Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor
ii
Judul : Pengendalian Mutu dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral
di Rumah Sakit Dustira, Kota Cimahi, Jawa Barat
Nama : Hanna Triana Puspa Hapsari
NIM : I14096039
Menyetujui :
Mengetahui
Ketua Departemen Gizi Masyarakat,
Tanggal Lulus :
iii
ABSTRACT
The goal of this research is to analyze the quality control process for each
enteral feeding production step in Dustira Hospital. The design used in this
research was cross sectional. This research was taken place from October until
November 2011 in Dustira Hospital. The observation method use refered to
Permenkes No.1096/Menkes/PER/V1/2011. The results showed that 90% food
handler have good hygienic sanitation knowledge, but generally lacking in proper
behavior. The result also showed that based on physical and sanitation facilities,
the hospital is categorized as group B (total score 83.6%). Hygienic sanitation in
the enteral nutrition production process does not meet the requirement (88.5%).
Critical Control Point (CCP) was found in the processing step along with the risk
which have to be controlled, that are physical (hair), biological (Salmonella,
Shigella and Echericia colii), and cross contamination (food handler and utensil).
iv
RINGKASAN
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengendalian Mutu dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral di Rumah Sakit
Dustira Kota Cimahi, Jawa Barat”. Penelitian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rimbawan dan Ibu Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku
pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan
pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dukungan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku penguji dan Ibu Tiurma Sinaga
B.Sc, M.FSA selaku dosen pemandu.
3. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen pembimbing akademik.
4. Kepala Rumah Sakit Dustira dan Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira
yang telah memberikan izin penelitian.
5. Bapak dan Mama, serta keluargaku yang tercinta yang selalu memberikan
dukungan, doa dan motivasinya.
6. Ahli gizi di Rumah Sakit Dustira, teh Iren, Icank, teh Dede, teh Ceria, teh
Maretha, teh Efa, teh Elok, serta pegawai pengolahan yang telah
membantu penulis dalam proses pengambilan data.
7. Teman-teman seperjuangan (Indang, Mira, Widya, Epin, Lesipha, Uni, Lina,
dan Tata) terima kasih atas kebersamaannya dan rekan-rekan mahasiswa
alih jenis angkatan III yang telah membantu dengan memberikan saran dan
kritik dalam pembuatan skripsi ini.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala
bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai taraf sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis
juga berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bogor, Maret 2012
Hanna T. P. Hapsari
vii
RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................ 1
Tujuan......................................................................................................... 3
Kegunaan Penelitian................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Penyelenggaraan Makanan ....................................................................... 4
Makanan Enteral......................................................................................... 4
Keamanan Pangan ..................................................................................... 5
Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit............................ 6
HACCP .......................................................................................................11
Higiene Sanitasi..........................................................................................12
Fasilitas Fisik dan Sanitasi..........................................................................14
Pengetahuan ..............................................................................................16
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................................18
METODE PENELITIAN
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................20
Penarikan Sampel.......................................................................................20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................20
Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................22
Batasan Istilah ............................................................................................26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Rumah Sakit Dustira ..………………………………….….27
Gambaran Umum Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Dustira..........................27
Karakteristik Sampel Penjamah Makanan Enteral.......................................28
Pengetahuan Higiene Sanitasi Penjamah ...................................................30
Perilaku Higiene Sanitasi Penjamah ...........................................................32
Fasilitas Fisik dan Sanitasi..........................................................................35
Penyelenggaraan Makanan Enteral di Instalasi Gizi ...................................40
Perencanaan Menu...............................................................................40
Pengadaan Bahan Makanan.................................................................42
Penerimaan Bahan Makanan................................................................43
Penyimpanan Bahan Makanan .............................................................45
Persiapan dan Pengolahan Makanan Enteral .......................................48
Pewadahan dan Pengemasan ..............................................................51
Pengangkutan (Distribusi).....................................................................52
Kualitas Makanan Enteral di Instalasi Gizi .................................................52
HACCP plan pada proses produksi makanan enteral ................................54
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.................................................................................................59
Saran..........................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................61
LAMPIRAN .......................................................................................................64
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Struktur Organisasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira..........................65
2. Denah Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira.............................................66
3. Dokumentasi Penelitian………………………………………………………..67
xi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) adalah salah satu komponen sistem
pelayanan di rumah sakit dan merupakan kegiatan pelayanan gizi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan karyawan rumah
sakit. Instalasi gizi sebagai unit PGRS melaksanakan empat kegiatan pokok
terdiri dari asuhan gizi pasien rawat inap (pelayanan gizi di instalasi rawat inap),
asuhan gizi pasien rawat jalan (konsultasi dan penyuluhan gizi),
penyelenggaraan makanan, penelitian dan pengembangan gizi (Depkes 2003).
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan agar penderita yang
dirawat memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya serta
mempercepat proses penyembuhan, sehingga dalam proses persiapan,
pengolahan hingga distribusi makanan harus berada dalam kondisi aman untuk
dikonsumsi (Anom 2001). Selain itu, pasien juga berhak untuk mendapatkan diet
yang bermutu, yaitu sesuai dengan saran dari dokter/konsultan gizi dan aman,
tidak terkontaminasi bahaya yang dapat menyebabkan status kesehatan pasien
menjadi semakin buruk.
Salah satu kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah
memproduksi makanan enteral. Makanan enteral merupakan metode
pemenuhan zat gizi menggunakan saluran pencernaan, baik secara alami
melalui mulut ataupun dengan bantuan alat (tube). Makanan enteral diberikan
pada pasien di rumah sakit terutama penderita sakit berat seperti pasien pasca
bedah, penderita kanker, malnutrisi, anoreksia, depresi berat, dan luka bakar,
karena umumnya penderita tidak dapat atau tidak mungkin makan secara oral
akibat kondisi penyakitnya. Apabila saluran cerna masih berfungsi, dukungan
makanan enteral diperlukan untuk meningkatkan sistem imun saluran cerna dan
dapat mencegah komplikasi yang timbul (Silberman & Eisenberg 1982).
Klasifikasi makanan enteral salah satunya dibuat di rumah sakit (hospital
made) (Tanra 1998). Makanan enteral yang dibuat di rumah sakit selain memiliki
kelebihan seperti harga lebih ekonomis, juga memiliki kekurangan yaitu higienitas
yang kurang terjamin, kurang praktis dan cara penyiapan serta cara penyajian
harus menurut standar yang baku.
Mikroorganisme serta tenaga pengolah menjadi salah satu faktor risiko
yang membuat higienitas makanan enteral kurang terjamin. Kerusakan makanan
enteral oleh mikroorganisme menyebabkan makanan tersebut kurang aman
2
Tujuan
Tujuan umum.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis tindakan
pengendalian mutu pada setiap tahapan produksi makanan enteral di Instalasi
Gizi Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Tujuan khusus.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui gambaran umum instalasi gizi dan Rumah Sakit Dustira.
2. Mengetahui karakteristik dan tingkat pengetahuan higiene sanitasi
penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira.
3. Mengetahui perilaku higiene sanitasi penjamah makanan enteral.
4. Menganalisis kesesuaian fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi
Rumah Sakit Dustira berdasarkan ketentuan Permenkes.
5. Menganalisis pelaksanaan higiene dan sanitasi makanan enteral pada
setiap tahapan produksi makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira.
