Вы находитесь на странице: 1из 32

ADAMANTINOMA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Radiologi FK Unaya/RSUDB Takengon

Oleh:
INTAN FARHANI
17174105

Pembimbing:
dr. Darma Tapa Gayo, Sp.Rad
dr. Teruna Akbar, M.kes, Sp.Rad

BAGIAN/ SMF ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RSUD DATU BERU
TAKENGON
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya, referat Radiologi tentang Adamantinoma dapat saya selesaikan.
Referat ini disusun sebagai bagian dari proses belajar selama kepaniteraan klinik
senior di bagian Radiologi dan saya menyadari bahwa referat ini tidaklah sempurna.
Untuk itu saya mohon maaf atas segala kesalahan dalam pembuatan referat ini.
Saya berterima kasih kepada dokter pembimbing saya, dr. Darma tapa gayo,
Sp.Rad dan dr. Teruna Akbar, M.Kes, Sp.Rad atas bimbingan dan bantuannya dalam
penyusunan referat ini. Saya sangat menghargai segala kritik dan masukan sehingga
referat ini bisa menjadi lebih baik dan dapat lebih berguna bagi pihak-pihak yang
membacanya di kemudian hari.

Takengon, 18 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ..........................................................................1

II. EPIDEMIOLOGI ............................................................................2

III. ETIOLOGI ......................................................................................3

IV. ANATOMI ......................................................................................4

V. PATOFISIOLOGI ...........................................................................8

VI. DIAGNOSIS ...................................................................................9

VII. DIAGNOSIS BANDING ..............................................................19

VIII. PENATALAKSANAAN ..............................................................25

IX. PROGNOSIS ................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

iii
ADAMANTINOMA

I. PENDAHULUAN
Ameloblastoma adalah suatu neoplasma epitelial jinak dan berkisar 10% dari
keseluruhan tumor odontogenik. Neoplasma ini berasal dari sel pembentuk enamel dari
epitel odontogenik yang gagal mengalami regresi selama perkembangan embrional.
Ameloblastoma ditandai dengan pola pertumbuhan yang lambat dan dapat tumbuh
menjadi ukuran yang sangat besar dan menyebabkan deformitas fasial yang berat.
Kelainan ini biasanya asimtomatik dan tidak menyebabkan perubahan fungsi nervus
sensorik. 1
Istilah odontogenik dimaksudkan bahwa tumor berasal dari struktur pembentuk
gigi. Lesi odontogenik sendiri dapat dibedakan menjadi lesi dengan mineralisasi dan
lesi tanpa mineralisasi. Istilah mineralisasi mengarah pada perluasan produk yang
mengalami mineralisasi oleh lesi itu sendiri, produk ini seperti enamel, dentin, dan
cementum atau jaringan kalsifikasi yang menyerupai cementum. Sedangkan lesi
odontogenik nonmineralisasi gagal dalam menampakkan mineralisasi internal dan
secara klasik dideskripsikan sebagai lesi radiolusen. Lesi seperti ini dapat dikelilingi
secara parsial atau komplit oleh struktur mineral normal seperti gigi. Termasuk dalam
kelompok lesi odontogenik tanpa mineralisasi ini yaitu ameloblastoma, keratosis
odontogenik, kista dentigerus, kista radikular. Sedangkan yang termasuk lesi
odonteogenik dengan mineralisasi yaitu odontoma, myxoma odontogenik.
Ameloblastoma dapat terjadi pada kisaran usia yang lebar, dengan puncak kejadian
pada dekade ketiga dan keempat, dan tidak terdapat predileksi jenis kelamin.
Ameloblastoma paling sering terjadi di mandibula posterior, terutama pada regio gigi
molar ketiga, dan berhubungan dengan kista folikular atau gigi yang impacted. Sekitar
15-20% kasus dilaporkan berasal dari maxilla dengan hanya sekitar 2% yang berasal
dari anterior dari premolar. 1
Istilah ameloblastoma pertama kali dikenalkan oleh Gorlin yang
mengidentifikasi Cusack sebagai orang pertama dengan kelainan ini pada tahun 1827.
Falkson memberikan deskripsi yang detail dari kelainan ini pada tahun 1879.

1
Histopatologi pertama dideskripsikan oleh Wedl pada tahun 1853 yang menyebutnya
sebagai tumor cystosarcoma atau cystosarcoma adenoids dan dipikirkan bahwa
kelainan ini berasal dari tangkai gigi/lamina gigi. Malassez pada 1885
memperkenalkan istilah adamantine epithelioma sedangkan Derjinsky (1890)
memperkenalkan istilah adamantinoma. Meskipun demikian istilah ini telah dihindari
dan tidak digunakan lagi. Ivy dan Churchill pada tahun 1930 menggunakan istilah
ameloblastoma sebagai terminologi yang digunakan sampai sekarang. 2
WHO pada tahun 1992 telah mengklasifikasikan tumor odontogenik menjadi 2
kelompok yaitu (1) neoplasma dan tumor lain terkait dengan apparatus odontogenik;
dan (2) neoplasma dan lesi lain yang terkait dengan tulang. Ameloblastoma sendiri
termasuk ke dalam kelompok tipe 1 yang jinak, pada sub tipe epitel odonto genik tanpa
ektomesenkim odontogenik, bersama-sama dengan squamous odotogenic tumour,
calcifying epithelial odontogenic tumor (Pindborg tumor), clear cell odontogenic
tumor. 2

