Вы находитесь на странице: 1из 36

REFLEKSI KASUS

OD MIOPIA

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh:
Cahya Ningsih
30101407155

Pembimbing:
dr. Djoko Heru S., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITRAAN

KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

CASE REPORT UJIAN KLINIK BAGIAN MATA


dengan judul :

OD Miopia

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepanitraan Klinik

Di Departemen Ilmu Kesehatan Mata

RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :

Cahya Ningsih 30101407155

Telah disetujui oleh Pembimbing

Nama Pembimbing Tanggal Tanda Tangan

dr. Djoko Heru Santoso, Sp.M …………….….. …………….……


BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Nn. A A

Umur : 19 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status pernikahan : Belum Menikah

Agama / Suku : Islam / Jawa

Alamat : Bulung Kulon, Kudus

Pekerjaan : Pelajar

Nomor CM : 803XXX

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada hari Selasa, 23 April 2019 pukul 11.00 WIB secara

autoanamnesis di Poliklinik Mata RSUD Kudus.

1. Keluhan utama

Kedua mata buram

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus dengan
keluhan kedua mata buram. Keluhan sudah dirasakan 2 tahun namun keluhan
tersebut dihiraukan. Pasien mengatakan keluhan dirasakan tiba tiba pasien juga
mengeluh sedikit pusing. Keluhan dirasakan terus menerus dan dirasakan makin
berat ketika pasien sedang belajar atau melihat dimalam hari. Untuk aktifitas
ataupun berjalan pasien tidak mengeluhkan ada gangguan. Pasien belum pernah
mengalami keluhan serupa sebelumnya dan baru pertama kali ini. Keluhan mata
merah, gatal dan berair disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penggunaan kacamata (-)


 Riwayat memakai lensa kontak (-)
 Riwayat operasi yang berhubungan dengan mata disangkal
 Hipertensi (-)
 Kolesterol (-)
 Riwayat trauma pada mata (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

 Dikeluarga tidak ada yang mengalami hal serupa

C. PEMERIKSAAN FISIK :

1. Status Generalisata

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Aktivitas : Normoaktif

Kooperativitas : Kooperatif

Status gizi : Baik

Vital Signs

 Tensi : 120/70 mmHg

 Nadi : 80 x/menit

 RR : 20 x/menit

 Suhu : 36,5°C

2. Status Ophtalmologi

OD OS
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)

Visus jauh (Snellen) : 6/18 Visus Visus jauh (Snellen) : 6/6

VOD : S -1,00 6/6 Koreksi VOS : 6/6

Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal, enoftalmus


enoftalmus (-), eksoftalmus (-), Bulbus okuli (-), eksoftalmus (-), strabismus (-)
strabismus (-)

Edema (-), hiperemis(-), nyeri Edema (-), hiperemis(-), nyeri tekan


tekan (-), blefarospasme (-), Palpebra (-), blefarospasme (-), lagoftalmus
lagoftalmus (-), ektropion (-), (-), ektropion (-), entropion (-)
entropion (-)

Edema (-), injeksi silier (-), Edema (-), injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (-), infiltrat (-), injeksi konjungtiva (-), infiltrat (-),
hiperemis (-) Konjungtiva hiperemis (-)

Bulat, jernih, edema (-),arkus senilis Bulat, jernih, edema (-),arkus senilis
(-), keratik presipitat (-), infiltrat (-), Kornea (-), Keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-),

Putih Sklera Putih

Jernih, arkus senilis (-), hipopion (-), Jernih, arkus senilis (-), hipopion (-),
Camera Oculi
hifema (-) hifema (-)
Anterior

atrofi (-), edema(-), synekia (-) Iris atrofi (-),edema(-), synekia (-)

Dalam batas normal Pupil Dalam batas normal

Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (-)


Tidak dilakukan Sistem Lakrimasi Tidak dilakukan

D. RESUME
Subyektif

• Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Kudus dengan keluhan kedua mata buram sejak
2 tahun
• Kedua mata lebih buram ketika sedang belajar dan melihat di malam hari