6. Mempelajari aplikasi HACCP Plan dalam proses produksi makanan
enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
informasi pelaksanaan upaya pengendalian mutu serta pelaksanaan sanitasi
higiene dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit sebagai upaya
mencegah adanya kontaminasi makanan yang dapat menyebabkan keracunan
makanan. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam
menentukan langkah-langkah atau kebijakan dalam pengawasan kualitas pangan
di rumah sakit, khususnya makanan enteral dan dapat digunakan untuk
perbaikan kualitas sehingga dapat memberikan jaminan keamanan dari makanan
yang disajikan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu kegiatan pokok yang
ada di rumah sakit. Kegiatan ini meliputi kegiatan pengadaan makanan hingga
penyalurannya kepada pasien dengan mutu, jenis, dan jumlah yang sesuai
dengan rencana kebutuhan. Unit yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
kegiatan tersebut adalah instalasi gizi (Depkes 2003).
Kegiatan pelayanan gizi memiliki tujuan yaitu untuk memberi terapi diet
yang sesuai dengan perubahan sikap dan untuk mencegah kambuhnya penyakit
pasien (Depkes 2003). Pengaturan makanan bagi orang sakit bukan merupakan
tindakan yang berdiri sendiri dan terpisah dari perawatan dan pengobatan.
Pengobatan, perawatan dan pengaturan makanan merupakan suatu kesatuan
dalam penyembuhan penyakit seperti juga dengan obat harus sesuai dengan
ketentuan yang diberikan (Moehyi 1999).
Makanan Enteral
Makanan enteral merupakan salah satu teknik pemberian makanan di
rumah sakit untuk pasien dengan sakit berat seperti pasien pasca bedah,
penderita kanker, malnutrisi, anoreksia, depresi berat, luka bakar, yang tidak
dapat makan secara oral dengan keadaan saluran gastrointestinal yang
berfungsi dengan baik. Pemberiannya dengan cara menggunakan sonde (Hill
2000).
Pemberian makanan enteral dini akan memberikan manfaat antara lain
memperkecil respon katabolik, mengurangi komplikasi infeksi, memperbaiki
toleransi pasien, mempertahankan respon imunologik, lebih fisiologis dan
memberikan sumber energi yang tepat bagi usus pada waktu sakit (Hartono
2000). Menurut Tanra (1998), makanan enteral memiliki beberapa syarat yang
harus dipenuhi, yaitu:
1. Memiliki kepadatan kalori tinggi. Kepadatan kalori yang ideal adalah 1kkal/ml
cairan.
2. Kandungan makanannya seimbang. Makanan enteral harus mengandung
semua komponen zat gizi esensial seperti protein, asam amino, lemak,
vitamin, mineral, dan trace elements lain yang memenuhi jumlah kebutuhan.
5
Keamanan Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (UU RI No.7 1996).
6
serbet yang bersentuhan dengan makanan atau tangan tersebut (Jennie 2000).
Sarung tangan dapat melindungi kontak makanan dengan bakteri pada tangan,
tetapi bakteri akan terakumulasi ketika tangan berkeringat dan berkembang biak
di tangan tertutup oleh sarung tangan untuk periode yang lama.
Penggunaan sarung tangan tidaklah penting dan tidak dianjurkan karena
mudah robek, mahal, dan mudah kotor. Sarung tangan yang robek menyebabkan
risiko kontaminasi yang lebih besar. Cara yang mudah untuk menghindari
kontaminasi dari tangan pegawai adalah dengan tidak memegang makanan
langsung dengan tangan, tetapi menggunakan sendok garpu atau alat pengambil
makanan lainnya (Moehyi 1992).
Kebiasaan Mencuci Tangan.
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan
lainnya oleh penjamah dengan tujuan untuk menjadi bersih. Mencuci tangan
sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah bekerja, setelah melepas sarung
tangan, sesudah menangani bahan makanan mentah/kotor atau terkontaminasi,
setelah dari kamar kecil, setelah tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau
bersin dan setelah makan atau merokok. Karyawan yang menangani bahan
makanan harus mencuci tangan sebelum menangani makanan masak, sehingga
tidak ada organisme patogen atau toksin yang dapat hidup didalamnya.
Menurut Jenie (2000), metode mencuci tangan yang baik adalah
menggunakan air hangat yang mengalir, diberi sabun dan digosok selama 15
detik. Selanjutnya dibilas dan dikeringkan dengan handuk kertas. Efektivitas
pencucian tangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan antiseptik yang tepat
setelah pencucian.
Penutup Kepala.
Pegawai yang terlibat dalam tahap pengolahan harus menggunakan
penutup kepala. Rambut yang berasal dari kepala kadang-kadang terkontaminasi
oleh bakteri, tetapi bukan merupakan sumber kontaminasi utama mikroba pada
makanan. Kontaminasi dapat terjadi akibat kebiasaan pegawai yang menyisir
dan memegang rambut saat bekerja, sehingga mikroba pada rambut berpindah
ke tangan dan ke makanan yang sedang diolah (Jenie 2000).
Penutup Muka (Masker).
Penutup muka efektif dalam menahan kontaminasi yang berasal dari
udara, namun tidak nyaman dipakai. Mulut dan hidung yang terlalu lama ditutup
14
akan mengakumulasi mikroba pada keringat sekitar mulut dan hidung, sehingga
risiko kontaminasi makanan lebih besar pada pemakaian masker (Jenie 2000).
Apron dan Perhiasan.
Menurut Jenie (2000), pakaian khusus (apron) pegawai sebaiknya terbuat
dari bahan yang bersifat tidak mudah menyerap keringat. Pakaian yang bersifat
menyerap seperti kain wol dapat menimbun mikroorganisme dan bahan
makanan. Penggantian dan pencucian pakaian secara periodik akan mengurangi
risiko kontaminasi. Pakaian kerja yang bersih akan menjamin sanitasi dan
higiene pengolahan makanan, karena tidak terdapat debu atau kotoran yang
melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat mencemari makanan
(Moehyi 1992).
Sebelum memasuki daerah pengolahan, pegawai harus melepaskan
perhiasan, seperti cincin, kalung, jam tangan atau anting. Sisa-sisa makanan
dapat menempel pada perhiasan sehingga mikroba dapat tumbuh dan berpindah
ke makanan (Sambas 1991). Tangan yang dilengkapi perhiasan akan sulit dicuci
sampai bersih karena adanya lekukan perhiasan dan permukaan kulit disekitar
perhiasan.
Kebiasaan Pegawai.
Kebiasaan pegawai seperti makan, merokok dan mengunyah selama
penanganan makanan akan memberikan peluang perpindahan organisme
dengan tangan dari bibir dan mulut pada makanan. Selain itu, mengunyah
tembakau dan merokok akan mendorong keluarnya ludah yang dapat
mengkontaminasi makanan (Jenie 2000).
yang sama, sehingga dapat meminimalkan jarak antara tempat produksi hingga
tempat penyajian makanan. Desain bangunan berorientasi pada sanitasi,
keselamatan kerja, dan memperhatikan alur lalu lintas barang dan manusia, serta
harus menyesuaikan dengan fungsi alat yang digunakan (Wirakusumah 1999).
Lantai dan dinding.
Menurut Depkes (2002), lantai bangunan untuk penyelenggaraan
makanan permukaannya harus rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan
mudah dibersihkan. Bahan bangunan yang dianjurkan untuk lantai dapur antara
lain bata keras, teraso ataupun tegel (Subandriyo 1993). Dinding dapur
hendaknya halus, mudah dibersihkan, tahan terhadap cairan dan dapat
memantulkan cahaya yang cukup bagi ruangan (Subandriyo 1993). Dinding
sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang
rata tanpa celah atau retak. Permukaan dinding yang sering terkena percikan air
hendaknya diberi lapisan porselin agar tidak mudah ditumbuhi jamur atau
kapang. Tinggi porselin menurut Depkes (2002) minimal 2 m dari lantai sebagai
batas jangkauan tangan dalam posisi berdiri dan berwarna terang.
