Вы находитесь на странице: 1из 17

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

APENDIKSITIS

Dosen Pengampu : Ketut Kardiyudi,S.Kep.,Ns.M.Kep.,Sp.KMB

OLEH :

Hillary Verondisca Emilia Pesirahu (161100322)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA


2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunianya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “APENDIKSITIS”. Tujuan
penulisan makalah ini selain untuk pemenuhan tugas Pendidikan kesehatan dalam mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II oleh dosen pengampu Ketut
Kardiyudi,S.Kep.,Ns.M.Kep.,Sp.KMB juga untuk menambah pengetahuan dan wawasan
bagi pembaca.

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun sebagai perbaikan untuk menyusun makalah yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 09 Mei 2018

Hillary Verondisca
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena
usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm system
imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan
efek fungsi system imun yang jelas (syamsyuhidayat, 2005).
Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna.
Hal ini di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit
harian (Santacroce,2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008).
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan
implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi
apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa
periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga
abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan
memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan
memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah
nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-
negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi
cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.
B. Rumusan Masalah
 Apa defenisi dari apendisitis ?
 Apa klasifikasi dari apendisitis ?
 Apa etiologi dari apendisitis ?
 Bagaimana patofisiologi apendisitis ?
 Apa manifestasi klinis apendisitis ?
 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?
 Apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis ?
 Apa saja Komplikasi apendisitis ?
 Apa saja data pengkajian pada pasien apendisitis ?
 Apa saja Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus apendisitis ?
C. Tujuan
 Tujuan Umum :
 Mengetahui apa defenisi dari apendisitis
 Mengaethaui apa klasifikasi dari apendisitis
 Mengetahui apa etiologi dari apendisitis
 Mengetahui bagaimana patofisiologi apendisitis
 Mengetahui apa manifestasi klinis apendisitis
 Mengetahui bagaimana Pemeriksaan Penunjang apendisitis
 Mengetahui apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis
 Mengetahui apa saja Komplikasi apendisitis
 Mengetahui apa saja data pengkajian pada pasien apendisitis
 Mengetahui apa saja Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus
apendisitis
 Tujuan Khusus :
Memenuhi Tugas Pendidikan Kesehatan Keperawatan Medikal Bedah II
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Teoritis Apendiksitis


1. Anatomi Fisiologi
Fungsi apendiks masih belum diketahui, apendiks menghasilkan lendir 1-
2ml/hari secara normal dicurahkan didalam lumen dan selan mengalir ke secum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenisasi
apendiksitis. Diperkirakan apendiks mempunyai peranan mekanisme imunologik.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid
Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah Ig A.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan
limfe disini kecil sekali jika dibanding dengan jumlah saluran cerna dan seluruh tubuh.

2. Pengertian
Apendiksitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Appendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai
cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dimasyarakat kurang tepat, karena
yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum.
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya.
Organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.
Appendiksitis adalah salah satu penyakit saluran pencernaan yang paling
umum ditemukan dan paling sering memberikan keluhan abdomen akut.
Apendiktomy adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan pada pasien
dengan menggunakan pendekatan endoskopi,namun adanya perlengkapan multiple
posisi retroperitoneal dari apendiks atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan.
Appendoktomy adalah pengangkatan secara bedah apendiks vermiformis.
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi pada kuadaran
kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smelzer,2001). Apendiksitis akut adalah nyeri atau rasa tidak enak disekitar
umbilicus berlangsung antara 1 sapai 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke
kuadran kanan bawah (titik Mc Burney) dengan disertai mual, anoreksia dan muntah
(Lindshet,2006).
Apendiksitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang setelah apendektomy. Kriteria mikroskopik apendiks kronik adldh
fibrosis menyeluruh didning apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik (Pieter,2009)

3. Klasifikasi
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
a. Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental
setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.
b. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa di
tutupi pendinginan oleh omentum.
c. Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan
keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi
apendiks.
d. Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan,
namun apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.
e. Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

