Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Human Immunodeficiency Virus (HIV),

Human Immunodeficiency Virus(HIV) merupakan virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh. Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh menyerang sel Cluster of

Differentiation 4 (CD4) sehingga terjadi penurunan sistem pertahanan tubuh. Replikasi

virus yang terus menerus mengakibatkan semakin berat kerusakan sistem kekebalan

tubuh dan semakin rentan terhadap infeksi oportunistik (IO) sehingga akan berakhir

dengan kematian (Smeltzer & Bare, 2002). Accuired Immune DeficiencySyndrome

(AIDS) merupakan sekumpulan gejala yang disebabkan oleh menurunnya sistem

kekebalan tubuh manusia, yang disebabkan oleh HIV.AIDS merupakan tahap akhir dari

infeksiHIV, dimana perjalanan HIV akan berlanjut menjadi AIDS membutuhkan waktu

sekitar 10 sampai 15 tahun (WHO, 2014).

Insedensi penyakit menular-seksual mengalami peningkatan sejak akhir Perang

Dunia II pada tahun 1945. Peningkatan penyakit banyak disebabkan oleh virus dan

Chlamydia; infeksi penyakit kelamin kelasik, genorre dan sifilis. Beberapa sindrom

seperti AIDS dan hepatitis B sering dihubungkan dengan pria homoseksual, tetapi

beberapa penyakit-seksual (AIDS, Hepatitis B, lesi herpetic pada serviks dan uretra,

kutil pada serviks, kemungkinan kanker) juga dapat ditularkan melalui hubungan intim

hetroseksual (Sastrawinata, 2008).

Kasus HIV/AIDS yang pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1987, dan

jumlah yang terinfeksi HIV terus meningkat pesat dan tersebar luas. Jumlah kasus baru
HIV positif yang dilaporkan dari tahun ketahuncenderung meningkat dan pada tahun

2017 dilaporkan sebanyak 48.300 kasus. Sedangkan jumlah kasus AIDS terlihat adanya

kecenderungan peningkatan penemuan kasus baru sampai tahun 2013 yang kemudian

cenderung menurun pada tahu-tahun berikutnya. Penurunan tersebut diperkirakan

terjadi karena jumlah pelaporan kasus AIDS dari daerah masih rendah. Pada tahun 2017

kasus AIDS yang dilaporkan menurun dibandingkan tahun 2017 sebesar 102.667

kasus. Persentase kasus HIV positif dan AIDS tahun 2017 pada laki-laki lebih besar

dibandingkan perempuan. Penderita HIV positif pada laki-laki sebesar 63,6% dan

perempuan sebesar 36,4%. Sedangkan penderita AIDS pada laki-laki sebesar 68,0%

dan pada perempuan sebesar 31,9%. (Kemenkes, 2017)

Pada tahun 2017, di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi profil

kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2017, kasus HIV sebesar 601 kasus, sedang AIDS

ada sebesar 531 kasus, dengan jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 299

orang.(DinKes Provinsi Kalimantan Barat, 2017)

Penyakit HIV/AIDS telah menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu

yang terinfeksi yakni meliputi masalah, fisik, sosial dan emosional (Smeltzer & Bare

2010).

Kualitas merupakan persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan,

konteks budaya dan system nilai di mana mereka hidup (WHO,1997). Hasil survey dari

United NationsProgramme on HIV/AIDS (UNAIDS)tentang “Indeks stigma pada

ODHA diAsia Pasifik pada tahun 2011”,menunjukkan bahwa banyak ODHApada

kenyataanya sejauh ini hidupdilingkungan keluarga yang tidak aman.Berdasarkan data

yang didapat, terlihattingkatan kekerasan pada ODHA, baikoleh pasangan dan anggota
keluarga lainyang tinggal bersamanya. Alasananggota keluarga

mempraktekkandiskriminasi sangat bervariasi, tetapi halini penting untuk menjadi

catatan bahwa,banyak keluarga nyatanya merasadirugikan karena adanya

anggotakeluarga yang terinfeksi HIV (UNAIDS,2011).

Gangguan psikologis yang dialami ODHA tersebut dikelompokkan menjadi

empat kelompok oleh Djoerban (1999, dalam Irawati, Subandi, & Kumolohadi, 2011)

menjadi empat jenis gangguan, yaitu gangguan afektif, gangguan kecemasan

menyeluruh, keinginan untuk bunuh diri, dan gangguan otak organik (delirium atau

demensia primer) yang disebabkan adanya infeksi oportunistik. Hal utama yang

dirasakan pada saat ODHA pertama di diagnosa yaitu kecemasan terhadap kematian,

walaupun tidak mengesampingkan kecemasan lainnya (Irawati, Subandi &

Kumolohadi, 2011). Kecemasan terjadi saat individu merasa tidak nyaman padahal ia

tidak mengetahui objek penyebab terjadinya ketidaknyamanan tersebut (Comer,1992

dalam Videbeck, 2008).