Langit-langit.
Langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan dan dilengkapi
dengan peredam suara untuk bagian-bagian tertentu. Langit-langit dibuat dari
bahan asbes, triplek, ataupun bahan kayu lainnya. Warna langit-langit sebaiknya
memberikan pantulan cahaya. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 m
diatas lantai. Kontruksi langit-langit harus dapat mencegah akumulasi debu dan
kondensat, tidak mudah terkelupas yang dapat menimbulkan partikel halus
(Depkes 2002).
Pencahayaan dan ventilasi.
Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara
efektif. Intensitas pencahayaan sedikitnya 200 lux pada bidang kerja. Ventilasi
bertujuan untuk menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban dalam ruangan,
mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah kondensasi uap air
atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, membuang bau, asap dan
pencemaran lainnya (Depkes 2002).
Tinggi ventilasi sekurang-kurangnya 1 m dari lantai. Ventilasi pada
bangunan tidak boleh terakumulasi debu dan dilengkapi dengan kawat kasa
untuk mencegah masuknya serangga (Subandriyo 1993). Kontrol suhu udara
16
juga dapat dilakukan dengan menggunakan sistem aliran udara (exhauster fan).
Mekanisme kerja exhauster fan harus diatur sehingga udara tidak mengalir dari
tempat kotor ke tempat bersih (Fardiaz 1999).
Pintu dan Jendela.
Seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk
pengolahan harus membuka ke arah luar. Pintu ruangan pengolahan harus dapat
menutup sendiri. Hal ini untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu
keadaan darurat (Depkes 2002).
Tempat Pencucian Peralatan dan cuci tangan.
Tempat pencucian terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat, dan
mudah dibersihkan. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 3 bak pencuci
yaitu bak untuk merendam, bak menyabuni, dan bak untuk membilas (Depkes
2002). Tempat cuci tangan terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan
makanan yang dilengkapi dengan kran, saluran pembuangan tertutup, bak
penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan
dengan banyaknya karyawan. Sebuah tempat cuci tangan dipergunakan
maksimal 10 orang, dan terletak sedekat mungkin dengan tempat kerja (Depkes
2002).
Tempat Sampah.
Tempat sampah dibbuat dari bahan yang kuat, kedap air, dan tidak
mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk
sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. Sampah yang
telah penuh segera dibuang dalam waktu 1x24 jam (Depkes 2002).
KERANGKA PEMIKIRAN
Penyelenggaraan Makanan
Makanan Enteral
Pengendalian
Fasilitas Fisik Perilaku Pengetahuan
Mutu
dan Sanitasi (HACCP) Sanitasi Sanitasi
Higiene Higiene
Penjamah Penjamah
Keamanan
Pangan
METODE PENELITIAN
Penarikan Sampel
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari tiga, yaitu penjamah makanan
enteral, bahan pangan untuk membuat makanan enteral, dan jenis makanan
enteral terpilih. Penarikan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria
inklusi sebagai berikut : 1) Sampel penjamah makanan enteral yaitu penjamah
makanan yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan enteral pada tahap
pengadaan bahan makanan hingga pendistribusian di Instalasi Gizi, meliputi
petugas di tahap pengadaan bahan makanan, petugas penerimaan bahan
makanan, petugas penyimpanan bahan makanan (gudang), petugas persiapan,
petugas pengolahan, petugas pewadahan dan petugas pendistribusian. 2)
Sampel bahan pangan diambil dengan kriteria inklusi yaitu bahan pangan yang
biasa digunakan untuk membuat makanan enteral meliputi tepung beras, tepung
susu, wortel, labu siam, bayam, melon, pepaya, semangka, gula, telur, dan
minyak atau margarin. 3) Sampel makanan enteral dipilih menggunakan kriteria
makanan enteral yang paling sering dan paling banyak disajikan kepada pasien
serta makanan enteral yang terbuat dari bahan yang berisiko tinggi
terkontaminasi mikroba seperti makanan enteral yang mengandung bahan
makanan telur dan susu.
dengan membuat HACCP plan yang meliputi CCP, risiko bahaya, cara
pengendalian, target, batas kritis, tindakan pemantauan, dan tindakan koreksi.
Data sekunder meliputi data hasil pemeriksaan kualitas air dan profil
umum Rumah Sakit Dustira yang diperoleh dari buku laporan tahunan Rumah
Sakit tahun 2011. Variabel, data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Variabel, data dan cara pengumpulan data
No. Variabel Data Cara Pengumpulan
1. Gambaran umum Sejarah, struktur organisasi, jenis Data Sekunder dan
lokasi pelayanan observasi
2. Pengetahuan higiene Pengertian tentang bahan pencemar Wawancara menggunakan
sanitasi makanan, penyakit bawaan makanan, kuesioner yang mengacu
prinsip higiene sanitasi makanan, pada Peraturan Menteri
pencucian dan penyimpanan peralatan Kesehatan no.
pengolahan makanan, pemeliharaan 1096/Menkes/PER/VI/2011
kebersihan lingkungan, higiene
perorangan
3. Perilaku higiene Penggunaan sarung tangan, kebiasaan Observasi langsung
sanitasi penjamah mencuci tangan, penggunaan penutup
kepala dan mulut, penggunaan apron,
dan kebiasaan penjamah saat
pengolahan seperti mengobrol,
menggunakan kosmetik dan
penggunaan perhiasan.
4. Fasilitas fisik dan Keadaan konstruksi, lantai, dinding, Observasi menggunakan
sanitasi langit-langit, pencahayaan, ventilasi, kuesioner yang mengacu
pintu dan jendela, tempat pencucian pada Peraturan Menteri
peralatan, tempat cuci tangan, dan Kesehatan no.
tempat sampah. 1096/Menkes/PER/VI/2011
5. Pelaksanaan Pelaksanaan higiene sanitasi pada Observasi menggunakan
higiene sanitasi pada tahap pengadaan bahan makanan, kuesioner yang mengacu
tiap tahapan penerimaan bahan makanan, pada Peraturan Menteri
produksi penyimpanan bahan makanan, Kesehatan no.
pengolahan yang terdiri dari persiapan 1096/Menkes/PER/VI/2011
dan pemasakan, serta penyajian yang
terdiri dari pewadahan dan
pendistribusian.
6. Angka kuman Jumlah koloni mikroba pada cawan Standard plate count
patogen pada (SPC)
makanan enteral
7. Penerapan HACCP CCP, risiko bahaya, cara pengendalian, Observasi langsung
target, batas kritis, tindakan
pemantauan, dan tindakan koreksi.
8. Pemeriksaan air Mikrobiologi (total coliform), fisik (bau, Data Sekunder
kekeruhan, warna, zat terlarut), kimiawi
(Fe, F, CaCo3, Cl, Mn, Nitrat, nitrit, pH,
S, Deterjen, KMnO4, sisa klor)
Batasan Istilah
Makanan enteral adalah makanan cair yang diberikan kepada pasien yang
saluran pencernaannya masih berfungsi dengan baik melalui jalur hidung-
lambung (nasogastric route) atau hidung-usus (nasoduodenal route).
HACCP adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya
masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap
penanganan dan proses produksi.
Pengendalian mutu adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga bahan pangan
hingga menjadi makanan enteral tetap baik pada setiap tahapan produksi
meliputi tahap pengadaan bahan pangan, penerimaan bahan pangan,
penyimpanan bahan pangan, persiapan dan pengolahan bahan pangan,
pewadahan serta pendistribusian.
Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya
kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan,
orang yang mengolah, tempat pengolahan dan peralatan yang digunakan
untuk mengolah agar aman dikonsumsi.
