Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
ABSTRACT
The objective of this research was to analyze the glycemic index values of gembili products. The research
consisted of three stages covered: (1) processing of gembili into three treatments (boiled, steamed, and
fried), (2) analyzing of nutrient contents in gembili products, (3) measuring of glycemic index of three
processed food. Moisture content (wet based/wb) in boiled, steamed and fried gembili were 68.09%, 62.11%,
and 49.09% respectively. Ash content (dry based/db) in boiled, steamed and fried gembili were 1.62%, 2.15%,
and 2.13% respectively. Fat content (dry based/db) were 0.63%, 0.37% and 7.75%, while protein content (dry
based/db) were 3.71%, 2.99%, and 4.25%. Insoluble dietary fiber content (dry based/db) between 11.79% to
13.43%, while was higher than soluble dietary fiber content (dry based/db) between 5.84% to 10.88%. Total
dietary fiber content (dry based/db) in boiled, steamed and fried gembili were 19.01%, 18.15%, and 24.30%
respectively, while carbohydrate by difference content (dry based/db) were 91.05%, 93.33%, and 88.88%
respectively. The results of this study indicated that all glycemic index values of gembili products were
high (>70). Glycemic index values gembili boiled, steamed, and fried gembili were 85.56, 87.56, and 83.61
respectively. Analysis of variance test One Way ANOVA showed that those treatments did not significantly
affect the glycemic index value (p> 0.05)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai indeks glikemik produk olahan gembili (Dioscorea esculenta).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian experimental study. Tahapan penelitian ini terdiri dari: (1)
proses pengolahan gembili menjadi gembili goreng, gembili kukus, dan gembili rebus, (2) analisis komposisi
zat gizi gembili, (3) pengukuran indeks glikemik produk olahan gembili. Berdasarkan hasil analisis, kadar air
(%bb) pada gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng masing-masing sebesar 68.09%, 62.11%, dan
49.09%. Kadar abu (%bk) pada ketiga jenis produk olahan gembili masing-masing sebesar 1.62%, 2.15% dan
2.13%. Kadar lemak (%bk) berkisar antara 0.37% sampai 7.75%, sedangkan kadar protein (%bk) berkisar antara
2.99% sampai 4.25%. Kadar serat pangan tidak larut (%bk) masing-masing sebesar 13.17%, 11.79%, dan 13.43%.
Kadar ini lebih tinggi dibandingkan kadar serat pangan larut (%bk) sebesar 5.84%, 6.37%, dan 10.88%, sehingga
diperoleh kadar total serat pangan (%bk) masing-masing sebesar 19.01%, 18.15%, dan 24.30%. Kadar karbohidrat
sebesar 91.05%, 93.33%, dan 88.88%. Hasil pengukuran respon glikemik individu menunjukkan bahwa nilai
indeks glikemik produk olahan gembili tergolong tinggi (>70). Nilai indeks glikemik gembili rebus, gembili
kukus, dan gembili goreng adalah 85.56, 87.56, dan 83.61. Uji sidik ragam One Way ANOVA menunjukkan
bahwa perbedaan jenis pengolahan gembili tidak memengaruhi nilai indeks glikemiknya (p>0.05).
Korespondensi: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
*
sebagai pengantar panas sehingga kemungkinan ter- melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi
jadi proses penyerapan minyak. Secara umum kadar lebih mudah dicerna dan diserap sehingga dapat
protein dari produk olahan gembili tergolong ren- mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat de-
dah. Hal ini diduga karena protein telah berkurang ngan cepat (Rimbawan & Siagian 2004). Tingkat ge-
akibat pemanasan suhu tinggi pada proses pengolah- latinisasi memengaruhi nilai indeks glikemik karena
an. Carbohydrate by difference bertambah setelah proses gelatinisasi pati dapat menyebabkan granula
melalui proses pengolahan. Hal ini dapat terjadi pati mengembang. Granula yang mengembang dan
karena proses pengolahan menyebabkan beberapa molekul pati yang bebas sangat mudah dicerna ka-
zat gizi menjadi berkurang sehingga nilai carbohy- rena enzim pencernaan di usus mendapat permukaan
drate by difference lebih tinggi. yang lebih luas untuk dapat kontak dengan molekul
Tingkat gelatinisasi terendah adalah gembili pati. Reaksi cepat dari enzim ini akan menyebabkan
goreng. Hal ini diduga karena tingginya kadar se- kadar glukosa darah meningkat cepat (Rimbawan &
rat dan lemak. Berdasarkan hasil analisis, proporsi Siagian 2004).
