Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Komite HAM untuk Hak Sipil dan Politik mengeluarkan Komentar Umum Nomor 28 Tahun 2000
tentang Persamaan Hak antara Laki-Laki dan Perempuan (Pasal 3) (General Comment NO. 28: Equality of
rights between men and women (article 3) tahun 2000). Pada Komentar Umum tersebut komite
menegaskan bahwa setiap negara yang sudah meratifikasi konvensi hak sipil dan politik, tidak saja harus
mengadopsi langkah-langkah perlindungan tapi juga langkah-langkah posiitf di seluruh area untuk
mencapai pemberdayaan perempuan yang setara dan efektif. Langkah ini termasuk pula penjaminan
bahwa praktek-praktek tradisi, sejarah, agama, dan budaya tidak digunakan untuk menjustifikasi
pelanggaran hak perempuan. Dengan adanya Komentar Umum ini Komite ingin memastikan bahwa
negara pihak dalam membuat laporan terkait hak-hak sipil dan politik harus menyediakan informasi
tentang bagaimana pengalaman perempuan yang banyak dilanggar haknya dalam setiap hak yang
dicantumkan dalam Konvensi.
Penjelasan :
Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU
PBB) mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-
Hak Asasi Manusia – DUHAM). DUHAM memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan
kebebasan dasar, termasuk cita-cita manusia yang bebas untuk menikmati kebebasan
sipil dan politik. Hal ini dapat dicapai salah satu dengan diciptakannya kondisi dimana
setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik yang diatur berdasarkan
ketentuan-ketentuan internasional.
Setelah melalui perdebatan panjang, dalam sidangnya tahun 1951, Majelis Umum PBB
meminta kepada Komisi HAM PBB untuk merancang Kovenan tentang hak sipil dan
politik memuat sebanyak mungkin ketentuan Pasal yang akan menetapkan bahwa
semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Komisi HAM PBB
tersebut berhasil menyelesaikan rancangan Kovenan sesuai dengan keputusan Majelis
Umum PBB pada 1951, dan setelah dilakukan pembahasan Pasal demi Pasal, pada
akhirnya Majelis Umum PBB melalui Resolusi No.2200 A (XXI)
mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights(Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), dan Optional Protocol to the
International Covenant on Civil and Political Rights (Opsional Protokol Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik secara bersama-sama pada 16 Desember
1966 dan berlaku pada 23 Maret 1976.
International Covenant on Civil and Political Rights atau biasa disingkat dengan ICCPR
bertujuan untuk mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang
tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara
hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkait. Konvenan tersebut
terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 BAB dan 53 Pasal.
Dalam kovenan hak sipil dan politik tidak memberikan pengertian secara definitif
tentang hak sipil dan politik. Namun menurut Ifdhal Kasim dalam bukunya yang berjudul
hak sipil dan politik, cetakan pertama tahun 2001, beliau menyimpulkan bahwa hak-hak
sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap
manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas
menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik yang
pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara
—Hak sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari
keberadaan seorang manusia
Hak politik ialah hak dasar dan bersifat mutlak yang melekat di dalam setiap warga
Negara yang harus dijunjung tinggi dan di hormati oleh Negara dalam keadaan apapun
Opsional Protokol I
Protokol Opsional I terdiri dari Pembukaan dan 14 (empat belas) Pasal. Namun karena
sifatnya opsional maka Negara pihak bebas untuk menjadi pihak atau tidak menjadi
pihak dalam protokol, untuk Negara Indonesia sendiri tidak menjadi Pihak dalam
Protokol ini. Isi dalam Protokol ini lebih menjelaskan tentang kewenangan dan bentuk
mekanisme pengawasan atas penerapan ICCPR di Negara Negara Pihak serta
prosedur pengaduan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia kepada Human Rights
Committee (Komite Hak Asasi Manusia) yang berjumlah 18 orang dari Negara Pihak
Kovenan.
