Вы находитесь на странице: 1из 24

Kartyka Nababan, Ratna Sawitri, Jackson O.

B, Analisis Pencapaian 8 Standar Berdasarkan SNP SMK


………………………………………..
TUGAS MATAKULIAH 1
PROBLEMATIKA

Analisis Pencapaian 8 Standar Berdasarkan SNP SMK


………………………………………..

Tujuan Tugas:
penelitan ini untuk mengkaji perkembangan pencapaian delapan standar nasional pendidikan melalui
nilai akreditasi dan apa saja yang perlu diperbaiki dalam meningkatkan pencapaian SNP. Penelitian ini
menggunakan data sekunder, yaitu data akreditasi tahun 2011, 2012 dan 2013. Hasil penelitian
menunjukkan tahun 2011 terjadi peningkatan nilai akreditasi ke tahun 2012 sampai tahun 2013.
Peningkatan pencapaian standar secara berturut-turut terjadi pada standar kompetensi lulusan,
standar pengelolaan, standar isi, standar pembiayaan, standar penilaian, dan standar sarana
prasarana. Di antara delapan standar yang paling rendah pencapaiannya yakni standar pendidik dan
tenaga kependidikan. Penyebabnya adalah sebanyak 13,27% sekolah tidak memiliki tenaga
perpustakaan, walaupun memiliki perpustakaan, 12,32% kualifikasi pendidikannya di bawah sekolah
menengah atas dan tidak memiliki sertifikat. Sekolah tidak memiliki kepala perpustakaan mencapai
14,69%, dan 16,59% sekolah yang memiliki kepala perpustakaan kualifikasi pendidikannya diploma
dua, itupun bukan berlatar belakang ilmu perpustakaan dan tidak memiliki sertifikat kompetensi
pengelolaan perpustakaan. Berkaitan dengan tenaga adminsitrasi, banyak yang tidak memiliki tenaga
administrasi. Kalaupun ada, hanya 5,21% yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai. Sarana
dan prasarana yang perlu dipenuhi yaitu ruang perpustakaan, ruang laboratorium Biologi dan ruang
laboratorium

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 179


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Kimia. Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan nilai akreditasi dari
tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, namun tetap terdapat kekurangan yang harus
diperbaiki.
Kata kunci: Standar Nasional Pendidikan, hasil akreditasi, sekolah menengah atas

PENDAHULUAN harus mampu mengungkapkan kekurangan dari


Komitmen Pemerintah, sebagaimana tertulis ketercapaian masing-masing standar tersebut.
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Penelitian ini fokus pada provinsi DKI Jakarta
tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu karena DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang
melaksanakan pendidikan yang bermutu. Hal itu pendidikannya menjadi parameter mutu
terdapat dalam Pasal 5 ayat (1): “Setiap warga pendidikan di Indonesia dan menjadi acuan
negara mempunyai hak yang sama untuk daerah lain untuk meningkatkan mutu
memperoleh pendidikan yang bermutu”. Hal ini pendidikannya. Gambaran pencapaian SNP di DKI
berarti bahwa semua anak Indonesia berhak Jakarta menjadi cerminan mutu pendidikan yang
mendapatkan pendidikan yang bermutu. Dengan penduduknya bervariasi seperti layaknya
adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun Indonesia yang beraneka ragam suku dan
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), bahasanya. Selain itu penelitian ini dapat
pengertian bermutu menjadi jelas, yaitu memenuhi memberikan gambaran pencapaian SNP dan hal-
standar yang meliputi: 1) standar isi; 2) standar hal yang perlu diperbaiki untuk lebih
proses; 3) standar kompetensi lulusan; 4) standar meningkatkan mutu pendidikan di DKI Jakarta.
pendidik dan tenaga kependidikan; 5) standar Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini
sarana dan prasarana; 6) standar pengelolaan; 7) berusaha untuk mencari jawaban atas per-
standar pembiayaan; dan 8) standar penilaian. tanyaan: Bagaimana kecenderungan pencapaian
Artinya, jika SNP dilaksanakan maka ada jaminan standar nasional pendidikan berdasarkan hasil

bahwa mutu pendidikan nasional akan meningkat. akreditasi? dan Apakah yang perlu diperbaiki
untuk meningkatkan pencapaian standar
Menurut Tilaar (2006), fungsi SNP yaitu tersebut?
sebagai: 1) pengukuran kualitas pendidikan, 2) Berkaitan pokok permasalahan di atas, tujuan
pemetaan masalah pendidikan, dan 3) penyusunan penelitian ini dimaksudkan untuk: 1) mengkaji
strategi dan rencana pengem-bangan sesudah kecenderungan pencapaian SNP berdasarkan
diperoleh data- data dari evaluasi belajar secara hasil akreditasi di Provinsi DKI Jakarta; dan 2)
nasional seperti Ujian Nasional. berbagai hal yang perlu diperbaiki untuk
meningkatkan pencapaian Standar Nasional
Pencapaian SNP dapat diukur melalui hasil
akreditasi yang dinilai berdasarkan standar. Pendidikan (SNP).

Peningkatan pencapaian SNP dapat dilihat dari KAJIAN LITERATUR


hasil akreditasi dari tahun ke tahun. Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pendidikan

penelitian ini, hasil akreditasi yang digunakan dari nasional Indonesia harus sejalan dengan amanat

tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Peningkatan atau penurunan nilai akreditasi dari Republik Indonesia Tahun 1945 tentang
masing- masing SNP perlu dianalisis karena akan Pendidikan dan Kebudayaan. Secara operasional
menjadi bahan masukan bagi berbagai pemangku pelaksanaan pendidikan merupakan realisasi
kepentingan untuk memastikan proses Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
pembelajaran yang bermutu. Analisis dimaksud Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

180 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Nasional. Melalui pendidikan nasional setiap belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan
warga negara Indonesia diharapkan menjadi (KTSP), dan kalender pendidikan/akademik.
manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Standar Isi, selain memuat kerangka dasar
Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, berdaya dan struktur kurikulum, juga memuat Standar
saing tinggi, dan bermartabat di tengah pergaulan Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
internasional. Dalam hubungan ini segala upaya setiap mata pelajaran pada setiap semester dari
perlu dilakukan agar pelaksanaan pendidikan setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan
nasional dapat berhasil sehingga tujuan menengah (BSNP, 2006).
pendidikan nasional dapat tercapai. Kurikulum merupakan seperangkat rencana
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
Tahun 2005, SNP adalah kriteria minimal tentang pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum pedoman penyelenggaraan kegiatan pembe-
Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP lajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional (BSNP,2006).
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Kurikulum sekolah menurut Madus dan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa Kellaghan (2012) adalah total usaha sekolah untuk
yang bermartabat. Fungsi SNP sebagai dasar mencapai keberhasilan yang diinginkan sekolah
dalam perencanaan, terarah dan berkelanjutan dan masyarakat. Kurikulum dalam pengertian ini
sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, adalah usaha sekolah untuk mempengaruhi
dan global. Untuk penjaminan dan pengendalian peserta didik, baik di kelas maupun di luar
mutu pendidikan sesuai SNP dilakukan evaluasi, sekolah. Definisi ini disem-purnakan lagi menjadi
akreditasi dan sertifikasi. Selanjutnya, SNP suatu rencana untuk melengkapi seperangkat
disempurnakan secara terencana, terarah, dan peluang belajar untuk mencapai tujuan
berkelanjutan sesuai dengan perubahan pembelajaran. Kerangka dasar kurikulum adalah
kehidupan lokal, nasional,dan global. rambu-rambu yang ditetapkan untuk dijadikan
pedoman dalam penyusunan KTSP dan silabusnya
Lingkup SNP meliputi: a) Standar Isi; b)
pada setiap satuan pendidikan. KTSP adalah
Standar Proses; c) Standar Kompetensi Lulusan;
kurikulum operasional yang disusun oleh dan
d) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; e)
dilaksanakan di masing-masing satuan
Standar Sarana dan Prasarana; f) Standar
pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
Pengelolaan; g) Standar Pembiayaan; dan h)
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
Standar Penilaian Pendidikan. SNP yang
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
digunakan dalam penelitian ini adalah standar
pendidikan dan silabus (BSNP, 2006).
yang dikeluarkan oleh PP 19/2005, karena Badan
Akreditasi Nasional masih menggunakan acuan
Standar Proses
PP 19 Tahun 2005 untuk hasil akreditasi tahun
Dalam PP Nomor 19/2005 pasal 19 ayat (1), Proses
2011, 2012 dan 2013. Masing-masing standar
pembelajaran pada satuan pendidikan
dijabarkan menjadi sebagai berikut.
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
Standar Isi menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
Standar Isi dalam Pasal 5 PP 19/2005 ayat (1)
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi perkembangan fisik serta psikologis peserta didik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat (Sanjaya, 2006). Selain ketentuan sebagaimana
kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban dimaksud pada ayat (1), dalam