II. EPIDEMIOLOGI
Ameloblastoma meskipun jarang dijumpai, merupakan tumor odontogenik
yang paling sering terjadi (10%- 11%) dan terhitung sekitar 1% dari seluruh tumor pada
regio kepala dan leher. Pada Bailey dikatakan bahwa ameloblastoma merupakan tumor
odontogenik yang tersering kedua setelah odontoma. Ameloblastoma dapat terjadi
pada kisaran usia yang lebar, dengan puncak kejadian pada dekade ketiga dan keempat,
dan tercatat insidensi tertinggi pada usia 33 tahun. Tumor ini jarang terjadi pada anak-
anak (8,7% - 15%). Ameloblastoma maksilar dan ameloblastoma ekstraosseus terjadi
pada kelompok usia yang sedikit lebih tua daripada kelompok ameloblastoma unikistik,
sedangkan granular cell ameloblastoma terjadi pada kelompok usia yang lebih muda.
Kelainan ini menampakkan predileksi jenis kelamin yang hampir sama dan tidak
terdapat ras yang dominan secara spesifik. Penelitian Schafer terkait ameloblastoma
sinonasal memperlihatkan rata-rata usia penderita yaitu dekade 6 ke atas dan hampir
keseluruhan pasien adalah pria. Penjelasan dari hal ini kemungkinan bahwa
ameloblastoma sinonasal memerlukan periode waktu yang lebih lama sebelum

2
mencapai ukuran tumor yang dapat menimbulkan gejala. Tumor-tumor ini mungkin
telah ada pada usia sebelumnya namun silent secara klinis dan gejalanya tidak spesifik.
Meskipun beberapa penelitian menyatakan bahwa insidensi meningkat pada individu
kulit hitam, namun pada beberapa penelitian yang luas mengidentifikasi populasi Asia
sebagai kelompok dengan jumlah pasien yang terbanyak. Ameloblastoma paling sering
terjadi di mandibula posterior, terutama pada regio gigi molar ketiga, dan berhubungan
dengan kista folikular atau gigi yang impacted. Sebagian besar ameloblastoma terjadi
di ramus dan corpus posterior mandibula pada 80% kasus. Pada mandibula, area ramus
angle molar lebih sering terkena 3 kali lipat daripada area pre molar dan anterior.
Sekitar 15-20% kasus dilaporkan berasal dari maxilla dengan hanya sekitar 2% yang
berasal dari anterior dari premolar. Pada maxilla, area yang paling sering terkena yaitu
area molar, namun kadang dapat juga dijumpai pada regio anterior, sinus maksilaris,
cavum nasi, orbita dan kadangkala hingga ke basis cranii. 1

III. ETIOLOGI
Ameloblastoma berasal dari sel pembentuk enamel dari epitel odontogenik
yang gagal mengalami regresi selama perkembangan embrional, misalnya sisa dari
lamina gigi. Bila sisa-sisa ini berada di luar tulang di dalam jaringan lunak dari gingiva
atau mukosa alveolar maka dapat menyebabkan ameloblastoma periferal. Sumber lain
yang mungkin adalah epitel permukaan gingiva dan tepi kista odontogenik. 3
Faktor penyebab terjadinya ameloblastoma seperti halnya penyebab neoplasma
yang lain pada umumnya belum diketahui dengan jelas. Namun beberapa ahli
beranggapan bahwa beberapa faktor kausatif yang dianggap sebagai penyebab
terjadinya gangguan histodifferensiasi pada ameloblastoma meliputi (1) faktor iritatif
non spesifik seperti tindakan ekstraksi, karies, trauma, infeksi, inflamasi, atau erupsi
4
gigi, (2) kelainan defisit nutrisi dan (3) patogenesis viral.
Menurut Shafer 1974, kemungkinan sumber ameloblastoma adalah sebagai
berikut (a) sisa-sisa sel organ enamel, sisa lamina dental atau sisa lapisan hertwig’s,
sisa epitel malases (b) epitel odontogenik, terutama kista dentigerus dan odontoma, (c)
gangguan perkembangan organ enamel, (d) sel-sel basal dari epitel permukaan rahang,

3
(e) epitel heterotopik dalam bagian lain tubuh, khususnya glandula pituitary.
Pernyataan bahwa sumber ameloblastoma berasal dari epitel kista odontogenik
terutama kista dentigerous didukung oleh Stanley dan Diehl yang melaporkan secara
retrospektif 33% dan 17% dari seluruh ameloblastoma timbul dalam atau tergabung
dengan kista dentigerous. 5

IV. ANATOMI
4.1 Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan dengan basis
kranii dengan adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot – otot
mengunyah. 6
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka,
terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang mengadakan
fusi dalam tahun pertama kehidupan. 6

Gambar: Anatomi Mandibula

Tulang rahang manusia disusun oleh dua tulang utama yaitu tulang maksilla
dan mandibula. Pada kedua permukaan tulang ini terdapat susunan gigi geligi yang
membantu proses pencernaan makanan (mastikasi). Mandibula merupakan sebuah