Banyak faktor yang membuat seseorang merasakan kecemasan terhadap

kematian diantaranya yaitu manusia tidak mengetahui apa yang dihadapinya nanti

setelah kematian, masyarakat yang menganggap bahwa amalannya di dunia tidak

menjamin kebahagiaan di akhirat nanti, gambaran kepedihan pengalaman mati dan

sesudah mati, khawatir pada keluarga yang akan ditinggalkannya kelak, kurangnya

pemahaman makna hidup dan mati, serta sebagainya (Lehto & Stein, 2009).

Kecemasan termasuk dalam respon emosional mengenai kekhawatiran yang

tidakjelas dan menyebar, berkaitan dengan berbagaiperasaan yang tidak pasti dan tidak

berdaya. Keadaan emosi yang sepertiini tidak memiliki objek spesifik yang dapat
dijadikan penyebab dari adanya emosi tersebut. Kecemasan dialami secara subjektif

oleh individu dan dikomunikasikan kedalam diri sendiri secara intrapersonal.

Seseorangyang mengalami kecemasan dengan cepat dapat memperlihatkan kecemasan

melalui respon fisiologis dan perilaku. Secara tidak langsunghal ini dapat

mengembangkan defense mechanism yang juga berhubungan dengan coping skill pada

diri individu untuk menghadapi kecemasan tersebut (Zamriati, Hutagaol &Wowilling,

2013)

Dampak lain yang membahayakan akibat kecemasan ialah pada gejala gangguan

mental seperti kurang konsentrasi, depresi, perasaan bersalah, menutup diri, pikiran

tidak teratur, kehilangan kemampuan persepsi, phobia, ilusi, dan halusinasi (Lutfa &

Maliya, 2008). Kecemasan terhadap kematian yang berlebihan akan menimbulkan

gangguan fungsi-fungsi emosional normal manusia, seperti neurotisma, depresi, dan

gangguan psikosomatis (Feifel & Nagy,1981 pada Irawati, Subandi, & Kumolohadi,

2011). Penelitian tentang kecemasan terhadap kematian dianggap penting untuk

mencegah dampak negatif yang muncul dari kecemasan tersebut yang seharusnya tidak

perlu terjadi.

Perawatan paliatif menurut HIV/AIDS Palliative Care Guideance US

Dept Of State (2006, dalam Nugroho, 2008) yaitu tindakan pelayanan perawatan untuk

mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala yang timbul dari HIV/AIDS,

namun tidak untuk menyembuhkan, dan bertujuan untuk mencapai kualitas hidup yang

optimal pada ODHA dan keluarganya dengan meminimalisir kesakitan dengan

perawatan klinis, psikolgis, spiritual, dan sosial sepanjang perjalanan penyakit

HIV/AIDS.
Perawat sebagai profesional kesehatan yang terlibat langsung dalam

perkembangan kesehatan klien khususnya klien dengan HIV/AIDS memiliki peran

penting sebagai careprovider, advocator, dan health educator dalam membantu klien

menjalani pengobatan. Perawat merupakan faktor yang berperan penting dalam

pengelolaan kecemasan khusunya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping

pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya (Nursalam &

Kurniawati, 2007).

Motivasi merupakan sesuatuyang menodorong untuk berbuat atau beraksi. Semua

hal verbal, fisik, atau pskilologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai

respons. Motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong

dan timbul dalam diri individu, serta tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi

tersebut dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. (Sunaryo, 2013)

Koping yang efektif adalah koping membantu seseorang untuk menolerensi dan

menerima situasi tekanan yang tidak dapat dikuasainya. (Lasarus & folkman,1984.

Dalam Nasir & Muhith 2011)

Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan kepada anggota

keluarga lain berupa brang, jasa, informasi dan nasehat yang mampu membuat

penerima dujungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram. Dukungan ini

merupakan sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat ketidak berhasilan

pengobatan. Sedangkan hasil wawancara dengan keluarga penderita diperoleh rata-rata

peran keluarga yang mereka berikan terhadap penderita kanker serviks berupa
motivassi, membantun kebutuhan sehari-hari dan membantu selama proses

pengobatan. (Susilawati, 2012)

Berdasarkan hasil penelitian (Ahdiany, Widianti,& Fitria, 2017) diketahui bahwa

tingkat kecemasan yang dirasakan oleh 30 orang ODHA mengalami kecemasan

terhadap kematian yang dialami ODHA di Puskesmas Kecamatan Cilincing Jakarta

Utara adalah lebih dari setengah responden mengalami kecemasan terhadap kematian

tinggi dengan rentang 7-15.