amilopektin pada produk olahan gembili lebih besar Hasil analisis tingkat gelatinisasi produk olahan
dibandingkan kadar amilosanya. Secara keseluruhan gembili berdasarkan basis kering berkisar antara
kadar serat pangan tidak larut lebih tinggi diban- 51.58% sampai 84.21%. Gembili kukus memiliki
dingkan serat pangan larut. tingkat gelatinisasi tertinggi apabila dibandingkan
dengan poduk olahan gembili lainnya. Hal ini diduga
Indeks Glikemik Produk Olahan Gembili karena gembili kukus mengalami proses pemasakan
Nilai indeks glikemik gembili rebus, gembili dengan air dan panas yang dapat memperbesar
kukus, dan gembili goreng yang diperoleh dari rata- ukuran granula pati. Pati yang terkandung pada
rata nilai indeks glikemik sepuluh subjek penelitian gembili kukus mengalami lebih banyak gelatinisasi
disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat sehingga tingkat gelatinisasi gembili kukus tertinggi
dilihat bahwa nilai indeks glikemik produk olahan dibandingkan dengan produk olahan gembili lainnya.
gembili memiliki selisih yang tidak besar. Selain itu, Oleh karena itu, gembili kukus tergelatinisasi penuh
uji sidik ragam One Way ANOVA menunjukkan bahwa sehingga nilai indeks glikemiknya lebih tinggi
perbedaan jenis pengolahan gembili tidak meme- dibandingkan produk olahan gembili lainnya.
ngaruhi nilai indeks glikemiknya (p>0.05). Menu- Selain itu, gembili memiliki kandungan amilo-
rut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan & Siagian sa yang rendah dan kadar amilopektin yang tinggi.
(2004), berdasarkan pengaruh glikemiknya, pangan Hasil analisis kadar amilosa dan amilopektin pada
dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kategori produk olahan gembili menunjukkan kadar amilosa
pangan indeks glikemik rendah (IG<55), indeks glike- berdasarkan basis kering berkisar antara 0.68% sam-
mik sedang (IG=55—70), dan indeks glikemik tinggi pai 1.77%. Sedangkan kadar amilopektin berkisar
(IG>70). Berdasarkan pengkategorian tersebut, da- antara 43.68% sampai 60.36%. Secara umum, proporsi
pat diketahui bahwa semua produk olahan gembili amilopektin pada produk olahan gembili lebih besar
termasuk ke dalam kelompok pangan yang memiliki dibandingkan kadar amilosanya. Hal ini merupakan
nilai indeks glikemik tinggi yaitu lebih dari 70. salah satu indikator bahwa gembili termasuk dalam
pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi.
Tabel 3. Nilai Indeks Glikemik Produk Olahan Gem-
Menurut Shanita et al. (2011) terdapat
bili
hubungan yang signifikan antara rasio amilosa dan
Sampel Indeks Glikemik amilopektin, dimana peningkatan kadar amilosa akan
Gembili rebus 85.56 menurunkan nilai indeks glikemik. Amilosa dengan
Gembili kukus 87.56 struktur yang tidak bercabang sehingga membuatnya
terikat lebih kuat dan sulit untuk tergelatinisasi
Gembili goreng 83.61
dan akibatnya sulit untuk dicerna. Amilopektin
Menurut Jenkins et al. (2002), terdapat ba- memiliki struktur bercabang dan memiliki ukuran
nyak faktor yang dapat menyebab perbedaan indeks molekul lebih besar dan lebih terbuka. Oleh karena
glikemik antara pangan yang satu dengan pangan itu, amilopektin lebih mudah tergelatinisasi dan
yang lain. Pangan dengan jenis yang sama pun dapat akibatnya lebih mudah dicerna, sehingga bila suatu
memiliki indeks glikemik berbeda bila diolah atau pangan memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi
dimasak dengan cara yang berbeda. Faktor-faktor daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih
yang memengaruhi indeks glikemik pangan adalah tinggi (Rimbawan & Siagian 2004).
cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukur- Komposisi zat gizi seperti lemak, protein, dan
an partikel), perbandingan amilosa dengan amilo- serat pangan juga memengaruhi nilai indeks glike-
pektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar mik. Lemak dalam makanan yang dikonsumsi akan
serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti memberikan rasa kenyang, karena lemak akan me-
gizi pangan. Proses pengolahan dapat menyebab- ninggalkan lambung secara lambat. Hal ini akan
kan nilai indeks glikemik pangan meningkat karena memperlambat waktu pengosongan lambung, se-
hingga memperlambat timbulnya rasa lapar. Hasil nilai indeks glikemik yang tinggi. Variasi nilai indeks
analisis lemak menunjukkan bahwa gembili goreng glikemik ini dapat disebabkan karena perbedaan
memiliki kadar lemak yang tertinggi yaitu 7.75% varietas dan cara pengolahan yang diterapkan. Per-
apabila dibandingkan dengan produk olahan gembili bedaan komposisi zat gizi pada suatu pangan juga
lainnya yang berkisar antara 0.37% sampai 0.63%, dapat berpengaruh terhadap respon glukosa darah.
sehingga nilai indeks glikemik gembili goreng te-
Tabel 4. Nilai Indeks Glikemik Umbi Uwi
rendah dibandingkan dengan produk olahan gem-
bili lainnya. Kadar lemak yang rendah diduga tidak Pangan Nilai IG
berperan besar dalam memperlambat pengosongan Gembili rebus 85.56
lambung. Menurut Wolever dan Bolognesi (1996) le-
Gembili kukus 87.56
mak dalam jumlah yang besar (50 g lemak) dapat
menurunkan respon glukosa darah dan respon insu- Gembili goreng 83.61
lin. Gembili kukus (Marsono 2002) 90
Hasil analisis protein menunjukkan bahwa ka- Umbi uwi kuning panggang (Mendosa 2008) 80±7
dar protein pada produk olahan gembili berdasarkan
Umbi uwi putih panggang(Mendosa 2008) 80±6
basis kering berkisar antara 2.99% sampai 4.63%. Ka-
dar protein produk olahan gembili relatif rendah. Umbi uwi putih rebus (Mendosa 2008) 75±6
Menurut Mendosa (2008), penambahan protein ter-
hadap karbohidrat dapat memperlambat proses pe- KESIMPULAN
nyerapan atau puncak dari respon glukosa. Namun
menurut Rimbawan dan Siagian (2004), tidak semua Berbagai proses pengolahan menghasilkan
pangan yang memiliki kadar protein tinggi, nilai in- komposisi zat gizi yang berbeda pada produk olah-
deks glikemiknya rendah. Menurut Chen et al. (2010) an gembili. Perbedaan komposisi zat gizi ini dapat
protein dan lemak pada makanan yang dikonsumsi disebabkan karena perbedaan proses pengolahan
pada umumnya tidak memengaruhi respon glikemik, (rebus, kukus, dan goreng) meskipun dengan ting-
sehingga pengaruh kadar protein terhadap nilai in- kat kematangan yang homogen, sehingga terdapat
deks glikemik diabaikan. perbedaan respon glikemik pada masing-masing
Serat pangan atau dietary fiber adalah kar- subjek penelitian. Hasil pengukuran respon glikemik
bohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak dapat menunjukkan bahwa setiap produk olahan memiliki
dihidrolisis (dicerna) oleh enzim pencernaan manu- respon glikemik yang berbeda meskipun selisihnya
sia, dan akan sampai di usus besar (kolon) dalam tidak besar. Nilai indeks glikemik produk olahan
keadaan utuh. Kandungan serat dapat memengaruhi gembili tergolong tinggi (>70). Nilai indeks glikemik
nilai indeks glikemik karena dapat memperlambat gembili rebus, gembili kukus, dan gembili goreng
respon glikemik. Pengaruh serat pada indeks glike- adalah 85.56, 87.56, dan 83.61. Hasil uji statistik
mik pangan tergantung pada jenis seratnya, apabila menunjukkan bahwa perbedaan jenis pengolahan
masih utuh serat dapat bertindak sebagai pengham- tidak memengaruhi nilai indeks glikemik (p>0.05).
