Вы находитесь на странице: 1из 54

LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Jiwa

Oleh:

Awaliya Ramadhan 105070207131005

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Konten Laporan :

1. Laporan Pendahuluan Jiwa Komunitas dan Klinis


2. Kumpulan Asuhan Keperawatan Jiwa Komunitas Desa Bantur
3. Kumpulan Asuhan Keperawatan Klinis RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat
4. Kumpulan Asuhan Keperawatan Klinis Ruang 23 RSSA
5. Laporan TAK Komunitas (Individu)
6. Kumpulan Strategi Pelaksanaan Jiwa Komunitas Desa Bantur
7. Kumpulan Strategi Pelaksanaan Jiwa Klinis RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat
8. Kumpulan Strategi Pelaksanaan Jiwa Klinis Ruang 23 RSUD Saiful Anwar
9. Kumpulan API Desa Bantur
10. Kumpulan API RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat
11. Kumpulan API Ruang 23 RSSA
12. Kumpulan RKH Desa Bantur
13. Kumpulan RKH RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat
14. Kumpulan RKH Ruang 23 RSSA
15. Kumpulan Resume Desa Bantur
16. Kumpulan Resume RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat
17. Kumpulan Resume Ruang 23 RSSA
18. Kumpulan Logbook Harian Desa Bantur
19. Kumpulan Logbook Harian dr. Radjiman Wediodiningrat
20. Kumpulan Logbook Harian Ruang 23 RSSA
LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN JIWA KOMUNITAS DAN KLINIS

Disusun untuk memenuhi tugas profesi

Oleh:

Kelompok 3

AWALIYA RAMADHAN

NIM : 105070207131005

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014/2015
7 DIAGNOSIS JIWA

1. ISOLASI SOSIAL
2. HALUSINASI
3. HDR (HARGA DIRI RENDAH)
4. RPK (RESIKO PERILAKU KEKERASAN)
5. DPD (DEFISIT PERAWATAN DIRI)
6. WAHAM
7. RBD (RESIKO BUNUH DIRI)
ISOLASI SOSIAL

A. Definisi
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksible yang menimbulkan perilaku maladatif dan mengganggu
fungsi sesorang dalam hubungan sosial (Depkes,2000)

Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan
orang lain (DepKes, 1998).

Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993, dikutip Budi Anna Keliat,
2006).

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk bebagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup berbagi pengalaman.

B. Etiologi
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

1. Faktor Predisposisi (Stuart & Sundeen, 1998)


a. Faktor biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya
gangguan hubungan sosial adalah otak. Misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial, memiliki struktur yang abnormal
pada otak serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah
kortikal (Fitria, 2009).
b. Psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji adalah Riwayat tahap tumbuh kembang klien.
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu terdapat tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

Tahap
Tugas
Perkembangan
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
Masa Bermain
mandiri
Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung
Masa Prasekolah
jawab dan hati nurani
Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
Masa Sekolah
berkompromi
Menjalin hubungan intim dengan teman
Masa Praremaja
sesama jenis kelamin
Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
Masa Remaja
bergantung pada orang tua
Menjadi saling bergantung antara orangtua
Masa Dewasa Muda dan teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak.
Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
Masa Tengah Baya
dilalui
Berduka karena kehilangan dan
Masa Dewasa Tua mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya

c. Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana
setiap anggota keluarga yang produktif diasingkan dari lingkungan.

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk


terjadinya gangguan dalam hubungan sosial termasuk komunikasi yang tidak
jelas, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga, pola asuh keluarga yang tidak
menganjurkan anggota keluarga untuk berhubungan di luar lingkungannya

d. Faktor Presipitasi (Stuart, 2001)


a. Sifat stressor
a) Biologis
Isolasi sosial yang bersifat biologis misalnya isolasi sosial yang
diakibatkan adanya gangguan pada otak, misalnya pada klien dengan
skizofrenia

b) Psikologis
Isolasi sosial yang bersifat psikologis mungkin dapat muncul akibat
adanya gangguan pemenuhan tugas perkembangan saat ini maupun
sebelumnya
c) Sosial
Isolasi sosial yang bersifat sosial berarti ada keterkaitannya dengan
hubungan klien dengan teman, keluarga, dan masyarakat lain. Misalnya
pada pasien HIV yang merasa tidak akan diterima keluarga dan
masyarakat, sehingga ia memilih untuk mengasingkan diri dari
lingkungan
d) Spiritual
Bersifat spritual dapat muncul pada klien yang merasa Tuhan sedang
melupakannya disaat klien mendapat masalah yang berat (Fitria, 2009)
b. Asal stressor
a) Ekstrenal : Stressor sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b) Internal : Stressor psikologis
Ansietas yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
c. Waktu
Perlu dikaji lama dan frekuensi klien mengalami isolasi sosial
d. Jumlah
Kuantitas isolasi sosial yang dialami klien dalam satu periode
e. Penilaian terhadap stressor
a. Perilaku
- Komunikasi verbal berkurang auat hilang sepenuhnya
- Kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
- Penurunan aktivitas
- Perubahan postur tubuh
b. Sosial
- Menarik diri
- Menghindar
c. Kognitif
- Produktivitas menurun
- Bingung
- Objektivitas menghilang
d. Afektif
- Rendah diri
- Apatis
e. Fisiologis
- Terjadi penurunan refleks dan tidak spontan terhadap sistem
neuromuskular
- Penurunan nafsu makan, kurangnya nutrisi, serta retensi feses pada
sistem GI
- Terjadi retensi urine pada saluran kemih
f. Sumber koping
a. Kemampuan personal
merupakan suatu keterampilan yang dimiliki klien
b. Aset materi
Aset materi dapat dilihat dari ada tidaknya modal ekonomi yang dimiliki klien
c. Keyakinan positif
merupakan teknik pertahanan dan motivasi klien
d. Dukungan sosial
dukungan sosial, dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk
penyelesaian tugas
g. Mekanisme koping
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task oriented reaction)
Merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan untuk
menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis, yaitu: perilaku
menyerang, menarik diri dan kompromi
b. Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented reaction)
Mekanisme ini digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara sadar
atau tidak sadar untuk mempertahankan keseimbangan. Misalnya
rasionalisasi, kompensasi, disosiasi, isolasi dan lain-lain