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 181


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

proses pembelajaran pendidik memberikan peserta didik dapat menguasai cara memperoleh
keteladanan dan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 pengetahuan, berkesempatan menerapkan
ayat (3), setiap satuan pendidikan melakukan pengetahuan yang dipelajarinya, berkesempatan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan untuk berinteraksi secara aktif dengan sesama
proses pembelajaran, penilaian hasil pembe- perserta didik, sehingga dapat menemukan dirinya
lajaran, dan pengawasan proses pembelajaran sendiri. Model pembelajaran seperti ini hanya
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang dapat berlangsung dengan tenaga guru yang
efektif dan efisien. mempunyai peralatan memadai, dengan materi
Untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni yang terpilih dan waktu yang cukup tanpa harus
standar kompetensi yang harus dimiliki siswa, mengejar target untuk ujian nasional, tanpa harus
guru sebagai ujung tombak pelaksanaan cemas dan takut karena ujian nasional waktunya
pendidikan di lapangan sangat menentukan dimajukan.
keberhasilannya. Bagaimana pun idealnya suatu Makna mengajar dalam Standar Proses
kurikulum tanpa diikuti oleh kemampuan guru Pendidikan tidak hanya menyampaikan materi
mengimplementasikannya dalam kegiatan proses pelajaran melainkan juga dimaknai sebagai proses
pendidikan, maka kurikulum itu tidak memiliki mengatur lingkungan supaya siswa belajar
makna. Berkaitan dengan itu, standar proses (Sanjaya, 2006). Guru memiliki otonomi penuh
pendidikan bagi guru berfungsi sebagai pedoman dalam mengelola kelas dalam pem-belajaran.
dalam membuat perencanaan program pem-
Metode mengajar yang digunakan guru
belajaran, baik program untuk periode tertentu
disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungan
maupun program pembelajaran harian, dan
yang dapat menumbuhkan kre-ativitas siswa.
sebagai pedoman untuk implementasi program
Kinerja guru dalam proses pembelajaran diawasi
dalam kegiatan nyata di lapangan. Standar proses
oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah,
pendidikan sebagai standar pelaksanaan
sehingga untuk mendukung kualitas proses
pembelajaran dapat dipengaruhi dan ber-
hubungan dengan ke tujuh standar lainnya pembelajaran perlu ada peran guru, kepala
(Sanjaya, 2006). sekolah, dan pengawas sekolah.
Tahapan dalam proses pembelajaran mulai Standar Kompetensi Lulusan
dari perencanaan dan evaluasi memerlukan guru Standar kompetensi lulusan dalam PP 19/2005
yang kompeten dalam pelaksanaannya. Proses ayat (1) digunakan sebagai pedoman penilaian
pembelajaran yang diharapkan adalah dapat dalam penentuan kelulusan peserta didik dari
menyenangkan dan menantang. Dengan demikian, satuan pendidikan. Ayat (2) Standar Kompetensi
siswa menjadi merasa selalu ingin belajar tanpa Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merasa jenuh. meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran
Berkaitan dengan hal itu, UNESCO melalui atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah
International Commision on Education for The atau kelompok mata kuliah. Ayat
Twenty First Century , yang antara lain bertujuan (3) Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran
untuk mengubah dunia “ from technologically bahasa menekankan pada kemampuan membaca
divided world where high technology is privillege dan menulis yang sesuai dengan jenjang
of the few to technologically united world” pendidikan. Dalam PP 19/2005/ayat (4),
mengusulkan empat pilar belajar yaitu “learning, kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada
to know, learning to do, learning to be, and ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan,
learning to live together” (Delors, 1996). dan keterampilan . Perangkat akreditasi
menggunakan PP 19 tahun 2005 sebagai acuan.
Menerapkan empat pilar tersebut berarti
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
bahwa proses pembelajaran memungkinkan
Nomor 54 tahun 2013 tentang Standar
182 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016
Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Kompetensi Lulusan (SKL) Pendidikan Dasar dan kompetensi profesional, dan kompetensi sosial
Menengah. Pengertian SKL pada Pemendikbud kemasyarakatan.

tersebut cakupannya masih sejalan dengan PP Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan


bahwa kualifikasi akademik guru yang mengajar di
Nomor 19 tahun 2005 yakni SKL adalah kriteria
SMK Negeri di Kota Medan masih belum
mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang
seluruhnya sesuai dengan standar yang telah
mencakup sikap, pengetahuan dan kete-rampilan.
ditentukan, sedangkan kurikulum dan sarana dan
prasarana telah mengacu kepada Peraturan
Standar Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Sesuai dengan PP Nomor 19/2005 Pasal 28 ayat Nasional Pendidikan (Harahap, 2009).
(1), pendidik harus memiliki kualifikasi akademik Standar Sarana dan Prasarana
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat Mengacu pada PP Nomor 19/2005 tentang Standar
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan Nasional Pendidikan, Pasal 42 ayat (1) Setiap
untuk mewujudkan tujuan pen-didikan nasional. satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
Ayat (2) kualifikasi akademik sebagaimana meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan yang teratur dan berkelanjutan. Ayat (2) setiap
perundang-undangan yang berlaku. Pada ayat (3), satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
kompetensi sebagai agen pembelajaran pada meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata
pendidikan anak usia dini meliputi: a) kompetensi usaha, ruang perpus-takaan, ruang laboratorium,
pedagogik; b) kompetensi kepribadian; c) ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kompetensi profe-sional; dan d) kompetensi kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
sosial. Ayat (4) seseorang yang tidak memiliki berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain,
ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang
dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat yang teratur dan berkelanjutan.
menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan
dan kesetaraan. Lebih lanjut, Permendiknas RI Nomor 24,
Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana
Kompetensi menurut Charles E, Johnson, menjelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran
1974 dalam Sanjaya (2006) adalah sebagai berikut: dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta
“Compentency as rational which satisfactirily didik agar dapat: a) belajar untuk beriman dan
meets the objective for a desired condition”. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, b) belajar
Menurutnya, kompetensi merupakan perilaku untuk memahami dan menghayati, c) belajar untuk
rasional guna mencapai tujuan yang mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi
diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi orang lain, dan e) belajar untuk membangun dan
ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja menemukan jati diri melalui proses belajar yang
yang dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Untuk
mencapai suatu tujuan. Berkaitan dengan guru, menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan
kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu adanya sarana dan
meliputi kompetensi pribadi,

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 183


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana pelaksanaan) dan peran serta masyarakat dan
yang memadai tersebut harus memenuhi kemitraan sekolah (sekolah melibatkan warga dan
ketentuan minimum yang telah ditetapkan dalam masyarakat pendukung sekolah dalam mengelola
standar sarana dan prasarana. pendidikan); 3) Pengawasan dan evaluasi yang
Berdasarkan penelitian Handayani (2014a), meliputi program pengawasan (sekolah menyusun
baik sekolah yang masuk kategori Sekolah program pengawasan secara obyektif,
Standar Nasional (SSN) dan sekolah Standar bertanggung jawab dan berkelanjutan), evaluasi
Pelayanan Minimal (SPM) perlu memperbaiki diri (sekolah melakukan evaluasi diri terhadap
kinerja sekolah, evaluasi dan pengembangan
sarana yang berkaitan dengan ketercukupan
KTSP, evaluasi pen-dayagunaan pendidik dan
antara ruang laboratorium dengan jumlah siswa
tenaga kependidikan yang direncanakan secara
sehingga siswa tidak berdesakan. Artinya ruang
komprehensif pada setiap akhir semester dengan
laboratorium belum dibuat berdasarkan jumlah
mengacu pada standar pendidik dan tenaga
siswa yang melakukan praktik dalam ruangan kependidikan, akreditasi sekolah (sekolah
tersebut. menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk
Standar Pengelolaan mengikuti akreditasi sesuai dengan peraturan
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang perundang-undangan yang berlaku); 4)
pendidikan dasar dan menengah dalam PP 19/ Kepemimpinan sekolah; 5) Sistem Informasi
2005 Pasal 49 ayat (1), menerapkan manajemen Manajemen; 6) Penilaian khusus, keberadaan
berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan sekolah yang pengelolaannya tidak mengacu
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keter-bukaan, kepada Standar Nasional Pendidikan dapat
dan akuntabilitas. memperoleh pengakuan Pemerintah atas dasar
Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan rekomendasi BSNP.
pendidikan dasar dan menengah dalam Permen-
diknas terdiri dari: 1) perencanaan program yang Pada pertengahan dekade 1950-an, dua orang
meliputi visi, misi, tujuan dan rencana kerja guru besar dari Universitas California Los
sekolah; 2) Pelaksanaan rencana kerja yang Angeles, merumuskan fungsi-fungsi manajemen
meliputi pedoman yang mengatur berbagai aspek urut-urutan sebagai berikut: perencanaan
pengelolaan secara tertulis, struktur organisasi, (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan kegiatan sekolah, bidang kesiswaan pengisian jabatan (staffing), pengarahan (directing
(sekolah menyusun dan menetapkan petunjuk ), dan pengawasan (controlling). Rumusan fungsi
pelaksanaan operasional mengenai proses -fungsi manajemen seperti rumusan Konontz &
penerimaan peserta didik, bidang kurikulum dan O’Donnel seperti disebutkan di atas dengan
kegiatan pembelajaran, bidang pendidik dan berbagai variasi. Ghiselli (1970) menyampaikan
tenaga kependidikan (sekolah menyusun program empat fungsi manajemen dalam buku Lussier
pendayagunaan pendidik dan tenaga meliputi: 1) Planning, 2) Organizing, 3) Leading
kependidikan), bidang sarana dan prasarana dan 4) controlling. Unsur-unsur pengelolaan yang
(sekolah menetapkan kebijakan program secara diangkat dalam Standar Nasional Pendidikan
tertulis mengenai pengelolaan sarana dan terutama adalah peren-canaan, pelaksanaan
prasarana, bidang keuangan dan pembiayaan organizing, kepemimpinan dan pengawasan.
(sekolah menyusun pedoman pengelolaan biaya Standar Pembiayaan
investasi dan operasional yang mengacu pada Pembiayaan pendidikan dalam PP 19/2005 pasal
standar pembiayaan), budaya dan lingkungan
62 ayat (1) terdiri atas biaya investasi, biaya
sekolah (sekolah menciptakan suasana, iklim, dan
lingkungan pendidikan yang kondusif untuk operasi, dan biaya personal. Dalam ayat (2)
pembelajaran yang efisien dalam prosedur