27
membawahi pegawai yang bertugas di sub unit gizi. Struktur organisai sub unit
gizi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ketenagakerjaan
Pola ketenagaan Instalasi Gizi dalam melaksanakan tugasnya dipimpin
oleh seorang Kepala Instalasi Gizi. Tenaga kerja di Instalasi Gizi sebanyak 42
orang dengan perincian sebagai berikut : 3 orang petugas gudang, 2 orang
petugas buah, 4 orang pemasak snack, 13 orang pemasak menu utama, 5 orang
pemasak makanan diet dan makanan enteral, 5 orang pemasak makanan
pegawai, 9 orang ahli gizi, dan 1 orang petugas administrasi.
Sarana dan Prasarana
Instalasi Gizi terletak di bagian belakang gedung Rumah Sakit Dustira.
Pemilihan lokasi ini memudahkan proses produksi terutama saat penerimaan dan
pendistribusian makanan ke pasien. Selain itu, tidak mengganggu pasien dan
unit lainnya dengan suara-suara dan aroma makanan saat proses produksi
(Keitser, 1990). Ruang Instalasi Gizi terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu
ruang penerimaan, gudang, ruang persiapan, ruang pengolahan, ruang
penyajian, ruang administrasi, ruang karyawan, dan toilet. Denah Instalasi Gizi
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambaran Umum Jenis Makanan
Secara umum jenis makanan yang dilayani di Instalasi Gizi terdiri dari
makanan pegawai dan makanan pasien yaitu makanan makanan biasa,
makanan lunak, makanan saring, makanan cair, dan makanan diit. Menu diit
yang diberikan berupa menu diit Rendah Garam (RG), Diabetes Mellitus (DM),
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), Rendah Purin (RP) dan Rendah Protein.
pada ahli gizi saja. Namun, ahli gizi memberikan pengetahuan yang mereka
dapat dari pelatihan kepada para penjamah makanan enteral sehingga secara
tidak langsung hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan mengenai higiene
sanitasi penjamah makanan enteral. Gunarsa S dan Gunarsa YS (2008)
menyatakan bahwa keterlibatan seseorang dalam proses pendidikan atau tingkat
pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola,
kerangka berpikir, persepsi dan pemahaman seseorang akan sesuatu. Selain itu,
Hartono (2006) menambahkan pendidikan bagi penjamah makanan mengenai
cara-cara penanganan makanan yang higienis merupakan unsur yang sangat
menentukan di dalam mencegah penyakit bawaan makanan.
Pengetahuan penjamah
Menurut Soekanto (2002), pengetahuan merupakan kesan dalam pikiran
manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan diperoleh oleh
seseorang melalui pendidikan formal dan informal. Pengetahuan higiene sanitasi
penjamah berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan higiene sanitasi
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran sampel penjamah makanan enteral berdasarkan jawaban benar
terhadap pertanyaan higiene sanitasi
No. Materi Pengetahuan Persentase (%) Kategori
1. Bahan pencemar makanan 75.0 Sedang
2. Penyakit bawaan makanan 95.0 Tinggi
3. Prinsip higiene sanitasi makanan 77.5 Sedang
4. Pencucian dan penyimpanan peralatan 90.0 Tinggi
pengolahan makanan
5. Pemeliharaan kebersihan lingkungan 92.5 Tinggi
6. Higiene perorangan 90.0 Tinggi
telah memahami tentang penyakit bawaan makanan. Bahan makanan yang telah
terkontaminasi akan menyebabkan perubahan rasa, warna, aroma, dan tekstur.
Penjamah makanan enteral harus mengetahui keadaan bahan makanan yang
baik dan terkontaminasi untuk meningkatkan kualitas mutu makanan, karena
konsumen yang dilayani adalah pasien yang tergolong dalam kelompok rentan
dan lebih berisiko untuk terjangkit infeksi dan intoksikasi bawaan makanan.
Penjamah makanan enteral sebanyak 77.5% mampu menjawab dengan
benar dan memahami pertanyaan mengenai prinsip higiene sanitasi makanan.
Prinsip sanitasi dan higiene makanan sangat penting untuk diterapkan dengan
tujuan untuk menghindari makanan menjadi tidak aman. Menurut Depkes (2004),
prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat factor
yaitu, tempat, peralatan, orang dan bahan makanan. Selain itu terdapat empat
prinsip sanitasi makanan yaitu : 1) pemilihan bahan makanan, 2) penyimpanan
bahan makanan, 3) pengolahan makanan, dan 4) penyimpanan makanan masak.
Berdasarkan Tabel 6, sebanyak 90.0% penjamah makanan enteral
mampu menjawab dengan benar pertanyaan mengenai pencucian dan
penyimpanan peralatan pengolahan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar penjamah makanan enteral mampu memahami pencucian dan
penyimpanan peralatan pengolahan makanan yang baik dan benar. Bila
penjamah tidak melakukan pencucian dan penyimpanan peralatan dengan
benar, peralatan tersebut dapat menjadi sumber pencemar makanan.
Penyimpanan peralatan yang telah dibersihkan sebaiknya disimpan di tempat
yang tepat untuk menghindari pencemaran, karena peralatan yang dipakai untuk
mengolah makanan bila penanganannya tidak sesuai dapat menjadi sumber
pencemaran makanan (Moehyi 1992).
Sebanyak 92.5% penjamah makanan enteral dapat menjawab dengan
benar pertanyaan-pertanyaan mengenai pemeliharaan kebersihan lingkungan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah memahami
pentingnya pemeliharaan kebersihan lingkungan. Pemeliharaan kebersihan
lingkungan meliputi frekuensi pembuangan sampah, fasilitas sanitasi yang harus
dimiliki tempat penyelnggaraan makanan, upaya pengendalian hama, dan
keadaan air bersih. Pentingnya mengetahui tentang pemeliharaan kebersihan
lingkungan yaitu untuk mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan aman
dalam penyelenggaraan produksi makanan.
32
akan mengancam kesehatan tubuh. Tubuh yang tidak kuat memerangi mikroba,
akan menjadi lemah dan akhirnya menjadi sakit. Penularan penyakit juga dapat
terjadi melalui bagian-bagian tubuh tersebut. Para pegawai yang terinfeksi
patogen dapat mengkontaminasi makanan. Kontaminasi ini dapat dihindari bila
pegawai dilatih untuk menjaga higiene dan sanitasi personalia dengan baik
(Jenie 2000).
Penggunaan apron.
Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh penjamah menggunakan apron
atau pakaian kerja khusus. Apron yang digunakan penjamah terbuat dari bahan
katun dan berbentuk celemek. Apron hanya dipakai di Instalasi Gizi sehingga
dapat mencegah kontaminasi debu dari luar Instalasi Gizi. Pencucian apron tidak
dilakukan secara periodik. Apron tersebut dicuci bila sudah terlihat kotor. Menurut
Moehyi (1992), penggantian dan pencucian apron secara periodik akan
mengurangi risiko kontaminasi. Selain itu, apron yang bersih akan menjamin
higiene dan sanitasi pengolahan makanan, karena tidak terdapat debu atau
kotoran yang melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat
mencemari makanan.
Penggunaan penutup rambut
Penjamah yang menggunakan penutup rambut sebanyak 70.0%. Penutup
kepala yang digunakan adalah jilbab dan topi (hair net) yang tidak menutupi
rambut secara keseluruhan, sehingga masih memungkinkan jatuhnya rambut ke
makanan. Rambut yang berasal dari kepala terkadang terkontaminasi oleh
bakteri seperti Staphylococcus aureus dan bakteri lainnya, tetapi bukan
merupakan sumber kontaminasi utama mikroba pada makanan (Jennie 2000).
