Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
Dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan bagi klien
dengan trauma thorak baik dan benar
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah,
1994).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan
jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada
dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
2.2 Etiologi
a. Tamponade jantung
disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung
b. Hematotoraks
disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
c. Pneumothoraks
spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; ),
iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif (FKUI, 1995).
3
e) Pekak jantung melebar
f) Bunyi jantung melemah
g) Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
h) Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
b. Hematotoraks :
a) Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b) Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
c. Pneumothoraks :
a) Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b) Gagal pernapasan dengan sianosis
c) Kolaps sirkulasi.
d) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e) Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
f) Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal
hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati
diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson,
1990).
2.4 Patofisiologi
4
2.5 Penaatalaksanaan
a. Darurat
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Jenis senjata
Arah masuk keluar perlukaan
Bagaimana keadaan penderita selama dalam trasportasi
Inspeksi :
Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur.
Tentukan luka masuk dan keluar
Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi
Akhir dari ekspirasi
Palpasi :
Diraba ada/tidak krepitasi
Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral
Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
Perkusi
Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor
Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis
lurus atau garis miring
Auskultasi :
Bising napas kanan dan kiri dibandingkan
Bising napas melemah atau tidak
Bising napas hilang atau tidak
Batas antara bising napas melemah atau menghilang dangan normal
Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada
Pemeriksaan tekanan darah
Kalau perlu segera pasang infus kalau perlu yang besar
Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan sirkulasi perifer
Kalau keadaan gaawat pungsi
Kalau perlu intubasi napas buatan
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung
Kalau perlu toraktomi massage jantung internal
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologi (Foto
thorax AP, kalau keadaan memungkinkan)
5
b. Terapi
Chest tube/drainase udara (pneumothorax)
WSD (Hematothorax)
Pungsi
Toraktomi
Pemberian oksigen
c. Konservatif
Pemberian analgetik
Pemasangan plak/plester
Jika perlu antibiotika
Fisiotherapy
d. Operatif/invasif
Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
Pemasangan alat bantu nafas.
Pemasangan drain.
Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
Miring pasien pada daerah yang terkena.
Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif,
didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
Gejala contusio paru
Syok atau cedera kepala berat.
Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
Umur diatas 65 tahun.
Riwayat penyakit paru-paru kronis.
g. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension
Pneumothorak mengancam.
h. Oksigen tambahan.
6
BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1 Pengkajian
b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
7
c. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
e. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
i. Spiritual
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
8
3.4 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
b. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma
d. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
9
g) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi dalam Pemberian antibiotika,
Pemberian, analgetika, Fisioterapi dada, Konsul photo toraks.
10
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
rasionalnya : mengetahui sejauh mana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
rasionalnya : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah
c) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasionalnya : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan
sebagai adanya proses peradangan.
d) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasionalnya : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan
luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasionalnya : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
rasionalnya : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasionalnya : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
11
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan
nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
a) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2
oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
c) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
d) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan
posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang
bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
e) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
f) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
g) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah,
1994). Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga
paru terdesak dan terjadinya perdarahan. Pneumotorax adalah terdapatnya
udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.
13
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta
: Pusdiknakes.
Jakarta : EGC.
Indonesia.
Jakarta.
14