4
tulang berbentuk huruf U dan tulang ini merupakan satu-satunya tulang pada rangka
wajah yang mempunyai pergerakan, yaitu melalui sendi temporomandibular (TMJ). 7
Mandibula terdiri dari sebuah corpus dan dua buah ramus, pertemuan antara
corpus dan ramus mandibula membentuk angulus mandibula. Sudut angulus
mandibula berkisar antara 110°-140°.7
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris,
yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula
mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula, kurang
lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan
nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan linea
milohiodea yang merupakan pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula.
Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus
aurikularis. 8
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa artikularis
permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago artikuler melapisi
bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus, sedangkan bagian posterior
tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus ditutupi oleh kelenjar parotis dan
terletak di depan tragus. Antara prosesus koronoideus dan prosesus kondiloideus
membentuk sulkus mandibula dimana lewat vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari
permukaan medial ramus mandibula didapatkan foramen mandibula. Melalui foramen
ini masuk kedalam kanal yang mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang,
dimana dilalui oleh vasa pem buluh darah dan saluran limfe. 9
Mandibula mendapat nutrisi dari A.alveolaris inferior cabang pertama dari
a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan
N.alveolaris. A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah serta
gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis. Sebelum
keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan di dalam
tulang. A.mentalis beranastomosis dengan A.fasialis, A.submentalis, A.labii inferior.
A.submentalis dan A.labii inferior merupakan cabang dari A.facialis. A.mentalis

5
memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari mandibula melalui V.alveolaris
inferior ke V.fasialis posterior. V.mentalis mengalirkan darah ke V.submentalis yang
selanjutnya mengalirkan darah ke V.fasialis anterior. V. fasialis posterior dan v.fasialis
comunis mengalirkan darah ke V.jugularis interna. 9
Aliran limfe mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang
selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari
n.mandibularis berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui
foramen mandibularis berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris ke
gigi bawah, dan keluar di foramen sebagai n.mentalis, merupakan saraf sensoris daerah
10
dagu dan bibir bawah.
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter, M.
temporalis, M.pterigoideus lateralis dan M.pterigoideus medialis. Sedangkan
M.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai
fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri berkontraksi
mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi terbuka. Saat
mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan M.suprahyoid mengangkat os hyoid,
keadaan ini penting untuk proses menelan. 9
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu:
 Rotasi melalui sumbu horisontal yang melalui senteral dari kondilus
 Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
a. Fase membuka.
b. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami kontraksi
isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevator hanya terjadi bila gigi atas
dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras diantaranya akhir fase
menutup.
c. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada otot
elevator.

6
Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus dilanjutkan dengan proses
menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut, mengunyah dan menelan yang baik
dibutuhkan:
 Tulang mandibula yang utuh dan rigid
 Oklusi yang ideal
 Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
 Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.

Pada facies externa di linea mediana terdapat symphisis menti, yakni pertemuan
antara corpus mandibula bagian kiri dan kanan. Ke arah inferior membentuk tonjolan
berbentuk segitiga disebut protuberantia mentalis dan di sebelah kiri membentuk
tuberculum mentale. 9
Ke arah lateral di sebelah caudal dari gigi premolar II terdapat foramen mentale
dilalui oleh nervus mentalis dan vasa mentalis. Dari tuberculum mentale terdapat linea
oblique yang menuju ke arah dorsokranial sampai pada tepi anterior ramus
mandibula.11
Pars superior corpus membentuk rongga yang dinamakan alveolus ditempati
dentes. Margo inferior dinamakan basis mandibula. Suatu cekungan dengan permukaan
yang kasar terdapat di bagian posterior dari basis mandibula dekat pada simpisis menti,
disebut fossa digastrika. 11
Pada facies interna terdapat spina mentalis berada di dorsalis dari simphisis, di
sini melekat Muskulus geniohyoidea dan Muskulus genioglossus. 11
4.2. Maksilla

Permukaan anterior maksilla terdapat penonjolan yang dinamakan spina


nasalis anterior. Pada bagian inferior, prosessus alveolaris maksilla merupakan tempat
melekatnya gigi. Akar gigi membentuk eminensia mirip gelombang vertikal pada
permukaan anterior maksilla, akar kaninus merupakan penonjolan yang paling nampak.
Fossa medial dan lateral yang dangkal dari eminensia caninus dinamakan fossa
insisivus dan fossa kanina. Pada bagian superior, maksillaris menebal pada cekungan

7
inferior yang membentuk tepi infraorbital. Di bawah tepi tersebut terdapat foramen
infraorbitalis, yang dilalui oleh nervus infraorbitalis dan pembuluh darah. 10
Maksilla meluas ke lateral membentuk prosessus zigomatikus, yang
berhubungan dengan zigoma membentuk bagian lateral dan inferior dari tepi orbita.
Permukaan superior maksilla membentuk lantai medial dari orbita. Di belakang
prosessus maksilla dan krista lakrimalis anterior terdapat duktus nasolakrimalis Di
sebelah lateral, permukaan orbita maksilla berhubungan dengan permukaan orbita dari
zigoma. Pada permukaan inferiornya, maksilla memilliki prosessus palatine
horizontalis yang membentuk tonjolan palatum durum. 10

Gambar : tulang maksilla.

