Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB I

LATAR BELAKANG

Achille-Claude Debussy lahir pada 22 Agustus, 1862, di Ile-de-


France, Perancis. Ia lahir di sebuah keluarga yang bekerja pada
ladang peternakan keluarga tanpa latar belakang musikal sama sekali.
Debussy juga tidak pernah pergi ke sekolah resmi dan baru mulai
mempelajari piano di usianya yang ke sembilan. Debussy berlatih
piano selama 6-8 jam dalam sehari berkat didikan keras dari ayahnya.
Pada saat itu pula, salah seorang murid dari Chopin, Madame Maute
de Fleuriville, menyadari kemampuan Debussy dan menawarkan diri
untuk mengajarinya. Bantuan Maute membuat Debussy sampai pada
Paris Conservatoire di usia ke sepuluh. Bahkan di usia semuda ini,
Debussy telah menunjukkan musikalitasnya dan ketertarikan pada
akor-akor yang tidak biasa, ritme kompleks, dan progresi-progresi akor
yang tidak terprediksi namun menghasilkan harmoni yang halus.

Debussy kemudian dikenal sebagai seorang impresionis, di


mana ia menciptakan sebuah gaya baru dalam bermain musik dan
berkarya di dalamnya. Idenya untuk menciptakan musik tanpa
mengekspresikan perasaan yang mendalam atau alur cerita seperti
gaya romantik ternyata membawa pengaruh besar bagi komponis dan
musisi lainnya, sebut saja: Ravel, Boulez, Ivez, Bartok, bahkan musisi
jazz Amerika. Ia juga telah menciptakan berbagai karya untuk paduan
suara, concerto, string quartets, musik kamar, dan karya orkestra.
Namun Debussy lebih dikenal akan karya-karya solo pianonya, salah
satunya berjudul Clair de Lune.
Clair de Lune adalah salah satu karya Debussy yang paling
terkenal. Karya ini merupakan inspirasi dari sebuah puisi karya Paul
Verlaine yang ditulis pada tahun 1869 dengan judul yang sama. Clair
de Lune merupakan bagian ketiga dari Suita Bergamasque yang ia
tulis pada tahun 1888 (dirilis untuk pertama kalinya pada tahun 1903)
dengan bagian lainnya yaitu Prelude, Menuet, dan Passepied.
Terlepas dari bagian ketiganya, suita ini sebenarnya ditulis dengan
menggunakan struktur pada suita barok. Suita Bergamasque adalah
salah satu dari sejumlah karya Debussy dan mendapat semacam
penghargaan dari orang-orang semasa itu sebagai ‘ancient style’ yang
merujuk pada musik tradisional Perancis di masa Barok pada abad 17.

Lahirnya aliran baru dalam musik, impresionisme, kemudian


membedakan karya-karya impresionisme dengan karya romantik
lainnya. Hal yang membuat sebuah karya musik dikatakan
impresionisme adalah warna suara, atmosfer, dan nada yang terkesan
mengalir. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji
reportoar Clair de Lune karya Claude Debussy dari segi struktur dan
harmoni yang digunakan.
BAB II
PEMBAHASAN
Format susunan yang digunakan pada karya Clair the Lune adalah
ternary, yaitu A-B-A’. Pada susunan ternary, bagian pertama (A) dan
bagian ketiga (A’) memang nyaris sama, namun ornamentasi pada
bagian ketiga (A’) lebih banyak. Sementara bagian kedua (B) adalah
bagian yang paling membedakannya dari bagian pertama dan bagian
ketiga. Pergerakan harmoni pada ketiga bagian sebagian besar masih
berada pada tonika yaitu Db mayor, kecuali modulasi ke tangga nada
E mayor pada birama 37-42.

Berikut adalah sistematika dari pembagian section pada karya musik


Clair de Lune.

Birama 1 – 26 (26 birama) A


Birama 27 – 50 (24 birama) B
Birama 51 – 72 (22 birama) A’ + coda

Karya Clair de Lune dimainkan dalam tangga nada Db major.


