Вы находитесь на странице: 1из 2

Nama : Alya Kayca

F PBI Smt.2

Al-Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan


persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum
dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-
Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber
hukum kedua setelah Al-Qur'an.

As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an


sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa
dengannya.” -yakni As-Sunnah-, (H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya dengan
sanad yang shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad IV/130)

Yang dimaksud As-Sunnah adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya
(terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang ditujukan sebagai
syari’at bagi umat ini.

Sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin pada generasi awal, bahwa
As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan
manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun
dalam urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun
melawan As-Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i
rahimahullah di akhir kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal menggunakan qiyas
tatkala ada hadits (shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih)
maka gugurlah pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang
(shahih)”. Dan perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan wasiat sekaligus jalan


keluarnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫سنَّ ِة‬
ُ ‫سنَّتِي َو‬ ُ ِ‫يرا فَعَلَ ْي ُك ْم ب‬
ً ِ‫اختِ ََلفًا َكث‬
ْ ‫سيَ َرى‬ َ َ‫ش ِم ْن ُك ْم بَ ْعدِي ف‬ْ ‫فَ ِإنَّهُ َم ْن يَ ِع‬
ِ ‫علَ ْي َها بِالنَّ َو‬
‫اج ِذ‬ َ ‫ضوا‬ ُّ ‫ع‬ َّ ‫ِين ت َ َم‬
َ ‫سكُوا بِ َها َو‬ َ ‫شد‬ِ ‫الرا‬
َّ ‫ين‬ َ ِ‫اء ا ْل َم ْهدِي‬
ِ َ‫ا ْل ُخلَف‬
“Sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup sepeninggalku nanti niscaya
akan melihat perselisihan yang begitu banyak (dalam memahami agama ini). Oleh
karena itu, wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku (jalanku) dan
sunnah Khulafa` Ar Rasyidin yang terbimbing. Berpegang teguhlah dengannya.
Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad
Darimi, Ibnu Majah, dan lainnya. Dari shahabat Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu
‘anhu. Shohih, lihat Irwa`ul Ghalil, hadits no. 2455)

HADITS QUDSI

Qudsi menurut bahasa dinisbatkan pada “Qudus” yang artinya suci.Yaitu sebuah
penisbatan yang menunjukkan adanya pengagungan dan pemuliaan, atau
penyandaran kepada Dzat Allah Yang Maha Suci.
Sedangkan Hadits Qudsi menurut istilah adalah apa yang disandarkan oleh Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam dari perkataan-perkataan beliau kepada Allah ta’ala.

Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :


Pertama, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang
diriwayatkannya dari Allah ‘azza wa jalla”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzar
radliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan
dari Allah, bahwasannya Allah berfirman : “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku
telah mengharamkan perbuatan dhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk
kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di antara kalian”.
Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah berfirman….”.
Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah ta’ala berfirman : Aku
selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia
mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya”.

Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an

 Al-Qur’an itu lafadh dan maknanya dari Allah, sedangkan hadits qudsi
maknanya dari Allah dan lafadhnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
 Membaca Al-Qur’an termasuk ibadah dan mendapatkan pahala, sedangkan
membaca hadits qudsi bukanlah termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.
 Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-Qur’an, sedangkan dalam hadits
qudsi tidak disyaratkan mutawatir.

HADITS SHAHIH

Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia
diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak
syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal
(tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1. Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
2. Harus bersambung sanadnya
3. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
4. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
5. Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
6. Tidak cacat walaupun tersembunyi.

Hadist menyangkut ucapan , perbuatan , dan ketetapan Nabi Muhammada saw,


sedangkan sunah lebih sempit cakupannya hanya berkaitan berkaitan dengan
perbuatan perbuatan Nabi Muhammad saw yang mengandung nilai hukum dan
ibadah .

Вам также может понравиться