184 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana total “SBON”. Untuk SMA, ketentuan jumlah
dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan rombongan belajar per sekolah/program keahlian
sarana dan prasarana, pengem-bangan sumber dan jumlah peserta didik per rombongan belajar
daya manusia, dan modal kerja tetap. Ayat (3)
untuk perhitungan biaya operasi nonpersonalia
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat
adalah enam rombongan belajar dengan setiap
(1) meliputi biaya pen-didikan yang harus
rombongan belajar berisi 32 peserta didik
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan (Permendiknas RI Nomor 69/2009).

berkelanjutan dan ayat (4) Biaya operasi satuan Standar Penilaian


pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan
meliputi: (i) gaji pendidik dan tenaga kependidikan dasar dan menengah dalam PP 19/2005 pasal 63
serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (ii) ayat (1) terdiri atas: a) penilaian hasil belajar oleh
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan pendidik; b) penilaian hasil belajar oleh satuan
(iii) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa pendidikan; dan c) penilaian hasil belajar oleh
daya, air, jasa telekomunikasi, pemeli haraan Pemerintah.
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dalam
konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. PP 19/2005 Pasal 66 ayat (1) disebutkan bahwa
penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud
Lebih lanjut, Permendiknas RI Nomor 69/ 2009 dalam Pasal 63 ayat (1) huruf c bertujuan untuk
yang mengamanatkan bahwa Standar Biaya menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
Operasional Nonpersonalia (SBON) adalah
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam
“bagian” dari biaya keseluruhan dana pendidikan
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
biaya operasional yang diperlukan untuk
teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian
membiaya kegiatan operasional sekolah non-
nasional. Dalam ayat (2) tertulis Ujian nasional
personalia selama satu tahun agar kegiatan
dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan
pendidikan berjalan secara teratur dan ber-
akuntabel. Sedangkan dalam ayat (3) Ujian
kelanjutan sesuai SNP. Menurut Fattah (2008),
terdapat korelasi antara besarnya biaya nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali

pendidikan terhadap peningkatan mutu dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu
pendidikan dasar. Oleh karena itu, perencana tahun pelajaran.
pendidikan harus menggunakan sebaik mungkin Akreditasi Sekolah
sumber daya yang tersedia dan mengawasinya. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah
Agar kualitas pendidikan tingkat SMA yang selanjutnya disebut BAN-S/M dalam pasal 1
meningkat, maka Depdiknas memberikan standar butir 2 adalah badan evaluasi mandiri yang
biaya pengeluaran nonpersonalia untuk kegiatan menetapkan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan, dengan besaran sebagai berikut: per pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
peserta didik (SMA: bahasa Rp.960.000,-, IPS menengah jalur formal dengan mengacu pada SNP
Rp.960.000, -, IPA Rp.1.010.000,-), per kelas Permendikbud Nomor 59/2012. Untuk penjaminan
dengan jumlah peserta didik maksimal (SMA: dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan
bahasa Rp.30.720.000,-, IPS Rp.30.720.000,-, IPA Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi,

Rp.32.320.000,- ), per sekolah (SMA: bahasa akreditasi, dan sertifikasi. Hasil akreditasi dapat
dijadikan sebagai salah satu alat ukur
Rp.184.320.000,- , IPS Rp.184.320.000,-, IPA
ketercapaian standar nasional pendidikan.
Rp.193.920.000,-), biaya pengelolaan Alat Tulis
Sekolah serta biaya pengelolaan Bahan dan Alat
Akreditasi sekolah merupakan kegiatan
Habis Pakai (BAHP), masing masing besarnya
penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/
minimum 10% dari biaya

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 185


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

atau lembaga mandiri yang berwenang untuk yang mengacu kepada Standar Nasional
menentukan kelayakan program dan/atau satuan Pendidikan.
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan Untuk melaksanakan mandat perundangan
nonformal pada setiap jenjang dan jenis tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
pendidikan, berdasarkan kriteria yang telah selanjutnya menerbitkan Permendikbud Nomor 59
ditetapkan,sebagai bentuk akuntabilitas publik tahun 2012 tentang Badan Akreditasi Nasional.
yang dilakukan secara obyektif, adil, transparan Pada Pasal 1 ayat (2) Permendikbud Nomor 59
dan komprehensif dengan menggunakan tahun 2012 dinyatakan bahwa Badan Akreditasi
instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya
Standar Nasional Pendidikan (Kemdiknas, 2011). disebut BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri
Latar belakang adanya kebijakan akreditasi yang menetapkan kelayakan program dan satuan
sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
negara berhak memperoleh pendidikan yang menengah jalur formal dengan mengacu pada
bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan Standar Nasional Pendidikan.
pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/
program pendidikan harus memenuhi atau Sekolah yang akan diakreditasi, sebelum
melampaui standar yang dilakukan melalui menghadapi evaluasi yang dilakukan oleh Badan
kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap Akreditasi Sekolah maka melalui Evaluasi Diri
satuan/program pendidikan. Sekolah (EDS). Menurut Hendarman (2014) EDS
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang yang dilakukan di Indonesia merupakan wujud
Sistem Pendidikan Nasional Bab XVI Bagian komitmen untuk menjamin bahwa setiap satuan
Kedua Pasal 60 tentang Akreditasi, berbunyi pendidikan pada jalur formal melakukan
sebagai berikut: 1) Akreditasi dilakukan untuk penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk
menentukan kelayakan program dan satuan memenuhi atau melampaui Standar Nasional
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan Pendidikan yang dilakukan secara bertahap,
nonformal pada setiap jenjang dan jenis sistematis dan terencana.
pendidikan; 2) Akreditasi terhadap program dan Sistem pengembangan dan peningkatan mutu
satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga pendidikan harus dibangun dan dikem-bangkan
mandiri yang berwenang sebagai bentuk secara nasional dalam upaya mening-katkan daya
akuntabilitas publik; dan 3) Akreditasi di lakukan
saing, citra dan akuntabilitas publik. Akreditasi
atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
merupakan rangkaian proses dan sistem
Sejalan dengan hal di atas, dalam Peraturan
mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, Pasal 86 di-nyatakan hal-hal data mengenai kinerja satuan pendidikan (Sri

sebagai berikut: 1) Pemerintah melakukan Haryati, 2012) .


akreditasi pada setiap jenjang dan satuan METODE
pendidikan untuk menentukan kelayakan program Pendekatan penelitian ini menggunakan
dan/satuan pendidikan; 2) Kewenangan akreditasi pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan
sebagaimana di maksud pada ayat adalah data sekunder dari Badan Akreditasi
(1) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri Provinsi dan Badan Akreditasi Nasional. Hasil
yang di beri kewenangan oleh Pemerintah untuk akreditasi SMA per standar untuk Provinsi DKI
melakukan akreditasi; 3) Akreditasi sebagaimana Jakarta. Aspek yang dinilai dalam akreditasi terdiri
di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai dari nilai Standar Isi, Standar Proses, Standar
bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan
obyektif, adil, transparan, dan komprehensif Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan,
dengan menggunakan instrumen dan kriteria Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian.

186 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Data yang dianalisis adalah data tahun 2011, 2012 Standar Isi
dan 2013. Pada tahun 2011 jumlah sekolah di Penilaian akreditasi berdasarkan 8 SNP mulai
Provinsi DKI Jakarta yang terakreditasi sebanyak diluncurkan pada tahun 2005/2006. Standar isi
98 SMA, pada tahun 2012 jumlah sekolah yang yang meliputi KTSP juga mulai dijalankan. Pada
terakreditasi sebanyak 44 SMA, sedangkan pada Grafik 1 terlihat bahwa rata-rata pencapaian
tahun 2013 jumlah sekolah yang terakreditasi standar isi pada tahun 2011 pada angka 87,84
sebanyak 69 SMA. Jumlah keseluruhan sekolah meningkat sebesar 4,24 pada tahun 2012 dan terus
yang dianalisis 211 SMA. meningkat pada tahun 2013 sebesar 0,65. Semakin
Setelah dokumen hasil akreditasi terkumpul, meningkatnya pencapaian standar isi karena
kemudian dipilah menurut standar isi, standar sudah lama berjalannya Kurikulum Tingkat Satuan
proses, standar kompetensi lulusan, standar Pendidikan. Aspek yang masih kurang dalam
pendidik dan tenaga kependidikan, standar pencapaian standar isi adalah kesesuaian antara
pengelolaan, standar sarana prasarana, standar Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan

pembiayaan dan standar penilaiaan dari tahun indikator-indikatornya di semua mata pelajaran
(3,32) kurang sesuai. Selain itu, dari butir yang
2011, 2012 dan 2013. Nilai akreditasi per standar
ditanyakan, yang kurang adalah keterlibatan
dianalisis untuk mendapat distribusi frekuensi
berbagai pihak dalam penyusunan silabus mata
yang antara lain terdiri dari standar deviasi dan
pelajaran muatan lokal (7,1%). Walaupun sekolah-
rata- rata skor setiap standar. Hasil rata- rata skor
sekolah banyak yang telah melaksanakan
setiap standar dibandingkan dari tahun 2011, 2012
kurikulum 2013, masukan dari analisis butir
dan 2013 untuk melihat kecen-derungan standar isi dengan perangkat akreditasi lama
peningkatan atau penurunan. masih bermanfaat untuk memperbaiki mutu
HASIL DAN PEMBAHASAN pembelajaran di sekolah.
Status akreditasi masing-masing sekolah Berdasarkan penelitian Panjaitan (2013)
bervariasi mulai dari akreditasi A, B maupun C. tentang Analisis Standar Isi Bahasa Inggris
Hasil akreditasi yang dianalisis adalah skor nilai ditemukan bahwa keterbacaan SK dan KD rendah
masing-masing standar yang bervariasi sesuai sehingga guru salah membaca SK dan KD. Selain
dengan besarnya skor masing-masing sekolah. itu dapat dikatakan bahwa rumusan kompetensi
Analisis data dari hasil akreditasi setiap standar yang tidak jelas, terlalu umum dan terlalu teoretis
dijabarkan sebagai berikut. akan menimbulkan kesulitan bagi guru dalam
membuat perencanaan proses