4. Etiologi
Apendiksitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
giperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.
Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya apendiksitis, diantaranya :
a. Faktor Sumbatan
Faktor obstrusksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendiksitis (90%)
ysng diikuti infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia
jaringan lympoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing
dan sebab lainnya, 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Obstruksi yang disebabkan oleh fekalit dapat ditemui pada bermacam-macam
apendiksitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis
kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur
dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendiksitis
akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperlambat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara bachteriodes fragilia dan E.coli, lalu splanchicus,
pneudomonas, bakteriodes splanicus. Sedangkan kuman menyebabkan
perforasi adalah kuman anaerob sebesar 95% dan aerab lebih dari 10%.
c. Kecenderungan Familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah apendiksitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam
keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor Ras dan Diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari negara yang pola makanannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya
memiliki riwayat tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki resiko apendiksitis yang lebih tinggi.
e. Faktor Infeksi Saluran Pernafasan
Setekah mendapat penyakit saluran pernafasan akut terutama epidemi
influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Tapi harus
hati-hati karena penyakit saluran pernafasan dapat menimbulkan gejala
permulaan apendisitis.

5. Patofisiologi
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, strukstu karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut semakin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi
mukosa pada saat inilah terjadi apensiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertmabha dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri pada abomen bagian kanan bawah, keadaan ini disebut
dengan apendiksitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan apendiksitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah maka akan terjadi apendiksitis
perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendukularis, perdangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang serta
dinding apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,2003)
6. Manifestasi klinis
Tanda awal : nyeri mulai di epigastrium/region umbilicus disertai mual dan anoreksia
 Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal (Mc.Burney)
: Nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
 Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
 Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing
sign)
 Neri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Blumberg)
 Nyeri kanan bawah bila peritonium bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan.
 Nafsu makan menurun
 Demam yang tidak terlalu tinggi
 Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang diare

Gejala-gejala permulaan pada apendiksitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilikus diikuti oleh anoreksai, nausea dan muntah, gejala ini umumnya
berlangsung selam 1-2hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan
bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar titik Mc.Burney, kemudian dapat
timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit
meningkat bila rupture apendiks terjadi sering sekali hilang secara dramatis untuk
sementara.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Ditemukan leukosit 10.000 – 18.000/mm3, kadang-kadang dengan pergeseran
ke kiri leukosit lebih dari 18-000/mm3 disertai keluhan/gejala apendiksitis lebih
dari empat jam yang mencurigakan perforasi sehingga diduga bahwa tingginya
leukosit sebanding dengan hebatnya peradangan.
b. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan
ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendisitis.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
d. Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
e. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
f. Pemeriksaan penunjang lainnya :
- Pada copy fluoroosekum dan ileum terminasi tampak irritable
- Pemeriksaan colok dubur : menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi, bisa
dicapai dengan jari telunjuk
- Uji psoas dan uji abturator

8. Penatalaksanaan appendiksitis
a. Sebelum operasi
 Observasi
dalam 8-12 jam setelah timbul keluhan, tanda dan gejala apendiksitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak
boleh diberikan bila dicuragi adanya apendiksitis ataupun peritonis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah
(leukosiy dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan
thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinaan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri
di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbul keluhan.
 Cairan intravena
Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus segera diganti
dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien
tua atau kesehatan yang buruk, harus dipasang pengukur tekanan vena
central, balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat
harus diinfus secara cepat untuk mengoreksi hipovolemia dan
mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang
baik. Darah diberikan bila mengalami anemia atau dengan perdarahan
secara bersamaan.

 Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau
toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat
menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap
terpasang.

 Antibiotik
Apendiksitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali apendiksitis ganggerenosa atau apendiksitis perforasi. Penundaan
tindak bedah stabil memberikan antibiotik atau dapat mengakibatkan
abeses atau perforasi. Antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3
cephalosporins, ampicilin-sulbaktam, dan metronidazole atau klindanisin
untuk membunuh kuman anaerob. Pemberian antibotik terus diberikan
hingga pasien tidak demam dan jumlah leukosit kembali normal

b. Operasi
 Apendiksitis
 Apendiks dibuang, jika apendiksmengalami perforasi bebas , maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologi antibiotica
 Abses apendik diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainage dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendoktomy dilakukan bila abeses dilakukan operasi
efektik sesudah 6 minggu sampai tiga bulan.

c. Pasca Operasi
 Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan, angkat
sonde lambung bila pasien sudah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien
dipuasakan, bila tindakan operasi besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2x30menit. Hari
kedua dapat dianjurkan untuk duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien boleh diperbolehkan pulang (Mansjoer,2003).