C. Rentang Respon Sosial


Menurut Stuart Sundaen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontium yang terbentang antara respon adaptif dengan
maladatif sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Menarik diri Merasa sunyi


Otonomi Manipulasi Eksploitasi
Bekerjasama Tergantung Menarik diri
Interdependen Curiga Paranoid

 Respon adaptif
Yaitu respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial kebudayaan secara
umum yang berlaku di masyarakat. Dimana individu dalam menyelesaikan masalahnya
masih dalam batas norma.

 Menyendiri
Respon yang masih dibutuhkan individu untuk menuangkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah selanjutnya

 Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide pelaksanaan
perasaan dalam hubungan sosial.

 Bekerjasama
Suatu kondisi hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling
memberi dan menerima.

 Interdependen
Saling ketergantungan antar individu dengan yang lain dalam interaksi sosial dalam
membina hubungan independen.
 Respon maladaptif
Adalah respon yang diberikan individu dalam menyelesaikan masalahnya,
menyimpang dari norma-norma sosial kebudayaan suatu tempat.

 Menarik diri
Terjadi apabila individu menemukan kesakitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.

 Manipulasi
Individu menganggap orang lain sebagai objek individu serta tak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.

 Tergantung
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk
mengembalikan rasa percaya diri.

 Curiga
Bila individu gagal mengembalikan rasa percaya diri dengan orang lain

D. Tanda dan Gejala


 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
 Menghindar dari orang lain (menyendiri)
 Komunikasi kurang/tidak ada
 Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
 Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap
 Tidur berlebihan, tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama, banyak tidur siang
 Kurang bergairah
 Tidak mempedulikan lingkungan
 Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
 Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang)
 Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan
 Berat badan menurun atau meningkat secara drastis
 Kemunduran secara fisik
 Posisi janin saat tidur (Budi Anna Keliat, 1998)
 Keinginan seksual menurun

E. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko perubahan
sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang
maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/
rangsangan eksternal.

Gejala Klinis :

 Bicara, senyum dan tertawa sendiri


 Menarik diri dan menghindar dari orang lain
 Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
 Tidak dapat memusatkan perhatian
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2006)

I. Data yang Perlu Dikaji / Ditambahkan


Data Subjektif
 klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain
 klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
 respon verbal kurang dan amat singkat
 klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
 klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
 klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 klien merasa tidak berguna
 klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
 klien merasa ditolak
Data Objektif
 klien diam dan tidak mau bicara
 tidak mengikuti kegiatan
 banyak berdiam diri di kamar
 menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan yang terdekat
 klien tampak sedih, ekspresi wajah dangkal
 kontak mata kurang
 kurang spontan
 apatis
 ekspresi wajah kurang berseri
 mengisolasi diri
 postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)

II. Diagnosa Keperawatan


Isolasi sosial : menarik diri

F. Penatalaksanaan
Gangguan skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar
pada kepribadian distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa
dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang
aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau
sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas
intelektual biasanya tidak terganggu.

Penatalaksanaan klien dengan diagnosa medik skizofrenia khususnya dengan diagnosa


keperawatan Isolasi Sosial adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu :

 Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Psiko
farmakakologi yang lazim digunakan pada gejala isolasi sosial adalah obat-obatan
antipsikosis seperti:
1. Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem
limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine
injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik.
2. Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik
diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham,
halusinasi.Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di
otak terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering
menimbulkan gejala ekstrapiramidal.
3. Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis,
ansietas, mual dan muntah. Efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor.
 Terapisomatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan
perlakuan fisik adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis
terapi somatik adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi.

1. Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik
pada klien sendiri atau orang lain.
2. Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang (Grandmal)
dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui electrode
yang ditempelkan di bebrapa titik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
3. Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di ruangan
tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain,
dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi.
4. Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada sinar
terang 5-10 x lebih terang daripada sinar ruangan dengan posisi klien duduk,
mata terbuka, pada jarak 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi
mata.
5. Terapi Deprivasi Tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. Cocok diberikan pada klien
dengan depresi.
 Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini diberikan
dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif. Jenis-jenis terapi modalitas antara lain:

1. Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi yang didasarkan
pada pembelajaran hubungan interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok
adalah membuat sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
2. Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member perawatan
langsung pada setap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga
agar mampu melakukan lima tugas kesehatan yaitu mengenal masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, member perawatan pada
anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
3. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau
berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi, rekreasi, gerak, dan musik.
4. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien
dalam suatu drama. Drama ini member kesempatan pada klien untuk menyadari
perasaan, pikiran, dan perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
5. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita dengan
gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan
berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat
komprehensif, holistik, dan multidisipliner.
G. Pohon Masalah

Defisit Perawatan Diri Halusinasi


(DPD)

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri: HDR

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Faktor predisposisi: Faktor presipitasi:


Kegagalan pada proses
Perpisahan dengan orang
tumbuh kembang
terdekat
HALUSINASI

I. Kajian Teori
A. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman tanpa ransang external (Cook dan Fontaine, 1987).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa dari seluruh pasien diantaranya mengalami halusinasi.Gangguan jiwa
lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak
degresif dan aterium.

B. Jenis – Jenis halusinasi


Ada beberapa jenis halusinasi, Stuart dan Larara 1908 membagi halusinasi menjadi
7 jenis yaitu :

1. Halusinasi Pendengaran
Karakteristinya meliputi mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering
suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata
yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara
2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh melakukan
sesuatu yang kadang-kadang dapat membahayakan.

2. Halusinasi Penglihatan
Karakteristiknya meliputi stimulus visual dalam bentuk kuatan cahaya, gambar
geometrik, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

3. Halusinasi Penghidu
Karakteristiknya meliputi membaui bau tertentu seperti bau darah, kemenyan
atau faeces yang umumnya tidak menyenangkan.

4. Halusinasi Pengcapan
Merasa mengecap, seperti rasa darah, urine, dan faeces

5. Halusinasi Derabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan berupa stimulus yang jelas, rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang.
6. Halusinasi Cenesthehe
Dimana klien merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine.

7. Halusinasi Kinestetic
Merasakan pergerakan sementara, berdiri tanpa bergerak

C. Proses terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang menjadi 4 fase (Habes, dkk, 1902):

1. Fase pertama (conforting)


Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah,
kesepian klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menglilangkan kecemasan dan stres. Cara ini menolong
untuk sementara.

2. Fase kedua (condeming)


Pencemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal. Klien berada pada tingkat “ Listening” pada halusinasi. Pemikian
internal menjadi menonjol. Gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain mendengar dan klien tidak
mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau
tempat lain.

3. Fase Ketiga
Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa
aman yang sementara.

4. Fase Keempat (conquerting)


Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin berada
dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
D. Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan …… etiologi

Perubahan sesuai persepsi halusinasi …… masalah utama

Isolasi Sosial menarik diri …………….etiologi

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


WAHAM

A. Pengertian
Proses berfikir meliputi proses pertimbangan ( judgment), pemahaman
(comprehension), ingatan serta penalaran ( reasoning ). Arus idea simbul atau asosiasi
yang terarah kepada tujuan dan yang di bangkitkan oleh suastu masalah atau tugas dan
yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang terorientasi pada kenyataan
merupakan proses berfikir yang normal. Aspek proses berfikir dibedakan menjadi tiga
bentuk yaitu bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikir. Gangguan isi pikir dapat terjadi baik
pada isi pikiran non verbal maupun pada isi pikiran verbal diantaranya adalah waham. (
menurut marasmis 2005 hal.133)
Marasmis juga menekankan bahwa berbagai macam factor yang mempenngaruhi
proses pikir itu, umpamanya factor somatic ( gangguan otak, kelelahan). Factor fsikologi
(gangguan emosi, psiko, factor social, kegaduhan dan keadaan social yang lain) yang
sangat mempengaruhi ketahanan dan konsentrasi individu. Aspek proses pikir yaitu : bentuk
pikir, arus pikir dan isi pikir ditanbah dengan pertimbangan.
Kaplan dan Sadock (1998) mengatakan bahwa waham adalah keyakinan yang salah
dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam kenyataan. Waham sedikitnya harus ada
selama sebelum dan sistematik dan tidak bizar ( dalam bentuk fragmentasi, respon, emosi
pasien terhadap system waham biasanya kongruen dan sesuai dengan isi waham itu.
Pasien secara relative biaanya bebas dari psikopatologi diluar wawasan system wahamnya.
Awal mulanya sering terjadi pada umur dewasa , menengah dan lanjut. ( hal 216)
David A Tomb (2004) beranggapan bahwa waham adalah suatu keyakinan kokoh
yang salah yang tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut, mungkin aneh dan tetap
dipertahankan meskipun telah diberikan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya.
Waham sering ditemukan dalam gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang
spesifik sering ditemukan pada skizoprenia. Semakin akut psikosis semakin sering di temui
waham disorganisasi dan waham tidak sistematis. ( hal 27).
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai dengan
kenyataanya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan, biarpun
dibuktikan kemustahilan hal itu ( Marasmis 2005 hal 117).
Townsend 1998 mengatakan bahwa waham adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukan ide-ide yang salah.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa waham sebagai salah satu
perubahan proses khususnya isi pikir yang ditandai dengan keyakinan terhadap ide-ide,
pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan dan sulit diubah dengan logika atau bukti-bukti
yang ada.
B. Jenis-Jenis Waham
adapun jenis-jenis waham menurut Marasmis, stuart and sundeen ( 1998) dan Keliat
(1998) waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu:
a. Waham agama : keyakinan klien terhjadap suatu agama secara berlebihan
diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham kebesaran : klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Waham somatic : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya teganggu dan
terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d. Waham curiga : kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana klien yakin
bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha merugikan atau
mencurigai dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
e. Waham nihilistic : klien yakin bahwa dirinya sudah ridak ada di dunia atau sudah
meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
f. Waham bizar
1. Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang dsisipkan di dalam pikiran
yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
2. Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut, diucapkan beulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