Grafik 1 Kecenderungan Rata-rata Skor Nilai Standar Isi Hasil Akreditasi

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 187


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

pembelajaran berupa silabus maupun RPP serta Kompetensi Dasar di setiap mata pelajaran
mengimplementasikannya. Hal ini semakin mengalami beberapa perubahan. Silabus yang
mempersulit guru menjawab tantangan pada saat KTSP disusun oleh sekolah, maka di
desentralisasi untuk mengembangkan kurikulum kurikulum 2013, silabus disusun oleh pemerintah.
tingkat satuan pendidikan hanya berdasarkan SKL Perbedaan ini tentunya membutuhkan penye-
dan SI, yang hanya berisi rumusan-rumusan SK suaian terhadap perangkat penilaian akreditasi.
dan KD yang harus dikuasai peserta didik. Apabila Kesesuaian antara kompetensi dasar dan
diimplementasikan akan berdampak pada kualitas indikator-indikator di semua mata pelajaran juga
pembelajaran yang justru tidak difokuskan pada merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan keterampilan berbahasa Inggris kurikulum 2013.
untuk melakukan berbagai kegiatan yang berguna Mata pelajaran muatan lokal di daerah,
bagi hidup anak saat ini dan yang akan datang. biasanya berupa bahasa daerah. Terdapat
beberapa daerah yang mengisi muatan lokal
Rendahnya keterbacaan SK dan KD oleh guru dengan pengenalan daerahnya dan pelajaran budi
menjadi salah satu penyebab kurang sesuainya
pekerti. Silabus mata pelajaran muatan lokal
antara Standar Kompetensi, Kom-petensi Dasar
disusun oleh guru, kepala sekolah, komite
dan indikator- indikatornya di semua mata
sekolah, dinas pendidikan dan instansi terkait
pelajaran. Namun, kurikulum 2006 sudah berjalan
cukup lama sehingga kendala tersebut lama karena muatan lokal berisi tentang kekhasan di
kelamaan dapat teratasi melalui pembelajaran. suatu daerah.
Untuk selanjutnya Standar Kompetensi dan Standar Proses
Kompetensi Dasar dapat dibuat lebih operasional Hasil akreditasi untuk standar proses pada tahun
dan mudah dipahami oleh guru. 2011 mencapai skor rata-rata 85,36, terus
Tahun 2013, mulai digunakan kurikulum 2013. meningkat sebesar 4,24 pada tahun 2012 dan terus
istilah Standar Kompetensi diganti dengan meningkat 0,65 pada tahun 2013, hal ini dapat
Kompetensi Inti. Aspek sikap menjadi perhatian dilihat pada Grafik 2. Walaupun terjadi
dalam kurikulum 2013 selain aspek pengetahuan peningkatan pencapaian standar proses setiap
dan keterampilan. Kompetensi Inti dibagi menjadi tahunnya, namun masih ada kekurangan yang
empat yakni kompetensi Inti spiritual, kompetensi ditemukan yakni, evaluasi proses pembelajaran
inti sosial, kompetensi inti pengetahuan dan yang dilakukan oleh 4,27% kepala sekolah hanya
kompetensi inti keterampilan. pada satu aspek, bahkan tidak melakukan

Grafik 2 Kecenderungan Rata-rata skor nilai Standar Proses Hasil Akreditasi

188 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

evaluasi. Biasanya aspek yang paling di- secara mandiri cenderung mengikuti silabus
perhatikan adalah aspek pelaksanaan proses sekolah lain yang karakteristiknya sama.
pembelajaran. Evaluasi seharusnya dilakukan oleh Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui
kepala sekolah mulai dari perencanan peningkatan proses pembelajaran terkait dengan
pembelajaran yang antara lain berisi tentang peran guru pebelajar, guru sebagai pembimbing,
materi yang diajarkan, metode mengajar, dan cara guru sebagai fasilitator dan guru sebagai
menilai. Kemudian dalam proses pem-belajaran pengelola administrasi sekolah (Dominggus &
dievaluasi oleh kepala sekolah apakah sesuai Papilaya, 2014). Peran kepala sekolah dan
dengan perencanaan. Setelah proses pengawas sebagai pengendali mutu untuk
pembelajaran dilakukan penilaian terhadap hasil mengawasi dan mengevaluasi hasil kinerja guru
belajar siswa yang disesuaikan dengan menjadi perlu agar mutu proses pembelajaran
perencanaan pembelajaran. dapat berkesinambungan.
Kepala sekolah memiliki kendala dalam Guru yang berkompeten dalam mengajar dan
melakukan evaluasi karena jumlah guru yang memiliki komitmen turut menentukan baik
dievaluasi terlalu banyak. Perlu strategi dari tidaknya proses pembelajaran. Hal ini dapat
kepala sekolah dalam melakukan evaluasi agar dibuktikan melalui penelitian Rosdiana (2013)
dapat menjangkau semua guru. Salah satu cara
yang menyebutkan bahwa variabel kompetensi
yang biasa digunakan kepala sekolah adalah
guru dan komitmen mengajar secara bersama-
meminta bantuan guru senior untuk melakukan
sama (Silmutan) berpengaruh terhadap efektivitas
evaluasi terhadap guru muda sesuai dengan mata
proses pembelajaran. Besarnya pengaruh
pelajaran yang diajarkan oleh guru senior. Hasil
kompetensi guru dan komitmen mengajar
evaluasi guru senior dilaporkan dan ditindaklanjuti
oleh kepala sekolah. terhadap efektivitas proses pem-belajaran adalah

Selain itu, hal yang kurang adalah 0,0487 atau sebesar 4,87%.

mengembangkan silabus secara mandiri atau cara Standar Kompetensi Lulusan

lainnya berdasarkan standar isi, standar Pada Grafik 3 menunjukkan bahwa peningkatan

kompetensi lulusan, dan panduan penyusunan pencapaian standar kompetensi lulusan dari tahun

KTSP (6,2%). Bagi sekolah-sekolah yang 2011 sampai 2013 cukup besar. Pada tahun 2011

menjalankan KTSP 2006, masih ada sekolah yang ke tahun 2012 peningkatannya sebesar 6,46,
belum mengembangkannya secara mandiri. sedangkan peningkatan dari tahun 2012 ke tahun
Sekolah yang belum mengembangkan silabus 2013 sebesar 3,26. Hal

Grafik 3 Kecenderungan Rata-rata Skor Nilai Standar Kompetensi Lulusan Hasil Akreditasi

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 189


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

yang perlu ditingkatkan dalam standar kompetensi tidak memfasilitasi kegiatan siswa untuk
lulusan adalah aspek pengalaman belajar yang berkomunikasi baik lisan maupun tulisan secara
memanfaatkan lingkungan secara produktif. efektif dan santun. Walaupun persentase sekolah
Terdapat 5,21% sekolah yang siswanya memiliki yang kurang termasuk kecil namun hal ini perlu
pengalaman belajar dengan memanfaatkan menjadi perhatian. Kebiasaan menulis dapat
lingkungan secara produktif hanya 1 jenis bahkan ditumbuhkan dengan membiasakan membaca
belum sama sekali dalam tiga tahun terakhir. buku. Menulis dapat tumbuh karena pengetahuan
Sebanyak 4,2% sekolah memberikan tugas bertambah. Biasanya sekolah memberi
terstruktur untuk mata pelajaran Iptek kurang dari kesempatan kepada siswa untuk membuat karya
61%. Selanjutnya, 2,37% sekolah tidak pernah tulis menjelang siswa lulus sebagai salah satu
menjalankan kegiatan pembelajaran yang mampu persyaratan yang harus dipenuhi, selain melatih
me-manfaatkan lingkungan secara produktif dan siswa berpikir kritis, menuangkan gagasan dan

bertanggung jawab. sekolah dapat menambah kumpulan karya tulis


siwa.
Sekolah di DKI Jakarta sebagian besar Peran kepala sekolah, guru, tenaga
memiliki lahan yang kurang memadai untuk kependidikan dan siswa dalam berkomunikasi
aktivitas siswa dengan memanfaatkan ling-kungan secara santun perlu dibudayakan di semua
secara produktif, namun hal ini dapat diantisipasi sekolah. Biasakan siswa berkomunikasi meng-
dengan mengajak siswa menggu-nakan media lain gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
seperti pot untuk media tanaman. Sebagian dalam forum resmi di sekolah. Berbahasa
sekolah sudah meman-faatkan sampah atau Indonesia yang baik dan benar membuat anak
limbah untuk diolah menjadi pupuk, namun di menjadi lebih santun dalam berbicara karena
2,37% sekolah belum melakukannya. Kepala bahasa Indonesia yang benar memiliki gramatikal
sekolah dan pengawas dapat membagi yang teratur dan sistematis.
pengalaman yang dimiliki dalam pemanfaatan Kompetensi lulusan yang memiliki kemam-
lingkungan secara produktif ke sekolah lain puan akademik baik, terampil dan sigap dalam
melalui forum kepala sekolah atau melalui bekerja, jujur dan benar dalam bertindak, sopan
pengawasan rutin yang dilakukan oleh pengawas. santun dalam berkata dan berperilaku menjadi
dambaan semua sekolah untuk meluluskannya.
Sebesar 3,79 sekolah tidak memiliki kumpulan
Menjadi penting mengintegrasikan semua
karya tulis siswa dan 3,79 sekolah
kompetensi tersebut dalam satu kesatuan

Grafik 4 Kecenderungan Rata-rata Skor Nilai Standar Kompetensi Lulusan Hasil Akreditasi

