Вы находитесь на странице: 1из 10

Nama : Triyani Lubriyana

NIM : 25000117130169

Kelas : B 2017

HIPOTIROIDISME DAN HIPERTIROIDISME

A. Definisi
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh
konsentrasi hormon tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan
laju metabolisme tubuh secara umum. Kejadian hipotiroidisme sangat
bervariasi , dipengaruhi oleh faktor geografik dan lingkungan seperti asupan
iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan usia.
B. Etiologi
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan menjadi hipotiroidisme primer,
sekunder, tersier, serta resistensi jaringan tubuh terhadap hormon tiroid.
Hipotiroidisme primer terjadi akibat kegagalan tiroid memproduksi hormon
tiroid, sedangkan hipotiroidisme sekunder adalah akibat defisiensi hormon
TSH yang dihasilkan oleh hipofisis. Hipotiroidisme tersier disebabkan oleh
defisiensi TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak
hipotiroidisme adalah akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid
(hipotiroidisme primer). Penyebab lebih lengkap hipotiroidisme dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Etiologi hipotiroidisme

Primer Tiroiditis Hashimoto


Terapi Iodium radioaktif untuk penyakit Graves
Tiroidektomi pada penyakit graves, nodul tiroid, atau kanker
tiroid
Asupan iodida yang berlebihan (pemakaian radiokontras)
Tiroiditis sub akut
Defisiensi iodium
Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid
Obat-obatan (litium, interferon alfa, amiodaron)
Sekunder Hipopituitari akibat adenoma hipofisis, terapi ablatif terhadap
hipofisis, serta kerusakan hipofisis
Tersier Defisiensi hipotalamus
Resistensi jaringan perifer terhadap hormon tiroid

C. Gejala Klinis
Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari
keluhan cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma
miksedema). Dewasa ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma
miksedema. Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat
lelah, tidak tahan dingin, berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid
dan kejang otot. Pengaruh hipotiroidisme pada berbagai sistem organ dapat
dilihat pada tabel
Tabel 2. Gejala klinis hipotiroidisme berdasarkan sistem organ
Organ/ Sistem Organ Keluhan/Gejala/Kelainan
Kardiovaskuler Bradikardia
Gangguan kontraktilitas
Penurunan Curah jantung
Kardiomegali ( paling banyak disebabkan oleh efusi
perikard)
Respirasi Sesak dengan aktivitas
Gangguan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan
hipoksia
Hipoventilasi
Sleep apnea
Efusi Pleura
Gastrointestinal Anoreksia
Penurunan peristaltik usus → konstipasi kronik,
impaksi feses dan ileus
Ginjal (air dan Penurunan laju filtrasi ginjal
elektrolit) Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan →
intoksikasi cairan dan hiponatremia
Hematologi Anemia, disebabkan:
Gangguan sintesis hemoglobin karena defisiensi
tiroksin
Defisiensi besi karena hilangnya besi pada
menoragia dan gangguan absorbsi besi
Defisiensi asam folat karena gangguan absorbsi
asam folat Anemia pernisiosa
Neuromuskular Kelemahan otot proksimal
Berkurangnya refleks Gerakan otot melambat
Kesemutan
Psikiatri Depresi
Gangguan memori
Gangguan kepribadian
Endokrin Gangguan pembentukan estrogen → gangguan
ekskresi FSH dan LH, siklus anovulatoar,
infertilitas, menoragia

Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme


yang jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan
mengancam jiwa. Terjadi pada pasien yang lama menderita hipotiroidisme
berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat
lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan
dengan :
1. Tanda dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata.
2. Perubahan mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih).
3. Defek termoregulasi, hipotermia.
4. Terdapat faktor presipitasi : kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik,
tranguilizer, sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung, perdarahan
saluran cerna.
HIPERTIROIDISME
A. Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association of
Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi
Berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh
kelenjar tiroid melebihi normal. Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk
thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi
keduanya, di aliran darah.
Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek metabolic
yang beredar secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3 atau keduanya.
Subklinis hipertiroidisme mengacu pada kombinasi konsentrasi serum TSH
yang tidak terdeteksi dan konsentrasi serum T3, T4 normal, terlepas dari ada
atau tidak adanya tanda-tanda gejala klinis (Pauline, 2007).
B. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang
tiroid (Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau
hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme
adalah penyakit Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara
serampangan membentuk thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI), suatu
antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002).
1. Tiroid :
a. Grave’s disease  80% karena ini
Terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan
adanya penyakit autoimun lainnya misalnya DM tipe I
b. Adenoma toksik
c. Toksik nodular goiter
d. McCune-Albrigth
e. Tiroiditis sub akut
f. Tiroiditis limfositik kronik
2. Hipofisis :
a. Adenoma hipofisis
b. Hipofisis resisten terhadap T4
3. Lain :
a. Eksogen
b. Iodine induced hyperthyroidism
c. hCG

C. Epidemiologi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien
dengan hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60
tahun. Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa. Adenoma autonom dan racun
multi-nodular gondok lebih sering terjadi di Eropa dan daerah lain di dunia di
mana penduduk cenderung mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka
juga lebih tinggi pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun
(Pauline, 2007).