C. Fase-Fase Waham
1. Lack of Selfesteen
- Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan antara kenyataan
dan harapan. Ex : perceraian->berumah tangga tidak diterima oleh lingkungannya.
2. Control Internal Eksternal
- Mencoba berfikir rasional, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Ex : seseorang yang mencoba menutupi kekurangan
3. Environment support
- kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan tidak merasa
bersalah saat berbohong. Ex : seseorang yang mengaku dirinya adalah guru tari
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungan, klien merasa
didukung, klien menganggap hal yang dikatakan sebagai kebenaran, kerusakan
control diri dan tidak berfungsi normal (super ego)
4. Fisik Comforting
–klien merasa nyaman dengan kebohongannya
5. Fase Improving
- Jika tidak ada konfrontasi dan korelasi maka keyakinan yang salah akan
meningkat.

Respon neurobiologist
Adapun rentang respon manusia terhadap stress yang menguraikan tentang respon
gangguan adaptif dan malladaptif dapat dijelaskan sebagai berikut ( stuart dan sundeen,
1998 hal 302) :

Rentang respon
neurobiologis
Respon adaptif Respon maladaptif
maladaptif
Gangguan proses
Pikiran logis Distorsi pikiran
pikir/delusi/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi Sulit brespon emosi
pengalaman berlebihan atau kurang
Prilaku disorganisasi
Prilaku sesuai
Prilaku aneh
Berhubungan social Isolasi sosial
Menarik diri

Dari rentang respon neurobiologis diatas dapat dijelaskan bila individu merespon
secara adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptif kadang-kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir secara logis dan pikiran
individu mulai menyimpang maka ia makan berespon secara maladaptif dan ia akan
mengalami gangguan isi pikir : waham curiga.
Agar individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu harus
mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Menurut seorang ahli medis dalam
penelitiannya memberikan definisi tentang mekanisme koping yaitu semua aktivita kognitif
dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yangnn sakit untuk mempertahanakna intrgritas
tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak dna membatasi adanya kerusakan yang
tidak bisa dipulihkan ( dipowski, 2009). Mekanisme koping dapat dibedakan menjadi dua
yaitu :
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pad
atindakan untuk memenuhi secara reakstik tuntunan situasi stress.
a. Prilaku mnyuerang, digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Prilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologic untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Prilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseoprang mengoprasikan,
menmgganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Mekanisme pertahana ego, merupakan mekanismne yang dapat membantu
mengatasi cenas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat sadar dan
melibatkan penipuan diri dan disorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptive terhadap stress. (Anonymous, 2009).

D. Psikopatologi Waham
Etiologi
Townsend (1998, hal 158) menagatakan bahwa ‘hal-hal yang menyebabkan
gangguan isi pikir : waham adalah ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain, panic,
menekan rasa takut stress yang berat yang mengancam ego yang lemah., kemungkinan
factor herediter”.
Secara khusus factor penyebab timbulnya waham dapat diuraikan dalam beberapa teori
yaitu :
a. Factor Predisposisi
Menurut Townsend (1998, hal 146-147) factor predisposisi dari perubahan isi
pikir : waham kebesaran dapat dibagi menjadi dua teori yang diuraikan sebagai
berikut :
1. Teori Biologis
a. Faktor-faktor genetic yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
b. Secara relative ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizoprenia mungkin pada kenyataanya merupakan suaru kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari
orang-orang yang menderoita skizoprenia.
c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkata dupamin neorotransmiter
yang dipertukarkan mengahasilkan gejala-gejala peningkatan aktifitas
yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya
diobservasi pada psikosis.
2. Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Townsend (1998) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga. Komflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman
hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus
pada ansietas dan suatu kondisi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang
antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan
ketergantungan diri kepada orang tua dan masuk kepada masa dewasa,
dimana di masa ini anak tidak akan mampu memenuhi tugas
perkembangan dewasanya.
b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan
kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dan orang tua tidak mampu membentuk rasa percaya
tehadap orang lain.
c. Teoti psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu
ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan
saling mempengaruhi orang tua dan anak . karena ego menjadi lebih
lemah penggunaan mekanisme pertahanan itu pada waktu kecemasan
yang ekstrem mennjadi suatu yang maladaptive dan perilakunya sering
kali merupakan penampilan dan sekmen diri dalam kepribadian.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998, hal 310) factor presipitasi dari perubahan isi
pikir : waham kebesaran yaitu :
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan nerobiologis yang maladaptive
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
2. Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanta terdapat pada respon neurobiologist yang maladaptive
berhubungan denagn kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu,
seperti : gizi buruk, kurang tidur,infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkunag yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap
penampilan, stress agngguan dalam berhubungan interpersonal, kesepian,
tekanan, pekerjaa, kemiskinan, keputusasaan dan sebaigainya.

