dilakukan
ada sianosis dan  Gunakan alat yang steril
dyspnea (mampu setiap melakukan
mengeluarkan sputum, tindakan
mampu mengeluarkan  Anjurkan pasien
seputum dengan mudah untuk istirahat dan nafas

9
, tidak ada pursed lips). dalam setelah kateterdi
 Menunjukan jalan nafas keluarkan dari
yang paten ( klien tidak nasotrakeal
merasa tercekik, irama  Buka jalan nafas ,
nafas, frekuensi gunakan teknik chin lift
fernafasan dalam atau jaw thrust bila perlu
rentang normal, tidak  Posisikan pasien untuk
ada suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal  Keluarkan secret dengan
 Mampu batuk atau suction
mengidentifikasi  Kolaborasi dengan tim
dan mencegah faktor medis untuk pembersihan
yang dapat secret
menghambat jalan
nafas
 Tujuan jangka pendek :  Mempertahankan
Hipertermi
mengidentifikasi keseimbangan cairan
berhubungan
intervensi untuk tubuh dengan
dengan proses menurunkan suhu tubuh pemasangan infus
inflamasi  Tujuan jangka panjang  Monitoring perubahan
: meminimalisir proses suhu tubuh
peradangan untuk  Kolaborasi dengan dokter
meningkatkan dalam pemberian
peradangan antibiotik guna
mengurangi proses
peradangan
 Anjurkan pada pasien
untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi yang
optimal sehingga
metabolisme dalam tubuh
dapat berjalan dengan

10
lancar
Hambatan  Joint movement : active  Monitoring vital sign
mobilitas fisik Mobility level sebelum/ sesudah latihan
berhubungan  Self care: ADLs dan lihat respon pasien
dengan Tansverperformance saat latihan
kelumpuhan  Konsultasikan dengan
Kriteria hasil: terapi fisik tentang
 Klien meningkat dalam rencana ambulasi sesuai
aktifitas fisik dengan kebutuhan
 Mengerti tujuan dari  Bantu klien untuk
peningkatan mobilitas menggunakan tongkat
 Memverbalisasikan saat berjalan dan cegah
perasaan dalam terhadap cidera
meningkatkan kekuatan  Ajarkan pasien atau
dan kemampuan tenaga kesehatan lain
berpindah tentang teknik ambulasi
 Memperagakan  Kaji kemampuan pasien
penggunaan alat bantu dalam mobilisasi
 Bantu untuk mobilisasi  Latih pasien dalam
(walker) pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
 Damping dan bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLS pasien
 Berikan alat bantu jika
klien memerlukan

4. Implementasi
Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan
dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun/ ditemukan, yang

11
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat
terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat
secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan
lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
a. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
b. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
c. Menyiapkan lingkungan terapeutik
d. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
e. Memberikan asuhan keperawatan langsung
f. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.

Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan


klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimple-
mentasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan
tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat
menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian
keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada
tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang
didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai
dengan standar keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Rabiesadalah :

12
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif, bebas dari mucus yang
berlebihan.
b. Suhu tubuh kembali normal (bebas dari hipertermi).
c. Mobilitas fisik kembali normal, kendali otot dan sendi membaik.

13
C. LEPTOSPIROSIS
1. Definisi
Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu
mikroorganisme yaitu leptospira tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini juga dikenal dengan nama seperti mud fever,
slim fever, swamp fever, autumnal fever, infectoius jaundice, field fever,
cane cutler fever.

2. Etiologi
Penyakit yang terdapat di negara yang beriklim tropis. Berbagai subgroup
yang masing- masing terbagi atas :
 L icterohaemorhagiae dengan reservoire tikus (syndroma weil)
 L. canicola dengan reservoire anjing
 L pamona dengan reservoire sapi dan babi
Insiden :
Penyakit ini dapat berjangkit pada laki-laki dan perempuan pada semua
umur.

3. Manifestasi Klinis
Masa tunas berkisar antara 2-26 hari(kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10
hari.
Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klini sbifasik :
a. Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari)
Timbul demam mendadak, diserta sakit kepala (frontal, oksipital atau
bitemporal). Pada otot akan timbul keluhan mialgia dan nyeri tekan
(otot gastronemius, paha pinggang,) dandiikuti heperestesia kulit.
Gejala menggigil dan demam tinggi, mual, muntah, diare, batuk, sakit
dada, hemoptisis, penurunan kesadaran, dan injeksi konjunctiva.
Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk
makular/makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan,
splenomegali, dan hepatomegali.