9. Komplikasi
Yang paling sering adalah :
a. Perforasi
Insidens perforasi 10-32%, rata-rata 20%, paling sering terjadi pada usia muda
sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada anak dibawah dua tahun,
antara 40-75% kasus usia diatas 60tahun ke atas. Perforasi jarang timbul dalam
12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24
jam.
Perforasi terjadi 70% terjadi pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5oC
tampak toksis, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat
perforasi dan pembentukan abses.
b. Peritonitis
Adalah tromfebritis sepyik pada sistem vena porta ditandai dengan panas
tinggi 39oC-40oC menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang relatif
jarang.
 Trombofebritis suparatif dari sistem portal, jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang letal
 Abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain
 Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Fokus Pengkajian
a. Riwayat :
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan apendiksitis
meliputi:
Umur, Jenis kelamin, riwayat pembedahan dan riwayat medik lainnya, pemberian
barium baik lewat mulut/rektal, riwayat diit terutama makanan yang berserat.
b. Riwayat kesehatan :
 Keluhan utama : pasien mengeluhkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri dipusat atau epigastrium dirasakan di
dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul dalam waktu yang lama.
 Riwayat kesehatan sekarang : selain mengeluh nyeri pada area epigastrium
keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah,
panas.
 Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit apendiksitis bukan merupakan
penyakit keturunan, bisa dalam anggota keluarga ada yang pernah mengalami
sakit yang sama dengan pasien bisa juga tidak ada yang menderita penyakit
yang sama seperti yang dialami pasien sebelumnya.
c. Data Dasar pengkajian pasien (Praoperasi) (Doengoes,2000)
 Aktivitas/Istirahat
Gejala : Malaise
 Sirkulasi
Gejala : Takikardia
 Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan, Diare (kadang-kadang)
Tanda : Distendi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus
 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat
berat dn terlokalisasi pada titik McBurney (setengah jarak antara umbilikus
dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atatu infark apendiks)
Tanda : Keluhan berbagai rasa nyeri/gejala tak jelas (sehubungan dengan
lokasi apendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter), perilaku berhato-hati;
berbaring kesamping atau telentang dengan lutut ditekuk; meningkatnya nyeri
pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak, nyeri lepas pada sisi kaki kiri diduga inflamasi peritoneal.
 Pernafasan
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal
 Keamanan
Tanda : Demam
 Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh
pielitis akut, batu uretra, salpingitis akut, iletis regional.
d. Data dasar pengkajian Pasien (Pasca Operasi) (Brunner & Suddarth 2002)
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya komplikasi dan
keberhasilan operasi. Adapun yang harus dikaji pada pasien apendiksitis
pasca/post operasi adalah sebagai berikut:
 Adanya nyeri tekan abdomen , demam, muntah, kekakuan abdomen, dan
takikardia, dimungkinkan terjadi peritonitis
 Anoreksia, menggigil, demam, diaforesis, diareyang menunjukkan abses
pelvis, abses subfrenik (abses bawah diafragma) atau lumbal.
2. Diagnosa Keperawatan yang lazim Muncul
a. Pre Operasi
 Defisit pengetahuan tentang apendiksitis dan pilihan pengobatan
berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologi (inflamasi)
b. Pasca Operasi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisikm(Prosedure
operasi ependiktomy)
 Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (mual,
muntah)
 Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenganan
untuk makan)
 Resiko infeksi dengan faktor resiko efek prosedure invasif.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1. Apendisitis akut
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
3. Apendisitis perforata
4. Apendisitis rekuren
5. Apendisitis kronis
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus
terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga
merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

B. Saran
Jagalah kesehatan dengan minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda
buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara
keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku
untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.Smeltzer, Suzanne C dan Bare,
Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y,
dkk. Jakarta: EGC
Haryono R.2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Saferi W dan Marisa Y. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika
William dan Willkins. 2008. Memahami Berbagai Macam Penyakit, Alih Bahasa . Jakarta:
Permata Puri Media
.

Вам также может понравиться