Namun Debussy tidak memulainya dengan tonika melainkan median,
yaitu F natural. Hal ini dapat diartikan sebagai pembuka dengan akor
iii dan berpindah ke akor I pada ketukan ketiga. Dalam hal ini,
Debussy telah melanggar hukum konvensional yang terjadi pada
karya-karya komponis sebelumnya.
Gambar 1: Birama 1 dimulai dengan nada F-Ab, median dari Db mayor.

Pada birama kedua terdapat nada Gb dan A, interval nada yang


tidak biasa digunakan. Birama ke 7-8 merupakan sekwen dari birama
5-6, di mana ketukan terakhir pada birama 8 mengantarkan repetisi
tema pada birama ke 9. Kemudian nada awal F-Ab mengiringi birama
ke-9 dengan gerakan oktaf naik.

Gambar 2: Nada F-Ab dengan gestur oktaf naik pada birama ke 9.

Birama ke-15 dapat dikatakan sebagai akhir dari frase


sebelumnya dan merupakan awal dari frase baru. Akor yang dibentuk
pada tangan kanan merupakan melodi, kemudian harmoni yang
dimainkan pada tangan kiri berperan sebagai bass. Ritme pada bagian
ini melambat, karena perintah rubato sejak awal memasuki birama ke-
15. Sedangkan dinamika yang digunakan tetap pianissimo. Kemudian
gestur naik atau menanjak terjadi lagi pada birama ke 19-24.

Gambar 3: Sekwens naik dimulai dari birama ke 19-24, dari bass Ab – A – Bb – C – Db – Eb.

Meski menyisipkan nada kromatis (A pada ketukan berat birama


20 dan kembali ke Ab), bagian ini tetap terdengar diatonis. Sementara
itu, sebenarnya tangga nada yang digunakan setelah memasuki
bagian B hingga seterusnya masih ambigu berkat banyaknya sisipan
tanda kruisasi, mol, dan pugar.

Memasuki bagian B mulai memperkenalkan tema baru dengan


iringan berbeda dan menonjolkan arpeggio pada tangan kiri. Pada titik
ini, pembagian frase menjadi tiap dua birama. Dua birama awal
membuat sebuah alunan nada yang disusun dengan ritme yang meski
tidak kompleks namun memenuhi birama tersebut. Untuk itu, bassnya
(pada tangan kanan) naik tiga nada pada tiap ketukan.

Gambar 4: Nada F-Ab pada ketukan 1-2, naik menjadi Ab-Cb pada ketukan ketiga.

Birama ke 31-32 merupakan imitasi dari birama 27-28 karena


masih membentuk garis ritme yang sama persis dan pada birama ini
juga perubahan dinamika terjadi, yang semulanya pianissimo menjadi
piano. Diteruskan pada birama ke 35-36, yaitu repetisi dari birama 27-
28 dengan satu oktaf lebih tinggi. Akhir dari kalimat pada dua birama
tersebut dituliskan enharmonis, sebagai persiapan menuju modulasi
pada birama ke 37.

Memasuki tahap modulasi, musik dibuat terus naik ke tingkat


tersnya pada setiap ketukan. Pada bagian inilah merupakan
dimulainya puncak atau klimaks dari karya Clair de Lune.

Gambar 5: Birama 37-38, modulasi menjadi E mayor.


En animant adalah istilah musik dari Italia yang berarti dengan
sukacita dan semangat. Ascending hanya pada birama 37, karena
pada birama selanjutnya malah menonjolkan bagian descending
scales kromatis pada bass. Debussy lagi-lagi memenuhi kolom birama
dengan penggunaan ritme-ritme kecil.

Pada birama 41, dengan dinamika forte, tangan kanan mulai


memainkan nada dengan descending scales sekwens third dan
diteruskan lagi menuju tangga nada Db mayor pada birama ke 43.
Modulasi ini terbilang halus, dibantu oleh penahanan akor dominan di
tangan kiri dari birama 43-46.