14
b. Fase imun (1-3 hari)
Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM sementara
konsentrasi C3, tetap normal. Meningismus, demam jarang melebihi
39oC. Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik,
mielitis, ensefalitis, serta neuripati perifer.
c. Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4)
Dapat ditemukan adanya demam atau nyeri otot yang kemudian
berangsur-angsur hilang.

4. Patofisiologi
Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir
yang luka/erosi dengan air, lumpur dan sebagainya yang telah tercemar
oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira. Leptospira yang
masuk melalui kulit maupun selaput lendir yang luka/erosi akan
menyebar ke organ-organ dan jaringan tubuh melalui darah. Sistem imun
tubuh akan berespon sehingga jumlah laptospira akan berkurang, kecuali
pada ginjal yaitu tubulus dimana kan terbentuk koloni-koloni pada
dinding lumen yang mengeluarkan endotoksin dan kemudian dapat
masuk ke dalam kemih.

5. Komplikasi
Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis, gagal
ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif
jarang ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian.

6. Penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, strptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan
utama adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam
4-6 jam setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer
yang menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada
pemberian 1-3 hari namun kurnag bermanfaat bila diberikan setelah fase

15
imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis.
Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul.

7. Prognosis
Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada
tidaknya kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat
sekunder dari faktor pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan
terlambatnya klien mendapat pengobatan.

D. ASUHAN KEPERAWATAN LEPTOSPIROSIS


1. Pengkajian
a) Identitis
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan
tingkat kejadiannya sama.
b) Keluhan utama
Demam yang mendadak. Timbul gejala demam yang disertai sakit
kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal) mata merah, fotofobia,
keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk,
sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva.
Demam ini berlangsung 1-3 hari.
c) Riwayat keperawatan
 Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan
tubuh
 Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik,
DBD, penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.
 Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko
tinggi seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.
d) Pemeriksaan dan observasi
 Fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun
Review of sistem :

16
 Sistem pernafasan : Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru,
batuk, sakit dada
 Sistem cardiovaskuler : Perdarahan, anemia, demam,
bradikardia
 Sistem persyrafan : Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama
dibagian frontal, mata merah, fotofobia, injeksi
konjunctiva,iridosiklitis
 Sistem perkemihan : Oligoria, azometmia,perdarahan adrenal
 Sistem pencernaan : Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis,
melena
 Sistem muskoloskletal : Kulit dengan ruam berbentuk
makular/makulopapular/urtikaria yang teresebar pada badan.
Pretibial

 Laboratorium
 Leukositosis normal, sedikit menurun
 Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggi
 Proteinuria, leukositoria
 Sedimen sel torak
 BUN , ureum dan kreatinin meningkat
 SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
 Bilirubin meninggi samapai 40 %
 Trombositopenia
 Hiporptrombinemia
 Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
 Glukosa dalam CSS Normal atau menurun

2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari
perjalanan penyakitnya.
b. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit
leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan,

17
mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak
adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit
(penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay
syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri,
klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri,
kelemahan.
d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi,
keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan
masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti
intruksi/pencegahan komplikasi.
e. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat,
hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat
badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa
otot dan lemak subkutan,
f. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output
yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja
penyakitnya deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.

3. Rencana Keperawatan
a) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari
perjalanan penyakitnya.
Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
 Klien bebas demam
 Mukosa mulut basah, mata tidak cekung, istirahat cukup