V. PATOFISIOLOGI
Etiologi dari ameloblastoma rahang belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli
berpendapat bahwa ameloblastoma berasal dari bermacam-macam penyebab hanya
saja rangsangan awal yang menyebabkan proses terjadinya ameloblastoma ini tidak
diketahui pasti. Secara teoritis, tumor ini berasal dari sisa-sisa sel epitel lamina dentalis,
dinding epitel kista odontogen, sel basal epitel mukosa mulut dan debris epitel dari
mallases, sisa-sisa dari sarung hertwig yang terdapat pada ligament periodontal pada
gigi-gigi yang sedang tumbuh atau dari organ enamelnya,umumnya terjadi sebagai lesi
sentral pada tulang rahang yang merusak secara perlahan-lahan dan cenderung
membesar dari spongiosa kearah korteks tulang. Sekitar 17% ameloblastoma
berhubungan dengan gigi impaksi atau kista dentigerous. 12

8
Identifikasi perubahan awal kista dentigerous menjadi suatu ameloblastoma
rahang dihubungkan dengan gambaran mikroskopis adalah sebagai berikut :
1. Hiperkromatik inti sel basal
2. Palisade dari sel basal dengan polarisasi inti
3. Terbentuknya vakuola sitoplasmik dalam basal sel
4. Celah interseluler melebar pada lapisan epietelial (spongiosa)
Stimulus yang memicu transformasi neoplastik struktur epitel ini tidak
diketahui dengan pasti. 12

VI. DIAGNOSIS
6.1. Gambaran Klinis
Secara klinis ameloblastoma biasanya asimtomatik dan tidak
menyebabkan perubahan fungsi nervus sensorik. Tumor ini berkembang
dengan lambat, hingga dapat menampakkan pembengkakan. Sebagian besar
pasien secara khas datang dengan keluhan utama bengkak dan asimetris pada
wajah. Terkadang tumor yang kecil dapat teridentifikasi pada foto radiografi
rutin. Seiring dengan pembesaran tumor, tumor membentuk pembengkakan
yang keras dan kemudian dapat menyebabkan penipisan korteks yang
menghasilkan egg shell crackling. Pertumbuhan yang lambat juga
memungkinkan formasi tulang reaktif yang mengarah pada pembesaran masif
dan distorsi rahang. Apabila tumor ini diabaikan, maka dapat menimbulkan
perforasi tulang dan menyebar ke jaringan lunak yang menyulitkan tindakan
eksisi. Nyeri adakalanya dilaporkan dan terkait dengan infeksi sekunder. Efek
yang lain meliputi pergerakan dan pergeseran gigi, resorpsi akar gigi,
paraestesia bila canalis alveolar inferior terkena, kegagalan erupsi gigi, dan
sangat jarang ameloblastoma dapat mengulserasi mukosa. 13
Secara umum ameloblastoma adalah jinak namun invasif lokal,
sedangkan ameloblastoma maksilar nampak sebagai lesi yang lebih agresif dan
persisten. Hal ini kemungkinan disebabkan tulang maxilla yang tipis dan rapuh,
tidak seperti tulang mandibula yang tebal, yang memungkinkan penyebaran

9
tumor tanpa halangan pada struktur di sekitarnya. Suplai darah yang baik ke
maxilla bila dibandingkan dengan mandibula juga berkontribusi terhadap
percepatan penyebaran neoplasma lokal ini. Sedangkan pada pasien-pasien
dengan ameloblastoma sinonasal primer pada sebuah penelitian menampakkan
adanya lesi massa dan obstruksi nasal, sinusitis, epistaksis, bengkak pada
wajah, dizziness, dan nyeri kepala. 14
6.2. Gambaran Radiologi
Secara radiografi digambarkan dengan radiolusen yang berkembang
lambat. Gambaran radiografi ditemukan tidak patognomonik tetapi biasanya
menampakkan perluasan lesi unilokuler atau multilokuler dengan tulang tipis
dan batas yang tegas. Gambaran radiologis berupa lesi unilokuler atau
multilokuler dengan gambaran seperti sarang tawon (honey comb appearance)
pada lesi yang kecil dan gambaran busa sabun (soap bubble appearance) pada
lesi yang besar. 15
Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran
radiolusensi yang multiokular atau uniokular. 16
1. Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang
terpisah oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor.
Gambaran multiokular ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan
gambaran seperti soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat
ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis batasan yang jelas dengan
tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat
dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat. 17

10
2. Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat
dari gambaran rontgen. 17

11
3. Peripheral
Terdapat gambaran saucerisasi dari lempeng kortikal yang tampak
seperti radiolusensi “cup shape” di bawah mukosa yang terangkat karena
tekanan dari tulang. 16

12
Gambaran radiologist pada tulang lain
Gambaran radiologik terlihat gelembung khas berupa defek pada
korteks anterior tibia. Mungkin pula ditemukan penebalan dari tulang
sekitarnya. Lesi radiolusen mengelilingi bagian tulang yang sklerosis, dan
terdapat juga lesi-lesi kecil dengan gambaran yang serupa. Dengan
pemeriksaan CT-scan dapat dilihat adanya penyebaran tumor ke dalam medula
atau penyebaran di luar periosteum. 16

6.3. Histologi
1. Tipe Folikular
Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang
tipikal dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri
dari sebuah lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah
massa sentral dari sel yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum
stellata. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata
itu akan menghasilkan pembentukan kista. 17

13
2. Tipe Pleksiform
Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel
tumor yang berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan
satu sama lain. Stroma terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan
edematous fibrous yang mengalami degenerasi kistik. 17

3. Tipe Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya
squamous metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-
pulau tumor. Kista kecil terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma
terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan padat.