Berdasarkan hasil penelitian Ethel (2016) menggambarkan bahwa kualitas hidup

pasien HIV/AIDS yang kurang tidak dipengaruhi oleh kecemasan yang dialami. Masih

ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup pasien HIV/AIDS selain

tingkat kecemasan, seperti : dukungan keluarga, stresor sehari-hari, termasuk

penggunaan obat ARV dan kadar HIVrelated biomarkers.

Berdasarkan hasil penelitian Novrianda (2015) yang memiliki dukungan keluarga

yang baik hampir seluruhnya kualitas hidup ODHA baik dan sebagian kecil kualitas

ODHA kurang baik.

Berdasarkan hasil penelitian Siregar (2016) menunjukan bahwa kecemasan

kematian dan dukungan sosial memiliki hubungan yang signifikan dan erat dengan

motivasi kerja ODHA. Kecemasan kematian berpengaruh denagn motivasi kerja

karyawan Odga sementara dukungan sosial berpengaruh positif terhadap motivasi kerja

karyawan ODHA. Semakin rendah tingkat kecemasan akan semakin tinggi motivasi

kerjanya. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima oleh karyawan ODHA, akan

semakin tinggi motivasi kerjanya.


Berdasarkan hasil penelitian (Amalia, 2018) bahwa adanya beberapa perubahan

pada saat terinfeksi HIV/AIDS pada ODHA diantaranya adalah perubahan aspek fisik

ODHA, aspek psikologis, aspek sosial, dan sistem pendukung yang ada. Proses

motivasi hidup ODHA terjadi secara bertahap dan membutuhkan dukungan dari

keluarga dan mendapat peer support atau dukungan sebaya. Adanya stigma ODHA

seringkali tidak mau membuka status mereka ke orang lain karena mereka takut dan

khawatir orang-orang akan menjauhi bahkan mengucilkan mereka dari lingkungan

sekitarnya.

Berdasarkan hasil penelitian (Diatmi & Fridari, 2018) menandakan bahwa ada

hubungan positif antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV

dan AIDS (ODHA). Dukungan sosial yang yang diterima ODHA mampu meredakan

kecemasan atau kondisi stres yang muncul terkaitdengan sakit yang diidapnya,

sehingga ODHA menjadi lebih tenang dan mampu mengarah pada kualitas hidup uang

lebih baik.

Berdasarkan hasil penelitian (Susilawati, 2012) menunjukan hasil hubungan

antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan penderita kanker serviks paliatif.

Hasil penelitian menunjukan dukungan keluarga mayoritas dukungannya baik dan

tingkat kecemasan dalam kategori tingkat kecemasan sedang.

Berdasarkan hasil penelitian (Rahakbauw, 2016) ditemukan bahwa pada

umumnya pengetahuan ODHA tentang HIV/AIDS khususnya tentang cara penularan,

gejala-gejala serta resikonya, dan pengobatan masih sangat terbatas. Demikian juga

mengenai permaslahan yang dihadapi ketika melakukan interakasi dengan lingkungan

sosialnya. Ketidaktahuan tentang penyakit serta isu-isu yang terkait disebabkan karena
kekurangan dan kesalahan dalam menerima informasi yang selama ini diperoleh,

sehingga berakibat pada cara penerimaan ODHA terhadap penyakit tersebut.

Kurangnya informasi dan terbatasnya pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS,

menyebabkan keluarga memperlakukan ODHA secara diskriminatif bahkan tidak

manusiawi.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan dalam masalah penelitian ini adalah “Hubungan dukungan keluargan

dengan tingkat kecemasan menjelang kematian pasien ODHA (HIV/AIDS)”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan dukungan keluargan dengan

tingkat kecemasan menjelang kematian pasien ODHA (HIV/AIDS)

2. Tujuan Khusus

Mengetahui bagaimana gambaran pengaruhtingkat kecemasan padapasien

ODHA(HIV/AIDS) dengan koping keluarga terhadap kematian di RSJ Sungai

Bangkong”

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan suatu pengalaman bagi peneliti untuk meningkatkan

pengetahuan dan wawasan serta perkembangan diri khusus dalam penelitian ini serta

dapat mengaplikasikan teori yang telah dipelajari.

2. Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan YARSI


Hasil penelitian dapat dijadikan bahan untuk menambah keperpustakaan dan

refrensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubung tingkat kecemasan

pasiendengan penyakit ODHA terhadap kematian di RSJ Sungai Bangkong

3. Bagi Rumah Sakit Jiwa Khusus Sungai Bangkong

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan praktik

pelayanan keperawatan, khususnya keperawatan jiwa.

Вам также может понравиться