Obyektif

OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)

Visus jauh (Snellen) : 6/18 Visus Visus jauh (Snellen) : 6/6

VOD : S -1,00 6/6 Koreksi VOS : 6/6

Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal, enoftalmus


enoftalmus (-), eksoftalmus (-), Bulbus okuli (-), eksoftalmus (-), strabismus (-)
strabismus (-)

Edema (-), hiperemis(-), nyeri Edema (-), hiperemis(-), nyeri tekan


tekan (-), blefarospasme (-), Palpebra (-), blefarospasme (-), lagoftalmus
lagoftalmus (-), ektropion (-), (-), ektropion (-), entropion (-)
entropion (-)

Edema (-), injeksi silier (-), Edema (-), injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (-), infiltrat (-), injeksi konjungtiva (-), infiltrat (-),
hiperemis (-) Konjungtiva hiperemis (-)

Bulat, jernih, edema (-),arkus senilis Bulat, jernih, edema (-),arkus senilis
(-), keratik presipitat (-), infiltrat (-), Kornea (-), Keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-),

Putih Sklera Putih

Jernih, arkus senilis (-), hipopion (-), Jernih, arkus senilis (-), hipopion (-),
Camera Oculi
hifema (-) hifema (-)
Anterior
atrofi (-), edema(-), synekia (-) Iris atrofi (-),edema(-), synekia (-)

Dalam batas normal Pupil Dalam batas normal

Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (-)

Tidak dilakukan Sistem Lakrimasi Tidak dilakukan

E. DIAGNOSIS BANDING

a) OD Miopia
b) Hipermetropi
c) Astigmatisme

F. DIAGNOSIS KERJA

OD Miopia

G. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Cendo Lyteers ed fl No. I

S 4 dd gtt II ODS

Resep kaca mata

Rehabilitative

Konsumsi obat secara rutin

Pola hidup sehat

H. EDUKASI

a) Menjelaskan bahwa penglihatan kaburnya disebabkan kelainan pembiasan pada mata.


b) Apabila membaca, pertahankan jarak baca yang cukup dari buku. Jangan membaca

sambil tiduran.
c) Membatasi waktu bila menonton televisi (Duduk 5-6 kaki dari televisi).
d) Mengistirahatkan mata
e) Jika membaca atau berkerja menggunakan computer, pastikan cahayanya tepat.
Karena bekerja dengan cahaya minim dapat menyebabkan kelelahan mata, tapi

cahaya yang terlalu terang juga tidak baik. Arah cahaya terbaik jika bekerja

menggunakan computer adalah dari lampu meja bercahaya lembut dari arah samping.

Kurangi tingkat terang (brightness) monitor. Warna memang jadi tak terlalau tajam,

tapi mata akan jadi lebih nyaman.


f) Keluhan ini tidak bisa sembuh mungkin akan bertambah lagi.
g) Bisa dilakukan operasi lasik jika minusnya sudah stabil.

I. PROGNOSIS

OCULUS DEXTER OCULUS SINISTER


Quo Ad Sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Functionam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad kosmeticam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Vitam Ad bonam Ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Mata
Bola mata (bulbus oculi terdapat di dalam rongga orbita yang melindungi bola mata.
Bola mata digerakkan oleh otot okular. Struktur lain yang berhubungan dengan mata
yaitu otot, fasia, alis mata, kelopak mata, konjungtiva, dan apparatus lacrimal. Bola mata
berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola mata dibungkus oleh 3
lapisan jaringan yaitu :