E. Proses terjadinya waham

Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego
spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme
pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan
sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta.
Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh.
Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan.
Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima
didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan
menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga
dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai
cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan
regresi perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak
dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan dan Sadock, 1997).
Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (1997) menggambarkan 7 situasi yang
memungkinkan perkembangan waham, yaitu : peningkatan harapan, untuk mendapat terapi
sadistik, situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan, isolasi sosial, situasi
yang meningkatkan kecemburuan, situasi yang memungkinkan menurunnya harga diri
(harga diri rendah), situasi yang menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada
orang lain, situasi yang meningkatkan kemungkinan untuk perenungan tentang arti dan
motivasi terhadap sesuatu.

F. Akibat dari Waham

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

G. Gejala- Gejala Waham

Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi klien yang mengalami waham adalah:
a. Status mental
1) Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila
ada sistem waham abnormal yang jelas.
2) Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3) Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
4) Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri,
mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
5) Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas
depresi ringan.
6) Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali
pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan
ditemukan halusinasi dengar.
b. Sensori dan kognisi
1) Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham
spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.
2) Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
3) Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.
4) Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan
terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai
perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.

H. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan
skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998) antara lain :
1) Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
a) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis.
Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya
optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal :
3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal :
3×0,5 mg sampai 3 mg.
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada
kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara
intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup
dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan
pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus
diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai
adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.

2) Anti parkinson
Triheksipenydil (Artane), untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan
reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari
Difehidamin
Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
3) Anti Depresan
Amitriptylin, untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis
: 75-300 mg/hari.
Imipramin, untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal :
25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.
4) Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif,
kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas.
Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

b. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang
wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin.
Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien.
Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena
disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada
klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis
dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda
pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis
persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya
adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang
kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada
saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik
positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
c. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu
dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi
dan membantu perawatan klien.
HARGA DIRI RENDAH

1. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena karena
tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (keliat. 1998). Menurut Schult &
videbeck (1998) gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang
terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung.

Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20)

1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar pada kanker
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3) Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
4) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6) Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

B. Penyebab
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara
:
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
 Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
 Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
 Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan
life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang,
misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima dalam kelompok (Yosep, 2007)
Tanda dan Gejalanya :
 Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang
lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu.
 Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak
melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung.

C. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
Tanda dan gejala :
Data Subyektif :
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif :
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara

3. Pohon Masalah
4. Data yang perlu dikaji:
a. Isolasi sosial: menarik diri
Data yang perlu dikaji:

Data Obyektif

Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak
diam.

Data Subyektif

Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak jelas.

1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Data yang perlu dikaji:

a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri

b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

2. Gangguan citra tubuh


Data yang perlu dikaji:

a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan sedih karena keadaan
tubuhnya, klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain, karena
keadaan tubuhnya yang cacat.

b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, suara pelan dan
tidak jelas, tampak menangis.
PERILAKU KEKERASAN

1. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak
langsung dan konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan
yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito 2000,
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara
verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak
adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (1999),
perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri.
Tanda dan gejala :
- Muka merah dan tegang
- Pandangan tajam
- Mengatupkan rahang dengan kuat
- Mengepalkan tangan
- Jalan mondar-mandir
- Bicara kasar
- Suara tinggi, menjerit atau berteriak
- Mengancam secara verbal atau fisik
- Melempar atau memukul benda atua orang lain
- Merusak barang atau benda
- Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan oerilaku
kekerasan
B. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
- Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
- Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
- Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

C. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan
perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
- Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang diserasakan oleh klien.
- Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.

3. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah


DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria, 2009). Keadaan individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau
fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri (Carpenito, 2007).

Hygiene adalah ilmu kesehatan, cara perawatan diri manusia untuk memelihara
kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien disebut higiene
perorangan (Perry & Poter, 2006). Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang
berarti personal yang artinya perorangan dan hygien berarti sehat kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis sesuai kondisi kesehatannya (Wartonah,
2006).

2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Menurut Wartonah (2006) ada beberapa faktor persipitasi yang dapat
menyebabkan seseorang kurang perawatan diri. Faktor-faktor tersebut dapat
berasal dari berbagai stressor antara lain:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.

