Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1
Lingkungan yaitu segala sesuatu yang berada di sekitar ruang lingkup manusia/hewan,
diantaranya :
- Lingkungan fisik, : temperatur, cahaya, pertukaran udara (ventilasi), perumahan,
pakaian, air, tanah, dsbnya.
- Lingkungan biologis ; yaitu flora dan fauna
- Lingkungan sosial ; baik, penduduk, kebudayaan, adat istiadat, agama, pendidikan,
kepercayaan, pendapatan perkapita, dsbnya.
Pejamu
- Juga disebut Tuan Rumah ( Host) yaitu manusia atau hewan.
- Masing-masing mempunyai sifat khusus.
- e
Ketika hubungan antara host agent dan environment berada dalam keadaan tidak
seimbang dimana Host mengalami perubahan seperti seseorang yang memiliki daya
tahan tubuh berkurang maka akan dapat menyebabkan SAKIT
E
A
e 2
- Ketika hubungan antara host agent dan environment berada dalam keadaan tidak
seimbang dimana Agent mengalami perubahan seperti peningkatan virulensi suatu
penyakit maka akan dapat menyebabkan SAKIT
- Ketika hubungan antara host agent dan environment berada dalam keadaan tidak
seimbang dimana Environment bergeser dan mempengaruhi salah satu unsur yang
lainnya ( Host/Agent) seperti keadaan lingkungan padat penduduk yang mendukung
terjadi penularan penyakit menular
3
6. Apa itu PHBS ? Sebutkan payung hukum yang mewajibkan !
Jawaban :
KONSEP PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT)
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan
dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat (Depkes, 2007 : 2)
Payung hukum kewajiban PHBS adalah : peraturan menteri kesehatan RI nomor 39
tahun 2016. Tentang penyelenggaraan program Indonesia sehat, dengan pendekatan
keluarga.
4
3. Menimbang Balita Setiap Bulan
a. Melakukan penimbangan bayi dan balita
b. Sosialisasi permasalahan penimbangan bayi dan balita dan rencana pemecahan
masalah pada kelompok potensial yang berada di wilayah kerja Puskesmas seperti
TP-PKK, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi masyarakat, dunia usaha, RT
dan RW.
c. Melakukan pemetaan ulang pada bayi dan balita yang jarang atau tidak hadir pada
penimbangan di Posyandu,
d. Melakukan kunjungan rumah pada keluarga yang memiliki bayi atau balita untuk
membahas permasalahan dan pemecahannya, misalnya mengapa tidak pemah hadir
ke Posyandu, dan apa kendala yang dihadapi.
4. Menggunakan Air Bersih
a. Membantu memecahkan permasalahan penggunaan air bersih.
b. Bersama lintas sektor terkait menyusun Rencana Kegiatan Peningkatan
Penggunaan Air Bersih
c. Sosialisasi permasalahan dan rencana pemecahan masalah penggunaan air bersih
pada kelompok-kelompok potensial yang berada di wilayah kerja Puskesmas
kepada TP-PKK, tokoh masyarakat formal (Ketua RT/RW), tokoh masyarakat
informal, tokoh agama, organisasi masyarakat, dunia usaha.
d. Menggalang kemitraan dengan dunia usaha/swasta dan donatur untuk mendukung
upaya masayarakat untuk penggunaan air bersih di wilayah kerja Puskesmas.
e. Menggerakkan dan Mengembangkan upaya-upaya bersumber daya masyarakat
dalam penyediaan air bersih, seperti Kelompok Pemakai Air (Pokmair), arisan
penyediaan air bersih.
5. Menggunakan Jamban Sehat
a. Bersama lintas sektor terkait menyusun Rencana Kegiatan Peningkatan
Penggunaan Jamban Sehat atata Kegiatan Pemicuan Perubahan Perilaku Buang Air
Besar (CLTS) pada Mini Lokakarya.
b. Sosialisasi permasalahan dan rencana pemecahan masalah pada kelompok-
kelompok potensial yang berada di wilayah kerja Puskesmas, misalnya TP-PKK,
tokoh masyarakat formal (Ketua RT/RW), tokoh masyarakat informal, tokoh
agama, organisasi masyarakat, dunia usaha.
5
c. Melaksanakan kegiatan pemicuan bersama tim fasilitator ke lokasi sasaran
(desa/dusun).
d. Memberikan bimbingan teknis tentang cara-cara membuat jamban sehat yang
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
e. Memantau dan menilai upaya-upaya yang dilakukan dalam perubahan perilaku
buang air besar dengan melihat perkembangan jumlah jamban.
6. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
a. Bersama lintas sektor terkait menyusun Rencana Kegiatan Peningkatan perilaku
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
b. Sosialisasi permasalahan dan rencana pemecahan masalah perilaku cuci tangan
pakai sabun pada kelompok-kelompok potensial yang berada di wilayah kerja
Puskesmas kepada Tim Pembina PKK, tokoh masyarakat formal (Ketua RT/RW),
tokoh masyarakat informal, tokoh agama, organisasi masyarakat, dunia usaha.
c. Menggalang kemitraan dengan pihak non pemerintah (swasta) termasuk
perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok masyarakat.
d. Menyelenggarkan acara-acara khusus bersama pihak swasta pada hari-hari khusus
yang berkaitan dengan CTPS, seperti Hari Pendidikan Nasional (2 Mei), Hari
Kesehatan Nasional (12 Nopember) dan Hari Ibu (22 Desember).
7. Memberantas Jentik Nyamuk di Rumah Seminggu Sekali
a. Melakukan identifikasi data jumlah penderita dan kematian akibat DBD setiap desa
(data setiap minggu atau setiap bulan).
b. Melakukan orientasi kader dalam rangka peningkatan rumah bebas jentik
c. Melakukan analisis dan merumuskan permasalahan dalam pencapaian rumah bebas
jentik berdasarkan hasil pendataan pada rapat internal Puskesmas.
d. Bersama pimpinan Puskesmas melakukan advokasi kepada Camat dan lintas sector
terkait (Pokjanal DBD Kecamatan terdiri dari PKK, unsur pendidikan, agama,
lembaga pemberdayaan masayarakat desa/kelurahan (LPMD/K), dunia
usaha/swasta, Ikatan Perusahaan Pengendali Hama Indonesia (IPPHAMI), Asosiasi
Pengendali Nyamuk Indonesia (APNI) dan organisasi kesehatan lainnya untuk
mendapatkan dukungan kebijakan dan dana.
e. Menyusun rencana kegiatan peningkatan pencapaian rumah bebas jentik:
Melakukan sosialisasi permasalahan dan rencana peningkatan rumah bebas jentik
pada kelompok potensial di wilayah kerjanya (PKK, tokoh masyarakat, tokoh
6
agama, organisasi masayrakat, dunia usaha/swasta, RT, RW, Kelurahan/Desa
Siaga).
f. Menyiapkan sarana dan prasarana kegiatan PSN (PSN kit) antara lain senter, buku
catatan, alat tulis, kartu jentik, rumah/bangunan, bubuk pembunuh larva (larvasida),
leaflet, stiker/bendera untuk rumah yang dietmukan adanya larva
8. Makan Buah dan Sayur Setiap Hari
a. Melakukan identifikasi jenis sayur dan buah lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber serat, vitamin, mineral dan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat.
b. Melakukan analisis dan merumuskan permasalahan konsumsi sayur dan buah
masyarakat diwilayah kerjanya berdasarkan hasil pendataan pada rapat internal
puskesmas.
c. Bersama pimpinan puskesmas melakukan advokasi kepada camat dan lintas sektor
terkait seperti partai politk,Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI),
produsen/penjual sayur dan buah,Pemilik /pengusaha makanan/warung/kantin,
kelompok restaurant makanan tradisional,penyuluh lapangan pertanian untuk
mendukung dikeluarkannya kebijakan dan dana untuk membantu memecahkan
permasalahan dalam peningkatan ketersediaan aneka ragam sayur dan buah.
d. Menyusun rencana kegiatan peningkatan konsumsi sayur dan buah pada mini
lokakarya.
e. Sosialisasi situasi permasalahan konsumsi sayur dan buah dan rencana pemecahan
masalah pada kelompok potensial yang berada diwilayah kerja
Puskesmas(kelompok dasa wisma,kelompok usaha tani sayur dan buah,tokoh
masyarakat,tokoh agama,organisasi masyarakat, RT dan RW).
f. Melaksanakan orientasi kader tentang peningkatan konsumsi sayur dan buah
g. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan,aplikasi kebijakan/peraturan yang telah dibuat,atau pemantauan
realisasi dukungan sarana dan dana yang diberikan oleh mitra.