1. Sklera : merupakan jaringan ikat padat. Memberikan bentuk pada mata dan
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Disebelah anterior, sklera
mengalami modifikasi menjadi kornea yang transparan, tempat lewatnya cahaya
masuk ke mata.
2. Lapisan vaskuler (Uvea) : lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu suatu lapisan
berpigmen padat (koroid), badan siliar (corpus siliar), dan iris.
3. Retina : lapisan paling dalam. Tiga perempat posterior retina adalah daerah
fotosensitif. Bagian ini terdiri dari sel batang (neuron bacilliferum), sel kerucut
(neuron coniferum), dan berbagai interneuron yang terangsang oleh dan berespons
terhadap cahaya. Retina berakhir di daerah anterior mata yaitu ora serrata, merupakan
bagian retina yang tidak fotosensitif. Bagian ini berlanjut ke depan untuk melapisi
bagian dalam badan siliar dan daerah posterior iris.
Bola mata diselubungi oleh lemak, tetapi terdapat selubung membranosa yang
memisahkan bola mata dari lemak yaitu fascia bulbi. Mata terbagi menjadi dua segmen
yaitu segmen anterior yang transparan dan merupakan 1/6 bagian bola mata dan segmen
posterior yang merupakan 5/6 bagian bola mata.

Struktur yang terdapat pada mata dari anterior ke posterior yaitu konjungtiva,
kornea, sklera, iris, aquaeus humor, lensa, uvea, badan siliar, vitreus humor, choroid,
retina, dan saraf optik.
Keseimbangan dalam pembiasaan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasaan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang
dekat.
B. Kelainan Refraksi
Definisi
Titik fokus (tanpa alat bantu) bervariasi di antara mata individu normal tergantung
bentuk bola mata dan korneanya. Mata emetrop secara alami memiliki fokus yang
optimal untuk penglihatan jauh. Mata ametrop memerlukan lensa koreksi agar terfokus
dengan baik untuk melihat jauh. Gangguan optik ini disebut kelainan refraksi.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih
panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.
Keadaan ini disebut sebagai ametrop dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisme.

Kelainan lain pada pembiasaan mata normal adalah gangguan perubahan


kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga
terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut
sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.
C. Ametrop
Definisi
Dalam bahasa yunani ametros berarti tidak sebanding atau tidak seimbang, sedang
ops berarti mata. Sehingga yang dimaksud dengan ametropia adalah keadaan pembiasaan
mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal ini akan terjadi akibat kelainan
kekuatan pembiasaan sinar media penglihatan atau kelainan bentuk bola mata.
Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat
memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Pada
keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk
Kausa
Dikenal berbagai bentuk Ametropia, seperti :
a. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada
miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan
pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang retina.
b. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasaan sinar di dalam mata. Bila daya bias
kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias
kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia
refraktif)
Kausa ametropia

Ametropia Lensa Koreksi Kausa

Miopia Lensa (-) Refraktif Aksial

Bias kuat Bola mata panjang


Hipermetropia Lensa (+)
Bias lemah Bola mata pendek

Astigmatisme
Kacamata silinder Kurvatur 2 meridian tegak lurus
regular

Astigmatisme
Lensa kontak Kurvatur kornea ireguler
iregular

D. Pembagian Kelainan Refraksi


a. Miopia
Definisi
Bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang
tidak berakomodasi.
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasaan media refraksi terlalu kuat. Bila mata berukuran lebih panjang
daripada normal, kelainan yang terjadi disebut miopia aksial. Apabila unsur-usur
pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rta-rata, kelainan yang terjadi disebut
miopia kurvatura atau miopia refraktif.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, miopia dapat dibedakan menjadi miopia aksialis dan
refraktif.
 Miopia aksialis

Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang. Normal jarak ini
23 mm. Pada miopia 3 D : 24 mm, miopia IOD = 27 mm. Dapat merupakan
kelainan kongenital maupun didapat, serta ada pula faktor herediter. Yang
kongenital didapatkan pada makroftalmus. Sedang yang didapat terjadi karena:

 Anak membaca terlalu dekat


Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi berlebihan. M
rektus internusberkontraksi berlebihan, bola mata terjepit oleh otot-otot mata luar
sehingga polus posterior mata, yang merupakan tempat terlemah dari bola mata
memanjang.

 Wajah yang lebar


Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila hendak melakukan
pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama seperti di atas.

 Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi bola mata,
disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya vena dari kepala akibat
membungkuk, dapat menyebabkan pula tekanan pada bola mata, sehingga polus
posterior memanjang.
Pada orang dengan miopia 6 D, pungtum remotumnya 100/6 = 15 cm. Jadi harus
membaca pada jarak yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak dikoreksi, sehingga ia
harus mengadakanb konvergensi yang berlebihan. Akibatnya polus posterior mata
lebih memanjang dan miopianya bertambah. Jadi didapatkan suatu lingkaran setan
antara miopia yang tinggi dan konvergensi. Makin lama miopianya makin
progresif.

 Miopia refraktif

Penyebabnya terletak pada :

 Kornea : kongenital; keratokonus dan keratoglobus


 Didapat; karatektasia, karena menderita keratitits, kornea menjadi lemah.
Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol ke depan.
 Lensa : Lensa terlepas dari zonula zinnii, pada luksasi lensa atau
subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung.
Pada katarak imatur, akibat masuknya humor akueus, lensa mnjadi cembung.
 Cairan mata; pada penderita diabetes melitus yang tidak diobati, kadar gula
dari humor akueus meninggi sehingga daya biasnya meninggi pula.
Berdasarkan tinggi dioptrinya, dibedakan menjadi :

 Miopia sangat ringan : sampai dengan 1 D


 Miopia ringan : 1-3 D
 Miopia sedang : 3-6 D
 Miopia tinggi : 6-10 D
 Miopia sangat tinggi : lebih dari 10 D
Secara klinis dibedakan menjadi :
 Miopia simpleks, miopia stasioner, miopia fisiologis
Timbul pada usia masih muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit pada
waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat kenaikan sedikit sampai usia 20
tahun. Besar dioptrinya kurang dari -5 D, atau -6 D. Tajam penglihatan dengan
koreksi yang sesuai dapat mencapai keadaan normal.

 Miopia progresif
Dapat ditemukan pada semua usia dan mulai sejak lahir. Kelainan mencapai
puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai usia 25 tahun atau lebih.
Besar dioptrinya melebihi 6 D.

 Miopia maligna
Miopia progresif yang lebih ekstrim. Miopia progresif dan miopia maligna disebut
juga miopia patologis atau degeneratif, karena disertai kelainan degeneratif di
koroid dan bagian lain dari mata.

Berdasarkan onset terjadinya miopia dibedakan menjadi:


- kongenital (terjadi pada bayi)
- miopia onset muda (pada pasien < 20 tahun)
- onset waktu dewasa muda (20-40 tahun)
- dewasa lanjut ( > 40 tahun)
Gejala dan tanda
Pasien mengeluh :
- Melihat jelas bila dekat/terlalu dekat
- Melihat jauh kabur/rabun jauh
- Sakit kepala
- Sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit
- Mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil)

Tanda yang dijumpai pada pemeriksaan untuk miopia simpleks adalah pada
segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-
kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol dan pada segmen posterior biasanya
terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen myopia (myopic cresent) yang
ringan di sekitar papil saraf optik. Pada miopia patologik dapat dijumpai gambaran pada
segmen anterior serupa dengan myopia simpleks sedang gambaran yang ditemukan pada
segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada :

 Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia
 Papil saraf optic: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi
dan pigmentasi yang tidak teratur
 Makula: berupa pigmentasi, kadang-kadang ditemukan pendarahan subretina pada
daerah makula
 Retina bagian perifer: berupa degenersi kista retina bagian perifer
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid.
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresenyaitu gambaran bulan sabit yang
terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera oleh koroid. Miopi
tinggikelainan fundus okuli (ex:degenerasi makula, retina bagian perifer).