14
4. Tipe Sel Granular
Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya
transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum
stelata, sehingga memberikan gambaran yang sangat kasar, granular dan
eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan periferal sel kolumnar dan
kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari ameloblastoma tipe sel
granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini cenderung
merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi
bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi
pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan
pernah terjadi metastasis. 18

15
5. Tipe Sel Basal
Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada
kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan
biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor
jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai. 18

6. Tipe Desmoplastic
Terdiri dari pulau-pulau kecil dan benang-benang epitel
odontogenik didalam stroma yang terkokagenisasi penuh. Studi
imunohistochemical menunjukan produksi sitokin yang mungkin
menjadi penyebab desmoplasia. 17

16
6.4. Sitologi
Terdapat dua jalur dalam menegakkan diagnosis ameloblastoma
sebelum operasi, yaitu dengan penilaian secara histologi dan sitologi yang
dirangkaikan bersama hasil dari pemeriksaan klinis dan radiologis. 19
Pemeriksaan sitologi ameloblastoma dengan cara FNAB preoperasi
masih jarang dilakukan. Walaupun demikian, diagnosis ameloblastoma dapat
ditegakkan melalui sitologi sebelum operasi dilakukan. Salah satu komponen
penting dalam menegakkan diagnosis adalah pemilihan teknik biopsi,
pilihannya harus suatu teknik yang mudah, cepat, noninvasif dan aman. 19
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah suatu teknik
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dengan aspirasi jarum halus pada
suatu jaringan. Hasil dari pemeriksaan ini dapat menunjukkan gambaran suatu
lesi yang reaktif dan inflamasi, serta menentukan sifat jinak dan ganas dari suatu
tumor. FNAB telah banyak digunakan dan sudah menjadi jalur pertama dalam
rangkaian penentuan diagnosis pada massa di regio kepala dan leher. FNAB
merupakan suatu teknik pemeriksaan yang akurat dan aman dilakukan, tidak
membutuhkan banyak peralatan, biaya murah, dan mengurangi waktu rawat
inap di rumah sakit, serta tindakan biopsi operasi dan komplikasi dari anastesi
dapat dihindari. Prosedur FNAB juga merupakan suatu teknik invasif minimal,
tidak memerlukan persiapan khusus dari pasien dan aman dilakukan pada ibu
hamil, anak-anak dan pasien dengan risiko tinggi. Teknik ini juga tidak
menyebabkan adanya perdarahan dan rasa nyeri yang berarti dikarenakan
penggunaan jarum berukuran halus. 20
Tindakan FNAB biasanya bukan prosedur utama dalam penegakkan
diagnosis ameloblastoma, kemungkinan karena langsung dilakukan biopsi
insisi. Walaupun demikian, prosedur ini dapat sangat berguna dalam hal
penentuan metastasis dan evaluasi suatu rekurensi serta merupakan prosedur
sitologi yang utama dalam penentuan batas sayatan eksisi yang adekuat
sehingga rekurensi dapat dicegah. Rekurensi dapat terjadi dalam 5 tahun

17
pertama setelah operasi yang bisa dikarenakan oleh operasi sebelumnya yang
tidak adekuat. 20
Untuk memperoleh sampel yang adekuat, lokasi aspirasi memegang
peranan yang penting. Karena lokasi tumor ameloblastoma terletak pada tulang
maka aspirasi harus dapat menembus tulang agar dapat mengenai tumor.
Penentuan lokasi FNAB pada daerah dengan penipisian atau destruksi cortex
tulang memberikan pengaruh yang besar pula pada tegaknya diagnosis FNAB
preoperasi ameloblastoma. Aspirasi pada daerah solid akan mendapatkan bahan
yang lebih representatif. Gambaran radiologi dapat memberikan informasi
adanya window dan daerah yang solid, sehingga aspirasi mendapatkan bahan
yang adekuat. 21
Pengambilan sampel dengan teknik FNAB pada ameloblastoma dapat
dilakukan dengan mudah, dan menunjukkan gambaran sitologi yang jelas.
Sitologi dari ameloblastoma terdiri dari dua karakteristik tipe sel, yaitu:
kelompok sel epitel basaloid dan single spindle atau stellate shaped cells, bisa
didapatkan pula epitel skuamus, sel limfatik matur, dan fragmen stroma. Basal
sel menunjukkan inti hiperkromatik dengan sitoplasma tipis, spindle shape atau
stellate shape cells berinti spindle atau oval dengan kromatin halus dan anak inti
kecil di tepi. Kumpulan dari dua tipe sel ini tersusun dalam dua formasi, yaitu
kelompok-kelompok sel spindle dan stellate dengan bagian tepi gambaran sel
basaloid yang tersusun palisading, formasi yang lain adalah susunan sel tumor
dalam bentuk lajur-lajur. Bisa juga ditemukan adanya makrofag dari bahan
aspirasi yang mengandung cairan. Pada beberapa kasus dapat ditemukan pula
diferensiasi skuamus, yaitu sel yang terlihat besar dengan inti di tengah dan
sitoplasma luas yang mengandung keratohyalin. 21
Gambaran sitologi dari ameloblastic carcinoma menunjukkan
hiperselularitas yang padat, bertumpuk, dengan inti pleiomorfik, anak inti
prominen, terdapat abnormal mitosis dan ditemukannya area nekrosis. 21
Keterbatasan dari FNAB pada tumor rahang dapat dikarenakan oleh
sampel yang tidak memadai, hal ini bisa ditemukan pada tumor-tumor dengan

