Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Hiperglisolia kronik akan mengubah homeostatis biokimiawi sel tersebut yang kemudian
berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik diabetes yang
meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stress oksidatif
sitoplastik, jalur pleiotropik protein kinase C dan terbentuknya spesies glikosilasi lanjut
Pada jalur reduktase aldosa diaktivasi oleh enzim reduktase aldosa menyebabkan
meningkatkan jalur poliol. Enzim reduktase aldosa mengubah glukosa menjadi sorbitol. Sorbitol
akan dioksidasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Sorbitol dan fruktosa tidak
terfosforilasi dan bersifat hidrofilik, sehingga terjadi akumulasi poliol intraselular, dan sel akan
kembang, bengkak akibat masuknya air ke dalam sel karena proses osmotik yang mengakibatkan
Jalur pleiotropik protein kinase C terjadi sebagai akibat peningkatan diasilgliserol setelah
hiperglisolia. Peningkatan protein kinase C akan menyebabkan proliferasi sel otot polos dan juga
setelah terjadi aktivasi protein kinase C akan terjadi penurunan fungsi fibrinolisis dan kemudian
Penurutan aliran darah kesistem saraf akan menimbulkan gangguan metabolisme pada sel
saraf yang mengakibatkan proses demielinisasi sel saraf sehingga hantaran impuls terganggu.
Gangguan sistem saraf hampir sama dengan proses kelebihan glukosa pada sel endotel
pembuluh darah. Akumulasi sorbitol dan fruktosa menyebabkan keadaan hipertonik intraselular
sehingga mengakibatkan edem saraf. Akumulasi sorbitol dan fruktosa menghambat masuknya
mioinotisol sehingga memicu terbentuknya protein kinasae C dan akan mengganggu transduksi
Penimbunan sorbitol dan fruktosa serta terhambatnya mioinotisol dan penurunan aliran
darah, mengakibatkan perubahan biokimia sel saraf dan kegiatan metabolik terganggu sehingga
terjadinya neuropati diabetik (ND). ND dapat mengenai sistem saraf motorik, sensorik, maupun
otonom (Price & Wilson, 2006). Neuropati ototnom pada saraf simpatis mengakibatkan
pembuluh darah tidak mampu berdilatasi. Penurunan kemampuan dilatasi pembuluh darah
Hiperglikemi kronis mengakibatkan kelompol sel non isulin dependent seperti sel endotel
perubahan homeostatis biokimiawi intra sel sehingga sel endodel glukosa diubah menjadi zat
yang sangat didrofilik yaitu sorbitol dan fruktosa sehingga membran pembuluh darah menjadi
bengkak dan tebal (Sudoyo, 2014). Penimbunan sorbitol dan fruktosa dalam intima vaskular
Kelainan pembuluh darah tersebut diperparah disertai dengan penurunan produksi Nitrous
kemampuan pembuluh darah dalam mencegah penempelan asam lemak dan trigliserida pada
dnding endotelium menurun sehingga pembuluh darah menjadi kaku (Sudoyo, 2014).
Kelainan dan kekakuan pembuluh darah dapat terjadi pada berbagai organ, termasuk
pembuluh darah perifer tungkai bawah (Sudoyo, 2014). Manifestasi gangguan pembuluh darah
pada tungkai bawah adalah penurunan suplai darah ke kaki. Penurunan suplai darah ke kaki
mengakibatkan tekanan darah sistolik pada kaki lebih rendah dibandingkan dengan daerah
brachial. Normalnya tekanan sistolik disemua ekstremitas sama. Tekanan sistole pada
pergelangan kaki sedikit lebih tinggi dibandingkan tangan. Jika terjadi sternosis yang signifikan,
tekanan darah sistolik di kaki akan menurun (Antono & Hamonangani, 2014).
Perbandingan tekanan sistolik pada daerah ankle dengan brachial disebut dengan Ankle
Brachial Index (ABI) (Soewondo, 2013). ABI sangat berguna untuk mengetahui adanya penyakit
arteri perifer. Pada keadaan normal nilai ABI lebih besar dari satu (>1). Jika nilai ABI kurang
dari satu telah ada indikasi penurunan aliran darah ke kaki. Nilai ABI kurang dari 0,4
menunjukkan adanya iskemik berat (Antono & Hamonangani, 2014). ABI merupakan indikator
suplai darah ke kaki maka pengukuran ABI harus dilakukan secara rutin pada penderita DM
(Soewondo, 2013). Interpretasi nilai ABI dapat dikelompokkan menjadi empat. Empat kelompok
Tabel 1.
Interpretasi Nilai ABI
cara yaitu senam kaki, latihan rentang gerak sendi, pijat refleksi, exercise walking dan latihan
jasmani yang kesemuanya itu merupakan bagian dari aktivitas fisik secara umum.
senam kaki terhadap nilai ABI p value 0,000 < 0,05. (Mangiwa et al., 2017). Penelitian terkait
dilakukan oleh Hijriana, Suza & Ariani (2016) menyatakan bahwa dengan melakukan
pergerakan sendi ektremitas bawah dapat meningkatkan nilai ABI dengan p = 0,000 < 0,05
Menurut Sacks (2002) dalam Laurel (2005), menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai ABI yaitu kadar glukosa darah, terapi insulin, terapi diet aktivitas fisik, dan
usia.
Kadar glukosa darah yang tinggi mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya pada
metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak. Akibatnya
dapat terjadi aterosklerosis pada jaringan, terutama daerah perifer di tungkai. Glukosa darah
yang tinggi mempercepat proses aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh darah besar seperti
aorta, arteri koroner, atau arteri yang memasok darah ke kaki dan otak. Akibatnya, risiko
serangan jantung dan stroke jauh lebih besar pada penderita diabetes daripada non-penderita
yang memiliki usia, ras, berat badan, dan jenis kelamin yang sama. Selain itu, sirkulasi darah
2) Terapi insulin
Gula darah dapat dikontrol dengan terapi insulin. Dengan terkontrolnya glukosa darah pada
penderita DM sehingga terhindar dari hiperglikemia. Hiperglikemia (tinggi kadar gula) yang
terus-menerus mengakibatkan sirkulasi darah terutama pada kaki menurun (Rehm, 2006).
3) Terapi diet
Dengan terapi diet yang sesuai dengan prinsip penatalaksanaan DM, maka kadar glukosa
akan dapat terkontrol sehingga tidak akan menimbulkan hiperglikemia pada penderita.
Hiperglikemia dapat merusak fungsi endotel pada pembuluh darah sehingga memperngaruhi
sirkulasi darah. Tingginya kadar glukosa darah dipengaruhi oleh tingginya asupan energi
4) Aktivitas fisik
Latihan jasmani dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi risiko
pemakaian insulin akan menurunkan kadar glukosa. Selain itu sirkulasi darah dan tonus otot
5) Usia
Bertambahnya usia menyebabkan risiko diabetes dan penyakit jantung semakin meningkat.
Kelompok usia menjadi faktor risiko diabetes adalah usia lebih atau sama dengan 40 tahun.
Pravelensi Peripheral Artery Disease (PAD) meningkat dengan bertambahnya usia sekitar
20% penderita di atas usia 70 tahun menderita penyakit ini. Setelah 5 sampai 10 tahun
menderita penyakit ini, sepertiga pasien akan mengeluh nyeri intermittent claudication,
kurang dari 20% memerlukan tindakan pembedahan vaskuler dan kurang dari 10%
Tabel 2.
Nilai MET dan Formula untuk Perhitungan MET-menit
konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2013). Adapun kerangka konsep dari
Pasien DM Penatakansanaan DM :
Tipe 2
1. Edukasi
2. Nutrisi
Aktivitas Fisik 3. Aktivitas fisik
4. Farmakologi
1. Peningkatan kepekaan
reseptor insulin otot Kadar Glukosa darah
2. Penambahan reseptop pasien DM Tipe 2
insulin otot
3. Mencegah resistensi insulin
Faktor yang
mempengaruhi nilai ABI :
Gambar 1. Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai Ankle Brachial
Index (ABI) Pada Pasien DM Tipe 2
Keterangan :
: yang diteliti
: alur pikir