Rambut yang jatuh dalam makanan enteral merupakan jenis kontaminan fisik
yang akan menurunkan kualitas makanan dan citra Instalasi Gizi.
Penggunaan sepatu kedap air
Penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi tidak menggunakan sepatu
kedap air, mereka lebih memilih menggunakan sandal karet dengan alasan lebih
nyaman dan lebih memudahkan untuk bergerak pada saat bekerja. Sandal yang
mereka gunakan khusus untuk digunakan di Instalasi Gizi. Tempat
penyimpanannya di loker khusus karyawan. Hal tersebut tidak sejalan dengan
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (2011), bahwa atribut yang
sebaiknya digunakan saat mengolah makanan adalah penutup kepala, apron
34
Tabel 8 Fasilitas Fisik dan Sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira
No. Fasilitas Fisik dan Sanitasi Bobot Nilai Skor
(%)
1 Halaman bersih, rapi, kering, dan berjarak sedikitnya 500 1 1 100
meter dari sarang lalat/tempat pembuangan sampah,
serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang
berasal dari sumber pencemaran
2 Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan 1 1 100
bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau
barang sisa
3 Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak, terpelihara, 1 1 100
dan mudah dibersihkan
4 Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik, terpelihara 1 1 100
dan bebas dari debu
5 Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan 1 1 100
kedap air setinggi 2 meter dari lantai
6 Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu 1 1 100
dibuat menutup sendiri, membuka kedua arah, dan
dipasang alat penahan lalat dan bau. Pintu dapur
membuka kearah luar
7 Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak 1 1 100
menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc
pada bidang kerja.
8 Ruang pengolahan maupun peralatan dilengkapi ventilasi 1 1 100
yang baik sehingga terjadi sirkulasi udara dan tidak
pengap
9 Sumber air bersih aman, jumlah cukup dan bertekanan 5 4 80
10 Pembuangan air limbah dari dapur, kamar mandi, WC 1 1 100
dan saluran air hujan lancer, baik dan tidak menggenang
11 Jumlah fasilitas cuci tangan dan toilet cukup, tersedia 3 3 100
sabun, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan
12 Tersedia tempat sampah yang cukup, bertutup, anti lalat, 2 1 50
kecoa, tikus dan dilapisi kantong plastic yang selalu
diangka setiap kali penuh
13 Tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja pada 1 1 100
bangunan, dan terpisah dengan tempat tidur atau tempat
mencuci pakaian
14 Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan 4 3 75
peliharaan, dan hewan pengganggu lainnya
15 Ruangan bersih dari barang yang tidak berguna. Barang 1 0 0
tersebut disimpan rapi di gudang
16 Pertemuan sudut lantai dan dinding lengkung (konus) 1 0 0
Jumlah 23 17 83,6
Berdasarkan Tabel 8, setelah dilakukan penilaian, skor yang didapat
adalah 83.6%. Total skor sebesar 83.6% berada dalam kisaran 83%-92%.
Artinya, rumah sakit secara umum laik fasilitas fisik dan sanitasi dengan tingkat
mutu golongan B berdasarkan Permenkes no. 1096/Menkes/PER/VI/2011.
37
Lokasi.
Bangunan Instalasi Gizi tidak berdekatan dengan sumber pencemaran
seperti tempat sampah umum, WC umum, dan sumber pencemaran lainnya
sehingga tidak tercium bau busuk. Selain itu, halaman Instalasi Gizi terlihat
bersih, tidak bersemak, dan tidak banyak lalat. Hal tersebut sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan (2011).
Keadaan konstruksi.
Bangunan Instalasi Gizi terletak di bagian belakang gedung Rumah Sakit
Dustira. Pemilihan lokasi di belakang gedung Rumah Sakit akan memudahkan
proses penerimaan bahan makanan maupun distribusi makanan ke pasien.
Bangunan dibagi menjadi beberapa ruangan yang didesain sedemikian rupa
sehingga arus kerja dan lalu lintas pegawai lancar dan teratur. Di beberapa
ruangan terdapat barang-barang yang tidak berguna seperti tumpukan kardus
dan plastik bekas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2011), ruangan harus
bersih dari barang yang tidak berguna, karena dapat mengundang serangga atau
hewan pengerat.
Lantai dan dinding
Lantai ruang instalasi gizi tidak licin dan mudah dibersihkan, namun ada
beberapa lantai yang retak dan bolong sehingga memungkinkan adanya
timbunan kotoran di sela-sela lantai yang retak tersebut. Seharusnya lantai
dibuat kuat, tidak mudah rusak, permukaan lantai harus dibuat kedap air dan
tidak ada retakan dan sambungan, tidak licin dan tahan terhadap pembersihan,
jika terdapat retakan dan sambungan harus segera diperbaiki (Depkes 2002).
Jadwal pembersihan lantai selalu dilakukan setiap hari dan setiap lantai kotor.
Kegiatan pembersihan yang biasa dilakukan yaitu menyapu sampah-sampah
yang berserakan dan mengepel genangan air atau kotoran yang menempel.
Dinding pengolahan makanan enteral yang selalu terkena percikan air
menggunakan porselen dengan tinggi 2 m dan warnanya memantulkan cahaya.
Lapisan porselen tidak mudah kotor bila terkena asap atau debu dan mudah
dibersihkan. Sudut antara dinding dengan lantai tidak berbentuk lengkung
(conus). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko tertimbunnya debu diantara
sudut-sudut tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (2011) sudut
dinding dengan lantai berbentuk lengkung dimaksudkan untuk memudahkan
dalam pembersihan dan agar tidak menyimpan debu atau kotoran.
38
Langit-langit.
Bidang langit-langit di Instalasi Gizi menutupi seluruh atap bangunan dan
terbuat dari bahan yang permukaannya rata serta mudah dibersihkan. Tinggi
langit-langit >2,4m di atas lantai, kondisi langit-langit tidak mudah mengelupas
namun agak sedikit kotor. Pembersihan langit-langit dilakukan setiap 1 bulan
sekali. Menurut Permenkes (2011), langit-langit harus menutup seluruh atap
bangunan, serta tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai.
Pintu dan jendela.
Pintu di Instalasi Gizi mengarah ke luar. Pada saat proses pengolahan
berlangsung, pintu selalu terbuka lebar dan tidak pernah ditutup. Hal ini bertujuan
agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruangan pengolahan. Namun, hal
tersebut dapat meningkatkan risiko debu yang berada di luar ruangan dan
serangga (lalat) atau hewan lain dapat masuk dengan bebas ke ruang
pengolahan. Jendela di bangunan Instalasi Gizi tidak dilengkapi dengan kawat
kasa (anti serangga). Jadwal pembersihan jendela dilakukan setiap hari pada
saat pengolahan berlangsung.
Depkes (2002) menyatakan bahwa seluruh pintu dan jendela pada
bangunan yang dipergunakan untuk pengolahan harus membuka ke arah luar.
Pintu ruangan pengolahan harus dapat menutup sendiri. Hal ini untuk
memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat.
Pencahayaan dan ventilasi.
Pencahayaan di ruang pengolahan cukup terang dan tidak menimbulkan
bayangan. Pencahayaan di ruang pengolahan lebih mengutamakan cahaya yang
berasal dari luar ruangan (cahaya matahari) karena pintu yang terbuka lebar.