190 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

kegiatan sekolah untuk dibiasakan dan menjadi kualifikasi pendidikan S1 sebanyak 342.277 orang
atau 94,37% (Pusat Data Statistik Pendidikan,
budaya.
2015). Berdasarkan hasil akreditasi terdapat
Standar Pendidik dan Tenaga 93,84% guru SMA di DKI Jakarta yang memiliki
Kependidikan sertifikat pendidik sesuai dengan mata pelajaran
Nilai akreditasi standar pendidik dan tenaga yang diampu, selain itu guru-guru tersebut juga
kependidikan terus mengalami peningkatan dari menghasilkan karya tulis dan mengikuti berbagai
tahun 2011 sampai tahun 2012 sebesar 7,09 dan pertemuan ilmiah. Terdapat fenomena secara
sedikit mengalami penurunan pada tahun 2013 nasional menumpuknya guru pada golongan IV/ a
sebesar 0,09. Namun, pencapaian standar hingga masa pensiun.
pendidik dan tenaga kependidikan dilihat dari Dibandingkan dengan jumlah guru negeri dan
hasil akreditasi tergolong paling rendah sebesar swasta seluruh Indonesia yang memiliki Ijazah S1
82,09 pada tahun 2011 sebesar 89,18 pada tahun sebanyak 1.710.299 orang (62,32%), jumlah guru
2012 sebesar 89,09 pada tahun 2013 dibandingkan yang sudah disertifikasi secara nasional sebanyak
dengan standar lainnya. 1.168.405 orang (45,27%), sedangkan guru yang
Tenaga pendidik sebesar 95,73% telah belum bersertifikasi sebanyak 1.575.974 (57,43%)
memiliki kualifikasi pendidikan DIV/S1. Hal yang (Indardjo, 2014).
perlu diperhatikan adalah tenaga kependidikan. Kualifikasi guru SMA yang sudah D-IV/S1
sebesar 13,27% sekolah tidak memiliki tenaga sudah memadai di DKI Jakarta, namun ber-
perpustakaan, kalaupun memiliki tenaga dasarkan data olahan dari Direktorat Jenderal
perpustakaan 12,32% kualifikasinya di bawah SMA Pendidik dan Tenaga Kependidikan nilai UKG
dan tidak memiliki sertifikat. Sebesar 14,69%
secara nasional keseluruhan guru di DKI Jakarta,
sekolah tidak memiliki kepala per-pustakaan dan
nilai rata-ratanya adalah 62,58 yang masih berada
16,59% sekolah memiliki kepala perpustakaan
di atas rata-rata nasional 56,69. DKI Jakarta
dengan kualifikasi D2 bukan ilmu perpustakaan
termasuk 7 provinsi yang memiliki nilai UKG di
dan tidak memiliki sertifikat kompetensi
atas rata -rata nasional. Khusus guru SMA DKI
pengelolaan perpustakaan. Sebesar 5,21% sekolah
Jakarta rata -rata nilai UKGnya 70,00, dengan nilai
tidak memiliki tenaga administrasi dengan latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan rata-rata nasional untuk guru SMA adalah 61,74.

bidangnya. Permasalahannya adalah tenaga


kependidikan seperti tenaga per-pustakaan dan Standar Sarana Prasarana
tenaga administrasi tidak direkrut secara berkala Terdapat peningkatan nilai akreditasi dari tahun
oleh pemerintah sehingga banyak yang belum 2011 ke tahun 2012 sebesar 8,74 dan dari tahun
terpenuhi di SMA. Jika ada, tenaga kependidikan 2012 ke tahun 2013 sebesar 0,06. Hal ini seiring
tersebut merupakan tenaga honorer yang dengan meningkatnya sarana dan prasarana di
diusahakan oleh sekolah. Hal ini menjadi masalah sekolah. Namun, masih terdapat sekolah yang
bila sekolah tidak boleh memungut dan tenaga kekurangan sarana dan prasarana dalam proses
kependidikan pun tidak disediakan. belajar mengajar. Sebanyak 10,90% sekolah tidak
memiliki ruang kelas dan gedung sendiri, artinya
DKI Jakarta memiliki jumlah distribusi guru
kepemilikan gedung bukan milik sendiri tetapi
SMA sebesar 13.141 orang (Direktorat Pem-binaan
menyewa. Terdapat 4,27% sekolah memiliki ruang
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
kelas namun jumlah dan sarana tidak sesuai
Menengah, 2014). Artinya 95,73% dari 13.141 guru
dengan ketentuan yang berlaku dalam standar
SMA di DKI Jakarta telah memiliki kualifikasi sarana dan prasarana. Selain itu sebanyak 22,27%
pendidikan DIV/S1. Secara nasional jumlah guru sekolah yang diakreditasi tidak memiliki ruang
SMA yang telah memiliki perpustakaan dan sebanyak

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 191


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Grafik 5 Trend Rata-rata Skor Nilai Standar Sarana & Prasarana Hasil Akreditasi

4,74% sekolah memiliki ruang perpustakaan perpustakaan di Indonesia 87,685 dari 12.107
namun luas dan sarana buku tidak sesuai dengan sekolah. Ketersediaan 5 jenis laboratorium
ketentuan dalam standar sarana. Sebanyak 25,12% Biologi, laboratorium Fisika, laboratorium Kimia,
sekolah tidak memiliki ruang laboratorium Biologi. laboratorium komputer dan laboratorium bahasa
Sebanyak 34,12% tidak memiliki ruang dari 12.107 sekolah x 5 macam laboratorium =
laboratorium Kimia. Hanya sebagian kecil sekolah 60.535 laboratorium, yang tersedia 43,37%.
yakni 5,7% yang tidak memiliki tempat ibadah. Gambaran secara umum dari seluruh Indonesia
Sekolah yang nyaman, aman, tidak bising, dan menunjukkan masih banyak kekurangan 5 macam
terhindar dari pencemaran merupakan per-
laboratorium. DKI Jakarta sebagai pusat
syaratan yang seharusnya dipenuhi untuk
pemerintahan tentunya juga secara umum
menyelenggarakan pendidikan. DKI Jakarta yang
ketersediaan laboratoriumnya cukup memadai,
sekolahnya terletak di kota tidak dapat terhindar
hanya perlu menambahkan kekurangan
dari pencemaran udara. Terdapat 1,42% sekolah di
ketersediaan ruangan dan meng-ganti alat-alat
Jakarta yang tidak berada pada lokasi yang
yang sudah lama dengan alat-alat baru. Oleh
nyaman dan terdapat 1,90% sekolah yang berada
karena Jakarta menjadi ukuran kemajuan
di lokasi nyaman, terhindar dari gangguan,
pendidikan di Indonesia, maka alat dan bahan
pencemaran air dan kebisingan tapi tidak
terhindar dari gangguan pencemaran udara serta praktik yang disediakan untuk pembelajaran

tidak memilik sarana untuk meningkatkan mestinya merupakan keluaran terbaru, sehingga
kenyamanan. siswa dapat mengikuti perkembangan zaman.
Berdasarkan penelitian Handayani, dkk Standar Pengelolaan
(2014b) ditemukan bahwa ketersediaan ruang Seperti standar lainnya, nilai standar pengelolaan
perpustakaan di Indonesia dengan sampel 160 meningkat tajam dari tahun 2011 ke tahun 2012
sekolah adalah 87% di sekolah swasta dan 82,5% dan terus meningkat hingga tahun 2013. Standar
di sekolah negeri, namun tingkat ketercukupan pengelolaan meliputi perencanaan, pelaksanaan
bukunya belum memadai. Artinya ketersediaan dan evaluasi. Pada tahap perencanaan, sekolah
ruang perpustakaan sudah cukup baik, hanya
memiliki visi dan misi sekolah serta rencana kerja
buku-buku yang ada di dalamnya belum lengkap
sekolah, selanjutnya pada tahap pelaksanaan,
dan belum mencukupi sesuai dengan jumlah
sekolah melibatkan masyarakat dan membina
siswa.
kemitraan dengan lembaga lain. Pada ke-
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muarief
nyataannya 3,79% sekolah tidak memiliki program
(2014) yang menunjukkan bahwa ketersediaan pengelolaan pembiayaan pendidikan.
192 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016
Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Grafik 6 Trend Rata-rata Skor Nilai Standar Pengelolaan Hasil Akreditasi

Sebesar 2,84% sekolah tidak memiliki misi. 2,37% dan misinya dengan visi dan misi pemerintah
sekolah tidak memiliki kegiatan yang melibatkan daerah. Visi dan misi sekolah mencerminkan apa
masyarakat dan membangun kemitraan dengan yang akan dicapai oleh sekolah. Peserta didik dan
lembaga lain yang relevan dalam pengelolaan orang tua dapat melihat apa yang diinginkan oleh
pendidikan satu tahun terakhir. sekolah melalui visi dan misinya.
Pada masa sekarang nilai-nilai dalam
Program pengelolaan pembiayaan pendidikan organisasi menjadi hal yang penting. Menurut
terdiri dari beberapa jenis yakni sumber Tjahjono (2011), nilai- nilai organisasi menjadi
pemasukan, pengeluaran dan jumlah dana yang sangat penting dalam kaitannya dengan
dikelola, kewenangan dan tanggung jawab kepala kepentingan antara lain masyarakat dan
sekolah/madrasah dalam membelanjakan lingkungan. Nilai organisasi wajib memenuhi
anggaran pendidikan, pembukuan semua harapan-harapan sosial, dalam hubungannya
penerimaan dan pengeluaran dan penggunaan dengan kelangsungan hidup lingkungan sekitar
anggaran untuk dilaporkan komite sekolah/ serta tanggung jawab sosial. Hal ini juga berlaku
madrasah dan institusi di atasnya. Artinya dana di satuan pendidikan. Sekolah perlu melibatkan
yang masuk ke sekolah seharusnya dikelola dan masyarakat dan membina kemitraan dengan
dipergunakan sesuai dengan peruntukannya lembaga lain guna menjalin hubungan dengan
dengan pembukuan yang rapi dan dapat masyarakat dan memiliki jaringan kerja sama
dipertanggungjawabkan. dengan lembaga lain.
Visi dan misi merupakan dua hal yang tidak Peran kepala sekolah tidak kalah pentingnya
dapat dipisahkan. Visi merefleksikan apa yang terhadap pengelolaan sekolah. Penelitian Diana
ingin dicapai oleh organisasi, tanpa visi, sebuah (2009) menyatakan bahwa kepemimpinan kepala
organisasi tidak akan mampu merancang suatu sekolah sangat berpengaruh langsung terhadap
rencana dan bagaimana untuk mencapainya. lingkungan kerja sebesar 35,5%. Kepemimpinan
Sementara itu misi menggambarkan apa harus kepala sekolah juga berpengaruh langsung
dilakukan organisasi untuk mencapai visinya. terhadap motivasi kerja guru sebesar 17,5%. Jadi
Karena biasanya visi bersifat ideal, misi dalam mengelola sekolah kepala sekolah
mengklarifikasi dan menentukan berbagai aspek memerlukan lingkungan kerja yang kondusif
praktis terkait apa yang akan dilakukan oleh didukung oleh guru-guru yang termotivasi untuk
organisasi (Tjahjono, 2011). Untuk itu, visi dan mewujudkan tujuan sekolah yang sudah
misi penting ada dalam isntitusi termasuk satuan direncanakan secara bersama-sama.
pendidikan. Sekolah biasanya menyesuaikan visi
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 193
Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Standar Pembiayaan Oleh karena itu, sekolah seharusnya mampu