18
INTERVENSI RASIONAL
 Bina hubungan baik dengan  Dengan hubungan yang baik dapat
klien dan keluarga meningkatkan kerjasama
dengan klien sehingga pengobatan
dan perawatan mudah dilaksanakan
 Berikan kompres dingin dan  Pemberian kompres dingin
ajarkan cara untuk memakai merangsang penurunan suhu tubuh.
es atau handuk pada tubu,
khususnya pada aksila atau
lipatan paha.
 Peningkatan kalori dan beri  Air merupakan pangatur suhu
banyak minuman (cairan) tubuh. Setiap ada kenaikan suhu
melebihi normal, kebutuhan
metabolisme air juga meningkat
dari kebutuhan setiap ada kenaikan
suhu tubuh.
 Anjurkan memakai baju tipis  Baju yang tipis akan mudah untuk
yang menyerap keringat. menyerap keringat yang keluar.
 Observasi tanda-tanda vital  Observasi tanda-tanda
terutama suhu dan denyut nadi vital merupakan deteksi dini untuk
mengetahui komplikasi yang
terjadi sehingga cepat mengambil
tindakan
 Kolaborasi dengan tim medis  Pemberian obat-obatan terutama
dalam pemberian obat-obatan antibiotik akan membunuh kuman
terutama anti piretik., Salmonella typhi sehingga
antibiotika (Pinicillin G ) mempercepat proses
penyembuhan sedangkan
antipiretik untuk menurunkan suhu
tubuh. Antibotika spektrrum luas.

19
b) Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit
leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan,
mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak
adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
 Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
 Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif
 Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam
pengobatan

INTERVENSI RASIONAL
 Tentukan pengalaman klien  Data-data mengenai pengalaman
sebelumnya terhadap klien sebelumnya akan memberikan
penyakit yang dideritanya. dasar untuk penyuluhan dan
menghindari adanya duplikasi.
 Berikan informasi tentang  Pemberian informasi dapat
prognosis secara akurat. membantu klien dalam memahami
proses penyakitnya.

 Beri kesempatan pada klien  Dapat menurunkan kecemasan

untuk mengekspresikan rasa klien.

marah, takut, konfrontasi.


Beri informasi dengan emosi
wajar dan ekspresi yang
sesuai.
 Jelaskan pengobatan, tujuan  Membantu klien dalam memahami

dan efek samping. Bantu kebutuhan untuk pengobatan dan

klien mempersiapkan diri efek sampingnya.

dalam pengobatan.
 Catat koping yang tidak  Mengetahui dan menggali pola

efektif seperti kurang koping klien serta

interaksi sosial, ketidak mengatasinya/memberikan solusi

20
berdayaan dll. dalam upaya meningkatkan
kekuatan dalam mengatasi
kecemasan.
 Anjurkan untuk  Agar klien memperoleh dukungan
mengembangkan interaksi dari orang yang terdekat/keluarga.
dengan support system.
 Berikan lingkungan yang  Memberikan kesempatan pada klien
tenang dan nyaman. untuk berpikir/merenung/istirahat.
 Pertahankan kontak dengan  Klien mendapatkan kepercayaan diri
klien, bicara dan sentuhlah dan keyakinan bahwa dia benar-
dengan wajar. benar ditolong

c) Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit


(penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay
syaraf, syaraf, inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri,
klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri,
kelemahan.
Tujuan :
 Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
 Melaporkan nyeri yang dialaminya
 Mengikuti program pengobatan
 Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri
melalui aktivitas yang mungkin

INTERVENSI RASIONAL
 Tentukan riwayat nyeri,  Memberikan informasi yang
lokasi, durasi dan intensitas diperlukan untuk merencanakan
asuhan.
 Evaluasi therapi:  Untuk mengetahui terapi yang
pembedahan, radiasi, dilakukan sesuai atau tidak, atau
khemotherapi, biotherapi, malah menyebabkan komplikasi.

21
ajarkan klien dan keluarga
tentang cara menghadapinya
 Berikan pengalihan seperti  Untuk meningkatkan kenyamanan
reposisi dan aktivitas dengan mengalihkan perhatian klien
menyenangkan seperti dari rasa nyeri.
mendengarkan musik atau
nonton TV (distraksi)
 Menganjurkan tehnik  Meningkatkan kontrol diri atas efek
penanganan stress (tehnik samping dengan menurunkan stress
relaksasi, visualisasi, dan ansietas.
bimbingan), gembira, dan
berikan sentuhan therapeutik.
 Evaluasi nyeri, berikan  Untuk mengetahui efektifitas
pengobatan bila perlu. penanganan nyeri, tingkat nyeri dan
sampai sejauhmana klien mampu
menahannya serta untuk mengetahui
kebutuhan klien akan obat-obatan
anti nyeri.
 Diskusikan penanganan nyeri  Agar terapi yang diberikan tepat
dengan dokter dan juga sasaran.
dengan klien
 Berikan analgetik sesuai  Untuk mengatasi nyeri.
indikasi seperti morfin,
methadone, narkotik dll

d) Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan


intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat,
hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat
badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa
otot dan lemak subkutan.
Tujuan :

22
 Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan
tidak ada tanda malnutrisi
 Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
 Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan
dengan penyakitnya

INTERVENSI RASIONAL
 Monitor intake makanan  Memberikan informasi tentang
setiap hari, apakah klien status gizi klien.
makan sesuai dengan
kebutuhannya.
 Timbang dan ukur berat  Memberikan informasi tentang
badan, ukuran triceps serta penambahan dan penurunan berat
amati penurunan berat badan. badan klien.
 Kaji pucat, penyembuhan  Menunjukkan keadaan gizi klien
luka yang lambat dan sangat buruk.
pembesaran kelenjar parotis.
 Anjurkan klien untuk  Kalori merupakan sumber energi.
mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dengan intake
cairan yang adekuat.
 Mencegah mual muntah, distensi
 Anjurkan pula makanan kecil
berlebihan, dispepsia yang
untuk klien.
menyebabkan penurunan nafsu
makan serta mengurangi stimulus
berbahaya yang dapat meningkatkan
ansietas.
 Agar klien merasa seperti berada
 Kontrol faktor lingkungan
dirumah sendiri.
seperti bau busuk atau bising.
Hindarkan makanan yang
terlalu manis, berlemak dan

23
pedas.
 Ciptakan suasana makan  Untuk menimbulkan perasaan ingin
yang menyenangkan makan/membangkitkan selera
misalnya makan bersama makan.
teman atau keluarga.
 Anjurkan tehnik relaksasi,  Agar dapat diatasi secara bersama-
visualisasi, latihan moderate sama (dengan ahli gizi, perawat dan
sebelum makan. klien).
Anjurkan komunikasi
terbuka tentang problem
anoreksia yang dialami klien.
 Kolaboratif  Untuk mengetahui/menegakkan

Amati studi laboraturium terjadinya gangguan nutrisi sebagi

seperti total limposit, serum akibat perjalanan penyakit,

transferin dan albumin pengobatan dan perawatan terhadap


klien.

 Berikan pengobatan sesuai  Membantu menghilangkan gejala

indikasi Phenotiazine, penyakit, efek samping dan

antidopaminergic, meningkatkan status kesehatan

corticosteroids, vitamins klien.

khususnya A,D,E dan B6,


antacid
 Pasang pipa nasogastrik  Mempermudah intake makanan dan

untuk memberikan makanan minuman dengan hasil yang

secara enteral, imbangi maksimal dan tepat sesuai

dengan infus. kebutuhan.

e) Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi,
keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan

24
masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti
intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
 Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan
pengobatan pada ting-katan siap.
 Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan
mengikuti prosedur tersebut.
 Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi
dalam pengo- batan.
 Bekerjasama dengan pemberi informasi.

INTERVENSI RASIONAL
 Review pengertian klien dan  Menghindari adanya duplikasi dan
keluarga tentang diagnosa, pengulangan terhadap pengetahuan
pengobatan dan akibatnya. klien.
 Tentukan persepsi klien  Memungkinkan dilakukan
tentang kanker dan pembenaran terhadap kesalahan
pengobatannya, ceritakan persepsi dan konsepsi serta
pada klien tentang kesalahan pengertian.
pengalaman klien lain yang
menderita kanker.
 Beri informasi yang akurat  Membantu klien dalam memahami
dan faktual. Jawab proses penyakit.
pertanyaan secara spesifik,
hindarkan informasi yang
tidak diperlukan.
 Berikan bimbingan kepada  Membantu klien dan keluarga dalam
klien/keluarga sebelum membuat keputusan pengobatan.
mengikuti prosedur
pengobatan, therapy yang
lama, komplikasi. Jujurlah