Sedangkan pencahayaan di ruangan lain cukup terang karena dibantu oleh
lampu. Ruangan Instalasi Gizi memiliki ventilasi yang menjamin peredaran udara
dengan baik. Terdapat exhausher fan di ruang pengolahan yang berfungsi untuk
menjaga alur udara tetap baik dan menghilangkan asap atau debu yang masuk
ke ruangan. Menurut Subandriyo (1993), tinggi ventilasi sekurang-kurangnya 1 m
dari lantai. Ventilasi pada bangunan tidak boleh terakumulasi debu dan
dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya serangga. Selain itu
Fardiaz (1999) menambahkan, kontrol suhu udara juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem aliran udara (exhauster fan). Mekanisme kerja exhauster
fan harus diatur sehingga udara tidak mengalir dari tempat kotor ke tempat
bersih.
39
Tempat pencucian.
Tempat pencucian alat kadang suka digabung dengan pencucian bahan
makanan, begitu juga sebaliknya. Tempat pencucian alat berbentuk wastafel dan
keadaannya agak berkarat. Tempat pencucian alat ada di ruang persiapan dan di
ruang pengolahan. Menurut Jennie (2000) dalam pengolahan pangan, wadah
dan alat pengolahan yang kotor serta mengandung mikroba merupakan salah
satu sumber kontaminasi. Mencuci peralatan menjadi bersih dapat menghindari
peluang terjadinya kontaminan.
Instalasi gizi memiliki tempat cuci tangan bagi pegawai, namun fasilitas
cuci tangan tersebut rusak sehingga pegawai mencuci tangan dimana saja,
terutama ditempat pencucian bahan makanan atau tempat pencucian alat. Di
tempat pencucian alat atau bahan makanan tidak ditemukan fasilitas cuci tangan
seperti lap kering untuk mengeringkan tangan. Tidak adanya lap pengering akan
menghambat pegawai untuk mencuci tangan dengan baik, maka tangan yang
digunakan untuk mengolah tidak terjamin bersih dan bebas dari mikroba dan
kotoran yang menempel. Tempat pencucian di Instalasi Gizi tidak dilengkapi
dengan saluran air panas. Idealnya tempat cuci tangan terpisah dari tempat cuci
peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun,
saluran pembuangannya tertutup, bak penampung air dan alat pengering.
Sumber air bersih.
Sistem penyediaan air bersih di Instalasi Gizi berasal dari sumur,
sehingga dilakukan pemeriksaan kualitas air bersih setiap enam bulan sekali
untuk mengetahui kualitas air yang digunakan dan kemungkinan terjadinya
kontaminasi dari air. Air bersih di Instalasi Gizi cukup untuk seluruh kegiatan
penyelenggaraan makanan. Kualitas air bersih berdasarkan kategori uji fisik dan
kimia sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku,
namun belum memenuhi syarat untuk kategori mikrobiologi. Pemasakan atau
perebusan air yang akan digunakan untuk pengolahan dapat meminimalisasi
atau menghilangkan mikroba yang ada pada air tersebut.
Tempat sampah.
Sarana tempat sampah yang digunakan di Instalasi Gizi kurang
memenuhi syarat. Tempat sampah yang ada di instalasi gizi berjumlah tiga
buah. Berdasarkan hasil pengamatan tempat sampah tidak dipisahkan antara
sampah basah (organic) dan sampah kering (anorganic). Tempat sampah terlihat
agak kotor dan kondisinya tidak tertutup. Kondisi tempat sampah yang terbuka
40
akan mengkontaminasi makanan melalui debu dan kotoran dari tempat sampah
yang terbawa udara. Debu dan kotoran tersebut mengandung mikroba dari
sampah di dalamnya. Menurut Depkes (2000), seharusnya tempat sampah
mempunyai tutup dan dilapisi plastik sehingga mudah dibersihkan dan tidak
mengkontaminasi makanan serta terlindung dari serangga serta hewan lainnya.
Jadwal pembuangan sampah dilakukan setiap hari dan saat tempat sampah
sudah penuh.
41
42
mutu yang ditetapkan Instalasi Gizi untuk kelompok bahan makanan pembuat
makanan enteral dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Spesifikasi mutu pada bahan pangan pembuat makanan enteral di
Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira
Bahan makanan Spesifikasi Satuan
Beras Tidak berkutu, bersih, tidak ada kerikil Kg
Telur ayam Segar, kulit bersih, ±15-16 btr/kg, tidak busuk, warna Kg
coklat muda.
Susu Kemasan @400 gram, tidak kadaluarsa, tidak penyok, Dus
tidak apek
Gula Kering, putih, bersih, dalam negeri. Isi @49-50 kg per Kg
karung, karung bukan bekas pupuk atau bahan kimia
lainnya, local, halus.
Margarine Berasal dari tumbuhan, murni berkualitas baik, izin Kg
depkes, kemasan 200 gr/kemasan
Papaya Segar, tua, manis, warna merah jingga, tidak busuk, Kg
tidak bonyok, bentuk beraturan, minimal 2 kg/buah
Melon Masak, manis, tua harum, min 2 kg/buah, tidak busuk, Kg
tidak bonyok, utuh
Wortel Segar, muda, bersih, tanpa batang, daun dan akar ±8- Kg
10 bh/kg
Bayam Segar, muda, bersih tidak berakar, batang ± 5 cm, Kg
tidak berbulu.
Labu siam Segar, muda, bersih, tidak berulat Kg
Sumber : Spesifikasi bahan makanan Instalasi Gizi RS Dustira
Tabel 11 menunjukkan kriteria mutu untuk sayur dan buah tidak
mendefinisikan secara lengkap mengenai aspek mutu. Menurut Muchtadi dan
Sugiyono (1992) sayuran yang baik dapat diketahui dengan memperhatikan mutu
organoleptik seperti warna aroma tekstur. Sayuran yang segar akan berwarna
hijau atau orange cerah, tidak ada luka, cacat, atau noda, dan tidak berair.
Instalasi gizi tidak menetapkan spesifikasi untuk tepung beras karena tidak
memesan dari rekanan. Tepung beras yang digunakan oleh Instalasi gizi adalah
tepung beras hasil gilingan dari butiran beras yang dibuat menjadi tepung.
Kriteria umum mutu yang baik untuk bahan pangan disajikan pada Tabel 12.
Penerimaan Bahan Pangan.
Tahap penerimaan bahan pangan adalah suatu proses kegiatan yang
meliputi pemeriksaan, penelitian, pencatatan, pengambilan keputusan dan
pelaporan spesifikasi bahan makanan menurut permintaan (Subandriyo 1993).
Kegiatan penerimaan bahan pangan dilakukan di ruangan penerimaan oleh
petugas penerimaan yang merangkap sebagai petugas gudang, tidak ada tim
atau bagian khusus yang menangani proses penerimaan. Kondisi yang ideal
adalah menempatkan orang yang memiliki pengetahuan mengenai kualitas
bahan pangan karena kegiatan ini berkaian dengan pemeriksaan kesesuaian
44
bahan pangan yang diterima dengan yang dipesan. Kegiatan penerimaan yang
dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang berisi jenis dan jumlah bahan
yang dipesan, jenis dan jumlah bahan yang dikirim, serta spesifikasi mutu setiap
bahan yang harus dipenuhi.
Peralatan yang tersedia di ruang penerimaan yaitu timbangan.
Timbangan digunakan untuk memeriksa kesesuaian berat bahan makanan yang
dipesan dengan berat bahan makanan yang diterima.
Telur yang diterima, diperiksa secara seksama oleh petugas penerima
bahan pangan dengan aspek yang di lihat yaitu keutuhan telur, kesegaran telur,
dan jumlah yang dipesan. Pengendalian mutu yang dilakukan oleh petugas
penerima untuk bahan pangan telur yaitu dengan memeriksa secara seksama
kesegaran telur, bila ada telur yang busuk akan segera di buang dan segera
meminta ganti kepada rekanan. Penerimaan bahan makanan kemasan seperti
susu, gula, dan margarine diterima setiap 15 hari sekali, dan pemeriksaan
45
persediaan bahan makanan dalam macam, jumlah, dan mutu yang memadai.