Memasuki birama 51 membawa tema awal kembali sebagai


bagian akhir, A’. Dinamika pada bagian ini ditandai dengan ppp,
dinamika dengan usaha mensunyikan suasana. Durasi dari nada F-Ab
seperti pada birama awal sudah dipersingkat, dan pada ketukan ketiga
dari birama tersebut sudah diganti menjadi oktaf F (sebelumnya
adalah F-Ab). Ambiguitas tonal ditandai dengan tidak digunakannya
tonika Db melainkan menyisipkan akor F minor.

Birama 2 diwakili birama 52. Jika pada birama kedua lebih


menghadirkan kesan sunyi karena bass yang cenderung diam, birama
52 sudah menggunakan triad. Birama 52 menggunakan akor III7,
sehingga meskipun sudah diketahui sebagai repetisi dari tema awal,
bagian ketiga tetap menghadirkan warna suara yang berbeda. Bagian
ini kemudian berakhir pada birama 65.

Memasuki birama 66, yaitu bagian koda. Penggunaan arpeggio


pada bagian ini, membuat kita kembali teringat pada bagian B. Dua
birama pertama diambil dari birama 27-28. Namun yang membedakan
birama 28 dengan 67 adalah ritmenya. Ritme pada birama 67 lebih
sederhana, tetapi melodi yang digunakan sama. Pada birama 68
adalah repetisi dari birama ke 66 dengan satu oktaf di atasnya.

Ambiguitas penggunaan tangga nada kembali terlihat pada


birama 70 karena penggunaan arpeggio E mayor. Hal ini kemudian
terjawab bahwa sebenarnya karya ini tetap pada tonalitas
sebagaimana tertulis pada dua birama akhir, yaitu kembali ke akor
tonal Db mayor setelah pada birama sebelumnya masih terdapat nada
Ab (enharmonis dari G#), dominan dari Db mayor.

Gambar 6: Birama 70 dengan arpeggio E mayor, nada terakhir adalah Ab (enharmonis G#).

Debussy dikenal sebagai seorang impresionis, ia tidak


mengekspresikan perasaannya secara mendalam seperti karya
Romantik kebanyakan. Gaston Carraud, seorang komponis dan
kritikus musik asal Perancis mendeskripsikan Debussy sebagai salah
satu seniman yang dianugerahi spontanitas dalam setiap
permainannya, seorang komponis yang tahu benar bagaimana
menggabungkan harmoni dan warna suara. Debussy telah mencapai
tahap di mana ia mampu menciptakan karya dengan kejernihan dan
ketepatan ekspresi.
Debussy percaya bahwa musisi tidak boleh dihalangi aturan
teoritis dalam menciptakan karya mereka, melainkan membangun
sebuah adaptasi pribadi yang sesuai dengan karakter dari komponis
itu sendiri. Ide tersebut benar-benar direalisasikan Debussy pada Clair
de Lune, di mana ia tidak menyuguhkan akor yang ditetapkan pada
tema utama melainkan memadukan pola-pola nada dan ritme menjadi
suatu keharmonisan.

Gambar 7: Claude Debussy


DAFTAR PUSTAKA

Debussy, C. (1978) Suite Bergamasque. London: Peters

Jump, B. (2016) “First Impressionist: The Style and Character of Claude


Debussy”. Diakses: 13 Maret 2019.
https://brianjump.net/2016/11/13/first-impressionist/

Jenna. (2012) “Claude Debussy – Clair de Lune”. Diakses: 14 Maret 2019.


https://underthefallenleaves.wordpress.com/2012/12/08/claude-debussy-
clair-de-lune/

Stone, T. (2010) “An Analysis of Clair De Lune from Suite Bergamasque”.


Diakses: 13 Maret 2019.
https://thomasstone1.wordpress.com/2010/02/22/an-analysis-of-clair-de-
lune-from-suite-bergamasque/
LAPORAN KAJIAN MUSIK

ANALISIS KARYA MUSIK IMPRESIONISME


CLAIR DE LUNE – CLAUDE DEBUSSY

Disusun oleh :
Metta Muliani
NIM 2016112001

PROGRAM STUDI SENI MUSIK


UNIVERSITAS UNIVERSAL
BATAM
2019

Вам также может понравиться