25
pada klien.
 Anjurkan klien untuk  Mengetahui sampai sejauhmana
memberikan umpan balik pemahaman klien dan keluarga
verbal dan mengkoreksi mengenai penyakit klien.
miskonsepsi tentang
penyakitnya.
 Review klien /keluarga  Meningkatkan pengetahuan klien
tentang pentingnya status dan keluarga mengenai nutrisi yang
nutrisi yang optimal. adekuat.
 Anjurkan klien untuk  Mengkaji perkembangan proses-
mengkaji membran mukosa proses penyembuhan dan tanda-
mulutnya secara rutin, tanda infeksi serta masalah dengan
perhatikan adanya eritema, kesehatan mulut yang dapat
ulcerasi. mempengaruhi intake makanan dan
minuman.
 Anjurkan klien memelihara  Meningkatkan integritas kulit dan
kebersihan kulit dan rambut. kepala.

f) Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output


yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal,
membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal,
urine output normal.

INTERVENSI RASIONAL
 Monitor intake dan output  Pemasukan oral yang tidak adekuat
termasuk keluaran yang dapat menyebabkan hipovolemia.
tidak normal seperti emesis,
diare, drainase luka. Hitung
keseimbangan selama 24
jam.

26
 Timbang berat badan jika  Dengan memonitor berat badan
diperlukan. dapat diketahui bila ada
ketidakseimbangan cairan.
 Monitor vital signs.  Tanda-tanda hipovolemia segera
Evaluasi pulse peripheral, diketahui dengan adanya takikardi,
capilarry refil. hipotensi dan suhu tubuh yang
meningkat berhubungan dengan
dehidrasi.
 Dengan mengetahui tanda-tanda
 Kaji turgor kulit dan
dehidrasi dapat mencegah terjadinya
keadaan membran mukosa.
hipovolemia.
Catat keadaan kehausan
pada klien.
 Memenuhi kebutuhan cairan yang
 Anjurkan intake cairan
kurang.
samapi 3000 ml per hari
sesuai kebutuhan individu.
 Observasi kemungkinan  Segera diketahui adanya perubahan
perdarahan seperti perlukaan keseimbangan volume cairan.
pada membran mukosa, luka
bedah, adanya ekimosis dan
pethekie.
 Hindarkan trauma dan  Mencegah terjadinya perdarahan.
tekanan yang berlebihan
pada luka bedah.
 Kolaboratif  Kolaborasi :
Berikan cairan IV bila Memenuhi kebutuhan cairan yang
diperlukan. kurang.
 Berikan therapy antiemetik.  Mencegah/menghilangkan mual

muntah.
 Monitor hasil laboratorium :  Mengetahui perubahan yang terjadi.
Hb, elektrolit, albumin

27
g) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja
penyakitnya deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
 Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan
kondisi spesifik
 Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan
penyembuhan

INTERVENSI RASIONAL
 Monitor perkembangan  Memberikan informasi untuk
kerusakan integritas kulit untuk perencanaan asuhan dan
melihat adanya efek kerusakan mengembangkan identifikasi awal
kulit, terhadap perubahan integritas kulit.
 Anjurkan klien untuk tidak  Menghindari perlukaan yang dapat
menggaruk bagian yang gatal. menimbulkan infeksi.
 Ubah posisi klien secara teratur.  Menghindari penekanan yang terus
menerus pada suatu daerah tertentu.
 Berikan advise pada klien untuk  Mencegah trauma berlanjut pada
menghindari pemakaian cream kulit dan produk yang kontra
kulit, minyak, bedak tanpa indikatif
rekomendasi dokter.

4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien

28
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah

29
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini
ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu
berakhir dengan kematian.
Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu mikroorganisme
yaitu leptospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini
juga dikenal dengan nama seperti mud fever, slim fever, swamp fever,
autumnal fever, infectoius jaundice, field fever, cane cutler fever.

30
DAFTAR PUSTAKA

http://www.facebook.com/topic.php?uid=55864661117&topic=10052
http://www.animalgate.com/pub/article.php?id=224
http://health.kompas.com/read/2010/10/25/09275732/Rabies.Tragedi.Manusia.dan
.Hewan
http://nursingbegin.com/penyakit-rabies-serta-penatalaksanaannya/
(http://www.steve.gb.com, 2006)
[[http://medicastore.com/penyakit/225/Rabies_anjing_gila.htmlperut]].
http://www.antaranews.com/berita/1256562409/waspadai-rabies

31

Вам также может понравиться