Menurut Moehyi (1992), penyimpanan bahan makanan harus dipisahkan
menurut jenisnya. Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira, penyimpanan bahan
makanan untuk membuat makanan enteral tersimpan dalam tiga gudang, yaitu
gudang kering, gudang basah dan gudang harian.
Gudang kering. Beras, tepung beras, gula pasir dan mentega disimpan
di gudang kering. Di gudang kering bahan pangan diletakkan dilantai dan tidak
terdapat rak penyimpanan. Gudang kering juga sering digunakan untuk
menyimpan bahan pangan seperti pisang. Pisang adalah buah yang mudah
busuk karena kadar airnya yang cukup tinggi. Penempatan buah pisang di
gudang kering dapat menimbulkan kontaminasi silang pada bahan pangan kering
lain, seperti tepung-tepungan. Penempatan buah pisang di gudang kering akan
membuat tekstur tepung menjadi lembab. Tepung yang lembab akan mudah
untuk ditumbuhi oleh jamur dan kapang. Selain itu, terdapat banyak kardus-
kardus kosong serta plastik bekas berserakan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan (2011), ruangan harus bersih dari barang yang tidak berguna, karena
dapat mengundang serangga atau hewan pengerat.
Pemasukan bahan makanan dicatat dan dilaporkan setiap bulan. Gudang
selalu dikunci pada saat tidak ada kegiatan dan dibuka pada waktu-waktu
tertentu. Pegawai yang keluar masuk gudang hanya pegawai yang telah
ditentukan. Pencahayaan di gudang bahan makanan kering cukup terang.
Keadaan lantai cukup bersih, namun terdapat banyak kardus-kardus kosong
serta plastik bekas berserakan.
Gudang basah. Gudang basah digunakan untuk menyimpan bahan
pangan yang tidak tahan lama serta mudah busuk seperti hewani, sayur dan
buah. Gudang basah memiliki tiga jenis tempat penyimpanan yaitu freezer, chiler
dan rak terbuka. Namun untuk bahan pangan pembuat makanan enteral yang
digunakan hanya chiller dan rak terbuka. Sayur dan buah disimpan di chiller
dengan suhu 120C, adapula beberapa buah yang disimpan di rak terbuka. Buah
yang telah dipotong dan disimpan di rak terbuka dikemas dengan menggunakan
plastik wrapping. Selain itu, telur juga disimpan di rak terbuka. Telur disimpan
digudang penyimpanan paling lama 2 hari. Telur akan mengalami kerusakan jika
tidak disimpan pada suhu rendah atau refrigerator, tetapi Syarief dan Halid
(1992) menyatakan bahwa telur yang disimpan pada suhu kamar (25-290C)
47
masih berada dalam kondisi yang baik dan aman dikonsumsi dalam jangka
waktu satu hari.
Gudang harian. Gudang harian merupakan gudang untuk menyimpan
bahan kemasan atau alat makan disposable, makanan diet khusus, dan bahan
makanan kering yang tidak habis pakai seperti susu, agar-agar, tepung maizena,
dan lainnya. Gudang harian berupa lemari kaca tertutup yang terdapat dalam
ruangan komputer. Pengeluaran bahan pangan di gudang harian sudah
menggunakan sistem first in fist out (FIFO). Sistematika penyimpanan dan
penyusunan bahan makanan menggunakan prinsip FIFO, artinya bahan
makanan yang terlebih dahulu masuk dan yang mendekati masa kadaluarsa
harus keluar lebih dulu dengan penyusunan menurut jenis dan frekuensi
pemakaian (Fardiaz 1999). Hasil pengamatan menunjukkan tidak adanya kode,
tanggal masuk, maupun tanggal kadaluarsa pada bahan yang disimpan, sistem
yang digunakan hanya memindahkan bahan makanan yang lama ke depan dan
menyimpanan bahan makanan yang baru di belakang.
Penyimpanan bahan makanan di lemari penyimpanan gudang harian
sudah perjenis bahan makanan, namun dikarenakan terlalu banyak bahan
makanan yang disimpan dalam lemari sehingga terdapat bahan makanan yang
tertutup atau terhalangi oleh bahan makanan lain yang berbeda jenis, seperti
penempatan susu komersial terhalangi oleh bahan pangan kemasan (tepung
maizena atau coklat bubuk). Hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam
sistem FIFO yang mereka gunakan. Lemari penyimpanan berjarak kurang dari 2
cm dari dinding, dan berjarak kurang dari 15 cm dari lantai. Menurut Moehyi
(1992), tinggi rak sebaiknya berjarak 5 cm dari dinding dan minimal 15 cm dari
atas lantai sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik. Hasil
pengamatan higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan makanan enteral
di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira disajikan pada Tabel 14.
Berdasarkan Tabel 14, higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan
pangan belum memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no.
1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 85.0%. Berdasarkan pengamatan di gudang
harian banyak terdapat kardus yang tidak terpakai dan disimpan di bawah meja.
Hal ini dapat menjadi peluang bagi hewan seperti serangga atau hewan pengerat
untuk berkembang biak. Berdasarkan pengamatan terdapat serangga seperti
kecoa dan laba-laba di gudang harian. Menurut Depkes (2002), tempat
48
Hasil pemeriksaan mutu air pada bulan April 2011 di Instalasi Gizi RS
Dustira menunjukkan bahwa air telah memenuhi baku mutu air bersih dari uji fisik
dan kimia sesuai dengan peraturan Depkes, sedangkan hasil uji mikrobiologi
tidak memenuhi baku mutu air bersih Depkes. Hasil pemeriksaan tersebut
menunjukkan adanya mikroba coliform pada air. Pengendalian mutu yang
51
mereka lakukan pada hasil pemeriksaan mikrobiologi adalah dengan merebus air
yang akan digunakan untuk pengolahan hingga dapat meminimalisasi total
coliform yang terkandung dalam air tersebut.
Pengangkutan (distribusi)
Makanan enteral yang siap disajikan diletakkan dalam baki dan diantar ke
pasien dengan menggunakan trolley tertutup. Keadaan trolley cukup baik, kuat
dan bersih. Jadwal pembersihan trolley dilakukan seminggu sekali. Depkes
(2000) menyatakan pendistribusian dengan menggunakan trolley tertutup serta
peralatan yang dipakai selalu terjaga dapat menghindari pencemaran terhadap
makanan yang disajikan.
Tenaga pendistribusian makanan bekerjasama dengan petugas yang ada
pada masing-masing ruangan. Berdasarkan hasil pengamatan, penjamah di
bagian pendistribusian berbicara dan mengobrol saat mendistribusikan makanan
enteral ke trolley. Tabel 18 menunjukkan hasil pengamatan higiene sanitasi pada
tahap pengangkutan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira.
Berdasarkan Tabel 18, higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan pangan
sudah memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no.
1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 93.3%.