3. Klasifikasi
Adapun jenis dan karakteristik kurang perawatan diri menurut Nanda (2006)
meliputi :

a. Kurang perawatan diri mandi atau hygiene


Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi atau kebersihan diri
secara mandiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien dalam
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar
kamar mandi.
b. Kurang perawatan diri berpakaian atau berhias
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas berpakaian dan berhias untuk
diri sendiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien dalam mengenakan
pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan
kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan
sepatu.

c. Kurang perawatan diri makan


Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas makan, dengan batasan
karakteristik ketidakmampuan klien dalam mempersiapkan makanan, menangani
perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil
makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna
makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman.

d. Kurang perawatan diri toileting


Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas toileting, dengan batasan
karakteristik ketidakmampuan klien dalam pergi ke toilet atau menggunakan pispot,
duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB atau BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Depkes (2000), tanda dan gejala klien defisit perawatan diri adalah:

a. Fisik
 Badan bau, pakaian kotor.
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif.
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
 Interaksi kurang.
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai normal.
 Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah :

a. Data subyektif
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1) Rambut kotor, acak – acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau.
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawat

5. Dampak
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene menurut Wartonah
(2006) yaitu :

a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi
pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

6. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

7. Rencana Intervensi
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri
sendiri adalah :

a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri


1) Bina hubungan saling percaya.
2) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
3) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
1) Bantu klien merawat diri
2) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
3) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
1) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
2) Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
3) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar
mandi yang dekat dan tertutup.
WAHAM

Konsep Dasar Waham


H. Pengertian
Proses berfikir meliputi proses pertimbangan ( judgment), pemahaman
(comprehension), ingatan serta penalaran ( reasoning ). Arus idea simbul atau asosiasi
yang terarah kepada tujuan dan yang di bangkitkan oleh suastu masalah atau tugas dan
yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang terorientasi pada kenyataan
merupakan proses berfikir yang normal. Aspek proses berfikir dibedakan menjadi tiga
bentuk yaitu bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikir. Gangguan isi pikir dapat terjadi baik
pada isi pikiran non verbal maupun pada isi pikiran verbal diantaranya adalah waham. (
menurut marasmis 2005 hal.133)
Marasmis juga menekankan bahwa berbagai macam factor yang mempenngaruhi
proses pikir itu, umpamanya factor somatic ( gangguan otak, kelelahan). Factor fsikologi
(gangguan emosi, psiko, factor social, kegaduhan dan keadaan social yang lain) yang
sangat mempengaruhi ketahanan dan konsentrasi individu. Aspek proses pikir yaitu : bentuk
pikir, arus pikir dan isi pikir ditanbah dengan pertimbangan.
Kaplan dan Sadock (1998) mengatakan bahwa waham adalah keyakinan yang salah
dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam kenyataan. Waham sedikitnya harus ada
selama sebelum dan sistematik dan tidak bizar ( dalam bentuk fragmentasi, respon, emosi
pasien terhadap system waham biasanya kongruen dan sesuai dengan isi waham itu.
Pasien secara relative biaanya bebas dari psikopatologi diluar wawasan system wahamnya.
Awal mulanya sering terjadi pada umur dewasa , menengah dan lanjut. ( hal 216)
David A Tomb (2004) beranggapan bahwa waham adalah suatu keyakinan kokoh
yang salah yang tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut, mungkin aneh dan tetap
dipertahankan meskipun telah diberikan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya.
Waham sering ditemukan dalam gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang
spesifik sering ditemukan pada skizoprenia. Semakin akut psikosis semakin sering di temui
waham disorganisasi dan waham tidak sistematis. ( hal 27).
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai dengan
kenyataanya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan, biarpun
dibuktikan kemustahilan hal itu ( Marasmis 2005 hal 117).
Townsend 1998 mengatakan bahwa waham adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukan ide-ide yang salah.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa waham sebagai salah satu
perubahan proses khususnya isi pikir yang ditandai dengan keyakinan terhadap ide-ide,
pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan dan sulit diubah dengan logika atau bukti-bukti
yang ada.

I. Jenis-Jenis Waham
adapun jenis-jenis waham menurut Marasmis, stuart and sundeen ( 1998) dan Keliat
(1998) waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu:
g. Waham agama : keyakinan klien terhjadap suatu agama secara berlebihan
diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
h. Waham kebesaran : klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
i. Waham somatic : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya teganggu dan
terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
j. Waham curiga : kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana klien yakin
bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha merugikan atau
mencurigai dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
k. Waham nihilistic : klien yakin bahwa dirinya sudah ridak ada di dunia atau sudah
meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
l. Waham bizar
6. Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang dsisipkan di dalam pikiran
yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
7. Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut, diucapkan beulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
8. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

J. Fase-Fase Waham
2. Lack of Selfesteen
- Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan antara kenyataan
dan harapan. Ex : perceraian->berumah tangga tidak diterima oleh lingkungannya.
2. Control Internal Eksternal
- Mencoba berfikir rasional, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Ex : seseorang yang mencoba menutupi kekurangan
3. Environment support
- kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan tidak merasa
bersalah saat berbohong. Ex : seseorang yang mengaku dirinya adalah guru tari
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungan, klien merasa
didukung, klien menganggap hal yang dikatakan sebagai kebenaran, kerusakan
control diri dan tidak berfungsi normal (super ego)
9. Fisik Comforting
–klien merasa nyaman dengan kebohongannya
10. Fase Improving
- Jika tidak ada konfrontasi dan korelasi maka keyakinan yang salah akan
meningkat.