9. Melakukan Aktivitas Fisik Setiap Hari
a. Bersama pimpinan puskesmas melakukan advokasi kepada Camat dan lintas sektor
terkait seperti Persatuan Guru Republik Indonesia, Dewan Kelurahan,Kelopok
Pemuda/Karang Taruna,Pengusaha alat olahraga/pengelola sarana
olahraga,kelompok senam (senam jantung sehat, senam lansia, senam
Osteoporosis, Kelompok Senam Bersatu, Senam Tera/Taichi, Senam Tongkat)
7
untuk mendapat dukungan kebijakan,sarana,alat dan dana untuk membantu
kegiatan peningkatan aktivitas fisik di masyarakat.
b. Sosialisasi permasalahan aktivitas fisik dan rencana pemecahan masalah pada
kelompok potensial yang berada diwilayah kerja puskesmas kepada partai politik,
PKK, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Organisasi Masyarakat, Dunia Usaha, RT
dan RW.
c. Melaksanakan orientasi dan pembinaan kader tentang peningkatan aktivitas fisik
d. Membuat jadwal kegiatan senam masyarakat sesuai dengan kelompoknya
e. Membantu mengembangkan upaya-upaya peningkatan kesehatan bersumberdaya
masyarakat seperti pemeriksaan tekanan darah secara berkala pada kelompok usia
tertentu dan mengupayakan ada buku pencatatan tekanan darah, Pemanfaatan lahan
untuk peningkatan aktivitas fisik masyarakat di kelurahan.
f. Melakukan monitoring dan evaluasi.
10. Tidak Merokok
a. Melakukan pendataan perokok aktif diwilayah kerja
b. Melakukan analisis dan merumuskan permasalahan penduduk perokok (individu
maupun di rumah tangga) diwilayah kerjanya berdasarkan hasil pendataan pada
rapat internal puskesmas.
c. Menyusun rencana kegiatan pencegahan dan pengendalian penggunaan tembakau
dan rokok pada mini lokakarya
d. Sosialisasi permasalahan penggunaan tembakau/rokok dan rencana pemecahan
masalah pada kelompok potensial di wilayah kerja puskesmas ke institusi
pendidikan, PKK, kelompok pemuda, tempat kerja,tempat umum, (tempat ibadah,
pasar, terminal, sarana angkutan), tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi
masyarakat, dunia usaha, RT dan RW
e. Bersama kader menempelkan stiker “Rumah Tangga Tanpa Asap Rokok”
f. Membantu mengembangkan upaya-upaya peningkatan kesehatan bersumberdaya
masyarakat seperti mengembangkan kawasan tanpa asap rokok di RT, RW dan
Balai Desa.
g. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan kebijakan/peraturan
adanya kawasan tanpa rokok, pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian
masalah merokok khususnya di rumah tangga.
8
Penerapan PHBS di puskesmas dan Rumah Sakit
Penyampaian pesan PHBS di instansi kesehatan (puskesmas dan RS) kepada pasien
& pengunjung seperti melalui penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media
poster, stiker, papan pengumuman, kunjungan rumah ,dsb
Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di institusi kesehatan seperti air bersih,
jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan, disinfektan, dan penyediaan
ruangan merokok dsb.
Pelaksanaan pengawasan PHBS di institusi kesehatan.
SOAL A
1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN DESENTRALISASI DI BIDANG
KESEHATAN, PEMBAGIAANNYA ADA 3 (TUGAS PELAYANAN, TUGAS
REGULASI, DAN TUGAS PEMBIAYAAN). SEBUTKAN MASING-MASING
CONTOH YANG DILAKUKAN DI DINAS KESEHATAN DAN PUSKESMAS
(SEBANYAK MUNGKIN) !
Jawaban :
Tugas Pelayanan
Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu; bayi, anak dan kelompok masyarakat resiko tinggi terlindungi dari penyakit.
Contohnya : Peningkatan SDK ( sumber daya kesehatan ) untuk menunjang pelayanan yang
bermutu
Tugas Regulasi
Salah satu contoh sasaran tugas regulasi adalah pada bidang sumber daya kesehatan sie.
Sumber Daya Manusia yang mengatur perizinan ketenaga kerjaan dan STR yang berlaku 5
tahun. Selain itu,terdapat juga pengaturan yang dilakukan oleh sie. Farmasi dalam mengatur
persediaan dan distribusi obat
Tugas Pembiayaan
Sasaran utama dari strategi ini adalah pembangunan kesehatan memperoleh prioritas
penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintahan diutamakan
untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya system jaringan
pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin. Contohnya : salah satu contohnya
adalah kerjasama antara dinkes dengan pemerintah daerah untuk pengadaan dana
pembiayaan obat.
9
2. DINKES MENJALANKAN PEMBAGIAN TUGAS DAN FUNGSI UNTUK
MELAKSANAKAN DESENTRALISASI SEBUTKAN SESUAI DENGAN 3 TUGAS
TERSEBUT DALAM ORGANISASI DAN TATA KERJA DINKES.