Tabel 18 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap pengangkutan makanan
enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira
No. Pengangkutan Kisaran Nilai Skor (%)
Nilai* Pengamatan
1. Wadah atau alat pembawa 0–2 2 100.0
2. Kendaraan yang digunakan 0–2 2 100.0
3. Tenaga yang membawa makanan 0–5 4 80.0
Jumlah 9 8 93.3
*) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011
Kualitas Makanan Enteral di Instalasi Gizi RS Dustira
Makanan enteral diproduksi satu kali untuk memenuhi frekuensi
pemberian makanan enteral setiap hari. Makanan enteral yang telah diproduksi
pada pagi hari, sebagian akan diporsi dan disajikan kepada pasien dan sisanya
dimasukkan ke dalam refrigerator untuk digunakan pada periode makan
berikutnya. Pada periode makan berikutnya, makanan enteral dipanaskan
terlebih dahulu sebelum disajikan. Menurut Hartono (2000), makanan enteral
yang disimpan dilemari es harus dibiarkan pada suhu ruangan dahulu sebelum
diberikan kepada pasien. Suhu makanan enteral hanya sedikit pengaruhnya atas
molalitas lambung dan tidak mempengaruhi waktu transit. Pemanasan makanan
enteral hingga mencapai suhu tubuh dapat mempermudah pertumbuhan bakteri
mengingat makanan enteral merupakan media kultur yang baik.
53
Salah satu syarat mutu makanan enteral yaitu memiliki kepadatan kalori
yang tinggi. Instalasi gizi membuat formula makanan enteral sesuai dengan
kondisi pasien. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap 1 ml makanan enteral setara
dengan 1 kkal, atau bila ada pembatasan cairan maka setiap 1 ml makanan
enteral setara dengan 1.5 atau 2 kkal.
Makanan enteral yang diproduksi oleh Instalasi Gizi RS Dustira
mengandung komponen zat gizi esensial seperti protein, asam amino, lemak,
vitamin, mineral dan trace elements. Hal tersebut dapat dilihat dari bahan pangan
pembuat makanan enteral, antara lain tepung beras, telur, susu, margarin, sayur,
buah. Bahan baku makanan enteral terdiri dari komponen yang siap diabsorpsi
atau paling tidak hanya sedikit memerlukan kegiatan pencernaan untuk dapat
diabsorpsi seperti tepung beras, telur, gula, margarine, dan susu. Selain itu
bahan baku makanan enteral di Instalasi Gizi tidak ada yang mengandung purin.
Pemeriksaan mutu makanan enteral dilihat dari segi fisik dan
mikrobiologi. Makanan enteral yang diamati adalah makanan enteral biasa dan
makanan enteral diet khusus yang sudah siap disajikan kepada pasien.
Pemeriksaan sampel makanan enteral secara fisik dilakukan dengan cara
menuangkan sampel makanan cair ke tempat yang datar untuk melihat
teksturnya, sedangkan untuk melihat konsistensinya, makanan enteral
dimasukkan melalui sonde dan dilihat kelancaran alirannya.
Pemeriksaan sampel makanan enteral untuk melihat jumlah mikroba
dilakukan di salah satu perusahaan farmasi di Bandung. Selama perjalanan
makanan enteral dari rumah sakit ke laboratorium, sampel makanan enteral yang
diambil kemudian disimpan dalam box yang berisi es batu, menurut FDA (Food
and Drug Admistration) makanan yang akan dianalisa dapat disimpan pada suhu
0-40C tidak lebih dari 36 jam. Pemeriksaan mikroba Salmonella dan Shigella
menggunakan media agar Salmonella – Shigella (SSA), sedangkan untuk
mikroba Escherichia coli menggunakan media agar darah. Data pemeriksaan
makanan enteral di Instalasi Gizi dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Data pemeriksaan makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira
Parameter Hasil pemeriksaan
Fisik Konsistensi encer, tidak terdapat gumpalan.
Mikroba patogen
- Salmonella Negative (-)
- Shigella Negative (-)
- Eschericia coli Negative (-)
54
Tabel 20 (lanjutan)
Tabel 20 (Lanjutan)
Tabel 20 (Lanjutan)
Hasil Risiko Cara Prosedur Tindakan
CCP Batas Kritis
Pengamatan Bahaya Pengendalian Pemantauan Koreksi
Kontaminasi Sanitasi alat Alat angkut Pengontrolan Pembersih-
Trolley fisik (debu angkut yang alat angkut an ulang alat
Pendistri-
dibersihkan satu dan kotoran sebelum digunakan angkut
busian
minggu sekali yang digunakan kotor
menempel)
59
Saran
Pengawasan personal higiene pada penjamah yang terlibat dalam tahap
produksi harus diperhatikan. Pengawasan dapat dilakukan dengan cara
koordinator setiap unit mendampingi dan memberikan arahan pada penjamah
makanan saat produksi berlangsung. Pencegahan kontaminasi silang di gudang
penyimpanan harus lebih ditingkatkan. Selain itu, sistem FIFO yang diterapkan
sebaiknya dilengkapi dengan pencatatan tanggal masuk dan tanggal keluar
setiap bahan pangan. Sebaiknya penerapan HACCP dilakukan oleh Instalasi Gizi
RS Dustira sebagai suatu alat pengawasan, pengendalian dan prosedur
pengaturan untuk menjaga makanan tidak tercemar sebelum disajikan.
61
DAFTAR PUSTAKA
Anwar H., et al. 1986. Sanitasi Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan
Tenaga Sanitasi. Jakarta : Depkes RI.
Ariesman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Depkes RI. 1996. Modul Pelatihan Penyehatan Makanan dan Minuman bagi
Petugas Puskesmas. Jakarta : Depkes RI.
_________. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
[FAO] Food and Drug Admistration. 1997. Basic Texts on Food Hygiene. Rome,
Italy.
Gunarsa S. & Y.S. Gunarsa. 1991. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan
Keluarga. Bpk Gunung Mulia, Jakarta.
Hardjodisastro, D., Syam AF, Sukrisman L. 2006. Dukungan Nutrisi pada Kasus
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI.
62
Hardinsyah & Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan
Serat Makanan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI.
Hartono A., & W. Palupi. 2006. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan
Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC,
Hill G.L, 2000. Makanan Enteral. Di dalam Darmawan, editor. Buku Ajar
Makanan Bedah. Jakarta : Gramedia.
Jenie B.S.L. 1995. Sanitasi dalam Industri Jasa Boga. Laporan Akhir Kursus
Mikrobiologi Makanan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
IPB.
Keitser D.C. 1990. Food and Beverage Control (2nd ed). USA : Prentice hall.
Muchtadi T.R dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Sambas E. S. 1991. Manajemen Makanan dan Gizi Institusi. Bogor : Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Siagian C. M. 1998. Dukungan Nutrisi Enteral dan Sistem Imun Saluran Cerna,
dalam Daldiyono dan Thaha A.R., Kapita Selekta Makanan Klinik,
Perhimpunan Makanan Enteral dan Parentral Indonesia (PERNEPARI),
Jakarta.
Silberman H & D. Eisenberg. 1982. Parenteral and Enteral Nutrition for The
Hospitalized Patient. USA : Prentice Hall. Inc.
_________. 1994. Sanitasi dan Keselamatan Kerja pada Usaha Jasa Boga.
[Diktat]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. IPB.
Bogor.
Thaha, A. R. 1998. Aspek Gizi Nutrisi Enteral, dalam Daldiyono dan Thaha A.R.,
Kapita Selekta Makanan Klinik, Perhimpunan Makanan Enteral dan
Parentral Indonesia (PERNEPARI), Jakarta.
Winarno, F.G. & Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri
Pangan. Bogor : M-Brio.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira
KARUMKIT
WAKARUMKIT
KA INSTALASI GIZI
PELAKSANA
ADMINISTRASI
KEPALA UNIT PRODUKSI DAN KEPALA UNIT KEPALA UNIT KEPALA UNIT
DISTRIBUSI MAKANAN GIZI WATNAP GIZI WATLAN LITBANG
65
66
Keterangan :
Proses Penerimaan
Proses Penyimpanan
Proses Persiapan
Lampiran 3 (Lanjutan) 68
Proses Pengolahan
Proses Pewadahan