Nilai akreditasi standar pembiayaan meningkat. mengelola keuangan yang ada sehingga dapat
Sebesar 5,14% dari tahun 2011 ke tahun 2012 dan menghindari penggunaan biaya yang tidak perlu/
sebesar 0,19 dari tahun 2012 ke tahun 2015. tidak direncanakan dalam Rencana Anggaran
Namun, terdapat beberapa hal yang harus Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
diperhatikan untuk diperbaiki. Sebanyak 11,85% Menurut Ferdi (2013), efektivitas pembiayaan
sekolah yang mengelola sumbangan pendidikan merupakan salah satu alat ukur efisiensi, sehingga
atau dana dari masyarakat tidak efisien, tidak program kegiatan tidak hanya dihitung
akuntabel dan tidak dilaporkan kepada komite berdasarkan biaya tetapi juga waktu, dan lebih
sekolah atau yayasan. Sebanyak 17,06% sekolah amat penting lagi menghindari dan menseleksi
dan kurang dari 61% siswa dari keluarga tidak penggunaan dana operasional, pemeliharaan dan
mampu mendapatkan keringanan uang sekolah. biaya lain yang mengarah pada pemborosan.
Sebanyak 14,22% sekolah yang siswanya Meningkatnya nilai standar pembiayaan dari
dikenakan biaya daftar ulang setiap awal tahun. tahun ke tahun juga salah satunya adanya
Sebanyak 9,95% sekolah melakukan 3 jenis biaya program BOS, sehingga pertanggungjawaban dari
pungutan biaya personal lain di luar uang sekolah. sekolah semakin diawasi, sehingga sekolah lebih
Sekolah yang diakreditasi pada tahun 2011, 2012 disipiin dalam membuat laporan keuangan.
dan 2013 meliputi seko-lah negeri dan sekolah Masalahnya adalah kebutuhan pengeluaran SMA
swasta. Sekolah swasta di DKI Jakarta masih negeri per siswa per tahun dalam Purwadi (2015)
mengelola sumbangan pendidikan atau dana dari adalah Rp2.927.713 dan SMA swasta rata-rata
masyarakat. Sekolah negeri sejak tahun 2013 Rp3.232.283 per siswa per tahun. Mengingat
diberlakukan gratis di DKI Jakarta, sejak saat itu besarnya BOS adalah sama untuk seluruh sekolah
tidak ada pungutan apapun untuk siswa. menengah yakni Rp1.000.000 per siswa per tahun
Kebijakan tersebut tentunya membawa perubahan pada tahun 2014, maka proporsi BOS dalam
besar bagi sekolah negeri, sehingga siswa kurang membantu biaya operasional sekolah juga
mampu juga tidak perlu membayar di sekolah beragam. Sekolah swasta di DKI Jakarta masih
negeri bahkan siswa tersebut mendapat kartu memungut pembayaran dari orangtua siswa.
Jakarta Pintar yang dapat menunjang kebutuhan Sekolah swasta terutama yang favorit harus
personalnya seperti baju seragam, tranportasi dan menambah lebih banyak biaya untuk menutupi
kebutuhan gizinya, tentunya dengan beberapa kekurangan dana BOS yang diberikan Peme-
persyaratan. rintah. Hasilnya sekolah swasta dalam penilaian
akreditasi masih banyak memungut biaya dari

Grafik 7 Kecenderungan Rata-rata Skor Nilai Standar Pembiayaan Hasil Akreditasi

194 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

orangtua sehingga penilaian akreditasi menjadi dengan porsi hitungan 40% Nilai Sekolah dan 60%
kurang. Penilaian akreitasi selain melihat besar nilai Ujian Nasional. Mulai tahun 2015 Ujian
Nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan.
biaya yang dipungut, juga melihat prestasi yang
Kelulusan pada tahun 2015 ditentukan oleh
diperoleh oleh sekolah tersebut apakah seimbang. sekolah. Perbaikan yang perlu dilakukan
berdasarkan hasil akreditasi adalah sekolah
Standar Penilaian sebagai lembaga pendidikan memiliki peluang
Standar penilaian meliputi penilaian oleh guru, menggunakan haknya dalam menentukan
sekolah dan oleh pemerintah. Penilaian oleh kelulusan siswa dengan sistem penilaian yang
Pemerintah berupa Ujian Nasional pada tahun valid dan objektif. Seperti apapun bentuk
2011, 2012 dan 2013 masih menentukan kelulusan penilaiannya yang menjadi muara akhir adalah
bagi siswa. Berdasarkan analisis hasil jawaban tercetaknya lulusan yang kompeten. Walaupun
penilaian akreditasi sebanyak 30,81% sekolah Ujian Nasional tidak menjadi penentu kelulusan,
menentukan kelulusan sama dengan kriteria yang namun sebagian besar sekolah menggunakannya
berlaku. Sebanyak 4,27% sekolah tidak untuk penerimaan siswa baru pada jenjang yang
menggunakan UN SMP/MTs/Paket B sebagai lebih tinggi, hanya beberapa sekolah saja yang
penentu penerimaan siswa baru. Agar sekolah melakukan tes masuk tanpa menggunakan hasil
tidak mengadakan tes seleksi lagi maka sekolah UN untuk seleksi penerimaan siswa baru.
selayaknya menggunakan hasil UN SMP/ MTs Selain penilaian terhadap pengetahuan
untuk penerimaan siswa baru pada jenjang yang melalui Ujian Nasional, kemampuan keterampilan
lebih tinggi. SMA negeri di DKI Jakarta sudah siswa juga dilihat melalui ujian praktik, sikap
menggunakan sist em online dalam siswa juga menjadi penentu lulus tidaknya siswa.
melaksanakan penerimaan peserta didik baru Nilai ujian sekolah juga menjadi salah satu yang
berdasarkan nilai Ujian Nasional SMP/MTs/Paket B. dinilai dalam menentukan kelulusan. Seperti yang
Bagi SMA swasta, penerimaan siswa baru biasanya ditulis Safari (2015), UN, termasuk Ujian Sekolah,
dilakukan dengan tes masuk yang diselenggarakan
merupakan satu kesatuan proses belajar mengajar
oleh sekolah masing-masing, ada juga sekolah
di sekolah. UN bukan suatu kegiatan terpisah
swasta yang menggunakan hasil UN SMP untuk
syarat penerimaan siswa.
dalam pembelajaran. Dalam UN materi yang

Penentuan kelulusan berbeda-beda setiap diujikan hanya mengukur aspek kognitif, tes
tertulis, dan bentuk soalnya hanya pilihan ganda,
tahunnya. Pada tahun sebelum 2015, Ujian
dengan kondisi seperti ini, guru di sekolah dalam
Nasional masih menjadi penentu kelulusan menyusun soal untuk keperluan

Grafik 8 Kecenderungan Rata-rata skor nilai Standar Penilaian Hasil Akreditasi

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 195


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

ujian sekolah (US) seharusnya tidak hanya (2013), jika akreditasi sekolah sekadar memotret
menyakan aspek kognitif lagi karena sudah keadaan sekolah tanpa impikasi lanjutan untuk
diujikan di UN. Seharusnya pada US menanyakan meningkatkan mutu pendidikan, maka sumber
aspek psikomotorik dan afektifnya. UN daya besar yang dikeluarkan untuk proses
mempergunakan bentuk soal pilihan ganda akreditasi tak sebanding dengan yang didapat.
dengan tujuan penskorannya objektif, akurat, dan Ketercapaian Standar Nasional Pendidikan
hasilnya cepat dapat diumumkan secara nasional dapat diukur melalui hasil akreditasi per
karena menggunakan scanner dan komputer. komponen. Badan Akreditasi Provinsi juga
Adapun proses belajar mengajar di kelas di memiliki nilai akreditasi hasil penilaian dari
dalamnya termasuk penilaian proses (formatif) asesor. Jawaban sekolah atas pertanyaan dalam
dan penilaian hasil (sumatif) dengan demikian perangkat akreditasi dapat dianalisis untuk
antara penilaian proses dan hasil tidak bisa mengetahui jawaban yang kurang. Jawaban yang
dipisahkan. nilainya kurang berkisar pada jawaban pilihan D
Tabel 1 merupakan gambaran secara dan E. Analisis yang lebih detail ber-kaitan dengan
keseluruhan kecenderungan pencapaian 8 SNP jawaban sekolah tersebut dapat dijadikan bahan
mulai dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. perbaikan sekolah terhadap komponen yang
Hasil pencapaian akreditasi di daerah DKI Jakarta dianggap kurang dapat dicapai oleh sekolah.
tergolong baik, tidak terlepas dari berbagai
kekurangan yang perlu diperbaiki. Hasil akreditasi Hasil akreditasi menurut Subijanto (2014) dapat
menjadi salah satu penjaminan mutu sekolah memberikan manfaat bagi kepala sekolah sebagai bahan
dapat dimanfaatkan dengan baik termasuk bagian
masukan untuk penyusunan program serta anggaran
apa saja yang perlu diperbaiki melalui koordinasi
pendapatan dan belanja sekolah/madrasah. Bagi dinas
dengan pemerintah daerah.
Hasil akreditasi yang sudah dianalisis pen-didikan, sebagai bahan pertimbangan dalam

berdasarkan jawaban pertanyaan perangkat menyusun program pembinaan teknis sesuai dengan
akreditasi sangat berguna untuk memperbaiki kebutuhan masing-masing sekolah/ madrasah. Bagi
mutu pendidikan sekolah. Menurut Hendarman pemerintah daerah, hasil