Respon neurobiologist
Adapun rentang respon manusia terhadap stress yang menguraikan tentang respon
gangguan adaptif dan malladaptif dapat dijelaskan sebagai berikut ( stuart dan sundeen,
1998 hal 302) :

Rentang respon
neurobiologis
Respon adaptif Respon maladaptif
maladaptif
Gangguan proses
Pikiran logis Distorsi pikiran
pikir/delusi/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi Sulit brespon emosi
pengalaman berlebihan atau kurang
Prilaku disorganisasi
Prilaku sesuai
Prilaku aneh
Berhubungan social Isolasi sosial
Menarik diri

Dari rentang respon neurobiologis diatas dapat dijelaskan bila individu merespon
secara adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptif kadang-kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir secara logis dan pikiran
individu mulai menyimpang maka ia makan berespon secara maladaptif dan ia akan
mengalami gangguan isi pikir : waham curiga.
Agar individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu harus
mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Menurut seorang ahli medis dalam
penelitiannya memberikan definisi tentang mekanisme koping yaitu semua aktivita kognitif
dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yangnn sakit untuk mempertahanakna intrgritas
tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak dna membatasi adanya kerusakan yang
tidak bisa dipulihkan ( dipowski, 2009). Mekanisme koping dapat dibedakan menjadi dua
yaitu :
3. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pad
atindakan untuk memenuhi secara reakstik tuntunan situasi stress.
d. Prilaku mnyuerang, digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
e. Prilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologic untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
f. Prilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseoprang mengoprasikan,
menmgganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
4. Mekanisme pertahana ego, merupakan mekanismne yang dapat membantu
mengatasi cenas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat sadar dan
melibatkan penipuan diri dan disorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptive terhadap stress. (Anonymous, 2009).

K. Psikopatologi Waham
Etiologi
Townsend (1998, hal 158) menagatakan bahwa ‘hal-hal yang menyebabkan
gangguan isi pikir : waham adalah ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain, panic,
menekan rasa takut stress yang berat yang mengancam ego yang lemah., kemungkinan
factor herediter”.
Secara khusus factor penyebab timbulnya waham dapat diuraikan dalam beberapa teori
yaitu :
c. Factor Predisposisi
Menurut Townsend (1998, hal 146-147) factor predisposisi dari perubahan isi
pikir : waham kebesaran dapat dibagi menjadi dua teori yang diuraikan sebagai
berikut :
3. Teori Biologis
d. Faktor-faktor genetic yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
e. Secara relative ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizoprenia mungkin pada kenyataanya merupakan suaru kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari
orang-orang yang menderoita skizoprenia.
f. Teori biokimia menyatakan adanya peningkata dupamin neorotransmiter
yang dipertukarkan mengahasilkan gejala-gejala peningkatan aktifitas
yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya
diobservasi pada psikosis.
4. Teori Psikososial
d. Teori sistem keluarga Bawen dalam Townsend (1998) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga. Komflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman
hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus
pada ansietas dan suatu kondisi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang
antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan
ketergantungan diri kepada orang tua dan masuk kepada masa dewasa,
dimana di masa ini anak tidak akan mampu memenuhi tugas
perkembangan dewasanya.
e. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan
kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dan orang tua tidak mampu membentuk rasa percaya
tehadap orang lain.
f. Teoti psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu
ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan
saling mempengaruhi orang tua dan anak . karena ego menjadi lebih
lemah penggunaan mekanisme pertahanan itu pada waktu kecemasan
yang ekstrem mennjadi suatu yang maladaptive dan perilakunya sering
kali merupakan penampilan dan sekmen diri dalam kepribadian.
d. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998, hal 310) factor presipitasi dari perubahan isi
pikir : waham kebesaran yaitu :
4. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan nerobiologis yang maladaptive
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
5. Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
6. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanta terdapat pada respon neurobiologist yang maladaptive
berhubungan denagn kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu,
seperti : gizi buruk, kurang tidur,infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkunag yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap
penampilan, stress agngguan dalam berhubungan interpersonal, kesepian,
tekanan, pekerjaa, kemiskinan, keputusasaan dan sebaigainya.

L. Proses terjadinya waham

Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego
spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme
pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan
sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta.
Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh.
Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan.
Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima
didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan
menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga
dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai
cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan
regresi perasaan maha kuasa dari anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak
dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan dan Sadock, 1997).
Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (1997) menggambarkan 7 situasi yang
memungkinkan perkembangan waham, yaitu : peningkatan harapan, untuk mendapat terapi
sadistik, situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan, isolasi sosial, situasi
yang meningkatkan kecemburuan, situasi yang memungkinkan menurunnya harga diri
(harga diri rendah), situasi yang menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada
orang lain, situasi yang meningkatkan kemungkinan untuk perenungan tentang arti dan
motivasi terhadap sesuatu.

