Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi


dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000
kematian pertahun karena trauma. 25 % diantaranya karena trauma torak
langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak langsung atau
penyerta

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam


kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif
untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan
pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi
2 s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat


menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan
kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula
sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun
terapeutik.

Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru


sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran
ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus
pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB;
dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks
(pneumotoraks iatrogenik).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa Difinisi trauma thorak ?


b. Bagaimana Etiologi trauma thorak ?
c. Apa saja Manifestasi Klinis paada trauma thorak ?
d. Bagaimaana Patofisiologi trauma thorak ?
e. Bagaimana Penatalaksaan pada trauma thorak ?
f. Apa saja Pemeriksaan Penunjang pada trauma thorak ?
g. Bagai mana Asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma thorak ?

1
1.3 Tujuan

 Tujuan Umum

Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses


asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien trauma dada ini

 Tujuan Khusus

Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan


bronchitis kronis. Maka mahasiswa/i diharapkan mampu :

a. Mahasiswa mampu mengetahui Difinisi trauma thorak


b. Mahasiswa mampu mengetahui Penyebab trauma thorak
c. Mahasiswa mampu mengetahui Manifestasi trauma thorak
d. Mahasiswa mampu mengetahui Patofisiologi trauma thorak
e. Mahasiswa mampu mengetahui Penatalaksaan traaumaa thorak
f. Mahasiswa mampu mengetahui Pemeriksaan trauma thorak
g. Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma thorak

1.4 Manfaat
Dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan bagi klien
dengan trauma thorak baik dan benar

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah,
1994).

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan
jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada
dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.

2.2 Etiologi

a. Tamponade jantung
disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung
b. Hematotoraks
disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
c. Pneumothoraks
spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; ),
iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif (FKUI, 1995).

2.3 Manifestasi Klinis


a. Tamponade jantung :
a) Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung
b) Gelisah
c) Pucat, keringat dingin
d) Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis)

3
e) Pekak jantung melebar
f) Bunyi jantung melemah
g) Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
h) Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).

b. Hematotoraks :
a) Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b) Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).

c. Pneumothoraks :
a) Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b) Gagal pernapasan dengan sianosis
c) Kolaps sirkulasi.
d) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e) Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
f) Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal
hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati
diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson,
1990).

2.4 Patofisiologi

Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga


yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang
melayang. Di dalam rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam
sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami kelainan, maka akan
terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan.

Akibat trauma dada disebabkan karena:

Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya


udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat,
menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi paru kontralateral
demikian juga penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya paru.
Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti
patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan
terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-
paru akan menjadi kolaps.

Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada akibatnya


paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi
terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup
kemungkinan akan terjadi syok.

4
2.5 Penaatalaksanaan
a. Darurat

Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar


yang mungkin melihat kejadian. Yang ditanyakan :

 Waktu kejadian
 Tempat kejadian
 Jenis senjata
 Arah masuk keluar perlukaan
 Bagaimana keadaan penderita selama dalam trasportasi

Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka,


kalo perlu seluruhnya:

 Inspeksi :
 Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur.
Tentukan luka masuk dan keluar
 Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi
 Akhir dari ekspirasi
 Palpasi :
 Diraba ada/tidak krepitasi
 Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral
 Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
 Perkusi
 Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor
 Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis
lurus atau garis miring
 Auskultasi :
 Bising napas kanan dan kiri dibandingkan
 Bising napas melemah atau tidak
 Bising napas hilang atau tidak
 Batas antara bising napas melemah atau menghilang dangan normal
 Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada
 Pemeriksaan tekanan darah
 Kalau perlu segera pasang infus kalau perlu yang besar
 Pemeriksaan kesadaran
 Pemeriksaan sirkulasi perifer
 Kalau keadaan gaawat pungsi
 Kalau perlu intubasi napas buatan
 Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung
 Kalau perlu toraktomi massage jantung internal
 Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologi (Foto
thorax AP, kalau keadaan memungkinkan)

5
b. Terapi
 Chest tube/drainase udara (pneumothorax)
 WSD (Hematothorax)
 Pungsi
 Toraktomi
 Pemberian oksigen
c. Konservatif
 Pemberian analgetik
 Pemasangan plak/plester
 Jika perlu antibiotika
 Fisiotherapy
d. Operatif/invasif
 Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
 Pemasangan alat bantu nafas.
 Pemasangan drain.
 Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
 Miring pasien pada daerah yang terkena.
 Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
 Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif,
didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
 Gejala contusio paru
 Syok atau cedera kepala berat.
 Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
 Umur diatas 65 tahun.
 Riwayat penyakit paru-paru kronis.
g. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension
Pneumothorak mengancam.
h. Oksigen tambahan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

a. Radiologi : foto thorax (AP).


b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa
d. Hemoglobin : mungkin menurun
e. Pa Co2 kadang-kadang menurun
f. Pa O2 normal / menurun
g. Saturasi O2 menurun (biasanya).
h. Toraksentesis : menyatakan darah

6
BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1 Pengkajian

 Point yang penting dalam riwayat keperawatan :


 Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
 Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
 Pengobatan terakhir.
 Pengalaman pembedahan.
 Riwayat penyakit dahulu.
 Riwayat penyakit sekarang.
 Dan Keluhan.

3.2 Pemeriksaan Fisik


a. Sistem Pernapasan :
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengembangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
 Pada auskultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

b. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.

7
c. Sistem Persyarafan :
 Tidak ada kelainan.

d. Sistem Perkemihan.
 Tidak ada kelainan.

e. Sistem Pencernaan :
 Tidak ada kelainan.

f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.


 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

g. Sistem Endokrine :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.

h. Sistem Sosial / Interaksi.


 Tidak ada hambatan.

i. Spiritual
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

3.3 Pemeriksaan Diagnostik


 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

8
3.4 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
b. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma
d. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.

3.5 Intevensi Keperawatan


a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena trauma.
 Tujuan : Pola pernapasan efektive.
 Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
 Intervensi :
a) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.
c) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru-paru
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
e) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f) Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam

9
g) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi dalam Pemberian antibiotika,
Pemberian, analgetika, Fisioterapi dada, Konsul photo toraks.

b. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi


sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
 Tujuan : Jalan napas lancar/normal
 Kriteria hasil :
 Menunjukkan batuk yang efektif.
 Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
 Klien nyaman.
 Intervensi :
a) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
c) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk
klien.
d) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
f) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran, Pemberian antibiotika, Fisioterapi dada,
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang


bullow drainage.
 Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
 Kriteria Hasil :

10
 tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
 luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

 Intervensi :
a) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
rasionalnya : mengetahui sejauh mana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
rasionalnya : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah
c) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasionalnya : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan
sebagai adanya proses peradangan.
d) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasionalnya : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan
luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasionalnya : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
rasionalnya : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasionalnya : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

d. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan


dan reflek spasme otot sekunder.
 Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
 Kriteria hasil :
 Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.

11
 Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan
nyeri.
 Pasien tidak gelisah.
 Intervensi :
a) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2
oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
c) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
d) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan
posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang
bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
e) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
f) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
g) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.

12
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah,
1994). Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga
paru terdesak dan terjadinya perdarahan. Pneumotorax adalah terdapatnya
udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.

Pneumothoraks memilki tanda dan gejala yang khas. Pengobatan dan


penatalaksanaan juga khas. Ada banyak penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada penyakit pneumothoraks.

13
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta

: Pusdiknakes.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan.

Jakarta : EGC.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta

Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Jakarta.Boedihartono, 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.

Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth

Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :

Jakarta.

14

Вам также может понравиться