Tabel 1 Pencapaian 8 SNP

No. Standar 2011 2012 2013

1. Standar Isi 87,84 92,08 92,73


Perkembangan 4,24 0,65
2. Standar Proses 85,36 89,6 90,25
Perkembangan 4,24 0,65
3. Standar Kompetensi Lulusan 83,74 90,2 93,46
Perkembangan 6,46 3,26
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 82,09 89,18 89,09
Perkembangan 7,09 -0,09
5. Standar Sarana Prasarana 82,79 91,53 91,59
Perkembangan 8,74 0,06
6. Standar Pengelolaan 88,74 92,64 92,95
Perkembangan 3,9 0,31
7. Standar Pembiayaan 87,29 92,43 92,62
Perkembangan 5,14 0,19
8 Standar Penilaian 88,70 92,70 92,34
Perkembangan 4 -0,36
Sumber: Hasil pengolahan data Akreditasi tahun 2011,2012 dan 2013.

196 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

akreditasi digunakan sebagai acuan dalam Masyarakat juga berfungsi sebagai parameter
memetakan mutu dan kelayakan sekolah/ apakah sebuah sekolah dikategorikan baik atau
madrasah untuk mempermudah usaha-usaha tidak karena masyarakat sebagai publik dapat
pembinaan dan pemberdayaan serta sumber menilai dan merasakan pelayanan yang diberikan
informasi yang dapat digunakan sebagai dasar sekolah terhadap anak-anaknya. Pilihan
dalam menentukan kebiajkan pembangunan masyarakat untuk memilih salah satu sekolah
pendidikan di setiap daerah (BAN-S/M,2010). untuk menitipkan anaknya belajar menjadi ukuran
Pihak sekolah dan pemerintah daerah dapat apakah sekolah tersebut baik atau tidak. Jika
melakukan perbaikan mutu sekolah melalui masyarakat menganggap sekolah tersebut layak
koordinasi dengan Badan Akreditasi Provinsi dan untuk menjadi tempat mendidik anaknya, tentu
Badan Akreditasi Nasional Sekolah Menengah karena pendidikannya dapat dipercaya dan
untuk melakukan pemetaan berkaitan dengan dirasakan bermanfaat untuk masa depan anak.
pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Setelah
itu, baru dilakukan analisis yang lebih mendalam Peringkat dan status akreditasi sudah menjadi
tentang hal apa saja yang perlu diperbaiki. acuan bagi orang tua peserta didik dalam memilih
Pengetahuan tentang hal apa saja yang perlu sekolah. Terlepas dari hasil akreditasi, kenyataan
diperbaiki dapat diperoleh melalui jawaban lulusan yang bermutu, sekolah yang nyaman,
sekolah terhadap butir pertanyaan perangkat
aman, kondusif untuk belajar menjadi alasan
akreditasi. Pemetaan sekolah berdasarkan hasil
orang tua dalam memilih sekolah. Tingkat
akreditasi dapat dilakukan oleh pihak dinas
kepuasan orang tua dan peserta didik atas mutu
pendidikan untuk dasar perbaikan mutu
pendidikan oleh pemerintah daerah. pelayanan sekolah merupakan hal yang dapat

Hal tersebut juga disebutkan oleh Subagya dirasakan yang dapat memotivasi peserta didik
(2009) bahwa hasil akreditasi setidaknya dapat untuk berprestasi.
dijadikan acuan dalam upaya meningkatkan mutu SIMPULAN DAN SARAN
sekolah/madrasah dan rencana pengem-bangan Simpulan
sekolah/madrasah. Terkait dengan memacu kinerja Terjadi peningkatan nilai akreditasi dari tahun 2011
sekolah, hasil akreditasi dapat dijadikan umpan ke tahun 2012 sampai tahun 2013. Kecenderungan
balik dalam usaha pember-dayaan dan peningkatan yang paling terlihat dari tahun 2011
pengembangan kinerja warga sekolah/madrasah ke tahun 2012 yaitu pencapaian standar pendidik
dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, dan tenaga kependidikan naik 7,09, standar sarana
sasaran, strategi dan program sekolah/madrasah. prasarana menunjukkan kenaikan 8,74 dan
Di samping itu, hasil akreditasi sekolah/madrasah standar kompentesi lulusan naik 6,49. Kenaikan
diharapkan mampu memotivasi sekolah/madrasah pada standar pembiayaan pada tahun 2011 ke
terus mening-katkan mutu pendidikan secara tahun 2012 sebesar 5,14, standar isi 4,24, standar
bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat pengelolaan 3,9 dan standar penilaian 4. Di antara
kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan delapan standar yang paling rendah
regional dan internasional. pencapaiannya baik pada tahun 2011, 2012
maupun 2013 yaitu standar pendidik dan tenaga
Masyarakat terutama orang tua peserta didik
kependidikan, terutama standar tenaga
sebagai pengguna pendidikan juga memiliki peran
kependidikan masih kurang. Kekurangan yang
dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
perlu diperbaiki pada standar pendidik dan tenaga
Kritikan membangun dari orang tua dan motivasi kependidikan adalah 13,27% sekolah tidak
bersifat semangat dan keuangan menjadi penting memiliki tenaga perpustakaan, kalaupun memiliki
bagi sekolah untuk secara bersama mencapai tenaga perpustakaan 12,32% kualifikasinya di
pendidikan yang diinginkan. bawah

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 197


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

SMA dan tidak memiliki sertifikat. 14,69% sekolah dalam tiga tahun terakhir. Sebanyak 4,2% sekolah
tidak memiliki kepala perpustakaan, dan 16,59% memberikan tugas terstruktur untuk mata
sekolah memiliki kepala perpustakaan dengan pelajaran Iptek kurang dari 61%. Selanjutnya
kualifikasi D2 bukan ilmu perpustakaan dan tidak 2,37% sekolah tidak pernah menjalankan kegiatan
memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan pembelajaran yang mampu memanfaatkan
perpustakaan. Sebesar 5,21% sekolah tidak lingkungan secara produktif dan bertanggung
memiliki tenaga administrasi dengan latar jawab.
belakang pendidikan yang sesuai dengan Standar pengelolaan pencapaiannya pada
bidangnya. tahun 2011 tertinggi di antara standar lainnya,
Walaupun terjadi peningkatan pencapaian namun peningkatannya pada tahun 2012 hanya
standar proses setiap tahunnya namun masih ada 4,17%. Kekurangan pada standar pengelolaan
kekurangan yang ditemukan yakni, evaluasi sebesar 2,37% sekolah tidak memiliki kegiatan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh 4,27% yang melibatkan masyarakat dan membangun
kepala sekolah hanya pada satu aspek, bahkan kemitraan dengan lembaga lain yang relevan
tidak melakukan evaluasi. Biasanya aspek yang dalam pengelolaan pendidikan satu tahun terakhir.
paling diperhatikan adalah aspek pelaksanaan
proses pembelajaran (6,2%). Bagi sekolah-sekolah Aspek yang masih kurang dalam pencapaian
yang menjalankan KTSP, sebesar 6,2% sekolah standar isi adalah kesesuaian antara Standar
yang belum mengembangkannya secara mandiri. Kompetensi, Kompetensi Dasar dan indikator-
Terdapat 5,21% sekolah yang siswanya memiliki indikatornya di semua mata pelajaran (3,32%)
pengalaman belajar dengan meman-faatkan kurang sesuai. Selain itu, dari butir yang
lingkungan secara produktif hanya 1 jenis bahkan ditanyakan, yang kurang adalah keterlibatan
belum sama sekali dalam tiga tahun terakhir. 3,79 berbagai pihak dalam penyusunan silabus mata
sekolah tidak memiliki kumpulan karya tulis siswa pelajaran muatan lokal (7,1%).
dan 3,79% sekolah tidak memfasilitasi kegiatan Terdapat beberapa hal yang harus di-
siswa untuk berkomunikasi baik lisan maupun perhatikan untuk diperbaiki dalam pencapaian
tulisan secara efektif dan santun. standar pembiayaan. Sebanyak 11,85% sekolah
yang mengelola sumbangan pendidikan atau dana
Standar sarana prasarana walaupun dari masyarakat tidak efisien, tidak akuntabel dan
pencapaiannya sudah meningkat setiap tahun, tidak dilaporkan kepada komite sekolah atau
namun ada kekurangan yang harus dipenuhi. yayasan. Sebanyak 17,06% sekolah dan kurang
Sebesar 22,27% sekolah yang diakreditasi tidak dari 61% siswa dari keluarga tidak mampu
memiliki ruang perpustakaan dan sebanyak 4,74% mendapatkan keringanan uang sekolah. Sebanyak
sekolah memiliki ruang perpustakaan, namun 14,22% sekolah yang siswanya dikenakan biaya
luasnya dan sarana buku tidak sesuai dengan daftar ulang setiap awal tahun. Sebanyak 9,95%
ketentuan dalam standar sarana. Sebesar 25,12% sekolah melakukan 3 jenis biaya pungutan biaya
sekolah tidak memiliki ruang laboratorium Biologi personal lain di luar uang sekolah. Sekolah swasta
dan 34,12% tidak memiliki ruang laboratorium di DKI Jakarta masih mengelola sumbangan
Kimia. pendidikan atau dana dari masyarakat. Sekolah
Hal yang perlu ditingkatkan dalam standar negeri sejak tahun 2013 diberlakukan gratis di DKI
kompetensi lulusan adalah aspek pengalaman Jakarta, sejak saat itu tidak ada pungutan apa pun
belajar yang memanfaatkan lingkungan secara untuk siswa.
produktif. Terdapat 5,21% sekolah yang siswanya
Berdasarkan analisis hasil jawaban penilaian
memiliki pengalaman belajar dengan
memanfaatkan lingkungan secara produktif hanya akreditasi sebanyak 30,81% sekolah menen-tukan

satu jenis bahkan belum sama sekali kelulusan sama dengan kriteria yang

198 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

berlaku. Sebanyak 4,27% sekolah tidak ke tahun namun masih ada kekurangan dalam
menggunakan UN SMP/MTs/Paket B sebagai jumlah yang sedikit. Hal yang perlu diperhatikan
penentu penerimaan siswa baru. yaitu pemanfaatan lingkungan dalam belajar, baik
Secara keseluruhan peningkatan akreditasi di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
untuk ke delapan standar dari tahun 2011 ke tahun Kebiasaan menulis dapat ditumbuhkan melalui
2012 cukup besar, yakni paling sedikit meningkat penyusunan karya tulis di kelas akhir.
3,9% untuk standar pengelolaan dan paling tinggi Pembudayaan berbahasa yang santun di sekolah
meningkat 8,74% untuk standar sarana prasarana. dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
Terlihat bahwa peningkatan akreditasi dari tahun dan benar. Keempat, sarana prasarana yang perlu
2011 ke tahun 2012 menunjukkan bahwa pihak dipenuhi untuk meningkatkan pemenuhan standar
sekolah maupun pemerintah daerah berusaha sarana dan yaitu ruang perpustakaan, ruang
meningkatkan kualitas delapan standar sehingga laboratorium Biologi dan ruang labo-ratorium
dapat mengalami kenaikan nilai pada tahun Kimia. Selain Prasarana berupa ruang, sarana
berikutnya. Nilai akreditasi pada tahun 2012 ke yang ada seperti buku, alat dan bahan praktik
tahun 2013 juga mengalami peningkatan di bawah yang diperlukan selayaknya dilengkapi sesuai
3,26%, kecuali standar kompetensi kelulusan dengan kebutuhan dan daya tampung ruangan.
mengalami peningkatan sebesar 3,26%. Standar Bagi sekolah yang belum memiliki ruang
Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang sedikit laboratorium dan pemerintah daerah belum dapat
menurun pada tahun 2012, karena masih ada memenuhi maka dapat disediakan alat dan bahan
tenaga kependidikan seperti pustakawan dan praktik berupa paket sesuai dengan kompetensi
admi-nistrasi yang belum sesuai dengan standar. dasar yang dipraktikan. Alat dan bahan praktik
Pencapaian ke delapan standar pendidikan di DKI untuk mata pelajaran Biologi, Fisika dan Kimia ini
Jakarta masih terdapat sedikit kekurangan yang dapat dibawa-bawa dan aman dilakukan praktik di
perlu dipenuhi agar pencapaiannya maksimal. kelas. Kelima, pada bagian pembiayaan, pihak
dinas pendidikan DKI perlu mengawasi
pengelolaan keuangan di sekolah swasta agar
dana masyarakat dapat dikelola dengan efisien
Saran
dan akuntabel. Keenam, standar isi, pembuatan
Atas dasar simpulan beberapa saran dirumuskan
silabus muatan lokal perlu melibatkan komponen
sebagai berikut. Pertama, Pemerintah DKI Jakarta
guru, kepala sekolah, pihak dinas pendidikan dan
perlu memenuhi kekurangan tenaga kependidikan
masyarakat yang kompeten. Ketujuh standar
di sekolah-sekolah yang memer-lukan terutama
penilaian, nilai UN sebaiknya digunakan untuk
tenaga perpustakaan dan tenaga administrasi
salah satu syarat masuk ke jenjang yang lebih
yang sesuai dengan bidang ilmunya. Kedua,
tinggi, terutama di sekolah swasta dan ke delapan
kepala sekolah selayaknya mengadakan evaluasi
pada standar pengelolaan, sekolah -sekolah yang
standar proses, tidak hanya pada saat
dinilai belum melibatkan masyarakat dan
pelaksanaan proses pem-belajaran tapi juga pada membangun kemitraan dengan lembaga lain yang
saat perencanaan pembelajaran dan evaluasi relevan perlu diberikan pengarahan dalam
pembelajaran. Ketiga, dalam hal kompetensi membentuk kemitraan.
lulusan walaupun sudah meningkat nilai
akreditasinya dari tahun

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 199


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

PUSTAKA ACUAN
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2010. Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/
Madrasah, Balitbang, Kemdiknas, Jakarta.
Delors, J. 1996. Learning: Treasure Within, Report to UNESCO of The International Commision
on The Twenty First Century . Paris: UNESCO.
Diana, N. 2009. Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap
Kepuasan Kerja Guru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 15(4) 684-705.
Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menengah. 2014. Perencanaan Kebutuhan

Guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2014-2020 Berdasarkan Kurikulum 2013.

Dominggus, E. & Papilaya, J. 2014. Analisis Mutu Proses Pembelajaran Pada Jenjang Sekolah Dasar
dan Menengah di Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan.
7(3) 325-338
Ferdi W.P. 2013. Pembiayaan Pendidikan: Suatu Kajian Teoritis. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. 19(4) 565-578.
Fatah, N. 2008. Pembiayaan Pendidikan: Landasan Teori dan Studi Empiris. Jurnal Pendidikan Dasar,
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_9-April_2008/
Pembiayaan_Pendidikan_Landasan_Teori_dan_Studi_Empiris.pdf (1-4) diakses 15 Agustus 2016.

Ghiselli, E. 1970. Explorations in Management Talent . California: Goodyear Publishing. Hendarman. 2013.
Pemanfaatan Hasil Akreditasi dan Kredibilitas Asesor Sekolah/Madrasah. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. 19(4) 532-542.
Hendarman. 2014. Kendala-Kendala Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. 20(1) 74-85.
Handayani, M. 2014. Tingkat Kepuasan siswa Terhadap Mutu Pelayanan Pendidikan di Sekolah
Menengah Atas. Jurnal Data dan Statistik Pendidikan. 2(2) 70-88.
Handayani, M., Idris HM Noor, Rumtini, Rahmah A, Arie BS. 2014. Laporan Hasil Penelitian Pencapaian
Peningkatan Mutu Pendidikan Menengah . Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kemdikbud.
Haryati, S. 2012. Pengembangan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah dan Madrasah Melalui
Proses Akreditasi. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 12(3) 199-204.
Harahap, S. S. 2009. Pengaruh Penerapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Kesempatan Kerja
Lulusan Siswa SMK Negeri Kota Medan. Tesis (tidak dipublikasikan) Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana.
Universitas Sumatera Utara. (73-201).
Indardjo.2014. Telaah Profil Profesionalitas Guru Indonesia. Jurnal Data dan Statistik Pendidikan.
2(1) 70-80.
Kementerian Pendidikan Nasional, 2011, Analisis Akreditasi Sekolah/Madrasah, Dalam Rangka

Reformasi Birokrasi Internal. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

200 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

Madus, G. E., & Kellaghan, T. 2012. Curriculum evaluation and assessment in Jackson, P. M. (Edit,

1992). Handbook of research on curriculum. New York: McMillan Publishing Company.

Muarief, S. 2014. Profil Prasarana Pendidikan Menengah di Indonesia. Jurnal Data dan Statistik
Pendidikan. 2(2) 143-153.
Panjaitan, O. M. 2013. Analisis Standar Isi Bahasa Inggris SMP dan SMA. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. 19(1) 44-58.
Purwadi, A. 2015. Efektivitas Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pendidikan Menengah. Jurnal
Penelitian Kebijakan Pendidikan . 8(2) 183-203.
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Statistik Persekolah Tahun 2014/ 2015. Pusat

Data dan Statisstik Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya
Operasional Non Personalia
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 59 tahun 2012 tentang Badan Akreditasi
Nasional
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) Pendidikan Dasar dan Menengah.
Rosdiana, D. 2013. Pengaruh Kompetensi Guru Dan Komitmen Mengajar Terhadap Efektivitas Proses
Pembelajaran Serta Implikasinya Pada Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Ekonomi.
Jurnal Penelitian Pendidikan. 13(2) 202-209.
Safari. 2015. Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan dan Pemersatu Bangsa. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, 21(2) 101-113.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Subagya. 30 November 2009. Implikasi Akreditasi Sekolah. Kedaulatan Rakyat. hlm 5. Subijanto.
2014. Penggunaan Data dan Informasi Hasil Kinerja Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah. Jurnal Data dan Statistik Pendidikan . 2(1) 134-150.
Tjahyono, H. 2011. Culture Based Leadership. Jakarta: PT Gramedia.
Tilaar, H. A. R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (amandemen)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016 201


Meni Handayani, Pencapaian Standar Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA di Provinsi DKI Jakarta

202 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016

Вам также может понравиться