Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
Muhammad Fahri (20170320100)
PENDAPAT
1. Semua kembali ke kita sendiri, bagaimana kebutuhan kita seharusnya, Jika kita masih berkeyakinan
bahwa vaksin haram, mari kita kaji lebih lanjut. Bahwa ada kaidah fiqhiyah,
المحظورات تبيح الضرورة
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Al-Hajj:78)
Jadi seandainya kita sedang berada di hutan, kemudian tidak ada makanan sama sekali, dan kita cuman
ada 2 pilihan, makan babi atau mati, kita harus memilih makan babi untuk tetap bertahan hidup. Walaupun
babi itu haram, karena kita sedang dalam keadaan darurat.
Semua tergantung, dikatakan boleh jika memang vaksinasi itu akan membuat bayi tercegah dari berbagai
penyakit berbahaya.
2. Ajaran Islam memberi petunjuk yang pasti tentang kematian. Dalam Islam ditegaskan bahwa
semua bentuk kehidupan ciptaan Allah akan mengalami kebinasaan, kecuali Allah sendiri sebagai
sang pencipta.
Firman Allah:
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah
kamu dikembalikan”
Islam mengajarkan bahwa kematian datang tidak seorang pun yang dapat memperlambat atau
mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian hanya terjadi dengan izin-Nya dan kapan saat
kematian itu tiba telah ditentkan waktunya oleh Allah. Dalam Islam kematian adalah sebuah gerbang
menuju kehidupan abadi (akhirat) dimana setiap manusia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya
selama hidup didunia dihadapan Allah SWT.
Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional Pengobatan Islam yang pertama
(The First International Conference of Islamic Medical) menyatakan: bahwa euthanasia aktif sama halnya
dengan bunuh diri (tidak dibenarkan) sesuai dengan frman Allah:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”
Kesabaran dan ketabahan terhadap rasa sakit dan penderitaan sangat dihargai dan mendapat pahala yang
besar dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu
musibah, baik kesulitan, sakit,kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan dari yang menusuknya,
kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu” (HR.
Bukhari Muslim)
Jadi pendapat saya, Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada
pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum
euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –
setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah
mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat
dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya. Jika pasien
tidak mempunyai wali, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa.