Вы находитесь на странице: 1из 16

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

“ KENAIKAN TITIK DIDIH (∆𝑻𝒇 ) & PENURUNAN TITIK BEKU


(∆𝑻𝒃 ) ”

OLEH :

KELOMPOK : 2 (DUA)

KELAS : STIFA C 018

ASISTEN : ASNITA

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pada dasarnya larutan merupakan campuran yang homogen
sehingga setiap bagiannya mempunyai perbandingan yang tetap antara
zat terlarut dan zat pelarut. Zat pelarut mempunyai jumlah lebih banyak
dan dapat menguraikan zat terlarut menjadikan ukuran lebih kecil atau
lebih sederhana (Suyatno, 2015).
Sifat larutan dapat dibagi menjadi dua yaitu sifat larutan yang
ditentukan oleh jenis zat terlarut seperti rasa, warna, viskositas, dan pH.
Dan juga sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarut
dalam larutan yang dimana memiliki arti bahwa larutan yang mempunyai
konsentrasi sama akan mempunyai sifat yang sama juga walaupun jenis
zat terlarutnya berbeda. Sifat dari larutan tersebut adalah seperti
penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan
tekanan osmosis (Suyatno, 2015).
Penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku,
dan tekanan osmosis merupakan contoh dari sifat koligatif larutan, yaitu
sifat yang bergantung hanya pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak
bergantung pada jenis partikelnya. Jadi, suatu larutan yang berbeda
jenisnya, namun memiliki jumlah partikel yang sama akan memiliki sifat
koligatif yang sama pula (Nana, 2007).
Sifat koligatif larutan merupakan konsep dalam kimia fisika yang
banyak digunakan dalam industri farmasi, seperti pada pembuatan cairan
fisiologis seperti obat tetes mata, dan infus harus isotonik dengan darah
dan jaringan pada tubuh manusia. Karena apabila cairan tersebut
hipotonik atau hipertonik dalam tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada
darah dalam tubuh. Contohnya ketika cairan hipertonik dimasukkan darah
ke dalamnya, maka akan terjadi krenasi pada darah. Apabila hal ini terjadi
dalam tubuh, maka sel darah merah dalam tubuh akan pecah dan dapat
menyebabkan kematian.
Hubungan penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dengan
farmasi adalah pada sediaan padat suppositoria yaitu obat yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra. Basis dari suppositoria tersebut meleleh
pada suhu tubuh sehingga terjadi penurunan titik beku ataupun kenaikan
titik didih yang tergantung pada basisnya (zat yang membawa zat aktif
pada suatu sediaan).
Dari perannya saja, maka dilakukanlah percobaan sifat koligatif
larutan untuk menunjukkan pengaruh tonisitas terhadap sel dan
menunjukkan penurunan titik beku (∆𝑇𝑓 ) dan kenaikan titik didih (∆𝑇𝑏 )
serta memperoleh konstanta penurunan titik beku (𝐾𝑓 ) dan konstanta
kenaikan titik didih (𝐾𝑏 ).
I. 2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
adanya kenaikan titik didih dan penurunan titik beku suatu larutan.
I.2.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengamati
adanya kenaikan titik didih dan penurunan titik beku suatu larutan.
I. 3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini berdasarkan Hukum Roult yang menyatakan
bahwa penurunan titik beku larutan, sebanding dengan konsentrasi
larutan yang dinyatakan dengan metode molaritas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


Beberapa sifat penting larutan bergantung pada banyaknya partikel
zat terlarut dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis partikel zat
terlarut. Sifat-sifat ini disebut sifat koligatif (colligative properties) atau sifat
kolektif sebab sifat-sifat tersebut memiliki sumber yang sama, dengan kata
lain semua sifat tersebut bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut
yang ada, apakah partikel-partikel tersebut atom, ion, atau molekul. Yang
disebut sebagai sifat-sifat koligatif ialah penurunan tekanan uap, kanikan
titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik (Chang, 2005).
Tekanan uap (vapor pressure) adalah ukuran kecendurungan
molekul-molekul suatu cairan untuk lolos menguap. Makin besar tekanan
uap suhu cairan maka mudah molekul-molekul cairan itu berubah menjai
uap. Hanya tekanan uap akan membesar (cairan akan mudah menguap)
apabila suhu dinaikkan (Lukman, 2013).
Jika zat terlarut bersifat tidak mudah menguap (nonvolatile, arinya
tidak memiliki tekanan uap yang dapat diukur), tekanan uap dari larutan
selalu lebih kecil daripada pelarut murninya. Jadi, hubungan antara
tekanan uap larutan dan tekanan uap pelarut bergantung pada
konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Hubungan itu dirumuskan dalam
hukum Raoult (dari nama kimiawan Perancis Francois Raoult), yang
menyatakan bahwa tekanan parsial pelarut dari larutan 𝑃1 , adalah tekanan
uap pelarut murni 𝑃1° dikalikan fraksi mol pelarut dalam larutan 𝑋1° (Chang,
2005).
𝑃1 = 𝑋1 𝑃1°
Dalam larutan yang mengandung hanya satu zat terlarut 𝑋1= 1 - 𝑋2
dimana 𝑋2 adalah fraksi mol zat terlarut. Sehingga dengan demikian dapat
dituliskan sebagai (Chang, 2005).
𝑃1 = (1 - 𝑋2 )𝑃1°
𝑃1° - 𝑃1 = ∆𝑃 = 𝑋2 𝑃1°
Sehingga kita dapat melihat dari rumus diatas bahwa penurunan
tekanan uap (∆𝑃) berbanding lurus terhadap konsentrasi (diukur dalam
fraksi mol) zat terlarut yang ada (Chang, 2005).
Apabila tekanan uap turun, maka banyak zat memiliki tekanan uap
yang besar pula tekanan uap itu menurun. Besarnya tekanan uap menurut
Raoult dirumuskan sebagai berikut (Lisa, 2009) :
∆𝑃 = 𝑃° − 𝑃 ; 𝑃 = 𝑃° 𝑋𝐴 , maka ∆𝑃 = 𝑃° − 𝑃 = 𝑃° − 𝑃° 𝑋𝐴 = 𝑃° (1 − 𝑋𝐴 ) =
𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑃° 𝑋𝐵 atau ∆𝑃 = 𝑃° 𝑚𝑜𝑙 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡

Keterangan :
∆P = Penurunan tekanan uap
𝑋𝐴 = Fraksi mol pelarut
𝑋𝐵 = Fraksi mol terlarut
𝑃° > 𝑃 = Tekanan uap pelarut murni lebih besar dibandingkan dengan
tekanan uap larutan
P° = Tekanan uap pelarut murni
Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih.
Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara
disekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan diseluruh bagian
zat cair. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1 atm. Titik didih larutan
selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya. Hal ini disebabkan
adanya partikel-partikel zat terlarut dalam suatu larutan menghalangi
peristiwa penguapan partikel-partikel pelarut. Oleh karena itu, penguapan
partikel-partikel pelarut membutuhkan energi yang lebih besar. Perbedaan
titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik didih yang dinyatakan
dengan ∆𝑇𝑏 serta persamaannya dapat ditulis (Muchlisyiyah, 2017) :
𝑔 1000
∆𝑇𝑏 = 𝐾𝑏 𝑚 ; ∆𝑇𝑏 = 𝐾𝑏 𝑀𝑟 ; ∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 larutan - 𝑇𝑏 pelarut
𝑃

Keterangan :
∆𝑇𝑏 = Kenaikan titik diidh
𝐾𝑏 = Tetapan kenaikan titik didih molal
m = Massa zat terlarut
Mr = Massa Molekul relatif
Penurunan tekanan uap akibat zat terlarut yang tidak menguap juga
dapat menyebabkan penurunan titik beku larutan. Gejala ini terjadi karena
zat terlarut tidak terlarut dalam fase padat pelarut. Contohnya es murni
selalu memisah ketika larutan dalam air membeku. Agar tidak terjadi
pemisahan zat terlarut dan pelarut ketika larutan membeku, maka
diperlukan suhu lebih rendah lagi untuk mengubah seluruh larutan
menjadi fase padatnya. Seperti halnya titik didih, penurunan titik beku
(∆𝑇𝑓 ) berbanding lurus dengan molalitas larutan (Nisa, 2011).
𝑔 1000
∆𝑇𝑓 = 𝐾𝑓 𝑚 ; ∆𝑇𝑓 = 𝐾𝑓 𝑀𝑟 ; ∆𝑇𝑓 = 𝑇𝑓 Pelarut - 𝑇𝑓 Larutan
𝑃

Keterangan :
∆𝑇𝑓 = Penurunan titik beku
𝐾𝑓 = Tetapan penurunan titik beku molal
m = Massa zat terlarut
Mr = Massa Molekul relatif
Suatu larutan yang lebih encer memiliki tekanan uap yang lebih
besar dari pada larutan yang pekat. Artinya molekul-molekul pelarut dalam
larutan encer memiliki kecenderungan lolos yang lebih besar. Tekanan
osmotik adalah tekanan yang diberikan kepada larutan sehingga dapat
mencegah mengalirnya molekul. Pelarut memasuki sela-sela selaput
sepermeabel (Lisa, 2009).
Misalnya suatu larutan encer dan suatu larutan pekat dipisahkan oleh
selaput (membran) yang semipermeabel, yaitu selaput yang dapat
ditembus oleh molekul pelarut, tetapi tidak mampu ditembus oleh molekul
zat terlarut. Selaput semipermeabel ini dapat berupa gelatin, kertas
perkamen, lapisan film selofan, atau membran sel makhluk hidup. Maka
terjadilah peristiwa osmosis, yaitu perpindahan molekul pelarut dari larutan
yang memiliki konsentrasi lebih rendah (encer) ke larutan yang
konsentrasinya lebih tinggi (pekat) melalui sela-sela membran
semipermeabel (Lukman, 2013).
Peristiwa osmotik menyebabkan naiknya permukaan larutan pekat,
sehingga tekanan membesar yang pada gilirannya akan memperlambat
laju osmosis. Akhirnya tercapailah suatu tekanan yang mampu
menghentikan osmosis atau perpindahan molekul pelarut atau disebut
tekanan osmosis (Chang, 2015).
Tekanan osmosis merupakan salah satu sifat koligatif yang terdapat
kesamaan rumus dengan gas ideal. PV = nRT, jika P adalah tekanan
𝑛
osmotik (𝜋) sedangkan 𝑉 adalah kemolaran (M), maka (Nisa, 2011) :
𝑛
𝜋 = 𝑀𝑅𝑇 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝜋 = 𝑅𝑇
𝑉
Keterangan :
M = 𝑚𝑜𝑙⁄𝑙
R = 0,082
T = °𝐾(°𝐶 + 273)

II.2 Uraian bahan


1. Asam askorbat (FI Edisi V halaman 149)
Nama resmi : ASCORBIC ACID
Nama lain : asam askorbat
RM / BM : 𝐶6 𝐻8 𝑂6 / 176,13
Pemerian : hablur atau serbuk; putih atau agak kuning oleh
pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna
gelap. Dalam keadaan kering, stabil di udara,
dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu
< 190° .
Kelarutan : mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam
etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan
dalam benzen.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya.
Kegunaan : Sebagai sampel
2. Glukosa (FI Edisi V halaman 296)
Nama resmi : DEKSTROSA
Nama lain : glukosa
RM / BM : 𝐶6 𝐻12 𝑂6 . 𝐻2 𝑂 / 198,17
Pemerian : hablur tidak berwarna; serbuk hablur atau serbuk
granul putih; tidak berbau; rasa manis.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air mendidih; mudah
larut dalam air; larut dalam etanol mendidih; sukar
larut dalam etanol.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai sampel.
3. Aquadest (FI Edisi V halaman 63)
Nama resmi : PUREFIED WATER
Nama lain : air murni
RM / BM : 𝐻2 𝑂 / 18,02
Pemerian : cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai media penghantar panas.
4. Natrium Klorida (FI Edisi V halaman 917)
Nama resmi : SODIUM CHLORIDE
Nama lain : natrium klorida
RM / BM : 𝑁𝑎𝐶𝑙 / 58,44
Pemerian : hablur bentuk kubus; tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; rasa asin.
Kelarutan : mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut
dalam etanol air mendidih; larut dalam gliserin;
sukar larut dalam etanol.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai sampel.
BAB III
METODE KERJA

III. 1 Alat dan bahan


III. 1. 1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu batang
pengaduk, gelas piala 250 mL dan 500 mL, kaki tiga, kawat kasa,
pembakar bunsen, stopwatch, tabung reaksi, dan thermometer.
III. 1. 2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu aquadest,
asam askorbat, es batu, garam dapur, dan glukosa
III. 2 Cara kerja
A. Penurunan titik beku
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dimasukkan asam askorbat masing-masing 1 g; 1,5 g; 2 g; 2,5 g; 3
g; dan 3,5 g ke dalam tabung reaksi 20 mL.
3. Ditambahkan aquadest ke dalam tiap tabung reaksi sebanyak 10
mL lalu larutkan asam askorbat.
4. Dimasukkan tabung reaksi yang berisi larutan asam askorbat dalam
gelas piala yang berisi es batu dan garam dapur (catat suhunya)
dan stopwatch dinyalakan.
5. Dicatat waktu yang dibutuhkan masing-masing larutan untuk
membeku.
6. Dicatat suhu saat terjadi pembekuan larutan dalam tabung reaksi.
7. Diulangi prosedur 1 hingga 6 dengan menggunakan sampel
Glukosa.
8. Dihitung Mr zat terlarut tersebut.
B. Kenaikan titik didih
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dimasukkan asam askorbat masing-masing 1 g; 1,5 g; 2 g; 2,5 g; 3
g; dan 3,5 g ke dalam gelas piala 50 mL.
3. Ditambahkan aquadest ke dalam gelas piala sebanyak 25 mL lalu
larutkan asam askorbat.
4. Ditempatkan diatas pemanas, lalu catat suhu pada saat larutan
tersebut mendidih.
5. Diulangi prosedur 1 hingga 6 dengan menggunakan sampel
Glukosa.
6. Dihitung Mr zat terlarut tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Pengamatan
∆𝑇𝑓 (℃) ∆𝑇𝑏 (℃)
Sampel Berat sampel (g)
Awal Akhir Awal Akhir
0,4 0 -8 90 91
Asam
0,6 0 -10 85 98
askorbat
0,8 -2 -4 89 91
0,4 0 -9 94 97
Glukosa 0,6 0 -4 89 98
0,8 -1 -8 93 96

IV. 2 Hasil Perhitungan


IV. 2. 1 Kenaikan titik didih
0,8𝑔 1000
Diketahui : 2℃ = 0,52 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
P = 10 mL ; 𝐾𝑏 = 0,52 0,8𝑔×100×0,52
𝑀𝑟 = = 20,8
2℃
Rumus :
4) Glukosa 0,4 gram
∆𝑇𝑏 = 𝑇𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 − 𝑇𝑏 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑔 1000 ∆𝑇𝑏 = (97 − 94)℃ = 3℃
∆𝑇𝑏 = 𝐾𝑏 × 𝑀𝑟 × 0,4𝑔 1000
𝑃
3℃ = 0,52 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
1) Asam askorbat 0,4 gram
0,4𝑔×100×0,52
∆𝑇𝑏 = (91 − 90)℃ = 1℃ 𝑀𝑟 = = 6,93
3℃
0,4𝑔 1000 5) Glukosa 0,6 gram
1℃ = 0,52 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
0,4𝑔×100×0,52 ∆𝑇𝑏 = (98 − 89)℃ = 9℃
𝑀𝑟 = = 20,8 0,6𝑔 1000
1℃
9℃ = 0,52 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
2) Asam askorbat 0,6 gram
0,6𝑔×100×0,52
∆𝑇𝑏 = (98 − 85)℃ = 13℃ 𝑀𝑟 = = 3,47
9℃
0,6𝑔 1000 6) Glukosa 0,8 gram
13℃ = 0,52 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
0,6𝑔×100×0,52 ∆𝑇𝑏 = (96 − 93)℃ = 3℃
𝑀𝑟 = = 2,4 0,4𝑔 1000
13℃
3℃ = 0,52 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
3) Asam askorbat 0,8 gram
0,8𝑔×100×0,52
∆𝑇𝑏 = (91 − 89)℃ = 2℃ 𝑀𝑟 = = 13,87
3℃
IV. 2. 2 Penurunan titik beku
0,8𝑔 1000
Diketahui : 2℃ = 1,86 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
P = 10 mL ; 𝐾𝑓 = 1,86 0,8𝑔×100×1,86
𝑀𝑟 = = 74,4
2℃
Rumus :
4) Glukosa 0,4 gram
∆𝑇𝑓 = 𝑇𝑓 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 − 𝑇𝑓 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
∆𝑇𝑓 = (0 − (−9))℃ = 9℃
𝑔 1000
∆𝑇𝑓 = 𝐾𝑓 × 𝑀𝑟 × 0,4𝑔 1000
𝑃
9℃ = 1,86 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
1) Asam askorbat 0,4 gram
0,4𝑔×100×1,86
𝑀𝑟 = = 8,27
∆𝑇𝑓 = (0 − (−8))℃ = 8℃ 9℃

0,4𝑔 1000 5) Glukosa 0,6 gram


8℃ = 1,86 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
∆𝑇𝑓 = (0 − (−4))℃ = 4℃
0,4𝑔×100×1,86
𝑀𝑟 = = 4,77 0,6𝑔 1000
8℃
4℃ = 1,86 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
2) Asam askorbat 0,6 gram
0,6𝑔×100×1,86
𝑀𝑟 = = 27,9
∆𝑇𝑓 = (0 − (−10))℃ = 10℃ 4℃

0,6𝑔 1000 6) Glukosa 0,8 gram


10℃ = 1,86 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
∆𝑇𝑓 = (−1 − (−8))℃ = 7℃
0,6𝑔×100×1,86
𝑀𝑟 = = 11, 16 0,8𝑔 1000
10℃
7℃ = 1,86 × × 10𝑚𝐿
𝑀𝑟
3) Asam askorbat 0,8 gram
0,8𝑔×100×1,86
𝑀𝑟 = = 21,26
∆𝑇𝑓 = (−2 − (−4))℃ = 2℃ 7℃