bat fisik pada pencernaan. Akibatnya indeks glike- Nilai indeks glikemik produk olahan gembili
mik cenderung lebih rendah (Araya 2002). tergolong tinggi sehingga diharapkan dapat menjadi
Hasil analisis kadar serat pangan pada panduan diet untuk menjaga kesehatan dan dapat
produk olahan gembili berdasarkan basis kering direkomendasikan untuk individu atau kelompok
menunjukkan bahwa gembili goreng memiliki kadar yang membutuhkan energi dengan cepat diantara-
serat tertinggi yaitu 24.30% dibandingkan dengan nya adalah untuk anak usia sekolah karena selain
gembili kukus yang sebesar 18.15% dan gembili memiliki indeks glikemik yang tinggi, gembili memi-
rebus sebesar 19.01%. Hasil penelitian ini berkaitan liki kadar inulin yang cukup tinggi sehingga dapat
dengan kelima mekanisme efek hipoglikemik yang berperan sebagai prebiotik dan mendukung proses
ditimbulkan oleh serat pangan. Oleh karena itu, pertumbuhan. Penelitian lebih lanjut mengenai nilai
nilai indeks glikemik gembili goreng lebih rendah indeks glikemik produk olahan gembili ataupun va-
apabila dibandingkan dengan nilai indeks glikemik rietas yang berbeda perlu dilakukan sehingga mem-
produk olahan gembili lainnya. permudah dalam pemilihan pangan yang sesuai de-
Penelitian mengenai gembili masih sangat ngan kebutuhan.
terbatas dan belum ditemukan literatur mengenai
nilai indeks glikemik produk olahan gembili. Namun DAFTAR PUSTAKA
informasi mengenai nilai indeks glikemik produk ola-
han beberapa varietas umbi uwi disajikan pada Ta- Araya H. 2002. A comparison between an in vitro
bel 4. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa ter- method to determine carbohydrate digestion
dapat banyak variasi nilai indeks glikemik dari umbi rate and the glycemic response in young men.
uwi dan gembili namun perbedaannya tidak terlalu European Journal of Clinical Nutrition, 56,
besar, semua varietas masih tergolong memiliki 735—739.
Aston L. 2006. Glycemic index and metabolic di- tions in health and disease. Am. J. Clin.Nutr,
sease risk. MRC Collaborative Centre for Hu- 76, 266S—273S.
man Nutrition Research, 65, 125—134. Larsen HN, Rasmussen OW, Rasmussen PH, Alstrup
Brouns F, Bjorck I, Frayn KN, Gibbs AL, Lang V, Sla- KK, Biswas SK, Tetens I, Thilsted SH & Her-
ma G, & Wolever TMS. 2005. Glycemic index mansen K. 2000. Glycemic index of parboiled
methodology. Nutrition Research Reviews, 18, rice depends on the severity of processing:
145—171. study in type 2 diabetic subjects. European
Chen YJ, Sun FH, Wong SH, & Huang YJ. 2010. Gly- Journal of Clinical Nutrition, 54(5), 380—385.
cemic index and glycemic load of selected Marsono Y. 2002. Indeks glikemik umbi-umbian.
Chinese traditional foods. World journal gas- Agritech, 22, 13—16.
troentrology, 16(12), 1512—1517. Mendosa. 2008. The glycemic index. www.mendosa.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2009. Tahun 2030 com/gi.htm [2 November 2012].
prevalensi diabetes melitus di Indonesia men- Rimbawan & Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pa-
capai 21.3 juta orang. www.depkes.go.id. [21 ngan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mei 2012]. Shanita SN, Hasnah H, & Khoo CW. 2011. Amylose
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2010. Riskesdas and amylopectin in selected Malaysian foods
2010. Badan Penelitian dan Pengembangan and its relationship to glycemic index. Sains
Kesehatan, Jakarta. Malaysiana, 40(80), 865—870.
Jenkins DJA, Kendall CWC, Augustin LSA, Franceschi Wolever TMS & Bolognesi C. 1996. Source and
S, Hamidi M, Marchie A, Jenkins AL, & Axelsen amount of carbohydrate affect postprandial
M. 2002. Glycemic Index: overview of implica- glucose and insulin in normal subjects. J Nutr,
126, 2798—806.