Opsional Protokol II
Opsional Protokol ini dibuat pada 15 Desember 1989 yang diadopsi Majelis Umum PBB
melalui resolusi 44/128 dengan tujuan untuk penghapusan hukuman mati di bawah
juridiksi hukum suatu Negara Pihak. Dalam Protokol ini dijelaskan bahwa Negara
Negara Pihak diwajibkan untuk mengambil semua upaya yang diperlukan untuk
menghapus hukuman mati dibawah yuridiksinya. Karena hukuman mati dinilai
bertentangan dengan norma-norma yang terkandum dalam DUHAM dan ICCPR serta
menghambat pemajuan pemenuhan hak hidup.
2. Komite tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan meletakkan pula
kerangka langkah-langkah khusus sementara (temporary special measures) untuk penghapusan
diskriminasi langsung dan tidak langsung (direct and indirect discrimination) yang terjadi terhadap
perempuan yang sangat mempengaruhi penikmatan hak asasi perempuan dalam rekomendasi Umum
No.25 (2004). Dirasa penting membedakan adanya situasi khas perempuan secara biologis dan situasi
yang tidak menguntungkan akibat dari proses penindasan dan situasi yang tidak setara yang cukup lama
hadir. Komite menekankan bahwa posisi perempuan yang tidak beruntung tersebut perlu disikapi
dengan pendekatan persamaan hasil (equality of result) sebagai tujuan dari persamaan secara substantif
(substantive equality) atau de facto tidak saja persamaan secara formal (formal equality).
Penjelasan :
I. Fungsi CEDAW
Komite menerima informasi spesifik Negara dari LSM. Setelah diterima, OHCHR
akan memuat dokumen yang berisi informasi teersebut di situsnya, di bawah
sesi CEDAW yang relevan. Koordinasi penulisan laporan LSM sangat dianjurkan.
Submissions harus dikirim melalui email (dalam format pdf) dan setelah itu
melalui pos (30 salinan dari setiap pengiriman). Semua pengajuan harus tiba
dua minggu sebelum awal sesi ke Sekretariat Komite. Semua permohonan
untuk CEDAW harus (1) identitas nama lengkap dari LSM, (2) menunjukkan
negara yang informasi tersebut berhubungan dengan, dan (3) dikirimkan secara
elektronik dalam format pdf dan selanjutnya di 30 eksemplar melalui pos.
Semua laporan yang disampaikan dalam salinan kertas juga harus dikirim
secara elektronik dan harus identik.
OHCHR membuat laporan yang tersedia diterima dari LSM untuk anggota
Komite pada awal sesi atau pra-sesi kelompok kerja. Namun, karena tingginya
volume informasi yang diterima dari LSM dan lainnya, OHCHR tidak fotokopi
laporan yang diterima dari LSM. LSM tidak menghadiri sesi atau pra-sesi
kelompok kerja yang mendesak untuk memastikan bahwa jumlah yang
diperlukan dari hard copy laporan mereka / OHCHR informasi jangkauan dalam
waktu untuk sesi masing-masing, yaitu minimal dua minggu di muka.
3. Komite tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengeluarkan Komentar Umum No.16 (2005)
tentang Persamaan Hak antara Laki-Laki dan Perempuan dalam menikmati seluruh hak ekonomi, sosial,
dan budaya (Pasal 3) (The equal rights of men and women to the enjoyment of all economic, social, and
cultural rights). Komite menegaskan bahwa perempuan seringkali diabaikan haknya untuk menikmati
hak-hak asasi mereka karena status yang dinomorduakan oleh tradisi dan praktek budaya dan
berdampak pada posisi perempuan yang tidak beruntung. Komite mencatat ada banyak pengalaman
perempuan yang tidak dapat menikmati haknya sebagaimana tercakup dalam Kovenan Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya seperti hak atas perumahan yang layak, hak atas makanan yang layak, hak atas
kesehatan, hak atas pendidikan, dan hak atas standard kesehatan yang layak dan hak atas air. Dengan
rekomendasi ini, Komite meletakkan kerangka tentang persamaan (equality), non diskriminasi (non
discrimination) dan langkah-langkah sementara (temperature measure) yang menjadi acuan bagai para
negara yang terikat dengan Konvenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.