Jawaban :
Desentralisasi di bidang kesehatan pembagiannya ada 3 terdiri atas
1. Tugas pelayanan :
Terdapat pada bidang pelayanan kesehatan yang terdiri atas
a. seksi pelayanan primer ( pelayanan kesehatan rawat jalan ,kesehatan ibu anak).
b. Seksis Pelayanan kesahatan tradisional ( pelayanan alat kesehatan
/komplementer )
c. Seksi pelayanan kesehatan rujukan yang berkerja sama dengan dokter spesialis
d. Seksi fasyankes dan peningkatan mutu ( akreditasi )
e. Bidang pelayanan kesehatan masyarakat pada sie. Kesehatan keluarga dan gizi,
sie. Promosi dan permberdayaan masyarakat, sie.Kesling KK dan Olah raga, sie.
Teknis Dinas ( Puskesmas )
2. Tugas regulasi
Terdapat pada bidang Sumber daya Kesehatan pada sie :
a. Sumber daya manusia untuk mengatur ketenaga kerjaan dan perizinan tenaga
kesehatan dan mengatur pendidikan lanjutan atau jenjang tambahan
b. Sie. Kefarmasian ( Instalasi Farmasi ) mengakomodir regulasi obat di 13
Puskesmas di Jayapura
3. Tugas Pembiyaan
Terdapat pada bidang Sumber daya Kesehatan pada sie :
a. Farmasi, bekerja sama dengan Dinkes mengatur dana Pembiayaan pembelian obat
b. Alat kesehatan mengatur dana Pembiayaan pembelian dan perawatan alat
kesehatan.
10
dan preventif, yang membedakan puskesmas dengan yankes lain adalah puskesmas
memiliki wilayah kerja, memiliki 6 tugas pokok yang dijalankan.
11
Surveilens terpadu penyakit (STP), pelacakan kasus seperti TBC, kusta, DBD,
malaria, flu burung, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, infeksi menular
seksual (IMS), penyuluhan penyakit menular.
6. Pelayanan pengobatan :
Pengobatan dalam gedung: poli umum, poli gigi, apotek, unit gawat darurat
(UGD),perwatan penyakit (rawat inap), pertolongan persalinan (kebidanan),
Pengobatan luar gedung: rujukan kasus dan pelayanan puskesmas keliling (pusling).
12
- Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
c. Pemantauan mutu pelayanan pada kesehatan ibu anak dan KB dengan cara :
- Peningkatan pelayanan antenatal bagi seluruh ibu hamil di semua pelayanan
kesehatan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
- Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas
kesehatan.
- Peningkatan pelayanan kesehatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita di semua
pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai standar serta menjangkau seluruh
sasaran.
- Peningkatan deteksi dini risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
- Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir secara adekuat
dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
- Peningkatan pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai
standar dan menjangkau seluruh sasaran.
- Peningkatan pelayanan KB berkualitas.
- Peningkatan deteksi dini tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada
bayi baru lahir, bayi dan anak balita.
- Peningkatan penanganan bayi baru lahir dengan komplikasi sesuai standar.
d. Pemantauan mutu pelayanan pada program sanitasi dengan cara :
- Mengevaluasi pelaksanaan program sanitasi masyarakat dengan indikator
pelaksaan dinilai dari aspek input yang terdiri dari tenaga kesehatan, fasilitas
penunjang, dan dana.
- Mengevaluasi pelaksaan program pelayanan sanitasi masyaarakat dinilai dari
aspek proses yakni perencanaan dan pelaksaan.
- Mengevaluasi pelaksaan program pelayanan sanitasi masyarakat dinilai dari aspek
output yang terdiri dari atas kesepakatan sasaran dan tercapainya cakupan
program.
e. Pemantauan mutu pelayanan health promotion dengan cara :
- Kegiatan promosi kesehatan di dalam gedung Puskesmas
- Kegiatan promosi kesehatan di luar gedung Puskesmas
- Dengan jejaring pelayanan promosi kesehatan puskesmas, yaitu : kecamatan,
lintar sektor lain (dinas pendidikan, kantor urusan agama, polsek, koramil),
13
kelurahan/desa, sekolah TK-SD-SLTP, pondok pesantren, industri rumah
tangga/pabrik, lembaga kemasyarakatan.
f. Pemantauan mutu pelayanan kesehatan-pengobatan tingkat pertama di Puskesmas
dengan cara :
14
penyakit TB pengawasan minum obat oleh pasien harus selalu dilakukan, edukasi ke
masyarakat untuk menambah pengetahuan tentang penyakit kusta, serta penularannya
juga harus dilakukan untuk membentuk kesadaran kepada masyarakat akan bahaya
penularan.