Tanda objektif :
Oleh karena orang miopia jarang melakukan akomodasi, maka jarang miosis, jadi
pupilnya midriasis. Mm.siliarisnya pun menjadi atrofi, menyebabkan iris letaknya
lebih ke dalam, sehingga bilik mata depan lebih dalam.
Pada miopia tinggi didapatkan :
- bola mata yang mungkin lebih menonjol
- bilik mata depan yang dalam
- pupil yang relatif lebih lebar
- iris tremulans yang menyertai cairnya badan kaca
- kekeruhan badan kaca (obscurasio corpori vitrei)
- kekeruhan di polus posterior lensa
- stafiloma posterior, fundus tigroid di polus posterior retina
- atrofi koroid berupa kresen miopia atau annular patch, di sekitar papil, berwarna putih
engan pigmentasi di pinggirnya
- perdarahan, terutama di daerah makula, yang mungkin masuk ke dalam badan kaca
- proliferasi sel epitel pigmen di daerah makula (Forster Fuchs black spot)
- predisposisi untuk ablasi retina

Pada miopia simpleks :

Didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik mata depan yang dalam, pupil yang relatif lebar,
tetepi tidak disertai kelainan di bagian posterior mata. Mungkin hanya terlihat kresen miopia
yang tampak putih di sebelah temporal papil, sedikit atrofi dari koroid yang superfisial, sehingga
pembuluh darah koroid yang lebih besar tampak lebih jelas membayang.

Tanda subjektif :

Oleh karena orang miopia kurang berakomodasi dibandingkan dengan yang emetropia, maka ia
senang melakukan pekerjaan-pekerjaan dekat tetapi mengeluh tentang penglihatan jauh yang
kabur. Pada miopia tinggi, terutama bila disertai dengan astigmatisme, penderita tak saja
mengeluh pada penglihatan jauh tetapi juga pada penglihatan dekat oleh karena harus melakukan
konvergensi berlebihan, sebab pungtum remotum, yaitu titik terjauh yang dapat dilihat tanpa
akomodasi, letaknya dekat sekali, pada miopia S (-) 6D, titik ini terletak pada jarak 100/6 = 16
sentimeter. Pada titik ini ia tidak berakomodasi, tetapi berkonvergensi kuat sekali sehingga pada
mata timbul astenovergens dengan keluhan : lekas capai, pusing, silau, ngantuk, melihat kilatan
cahaya. Pada miopia tinggi disertai mata menonjol, bilik mata yang dalam dan pupil yang lebar,
penderita mencoba menutup sebagian kelopak matanya, untuk mengurangi cahaya yang masuk,
sehingga ketajaman penglihatannya diperbaiki. Kadang-kadang astenovergens menimbulkan rasa
sakit, sehingga penderita tak mencobanya lagi, dengan mengakibatkan strabismus divergens.
Strabismus divergens dapat pula timbul akibat penderita sedikit melakukan akomodasi, sehingga
kurang pula melakukan konvergensi.

Penatalaksanaan
Memberikan kacamata sferis (lensa cekung).negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal agar sinar jatuh tepat pada retina

Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk koreksi miopia dan juga
kelainan refraksi lainnya.

a. Lensa kacamata
b. Lensa kontak (lensa kontak keras dan lensa kontak lunak)
c. Bedah keratorefraktif
d. Lensa intraokular
e. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia
LASIK

LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser
dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea.
Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau
lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat
(hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).

Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :

a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak


b. Kelainan refraksi:
 Miopia : -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri.
 Hipermetropia : + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.
 Astigmatisme : 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri

c. Usia minimal 18 tahun


d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6
(enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak,
glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu
dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain :

a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.

b. Sedang hamil atau menyusui.


c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
d. Riwayat penyakit glaukoma.
e. Penderita diabetes mellitus.
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen
h. Pasien Monokular
i. Kelainan retina atau katarak

Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi atau pemeriksaan
dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur / tindakan
LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah
melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan
diperiksa secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi
(computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk
menjalankan tindakan LASIK.

Persiapan calon pasien LASIK :

a. Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi

b. Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan


c. Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan
Custumize LASIK

d. Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi

Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK
menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua
prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau
tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain :

a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui setelah pasca


tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki
dengan melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil
dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.

b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser
(Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira
seminggu setelah tindakan.

c. Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah
tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan
semacam lubrikan tetes mata.

d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang
besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-
3 bulan.

Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain :


a. Anestesi topikal (tetes mata)
b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)
c. Tanpa rasa nyeri (Painless)
d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)
e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)
f. Komplikasi yang rendah
g. Prosedur dapat diulang (Enhancement)

Komplikasi

Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi berupa:

- Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis.


- Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga terdapat risiko
tinggi terjadinya robekan pada retina.
- Ablasi retina, lubang pada makula sering terjadi pada miopia tinggi.
- Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi glaukoma.
- juling (estropia atau juling ke dalam) oleh karena mata berkonvergensi terus menerus.

b. Hiperopia/Hipermetropia
Definisi
Keadaan gangguan kekuatan pembiasaan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup
dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar
difokuskan di belakang makula lutea.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial), seperti
yang terjadi paa kelainan kongenital tertenttu atau menurunnya indeks refraksi (hiperopia
refraktif) seperti pada afakia.
Klasifikasi
Hipermetropia dikenal dalam bentuk :
- Hipermetropia manifes: dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal.
- Hipermetropia absolut: kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh
- Hipermetropia fakultatif: kelainan hipermetropia dapat diimbangi akomodasi ataupun
dengan kacamata positif
- Hipermetropia laten: kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (obat yang melemahkan
akomodasi)
- Hipermetropia total: hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia

Gejala dan tanda


- Mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus berakomodasi
- Penglihatan dekat dan jauh kabur
- Sakit kepala
- Silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda
Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat dekat akan lebih
kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak
banyak menimbulkan masalah karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh akan terganggu.
Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan hipermetropia. Dengan
bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringa
berkurang. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat
melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut
dengan hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat melihat
dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan
sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang
terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia
akomodatif. Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan
konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya
masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang
banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan
memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.

Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas adalah :
 Mata lelah
 Sakit kepala
 Penglihatan kabur melihat dekat
Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena berkurangnya daya
akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.

Pemeriksaan

Tujuan
Pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan untuk memperbakir
tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan
yang terbaik.

Dasar

Mata hipermetropia mempunyai kekuatan lensa positif kurang sehingga sinar sejajar tanpa
akomodasi di fokus di belakang retina. Lensa positif menggeser bayangan benda ke depan
sehingga pada mata hipermetropia lensa positif dapat diatur derajat kekuatannya untuk
mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina.

Alat

1. Kartu Snellen

2. Gagang lensa coba

3. Satu set lensa coba

Teknik

 Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.


 Pada mata dipasang gagang lensa coba.
 Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa mata kanan.
 Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan diteruskan pada
baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat dibaca
 Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila tampak lebih jelas oleh
pasien lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan-lahan dan diminta membaca
huruf-huruf pada baris lebih bawah.
 Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris 6/6.
 Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf-huruf
di atas.
 Mata yang lain dilakukan dengan cara yang sama.

Nilai

 Bila dengan S + 2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S + 2.25 tajam penglihatan
6/6 sedang.
 Dengan S + 2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini derajat hipermetropia
yang diperiksa S + 2.25 dan kaca mata dengan ukuran ini diberikan pada pasien.
 Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis positif terbesar yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.

Penanganan
Diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa
positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal.

Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sIstem pembiasan dalam mata.
Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan sinar terutama untuk melihat dekat. Mata
dengan hipermetropia memerlukan lensa cembung atau konveks untuk mematah sinar lebih
kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia
manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal (6/6).

Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kaca mata koreksi hipermetropia total.
Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kaca mata koreksi
positif kurang. Bila terlihat tanda ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total. Mata
ambliopia tidak terdapat daya akomodasi.

Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kaca mata dan penyesuaian
kaca mata. Biasanya resep kaca mata dikurangkan 1-2 dioptri kurang daripada ukuran yang
didapatkan dengan pemberian sikloplegik.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata sferis positif terkuat atau
lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien dengan
+ 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kaca
mata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatifnya
diistirahatkan dengan kaca mata (+).

Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya
pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi.
Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kaca matanya
dengan mata yang istirahat.

Pada pasien diberikan kaca mata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.

komplikasi

Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa
akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan kekuatan
hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata
ambliopia sering menggulir ke arah temporal.

Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan
glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.
Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata.

c. Astigmatisme
Definisi
Astigmatisme adalah keadaan dimana terjadi penglihatan yang kabur karena sinar
dari arah berbeda-beda difokuskan pada titik yang berbeda. Hal ini disebabkan karena
perbedaan kelengkungan kornea yang bervariasi. Astigmatisme ringan dapat tanpa gejala
namun astigmatisma yang berat dapat menyebabkan penglihatan kabur, mata lelah, dan sakit
kepala.
Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.
Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar
55 juta jiwa.
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara,
jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia
bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa
negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka
kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.
Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut :


1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta yang
memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d
90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan
pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan lengkung
permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di
kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur
seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama
kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasti
4. Trauma pada kornea
5. Tumor
Penyebab umum astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea.
Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling
tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang
lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa
cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:

1. Astigmatisme Miopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina.

3. Astigmatisme Miopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X
Cyl -Y.

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada
di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X
Cyl +Y.

5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y,
atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus
rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada
penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.

Manifestasi Klinis

Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala


sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala – gejala
sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.
Diagnosis

1) Pemeriksaan pin hole


Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.
2) Uji refraksi
a. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan
visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan
lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau
mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti
dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai
tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique)
b. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon
mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang
harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun mempunyai
keterbatasan.
3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu
Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-
kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring
pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau
kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan
lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu
Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular,
“ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.

5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
Penatalaksanaan

1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan
sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan
myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada
astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur
pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa
kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan
terisi oleh film air mata.
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari :
 Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian
yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan
tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
 Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada
pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah
photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien
tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada
waktu sebelum operasi.
4) Penggunaan lensa kontak
Indikasi penggunaan lensa kontak :
 Indikasi optic : anisometropia, aphakia unilateral, myopia, astigmatisme irregular
 Indikasi terapetik : penyakit kornea (ulkus kornea), kelainan iris mata (koloboma
iris, albino)
 Indikasi preventif : prevensif simblefaron dan restorasi forniks pada penderita
luka bakar akibat zat kimia, keratitis dan trichiasis.
 Indikasi diagnostik : selama menggunakan gonioskopi, pemeriksaan fundus pada
astigmatisme irregular, fundus fotografi.
 Indikasi kosmetik : skar pada kornea mata yang menyilaukan mata, ptosis.
Kontraindikasi penggunaan kontak lensa :
 Pada orang yang gangguan mental dan tidak ada gairah hidup
 Blefaritis kronik
 Konjungtivitis kronis
 Dry eye syndrome
 Penyakit yang rekuren seperti episkleritis, skleritis dan iridocyclitis
 Usia lanjut
 Belum dewasa
 Seseorang dengan adanya alergi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Astigmatism. American Optometric Association. [cited on 2013 Maret 24]. Available from:
www.aoa.org
2. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London: Thieme,
2003; 344-346.
3. Goss DA, et al. Optometric clinical practice guidelines: Myopia. American Optometric
Association. 1997. [cited on 2013 Maret 24]. Available from: www.aoa.org
4. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2012. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-4. Jakarta.
5. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.
6. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology
at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
7. Vaughan, D.G. Asbury, T., Riordan-Eva, P., 2009 Kesalahan Refraksi dalam Oftalmologi
Umum, 17th ed. Penerbit Widya Medika, Jakarta.
8. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asbury’s
2009, Oftalmologi umum. EGC, jakarta.