D. Patogenesis dan patofisiologi


1. Patogenesis
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:
Hipotalamus Hipofisis Tiroid
(menerima
TRH/TIH)

Kuran Lebih Pengeluaran TIH Reseptor TSH/TIH


g (tiroid inhibiting merangsang kelenjar
hormon) tiroid

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluara Pengelu


tiroid di tubuh tiroid ke n hormon aran
pembuluh darah tiroid hormon
dan jaringan dihentikan tiroid
(T3 &
T4)
Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative

Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu


peningkatan kadar hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi
feedback negative menuju hipotalamus. Ketika feedback negative diterima
oleh hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormone inhibiting yang
akan menurunkan sekresi/pembuatan hormone tiroid. Proses ini terjadi
ketika tiroid tidak mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan
pada tiroid maka proses yang akan terjadi adalah sebagai berikut (Guyton,
2007).

Hipotalamus Hipofisis Tiroid


(menerima
TRH/TIH)

Lebih Pengeluaran Reseptor TSH/TIH


TIH ditutupi oleh TSI
(Tiroid (Tiroid Stimulating
Inhibiting Imunoglobulin)
Hormone)

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluara Pengeluara


tiroid di tubuh tiroid ke pembuluh n hormon n hormon
darah dan jaringan tiroid tidak tiroid
makin meningkat dihentikan (T3 & T4)

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan


hormone tiroid. Hal ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH
oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan merangsang kelenjar tiroid
untuk memproduksi hormone tiroid secara terus menerus. Ketika produksi
hormone tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan
umpan balik negative kepada hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid
Inhibiting hormone) yang akan menurunkan produksi hormone tiroid.
Dalam kejadian ini, TIH tidak akan memberikan efek kepada kelenjar tiroid
karena reseptornya ditutupi oleh TSI sehingga kelenjar tiroid akan
melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.
Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone
tiroid, maka akan didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan T4
tanpa adanya peningkatan hormone TSH (Guyton, 2007). Kejadian ini
didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan menyebabkan
peningkatan kadar metabolism di dalam tubuh dan peningkatan tmbuh
kembang dari penderita tersebut (Robbins, 2007).
2. Patofisiologi
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang
merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat.
Akibat peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan
emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan. Kulit
lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat, tekanan
nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal jantung.
Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama ketidakstabilan atrial
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung, terutama pada pasien dengan
penyakit jantung. Ancaman bagi kehidupan di kombinasi dengan delirium
atau koma, temperatur tubuh naik sampai 41o C, detak jantung meningkat,
hipotensi, muntah dan diare.
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri
khas atau tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang menyertai
penyakit Graves, yaitu:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi
sitotoksik yang bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor
yang ditemukan di orbital fibroblast, otot orbital, dan jaringan tyroid.
Sitokin yang berasal dari limfosit yang disintesis menyebabkan
inflamasi di orbital fibroblast dan otot ekstraokular, dan hasilnya adalah
pembengkakan pada otot orbital (Gardner, 2007).

Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat


ditambahkan terjadi akibat peningkatan hormone tiroid, penonjolan
mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan
fotofobia juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap
antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH.
Akibatnya terjadi pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit,
akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat
retrobulbar (Silbernagl, et al., 2006).
b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit
Parkinson, tremor pada penyakit Graves merupakan tremor lembut,
bukan tremor kasar. Tremor halus terjadi dengan frekuensi 10-15
x/detik, dan dianggap sebagai efek dari bertambahnya kepekaan sinaps
saraf pengatur tonus otot di daerah medulla (Guyton, 2007). Gejala lain
yang mengiringi penyakit Graves, diantaranya:
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan
asupan makanan yang lebih banyak untuk megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon
tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik
yang ada di dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka pemakaian
senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa
otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan (Guyton,
2007).
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon
tiroid dapat merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan
hormon-hormon yang dibentuk medulla suprarenal, yaitu epinephrin
dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat meningkatkan
frekuensi denyut jantung dengan cara menstimulasi α dan β reseptor,
terutama β reseptor yang berada di membran plasma otot jantung
(Guyton, 2007).
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi
getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga
hipertiroidisme seringkali menyebabkan diare (Guyton, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Amory, JK., Irl BH. 2011. Hyperthyroidism from Autoimmune Thyroiditis in a


Man with Type 1 Diabetes Mellitus: a Case Report. Journal of Medical
Case Reports 2011, 5:277
Bharaktiya S, Orlander PR, Woodhouse WR, et al. Hypothyroidism. In: eMedicine
Specialties. http://www.emedicine.com, last update oct 12, 2007

Devdhar M, Ousman YH, Burman KD. Hypothyroidism. Washington. Endocrinol


Metab Clin N Am. 2007; 36: 595-615

Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Basic and Clinical Endocrinology.


Jakarta: Sagung Seto.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC

Harrison, Tinsley R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition.


United States of America: McGraw-Hill Companies.
Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T., 2011.
Hyperthyroidism. http://emedicine.medscape.com (Diakses tanggal 3
November 2014)
Palacios, SS. Eider, PC. Juan, CG. 2012. Management of Subclinical
Hyperthyroidism. International Journal of Endocrinology and
Metabolism April 2012; 10(2): 490-496
Pauline, M. Chamacho., Hossein, Gharib., Glen, W. Sizemore. 2007. Evidence-
Based Endocrinology.
Purnamasari D, Subekti I. Penyakit tiroid. Dalam: Mansjoer A, Sudoyo AW,
Rinaldi I, et al. Kedokteran perioperatif evaluasi dan tatalaksana dibidang
ilmu penyakit dalam. Pusat

Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H., Natalia
S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal: 1225-36
Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku
kedokteran: EGC
Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta:EGC

Вам также может понравиться