18
bentukan kista yang luas dan mengalami infeksi sekunder. Untuk itu harus
dilakukan pengambilan sampel yang multipel dari beberapa lokasi suatu tumor
agar dapat diperoleh hasil aspirasi yang mengandung material sel untuk
penegakkan diagnosis. Apabila hasil aspirasi pada suatu lesi yang luas adalah
cairan, maka dapat dilakukan sentrifus pada cairan tersebut sehingga dapat
diperoleh sejumlah sel yang dibutuhkan. 20
Sampel yang memadai sangat penting dalam menegakkan diagnosis
yang akurat, seperti dalam membedakan antara suatu ameloblastoma dengan
ameloblastic carcinoma, dan antara ameloblastic carcinoma dengan carcinoma
pada rahang akibat metastasis tumor dari paru, payudara, dan gastrointestinal.
Kegagalan dalam mengidentifikasi sel tumor yang malignant dapat
mengakibatkan suatu ameloblastic carcinoma didiagnosis sebagai suatu
konvensional ameloblastoma. Kualitas sampel juga menentukan diagnosis
banding dari gambaran morfologi ameloblastoma, yaitu: small cell carcinoma,
lymphoma, adenoid cystic carcinoma, poorly differentiated squamous
carcinoma dan ameloblastic fibroma. 22
Kemampuan ahli patologi untuk melakukan interpretasi juga
mempunyai peranan yang sangat penting. Dengan kemampuan yang baik maka
ahli patologi dapat membedakan bahan dan jenis sel-sel yang didapatkan dari
bahan aspirasi. Sehingga diagnosis ameloblastoma dapat ditegakkan sebelum
operasi dilakukan. 22

VII. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding untuk lesi pada antral maksilar meliputi lesi sinonasal, tumor
odontogenik, dan tumor berasal dari glandula salivarius minor, pseudokista antral.
Diagnosis banding tumor odontogenik pada kasus ini meliputi : ameloblastoma,
dentigerous cyst, odontogenic keratocyst, adenomatoid odontogenic tumor, radicular
cyst, ameloblastic fibroma. Sedangkan diagnosis banding untuk lesi non odontogenik
yaitu mucocele. Diagnosis yang pasti tidak dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan
radiografis namun diperlukan konfirmasi histopatologis. 23

19
1. Dentigerous Cyst
Dentigerous cyst adalah kista odontogenik noninflamatorius yang paling
sering terjadi dan penyebab yang paling sering dari lusensi peri coronal yang
terkait dengan gigi impacted. Dentigerous cyst terbentuk di dalam lapisan
folikel gigi saat cairan terakumulasi diantara epitel folikular dan corona dari
gigi yang berkembang atau tidak erupsi. Sebagian besar dentigerous cyst terjadi
pada remaja dan dewasa muda dan sering terbentuk di area cervical gigi molar
tiga mandibular yang tidak erupsi, namun juga dapat mengenai gigi molar tiga
maxillar, caninus maxillar, dan bicuspid dua mandibular. Pasien biasanya tidak
mengeluhkan nyeri. Penampakan yang penting dari kista ini adalah
kemampuannya untuk ekspansi asimtomatis dan potensial untuk menggeser
atau meresorpsi gigi atau tulang disekitarnya. Secara radiografis, kista ini
tampak sebagai lesi lusen berbatas tegas di sekitar corona gigi yang tidak erupsi,
biasanya molar tiga, bentuk bulat atau oval, corticated. Akar gigi yang terlibat
seringkali di luar lesi dan di tulang mandibula. Ukuran kista dapat bervariasi,
diameter 2 cm atau lebih dapat menyebabkan ekspansi ke mandibula.
Gambaran radiografis kista ini dapat serupa dengan odontogenic keratocyst
kistik, unilokular. Dentigerous cyst berukuran sangat besar sering berkembang
dengan batas yang undulated karena ekspansinya, dan menghasilkan gambaran
radiografis yang serupa dengan odontogenic keratocyst besar atau
ameloblastoma. Dentigerous cyst yang tidak diterapi dapat berkembang
menjadi ameloblastoma di dalam lapisannya (misalnya ameloblastoma mural).
18

20
2. Odontogenic Keratocyst
Odontogenic keratocyst adalah lesi yang diyakini berasal dari lamina
gigi dan sumber epitel odontogenik lain. Kista ini berkisar 5-15% dari seluruh
kista mandibula. Sebagian besar terjadi pada usia dekade ke 2 hingga ke 4,
meskipun dapat terjadi pada semua usia. Lumen kista seringkali berisi material
cheesy dan terdapat parakeratinized lining epithelium. Daughter cyst dan
sarang epitel kistik ditemukan di luar lesi primer, sehingga odontogenic
keratocyst mempunyai angka kekambuhan tertinggi dari seluruh kista
odontogenik bila diterapi konservatif dengan kuretase. Secara radiografis lesi
ini tampak sebagai lesi lusen unilokular atau multilokular, dengan batas halus
dan corticated, sering terkait dengan gigi yang impacted dan dapat
menyebabkan ekspansi dan destruksi tulang. Meskipun lesi ini paling banyak
mengenai corpus dan ramus mandibula, pada maxilla sering mengenai bagian
posterior atau regio caninus, namun juga dapat terjadi di mandibula anterior
atau di seluruh bagian maxilla. Odontogenic keratocyst menampakkan
pertumbuhan yang lebih agresif daripada kista odontogenik lain dan dapat
mempunyai batas yang undulated dan penampakan multilokular, karakteristik
ini yang membuat lesi ini sulit dibedakan dengan ameloblastoma. Odontogenic