IV.3 Pembahasan
Kenaikan titik didih dipengaruhi oleh energi kalor dan konsentrasi zat
terlarut. Semakin banyak energi atau kalor yang diperoleh maka akan
semakin cepat suhu zat untuk mendidih. Dan semakin banyak konsentrasi
zat terlarut maka yang dicampur akan semakin tinggi titik didih zat
tersebut. Sedangkan penurunan titik beku hanya dipengaruhi oleh
konsentrasi zat terlarut dimana jika jumlah partikel zat terlarut semakin
banyak, maka titik beku larutan tersebut akan semakin turun (Lukman,
2013).
Pada pengamatan penurunan titik beku digunakan es batu yang
ditambahkan garam tujuannya adalah untuk mempercepat pembekuan
pada larutan. Jika yang digunakan hanya es batu saja maka titik bekunya
hanya 0℃, sedangkan jika ditambahkan garam dapur suhunya akan lebih
rendah (lebih dingin). Penambahan garam dapur pada es batu
mengakibatkan peningkatan konsentrasi yang mengakibatkan semakin
rendah titik bekunya (Lukman, 2013).
Pada sampel yang digunakan pada percobaan didapatkan hasil
kenaikan titik didih ataupun penurunan titik beku yang sesuai dengan teori
dimana hasilnya positif sesuai dengan teori.
Pada percobaan kali ini dicari Mr dari sampel, dimana Mr sampel
pada percobaan ini belum diketahui, Mr (molekul relatif / bobot molekul
zat) dapat dicari apabila nilai 𝐾𝑓 ataupun nilai 𝐾𝑏 telah diketahui serta
massanya telah diketahui.
Pada percobaan yang dilakukan ada terdapat suatu kekeliruan yang
disebabkan karena adanya faktor kesalahan pada percobaan ini yaitu
dimana sampel yang memiliki konsentrasi lebih tinggi mempunyai
penurunan titik beku dan kenaikan titik didih yang hasilnya lebih kecil
dibandingkan dengan sampel yang memiliki konsentrasi rendah. Hal
tersebut disebabkan karena adanya faktor kesalahan dalam praktikum
yaitu kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan pengamatan.
Pada percobaan ini yang mengalami penurunan titik beku dan
kenaikan titik didih yang hasilnya lebih besar perubahannya terdapat pada
sampel dengan konsentrasi 0,6 gram askorbat dan 0,6 Glukosa.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan telah terjadi kenaikan titik
didih (∆𝑇𝑏 ) dan penurunan titik beku (∆𝑇𝑓 ) pada sampel yang dipengaruhi
oleh energi kalor dan konsentrasi zat terlarut. Pada ∆𝑇𝑏 semakin banyak
energi atau kalor yang diperoleh maka akan semakin cepat suhu zat untuk
mendidih. Sedangkan pada ∆𝑇𝑓 hanya dipengaruhi oleh konsentrasi zat
terlarut dimana jika jumlah partikel zat terlarut semakin banyak maka titik
beku larutan tersebut akan semakin turun.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Saran kami untuk laboratorium, sebaiknya alat dan bahan di
laboratorium lebih di lengkapi lagi khusususnya alat dan bahan yang ingin
di gunakan praktikan pada saat praktikum agar pada saat praktikum dapat
berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun baik itu dalam hal alat
maupun bahan.
V.2.2 Saran Untuk Dosen
Saran kami untuk dosen, sebaiknya selama praktikum sedang
berlangsung dosen pembimbing selalu mengontrol dan membimbing para
praktikan yang sedang melakukan praktikum dan juga mengontrol para tim
asisten agar jika terjadi kesalahan pada saat praktikum dapat di atasi
dengan cepat
V.2.3 Saran Untuk Asisten
Saran kami untuk asisten, sebaiknya para asisten selalu
mendampingi para praktikan yang sedang melakukan praktikum agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak di inginkan pada saat praktikum sedang
berlangsung dan dapat cepat di tangani jika terjadi kesalahan atau
kelalaian praktikan pada saat praktikum sedang berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI

Mile, Lukman. 2013. Pengaruh Penambahan Garam pada organoleptik.


Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo.

Muchlisyiyah, Jhauharotul. 2017. Kimia Fisik Pangan. Malang : Universitas


Brawijaya Press.

Raymond, Chang. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.

Sakinah, Asri Nisa. 2011. Sifat Koligatif Larutan. Bandung : Media Ilmu.

Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung : Grafindo Media


Pratama

Suyatno. 2015. Kimia. Jakarta : Grasindo

Tania, Lisa. 2009. Modifikasi Sistem Pendinginan. Lampung : Universitas


Lampung.
LAMPIRAN

Percobaan Kenaikan Titik Didih

Percobaan Penurunan Titik Beku

Вам также может понравиться