Pada penderita filariasis hampir sama dengan penyakit TB dan kusta dimana hal yang
pertama dilakukan yaitu penjaringan/pelacakan seseorang suspek filariasis. Kemudian
petugas akan melakukan survei kedaerah tersebut sehingga untuk mencari seseorang
yang dianggap suspek filariasis. Kemudian dilakukan pemeriksaan dipuskesmas untuk
menegakan diagnosis dan segera dilakukan pengobatan. Pengobatan yang diberikan
kepada penderita filariasis ataupun pengobatan pencegahan filariasis dilakukan setahun
sekali selama 5 tahun sehingga pemantauan pengobatan harus selalu dilakukan untuk
memastikan pengobatan berjalan tuntas. Selain penjaringan pasien di daerah-daerah
yang dianggap berpotensi, kemudian pemantauan pengobatan juga yang wajib
dilakukan oleh petugas yaitu edukasi kepada masyarakat daerah tersebut akan bahaya
dan penularan penyakit filariasis sehingga terbentuk kesadaran masyarakat untuk
melakukan pengobatan pencegahan.
15
ini apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari
tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan
(tren) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut 216/100.000
penduduk. Angka keberhasilan pengobatan di Papua baru sekitar 49,6%, nilai ini belum
mencapai target pengobatan >85%.
Provinsi dengan angka penderita kusta tertinggi pada tahun 2015 yaitu Sulawesi
Utara (21,14%), Papua Barat (19,51%) dan Gorontalo (18,53%). Hal itu menunjukkan
kinerja pengobatan kusta di provinsi tersebut masih rendah. Lima provinsi dengan kasus
klinis filariasis tertinggi pada tahun 2015 yaitu Nusa Tenggara Timur (2.864), Aceh (2.372),
dan Papua Barat (1.244), Papua (1.184) dan Jawa Barat (904).
SOAL B
16
b. Melakukan promosi kesehatan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, karena 88%
kejadian diare disebabkan oleh sanitasi dan kebersihan yang buruk serta mengkonsumsi
air yang tidak dimasak secara baik
Pada Anak:
Pemberian Oralit. apabila tidak ada Oralit, diberikan cairan rumah tangga seperti Air
Tajin, kuah sayur, sari buah, air teh dan air matang
Pemberian ASI Ekslusif selama 6 bulan sampai 2 tahun
Pemberian Makanan Pengganti ASI sesuai umur
Mengkonsumsi Air rebus
Penggunaan Air bersih yang cukup
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah Buang Air
Besar (BAB)
Buang Air Bersih (BAB) di jamban
Membuang tinja bayi dengan benar
KRITERIA RUJUKAN:
Tanda dehidrasi berat
Terjadi penurunan kesadaran
Nyeri perut yang signifikan
Pasien tidak dapat minum oralit
Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
17
2. BAGAIMANA ANDA BERSIKAP KALAU ANDA BERADA DI PUSKESMAS
YANG MENGALAMI MASALAH DIARE YANG DIAKIBATKAN KARENA AIR
BERSIH
Jawaban :
Mencari sumber masalah.
1. Melakukan survey
2. Melaporkan memeriksa sampel air minum yang dikonsumsi di Laboratorium
Kesehatan Daerah dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan.
Melakukan terapi definitif
Penyuluhan tentang Diare
Promosi Kesehatan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Pemenuhan Kebutuhan Sarana Sanitasi Dasar (Air bersih)
Gerakan Masyarakat untuk Kesehatan Lingkungan
Gerakan cuci tangan di tatanan rumah tangga dan sekolah
UKBM (Unit Kesehatan Bersumber Masyarakat)
Memperhatikan jarak sarana air bersih seperti sumur gali dengan jamban, kedalaman
sumur gali harus 10 meter dari permukaan tanah, dinding sumur dibuat kedap air agar
dapat menahan air permukaan yang mungkin meresap kedalam umur.
18
c. Indikator Luaran : Meningkatkan cakupan bayi dan balita yang dilayani, pencapaian
cakupan seluruh balita, meningkatnya cakupan ibu hamil dan ibu menyusui yang
dilayani, serta meningkatnya cakupan kasus yang dipantau dalam kunjungan rumah.
d. Indikator dampak (Outcome) : Meningkatnya status gizi balita, berkurangnya jumlah
anak yang berat badannya tidak cukup naik, berkurangnya prevalensi penyakit anak
(cacingan , diare, ISPA), berkurangnya prevalensi anemia ibu hamil dan ibu
menyusui, mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik di tingkat keluarga serta
mantapnya kesinambungan Posyandu.