21
keratocyst dapat menyebabkan penipisan korteks, pergeseran gigi dan resorpsi
akar. 18

3. Adenomatoid Odontogenic Tumor


Adenomatoid odontogenic tumor (AOT) adalah hamartoma jinak dari
epitel odontogenik yang ditandai pertumbuhan yang lambat dan progresif.
Tumor ini jarang dan secara khas didiagnosis pada usia dekade kedua, dengan
mayoritas terjadi pada wanita usia remaja dan dewasa muda dan berkaitan
dengan gigi yang tidak erupsi. Sekitar 70% tumor ini terjadi di maxilla, regio
caninus. Secara radiografis tumor ini tampak sebagai lesi radiolusen unilokular
dengan batas tegas yang terkait dengan gigi yang impacted. Dapat dijumpai
kalsifikasi pungtata yang jumlahnya bervariasi dan dapat menggeser atau
mencegah erupsi gigi. Bila tumor berbatasan dengan gigi, lesi ditemukan lebih
apikal ke akar gigi daripada dentigerous cyst. 18

22
4. Radicular Cyst
Kista radikuler merupakan salah satu kista rahang yang timbul dari sisa-
sisa epitel malassez pada ligamentum periodontal sebagai akibat peradangan
atau iritasi kronis dari infeksi saluran akar yang diawali dengan pembentukan
granuloma periapikal dimana terdapat sisa-sisa epitel. Biasanya kista ini
terdapat pada apikal gigi, namun demikian dapat juga terjadi pada permukaan
akar gigi dalam hubungannya dengan saluran akar gigi tambahan pada bagian
lateral. Dari semua kista rahang, kista radikuler yang bersifat odontogenik
paling sering ditemukan dibanding kista odontogenik lainnya dan umumnya
timbul dengan frekwensi paling banyak di maksila terutama pada bagian
anterior.
Pada pemeriksaan radiografi kista radikuler merupakan area yang
berbatas tegas dan berdinding tipis terlihat sebagai daerah radiolusen berbentuk
bulat atau oval pada daerah periapikal dengan ukuran yang bervariasi serta
dikelilingi oleh tepi radiopak pada apeks akar gigi yang non vital, pada tepi luar
terlihat lapisan tipis berupa garis putih dari tulang yang kompak. 18

23
5. Ameloblastic Fibroma
Ameloblastic fibroma merupakan tumor jinak yang tumbuh lambat,
terutama ditemukan di daerah premolar-molar rahang bawah, biasanya
asimptomatik, namun akhirnya dapat meluas ke permukaan bukal/lingual
tulang rahang, dan bisa menyebabkan perpindahan gigi. Walaupun gejala yang
paling sering ditemukan adalah pembengkakan atau nyeri oklusal, tumor ini
mungkin baru ditemukan pada pemeriksaan rutin dental radiograf. Sekitar 50%
dihubungkan dengan gigi yang tidak erupsi.
Dalam gambaran radiograf, ameloblastic fibroma terlihat radiolusen,
sering ditemukan unilocular dan multilocular. Pada tahap awal biasanya
monocular, bila lesinya lebih luas berbentuk multilocular. 18

24
VIII. PENATALAKSANAAN
Pertimbangan utama dalam menentukan tipe perawatan adalah macam atau tipe
lesi yang meliputi solidmultikistik, unikistik atau lesi extraoseus. Lesi solid multikistik
memerlukan setidaknya eksisi bedah. Lesi unikistik pada kasus yang berukuran kecil
dibutuhkan hanya enukleasi dan tidak dilakukan perawatan lanjut. 23
Ameloblastoma umumnya dianggap tidak radiosensitif, bahkan sangat
radioresisten. Beberapa peneliti menyetujui tindakan perawatan konservatif terhadap
lesi kecil awal yang terjadi antara usia kelahiran sampai 9-10 tahun. Namun pendapat
lain menyatakan bahwa perawatan yang bersifat konservatif seperti enukleasi dan
kuretase memperlihatkan adanya nilai rata-rata kekambuhan 90% pada mandibula dan
24
100% pada maksila.
Terapi radiasi, radium, kuretase atau bahkan sklerosan kurang tepat.
Ameloblastoma memiliki angka kekambuhan yang tinggi bila dilakukan terapi selain
reseksi mandibula. Karena ameloblastoma bersifat invasif, tumor maligna secara
klinik, maka perawatan rasional adalah pembedahan secara komplit. 24
Kawamura 1991 menganjurkan terapi konservatif dengan metode dredging
untuk mempertahankan bentuk wajah dan mencegah kekambuhan. Metode ini
dilakukan dengan cara setelah dilakukan deflasi dan enukleasi terhadap massa
tumornya akan terjadi ruang kosong yang akan segera terisi oleh jaringan parut.
Kemudian dilakukan pengambilan jaringan parut yang terbentuk secara berulang-ulang
dengan selang waktu dua hingga tiga bulan sampai terbentuk tulang baru yang mengisi
ruang secara sempurna. 24
Bedah eksisi merupakan pilihan penanganan pada ameloblastoma pada
sinonasal. Tipe dan perluasan pembedahan bervariasi tergantung kasus dan mencakup
pembedahan konservatif (seperti polipektomi) dan prosedur yang lebih agresif seperti
reseksi Caldwell-Luc, rhinotomi lateral dan maksilektomi parsial atau radikal. 24