M. Akibat dari Waham

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

N. Gejala- Gejala Waham


Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi klien yang mengalami waham adalah:
a. Status mental
1) Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila
ada sistem waham abnormal yang jelas.
2) Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3) Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
4) Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri,
mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
5) Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas
depresi ringan.
6) Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali
pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan
ditemukan halusinasi dengar.
b. Sensori dan kognisi
1) Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham
spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.
2) Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
3) Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.
4) Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan
terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai
perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.

H. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan
skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998) antara lain :
1) Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
a) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis.
Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya
optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal :
3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal :
3×0,5 mg sampai 3 mg.

Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada
kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara
intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup
dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan
pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus
diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai
adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.

2) Anti parkinson
Triheksipenydil (Artane), untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan
reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari
Difehidamin
Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
3) Anti Depresan
Amitriptylin, untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis
: 75-300 mg/hari.
Imipramin, untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal :
25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.
4) Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif,
kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas.
Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

b. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang
wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin.
Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien.
Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena
disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada
klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis
dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda
pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis
persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya
adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang
kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada
saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik
positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
c. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu
dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi
dan membantu perawatan klien.
I. Kasus(masalah utama)

Risiko Bunuh Diri

II. Proses terjadinya masalah

A. DEFINISI
MenurutStuarddanSundeen (1995) bunuh diri adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang
dapat mengancam nyawa. Bunuh diri ini adalah perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai suatu yang diinginkan. Ungkapan bunuh diri dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu : 1) suicide attemp atau upaya bunuh diri adalah dengan sengaja
melakukan kegiatan tersebut, bila dilakukan sampai tuntas akan menimbulkan kematian
2) suicide gesture atau isyarat bunuh diri adalah bunuh diri yang direncanakan untuk
usaha mempengaruhi perilaku orang lain 3) suicide threat atau ancaman bunuh diri
adalah suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau tidak
verbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri (Yosep, 2011). Upaya bunuh
diri adalah suatu tindakan bunuh diri yang gagal dilakukan atau tidak berhasil dilakukan
sampai selseai. Pada jenis yang terakhir, individu tidak menyelesaikan tindakan bunuh
diri karena berhasil ditolong orang lain, atau tindakan bunuh diri selesai dilakukan, tetap
iindividu berhasil diselamatkan. Bunuh diri melibatkan ambivalensi antara keinginan
untuk mati (Videbeck,S L., 2008).

B. KLASIFIKASI
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak
ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
C. ETIOLOGI
1. Stressor pencetus secara umum
Stressor pencetus bunuh diri sebagian besar adalah kejadian memalukan,
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,
ancaman penjara dan yang paling penting adalah mengetahui cara-cara bunuh diri.
Faktor resiko secara psikososial : putus asa, ras, jenis kelamin laki-laki, lansia, hidup
sendiri, klien yang memiliki riwayat pernah mencoba bunuh diri, riwayat keluarga
bunuh diri, riwayat keluarga adiksi obat, diagnostic : penyakit kronis, psikosis,
penyalahgunaan zat.
2. Faktor yang mempengaruhi bunuh diri
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang di alami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah. Semua aspek ini
menstimulasi individu untuk mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Social budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dari control social
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (permissive)
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan lobus frontalis, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter juga berperan dalam perilaku
kekerasan.
5) Diagnostik psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tipe gangguan jiwa yang membuat
individu beresiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan
afektif, penyalahgunaan zat, skizofrenia.
6) Sifat kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipasti, impulsive dan depresi
7) Lingkungan psikososial
Factor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kejadian
negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan atau bahkan
perceraian,kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan
intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
masalah, respon seseorang dalam menghadapi masalah tersebut , dan lain-
lain.
8) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri
9) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin,
adrenalin dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
rekam gelombang Electro Enchepalo (EEG)
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi yang yang rebut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang di cintai
/ pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social
yang provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekerasan.
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.
Factor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui
media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh
diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut bisa sangat rentan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Direja (2011) Tanda Gejala Resiko Bunuh Diri adalah sebagai berikut:
1. Observasi
 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat
 Sering pula tampak klien memaksakan kehendak (memukul jika tidak senang).
2. Wawancara:
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan, impulsive, dan memiliki riwayat percobaan bunuh diri
 Verbal terselubung (bebicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan)
 Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan
mengasingkan diri)
 Kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sebagai orang depresi, psikosis,
dan menyalahgunakan alkohol).
 Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal)
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier)
 Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
 Konflik interpersonal
 Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
III. A. Pohon masalah

Risiko bunuh diri

Harga diri rendah

Perilaku destruktif

Rasa percaya diri


rendah

Korban
kekerasan
fisik

Sering di Stres berlebihan


salahkan

Kehilangan
Masa kecil tidak perkerjaan
menyenangkan

Faktor presipitasi
Faktor predisposisi

Вам также может понравиться