19
Penilaian Langsung
a. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang
berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat
gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi
tubuh seseorang. Metode antropometri sangat berguna untuk melihat
ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat
digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik. Adapun empat
variable yang digunakan dalam pengukuran ini yaitu umur, berat badan, tinggi
badan, dan jenis kelamin. Adapun tiga metode lain yang digunakan untuk
mengukur antropometri yaitu lingkar lengan atas (ILA), lingkar kepala, dan
lingkar dada.
Penilaian tidak langsung
a. survey konsumsi makanan
Survey konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun
keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data
kuantitatif dapat dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,
sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang
maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi
b. Statistic vital
Statistic vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui
data-data mengenai statistic kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti
angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian,
statistic pelayanan kesehatan dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan
kekurangan gizi.
c. Faktor ekologi
Penilaian status gizi dengan mengunakan faktor ekologi karena masalah
gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis,
faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi
digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah ( malnutrition) disuatu
masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi
20
5. BAGAIMANA MENILAI CAKUPAN IMMUNISASI DI PUSKESMAS BAIK YANG
DASAR MAUPUN LANJUTAN ?
Jawaban :
Untuk menilai cakupan imunisasi dengan melihat hasil pencatatan di Puskesmas jumlah
bayi yang diimunisasi lengkap dibandingkan dengan sasaran. Cakupan imunisasi di Papua
hanya 52,4-74% masih jauh, dibawah angka nasional sebesar 82%. Program imunisasi
yang tidak merata mengakibatkan anak rentan terhadap berbagai penyakit. Hal itu terlihat
dalam beberapa kasus kesehatan yang tidak juga mengalami penurunan yang signifikan,
misalnya difteri. Bila cakupan imunisasi tinggi dan merata, kejadian luar biasa tidak akan
terjadi. Tolak ukur untuk menilai rata atau tidaknya program imunisasi adalah pencapaian
Universal Child Immunization (UCI) Desa yang harus >80%. Desa/kelurahan UCI adalah
gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di
desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Pada tahun 2015 terdapat
tiga provinsi yang memiliki capaian tertinggi yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jawa
Tengah sebesar 100%. Sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki capaian terendah
(54,66%), diikuti oleh Riau sebesar 57,67%, dan Aceh sebesar 67.56%. Tidak meratanya
program imunisasi tersebut karena minimnya infrastruktur di daerah terpencil, padahal
vaksin harus segera didistribusikan.
Pendukung keberhasilan imunisasi dasar maupun lanjutan di puskesmas :
Promosi oleh kader imunisasi dasar
Promosi oleh kader PKK tentang imunisasi dasar
Kampanye nasional imunisasi dasar lengkap
Promosi oleh NAKES/ di FASKES tentang immunisasi dasar
Tersedianya pelayanan immunisasi dasar maupun lanjutan di Puskesmas.
21
Polindes untuk kegiatan di Pondok Bersalin Desa antara lain melakukan
pemeriksaan (Ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita), memberikan
pertolongan persalinan normal yang bersih dan aman, memberikan pelayanan KB,
memberikan imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu
dan anak, serta pelatihan dan pembinaan kepada kader dan masyarakat.
Pos KB Desa (PKBD) yang biasanya dijalankan oleh kader KB atau petugas KB
ditingkat kecamatan.
Prolanis untuk para orang lanjut usia.
Posbindu dengan penyakit tidak menular.
Posyandu yang dibantu oleh kader.
SOAL C
1. MENGAPA KB DIPERLUKAN SAAT INI DAN SEBAGAI BAGIAN DARI
PELAYANAN KESEHATAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Jawaban :
Perlunya KB sebagai pelayanan kesehatan dan pembangunan manusia:
KB diperlukan untuk menekan jumlah tingkat kelahiran. Mengingat jumlah wanita
subur (WUS) di indonesia sangat tinggi.
Untuk membantu pasangan dan perorangan dalam tujuan kesehatan reproduksi yang
berkualitas
Menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak
Serta membangun keluarga kecil berkualitas
Mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang
22
memasuki usia ideal untuk melangsungkan pernikahan, yaitu usia 25 tahun untuk pria
dan minimal 20 tahun untuk wanita
2.Pengaturan kelahiran, menjadi sasaran untuk Pasangan Usia Subur (PUS) untuk
mengatur jarak kelahiran dan jumlah anak, dengan jarak 3 – 5 tahun serta jumlah anak 2
lebih baik
3.Pembinaan ketahanan keluarga, menjadi sasaran untuk keluarga yang memiliki anak
balita, remaja dan lansia untuk meningkatkan ketahanan dan keharmonisan keluarga
yaitu dengan mengikuti kegiatan BKB (Bina Keluarga Balita), BKR (Bina Keluarga
Remaja), BKL (Bina Keluarga Lansia) dan BLK (Bina Lingkungan Keluarga).
4.Peningkatan kesejahteraan keluarga, menjadi sasaran untuk seluruh keluarga dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kelompok kegiatan ekonomi
produktif, yaitu kelompok UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera).
23
Artinya dalam satu setengah jam ada ibu melahirkan yang meninggal di Indonesia. Ada 4
hal yang menyebabkan kematian ibu melahirkan yaitu melahirkan usia muda, setiap tahun
melahirkan, banyak anak, melahirkan usia tua. Oleh karena itu, program KB mengatur
jarak kehamilan kesehatan ibu hamil, serta usia yang maksimal sehingga tidak terjadi
kematian ibu yang melahirkan. Dan menghasilkan keluarga yang berkualiatas, bukan
untuk membuat punah. Namun, apabila kehamilan tidak diatur dengan baik, serta
kesehatan ibu tidak diutamakan pada suatu daerah maka kematian ibu akan semakin
meningkat sehingga berdampak kepunahan.
SOAL D
APA YANG ANDA DAPATKAN SECARA KRITIS TERHADAP KEBERADAAN
PUSAT KLINIK REPRODUKSI ?
Jawaban :
Dengan adanya keberadaan pusat klinik reproduksi:
a. maka seorang yang memiliki pekerjaan/ tergolong berisiko tinggi terhadap penularan
Infeksi menular seksual (Pekerja Seks Komersial, berganti-ganti pasangan,
homoseksual, dll) dapat mencegah, mengurangi penularan IMS dan HIV, dalam
meningkatkan kualitas hidup, serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat
IMS, HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat.
b. Memberikan informasi secara terus-menerus kepada masyarakat tentang IMS, HIV-
AIDS dan memberikan layanan pemeriksaan.
c. Menyediakan dan meningkatkan mutu pelayanan, pengobatan dan dukungan kepada
klien, yang terintegrasi.
d. Memutuskan rantai penularan IMS – HIV melalui pemakaian kondom.
e. Sebagai tempat pelayanan KB suntik, kesehatan reproduksi remaja, deteksi dini
kanker mulit Rahim (IVA)
Dari tugas lapangan di Pusat Kesehatan Reproduksi saya menyimpulkan bahwa
tingginya kasus penyakit IMS di kota Jayapura karena melihat dari data yang diperoleh,
total jumlah kunjungan Pusat Kesehatan Reproduksi dari bulan Januari hingga Juni 2017
terdapat 3.877 kasus IMS. IMS merupakan pintu masuk dari penyakit HIV/AIDS,
sehingga perlu ditekannya kasus IMS di kota Jayapura. Perlu diadakan promosi kesehatan
24
mengenai bahayanya penyakit IMS sebagai pintu masuk dari penyakit HIV/AIDS kepada
masyarakat.
Dari hasil data diperoleh distribusi penyakit IMS terbanyak sesuai pekerjaan
adalah pekerja seks tidak langsung, sebanyak 1.636 dari total jumlah kunjungan 3.877
orang. Perlu ditingkatkannya kesadaran pekerja dari Bar dan Panti Pijat yang ada dikota
Jayapura untuk memeriksakan IMS setiap 2 bulan sekali dan tes HIV setiap 3 bulan sekali.
25
2. BAGAIMANA DISTRIBUSI PENYAKIT IMS DAN KARAKTERISTIK
Distribusi berdasarkan Jenis kelamin
a. Jumlah kunjungan layanan IMS bulan Januari – Februari tahun 2018 berdasarkan
jenis kelamin di dapatkan hasil sebagai berikut :
No Jenis Kelamin Jumlah %
1. Laki- laki 48 25,39
2. Perempuan 141 74,60
Jumlah 189 100
Dari tabel diatas distribusi penyakit IMS berdasarkan jumlah kunjungan yang
memeriksakan diri ditemukan bahwa pada jenis kelamin perempuan lebih
banyak sebanyak 141 orang (74,60%) dari 189 orang.
b. Distribusi jumlah kunjungan pasien baru IMS berdasarkan Jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah %
1. Laki – laki 30 58,82
2. Perempuan 21 41,17
Jumlah 51 100
Dari tabel diatas distribusi penyakit IMS berdasarkan jumlah kunjungan
pasien baru yang memeriksakan diri ditemukan bahwa pada jenis kelamin
laki-laki lebih banyak sebanyak 30 orang (58,82%) dari 51 orang.