25
IX. PROGNOSIS
Tingkat rekurensi ameloblastoma berkisar antara 55-90% bila tidak ditangani
secara adekuat. Tidak ada perbedaan kejadian rekurensi antara pasien usia muda
dengan dewasa yang menjalani terapi enukleasi. 23

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Frank S, Butler, William F. Ameloblastoma. The American Journal of


Surgery. New York. 2015.
2. Triana Dyah Cahyawati. Ameloblastoma. Jurnal Kedokteran Umum Fakultas
Kedokteran Mataram. 2018;0.2527-7154
3. R.Syamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah , edisi 3. Halaman
247
4. Wibisono Y, Ameloblastoma, Thesis,Pasca Sarjana Bagian Bedah Mulut,FKG;
2015.UNPAD Bandung.
5. Ernawati MG Hubungan gigi impaksi dengan ameloblastoma. KPPIKG x.
FKG UI. Jakarta, Oktober 2008: 29-32.
6. Harahap S. Gigi impaksi, hubungannya dengan kista dan ameloblastoma.
Dentika Dental Journal. Vol 6. No.1. FKG USU. Medan 2015: 201-6.
7. Thorna KH, vanderveen J. Oral Surgery. 5th ed Saint Louis; the C.V. Mosby
Company, 2016.
8. Yustitie, Hermawati. Ameloblastoma tipe pleksiform, folikuler dan
akantomatosa. Journal Bedah Mulut dan maksilofasial Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. 2016;p.2086-0218
9. Gray’s Anatomy of the Human Body. The Mandible (Lower Jaw)(Inferior
Maxillary Bone). Anatomical and Anthropological Society of the University
of Aberdeen, 1905, and Journal of Anatomy and Physiology, vol. XlIV
10. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka
Utama, 2009: 143-56.
11. Paulsen, F dan J. Waschke. Atlas Anatomi Manusia Kedokteran. Edisi 2,
EGC, 2013(3):87-94.
12. Thomson, Hamish. Oklusi (kedokteran gigi). Edisi 2, EGC, 2007: 154-65
13. S.Snell, Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2,
EGC, 2012: 144-51.

27
14. Siar, C. H., Nakano, K., Chelvanayagam, P. I., Nagatsuka, H., & Kawakami,
T. 2010. An Unsuspected Ameloblastoma in the Subpontic Region of the
Mandible with Consideration of Pathogenesis from the Radiographic Course.
Eur J Med Res (2010) 15: 135-138. [on line].
http://www.eurjmedres.com/content/pdf/2047-783X-15-3-135.pdf
15. Gümgüm, S., & Hosgören, B. 2005.Clinical and Radiologic Behaviour of
Ameloblastoma in 4 Cases. J Can Dent Assoc 2005; 71(7):481–4. [on line].
http://cda-adc.ca/jadc/vol-71/issue-7/481.pdf
16. Kim, Su-Gwan and Hyun-Seon Jan. Ameloblastoma: A clinical, radiographic,
and histopathologicanalysis of 71 cases: 649-653.
17. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. A textbook of oral pathology.4th ed.
Philadelphia: WB Saunders; 1983. p. 276-85Dunfee BL, Sakai O, Pistey R,
Gohel a. radiologic and pathologic characteristics of benign and malignant
lesion of the mandible. Radiographics. 2014;26(6):1751-1768.
18. Kim SG, Jang HS. Ameloblastoma: a clinical, radiographic, and
histopathologic analysisof 71 cases. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral
Pathology, Oral Radiology, and Endodontology. 2001;91(6):649-653.
19. JA R, J S. Oral pathology, 2nd ed. WB Saunders Cophiladelpia London
Toronto.1993;p.362-396.
20. Tailor HJ, Bhagat VM, Saini PK, Pimpaldara RP. Study of diagnostic
importance of fine needle aspiration cytologi in various body lesion.
American Journal of Advances in Medical Science 2014;2(2):9-14.
21. Rahaju AS, Fauziah D, Kusumastuti EH. Diagnostic accuracy of pre-operative
fine needle aspiration biopsy in ameloblastoma. Folia Medika Indosiana
2010;46(1):41-44.
22. Nai GA, grosso RN. Fine needle aspiration biopsy of ameloblastic carcinoma
of the mandible: a case report. Braz Dent 2011: 22(3):254-257.
23. Han MH, Chang KH, Lee CH, Na DG, Yeon KM, Cystic expansile masses of
the maxilla: differential diagnosis with CT dan MR. American journal of
neuroradiology. 2016;16(2):333-338.

28
24. Kawamura M. dredging method; a new approach for the treatment of
ameloblastoma. Asian J Oral maxillofac Surg. 2015.;3:81-88.

29

Вам также может понравиться