Вам также может понравиться

  • GERIATRI Fix
    GERIATRI Fix
    Документ41 страница
    GERIATRI Fix
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Gizi 1000 hari pertama
    Gizi 1000 hari pertama
    Документ2 страницы
    Gizi 1000 hari pertama
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Leaflet Penyuluhan Anak CN
    Leaflet Penyuluhan Anak CN
    Документ2 страницы
    Leaflet Penyuluhan Anak CN
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Jurnal Depresi Dan Cemas Pada Kanker Payudara
    Jurnal Depresi Dan Cemas Pada Kanker Payudara
    Документ42 страницы
    Jurnal Depresi Dan Cemas Pada Kanker Payudara
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Soal Obgyn
    Soal Obgyn
    Документ15 страниц
    Soal Obgyn
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Refleksi Kasus CTS - CAHYA
    Refleksi Kasus CTS - CAHYA
    Документ11 страниц
    Refleksi Kasus CTS - CAHYA
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • CBD Vertigo Cahya
    CBD Vertigo Cahya
    Документ15 страниц
    CBD Vertigo Cahya
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Jurnal Depresi Dan Cemas Pada Kanker Payudara
    Jurnal Depresi Dan Cemas Pada Kanker Payudara
    Документ42 страницы
    Jurnal Depresi Dan Cemas Pada Kanker Payudara
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Case Based Discussion SNH Aminah
    Case Based Discussion SNH Aminah
    Документ32 страницы
    Case Based Discussion SNH Aminah
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • CBD Vertigo Cahya
    CBD Vertigo Cahya
    Документ15 страниц
    CBD Vertigo Cahya
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Radiologi Sistem Pernafasan
    Pemeriksaan Radiologi Sistem Pernafasan
    Документ28 страниц
    Pemeriksaan Radiologi Sistem Pernafasan
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Radiologi
    Radiologi
    Документ82 страницы
    Radiologi
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Trans
    Trans
    Документ8 страниц
    Trans
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Refkas Jiwa
    Refkas Jiwa
    Документ51 страница
    Refkas Jiwa
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ5 страниц
    Bab I
    Anonymous zAwHowF8C8
    Оценок пока нет
  • Kasus Astigmat
    Kasus Astigmat
    Документ37 страниц
    Kasus Astigmat
    Habibi Anggara
    Оценок пока нет
  • Format Rapi
    Format Rapi
    Документ17 страниц
    Format Rapi
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Lapjag Cahya Anemia
    Lapjag Cahya Anemia
    Документ20 страниц
    Lapjag Cahya Anemia
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Atika - Translate Non-Operative Management For Penetrating Splenic Trauma Fix
    Atika - Translate Non-Operative Management For Penetrating Splenic Trauma Fix
    Документ12 страниц
    Atika - Translate Non-Operative Management For Penetrating Splenic Trauma Fix
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Lapjag Cahya Peb
    Lapjag Cahya Peb
    Документ38 страниц
    Lapjag Cahya Peb
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Refleksi Kasus Fix Lana
    Refleksi Kasus Fix Lana
    Документ41 страница
    Refleksi Kasus Fix Lana
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • CBD Mioma Pirselesai
    CBD Mioma Pirselesai
    Документ9 страниц
    CBD Mioma Pirselesai
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Fix CBD Katarak Senilis Imatur Cahya Dr. KH
    Fix CBD Katarak Senilis Imatur Cahya Dr. KH
    Документ18 страниц
    Fix CBD Katarak Senilis Imatur Cahya Dr. KH
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Kasus Astigmat
    Kasus Astigmat
    Документ37 страниц
    Kasus Astigmat
    Habibi Anggara
    Оценок пока нет
  • Mata Mata
    Mata Mata
    Документ18 страниц
    Mata Mata
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • CBD Anemia Sedikit
    CBD Anemia Sedikit
    Документ12 страниц
    CBD Anemia Sedikit
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • Kasus Astigmat
    Kasus Astigmat
    Документ37 страниц
    Kasus Astigmat
    Habibi Anggara
    Оценок пока нет
  • TUGAS PR Dr. Djoko
    TUGAS PR Dr. Djoko
    Документ4 страницы
    TUGAS PR Dr. Djoko
    cahya ningsih
    Оценок пока нет
  • TERJEMAHAN TOTAL JURNAL THT Kodya
    TERJEMAHAN TOTAL JURNAL THT Kodya
    Документ10 страниц
    TERJEMAHAN TOTAL JURNAL THT Kodya
    vita
    Оценок пока нет
  • TUGAS PR Dr. Djoko
    TUGAS PR Dr. Djoko
    Документ4 страницы
    TUGAS PR Dr. Djoko
    cahya ningsih
    Оценок пока нет