c. Distribusi kasus IMS yang ditemukan berdasarkan jenis kelamin
No Jenis kelamin Jumlah %
1. Laki – laki 17 21,6
2. Perempuan 66 71,51
Jumlah 83 100
Dari tabel diatas distribusi penyakit IMS berdasarkan jumlah kasus yang
ditemukan yang memeriksakan diri ditemukan bahwa pada jenis kelamin
perempuan lebih banyak sebanyak 66 orang (71,51%) dari 83 orang.
d. Distribusi jumlah kasus IMS berdasarkan jenis kelamin
e. Jenis Kelamin
No Kasus IMS L N % P N %
1. Sifilis Dini - - - 1 - 1,96
2. Sifilis Lanjut - - - - - -
3. Gonorea 3 - 50 6 - 11,76
26
4. Urethritis Gonorea 3 - 50 - - -
5. Urethritis Non GO - - - - - -
6. Servisitis proctitis - - - 44 - 86,27
7. Triconomiasis - - - - - -
8. Herpes Genital - - - - - -
Jumlah 6 100 51 100
Dari tabel diatas distribusi penyakit IMS berdasarkan jenis kelamin pada pria dan
wanita yang memeriksakan diri ditemukan bahwa jenis kelamin perempuan dengan
kasus servisitis proctitis sebanyak 44 orang (86,27%) dari 83 orang.
27
5. IDU - -
6. Pasangan Risk 7 3,70
7. Pelanggan PS 14 7,40
8. Lain-lain 26 13,75
Jumlah 189 100
Ket : WPS adalah wanita penjajah seks, PPS adalah pria penjajah seks, LSL
adalah Laki-laki seks dengan laki-laki, IDU adalah pengguna obat suntik.
Dari tabel diatas distribusi penyakit IMS berdasarkan kelompok resiko pada pria
dan wanita yang memeriksakan diri ditemukan bahwa Wanita Penjajah Seks
sebanyak 126 (66,66%) dari 189 orang.
28
5 PSK tak langsung 40 62,5
6 Buruh 0 0
7 WBP 0 0
8 Ibu Rumah Tangga 2 3,1
9 TNI/Polri 0 0
10 Supir/Ojek 1 1,6
11 Tenaga Jasa 0 0
12 Tidak Bekerja 1 1,6
13 Dll 0 0
Total 64 100
Dari tabel diatas distribusi kasus HIV/AIDS dengan karakteristiknya berdasarkan jenis
pekerjaan menunjukkan bahwa jenis pekerjaan pekerja seksual tidak langsung lebih
banyak yang positif terkena HIV yaitu 40 orang (62,5%) dari 64 orang. Hal ini
disebabkan karena pekerja seksual tidak langsung adalah kelompok pekerja seksual
yang melakukan transaksi seksual dimanapun ( freeland) atau tidak tersedia tempat
khusus yang telah disediakan, misalnya pada panti pijat, bar, SPG (sales promotion girl),
sedangkan pekerja seksual langsung adalah kelompok pekerja seksual yang melakukan
transaksi seksual pada tempat khusus yang telah disediakan misalnya lokalisasi tangga
seribu argapura.Kejadian HIV banyak terdapat pada PSK tidak langsung karena tidak
terbatas jumlah, luas wilayahnya dan tidak teroganisir.
29
4. Distribusi Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah %
1 Tidak Sekolah 0 0
2 SD 8 12,5
3 SMP 19 29,7
4 SMA 34 53,1
5 Perguruan Tinggi 3 4,7
Total 64 100
Dari tabel diatas distribusi kasus HIV/AIDS dengan karakteristiknya berdasarkan
tingkat pendidikan ditemukan bahwa pada tingkat pendidikan SMA lebih banyak yang
terkena HIV positif, berjumlah 34 orang (53,1%) dari 64 orang.
30
8 NTB 0 0
9 Sulawesi Utara 4 6,3
10 Sulawesi selatan 3 4,7
11 Sulawesi Tenggara 0 0
12 Sulawesi Tengah 1 1,5
13 Sulawesi Barat 0 0
14 Maluku 1 1,5
15 Bali 0 0
16 Dll 0 0
Total 64 100
Dari tabel diatas distribusi kasus HIV/AIDS berdasarkan daerah asal yang
memeriksakan diri ditemukan bahwa yang berasal dari daerah jawa lebih banyak
terinfeksi HIV positif berjumlah 30 orang (46,9%) dari 64 orang.
31