Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I

PENDAHULUAN

Penyebab terbanyak kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan .1


Perdarahan pada ibu hamil dibedakan atas perdarahan antepartum (perdarahan
sebelum janin lahir) dan perdarahan postpartum (setelah janin lahir).2 Solusio
plasenta merupakan 30% dari seluruh kejadian perdarahan antepartum yang
terjadi .3,4
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar
melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam
keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok .5
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-
kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan
15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan
sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan
makin bertambahnya usia ibu .5
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit
menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari penelitian oleh Hard dan kawan-
kawan diketahui bahwa 15% dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan
persalinan prematur idiopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdarahan
hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertoni uterus yang menetap, gejala-gejala
ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala
kombinasi .2
Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan
dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah
mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami
kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung
menjadikan morbiditas dan bahkan mortalitas pada janin dan bayi baru lahir.
Angka kematian janin akibat solusio plasenta berkisar antara 50-80%. Tetapi ada
literatur lain yang menyebutkan angka kematian mendekati 100% .3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Solusio Plasenta


2.1.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta
dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum janin lahir. Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio
plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya
korpus uteri sebelum janin lahir. 2 Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20
minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens. 5. Sedangkan
Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan
definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau
berat janin di atas 500 gram .

Gambar 2.1 Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

2.1.2 Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia
. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh
kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut

5
mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya
hipertensi pada ibu. 2,3
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma
yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan
penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta.4 Di RSUPNCM dilaporkan
1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma.5
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada
wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan
peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini
dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium.2,3,5
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal
ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.1,2,3,5

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio


plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma.3
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme

6
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun,
hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada
ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya
melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap
tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.6,7
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki
riwayat solusio plasenta sebelumnya.3
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada
vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan,
dan lain-lain.7,8
2.1.3 Patofisiologi
Bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korealis
plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi
perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada
trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)
yang disebabkna oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam
vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil
akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapis
tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikan, pada tingkat
permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa

7
menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian
plasenta pada sekelilingnya yang berdekatan.6,7,8
Dalam beberapa kejadian pembentukan hematoma retroplasenter
disebabkan oleh putusnya arteri spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenter
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta
ke sirkulasi janin. Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta
sehingga jika amniokhorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui
ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas,
perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).

Tabel 2.1 Perbedaan klinis Perdarahan


Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi
Keadaan umum penderita relatif lebih Keadaan penderita lebih jelek
baik
Plasenta terlepas sebagian atau Plasenta terlepas luas, uterus
inkomplit keras/tegang
Jarang berhubungan dengan hipertensi Sering berkaitan dengan hipertensi

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom


subkhorionik.

8
2.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis penderita bervariasi sesuai dengan berat ringannya atau
luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Gejala dan tanda klinis yang
klasik:
 Perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus)
 Nyeri perut
 Uterus tegang terus menerus.

a. Solusio plasenta ringan


Hanya 30% kasus yang memiliki sedikit gejala. Pada keadaan yang sangat
ringan tidak ada gejala kecuali hematom retroplasenter berukuran beberapa
sentimeter pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa nyeri pada perut masih
ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui
vagina.
b. Solusio plasenta sedang
Gejala dan tanda sudah jelas, rasa nyeri pada perut yang terus menerus,
perut tegang sehingga sukar melakukan palpasi, denyut jantung janin biasanya
sudah menunjukkan gawat janin, perdarah nyata keluar dari vagina, takikardi,
hipotensi, kulit dingin dan keringatan, oliguria, kadar fibrinogen mulai berkurang
antara 150 sampai 250 mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan
gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
c. Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang hingga defance musculaire sehingga palpasi
bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada
yang seharusnya karena telah terjadi penumpukan darah didalam rahim. Pada
inspeksi perut tampak membulat dan kulit di atasnya kencang dan mengkilat. Pada
auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi. Terjadi syok hipovolemik.
Hipofibrinogenemia dan oliguria telah ada sebagai komplikasi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated intravacular coagulation), dengan
gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah kurang dari 150mg% dan telah
ada trombositopenia.6,7,8

9
Diagnosis definitif hanya bisa ditegakkan secara retrospektif yaitu setelah
partus dengan melihat adanya hematoma retroplasenter. Pemeriksaan USG
berguna untuk membedakan dengan plasenta previa, akan tetapi pada pemeriksaan
USG ini dapat memberikan hasil positif palsu karena solusio plasenta sulit
dibedakan dengan plasenta itu sendiri kecuali pada 48 jam perdarahan karena
pembekuan darah anak tampak lebih ekogenik dan menjadi hipogenik dalam
waktu 1 sampai 2 minggu.5,6
Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu ditengarai bisa
melewati plasenta dalam keadaan dimana terdapat gangguan fisiologik dan
keutuhan anatomik dari plasenta. Kadar MSAFP yang tinggi tanpa sebab lain
(seperti kehamilan dengan kelainan kromosom, neural tube defect, hipertensi
karena kehamilan, plasenta previa, ancaman persalinan prematur dan hambatan
pertumbuhan janin) dapat dicurigai solusio plasenta. Pada perempuan yang
mengalami persalinan prematur dalam trimester ketiga dengan solusio plasenta
dijumpai kenaikan MSAFP dengan sensitivitas 67% bila tanpa perdarahan dan
dengan sensitivitas 100 % bila disertai dengan perdarahan.5,7,8

2.1.5 Penegakkan Diagnosa


Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta
klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya
pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik
mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai
uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan
syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut
ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta
antara lain :
1. Anamnesis5
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan
tempat yang dirasa paling sakit.

10
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong
(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman .
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak
tidak bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi5
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi5
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi5
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya
di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang
terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini
sering meragukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum5

11
- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok.
Nadi cepat, kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l
jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan plasenta .
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung
di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku
yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta

2.1.6 Penatalaksanaan
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau
ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin
hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.2

12
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta
makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah
luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio
sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan.4
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan
di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria.5
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin
akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan
terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat
dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi
uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan. 3,4
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks
ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita
umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada
penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,
menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari

13
bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada
penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.7
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan
adalah seksio sesaria.5,8
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.5

14
Solusio Plasenta

Faktor risiko Kadar hemoglobin


Hipertonia uteri Uji pembekuan darah
Nyeri Pantau produksi urin
Konfirmasi USG
Evaluasi keadaan janin
Evaluasi medik dan tanda vital
Anemia dan koagulopati

Singkirkan plasenta Kondisi bayi


previa atau abdomen
akut lainnya

Hidup Mati

Gawat janin Normal Kondisi serviks

Pembukaan Nilai pelvik Kaku/rigid Lunak


lengkap bagian tidak memadai Pembukaan 1 jari Pembukaan >3cm
terendah di dasar Penurunan Hodge II-III Penurunan Hodge III-IV
panggul

amniotomi
percepat kala II

SEKSIO
SESAREA

PARTUS Amniotomi
PERVAGINAM Akselerasi (Infus Oksitosin)

Gambar 2.3 Tatalaksana Ekspektatif

Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan


pervaginam kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi
darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik lain yang menghendaki persalinan
dilakukan perabdominam. Hemostasis pada tempat implantasi plasenta
bergantung sekali kepada kekuatan kontraksi miometrium. Karenanya pada

15
persalinan pervaginam perlu diupayakan stimulasi miometrium secara
farmakologik atau masase agar kontraksi miometrium diperkuat dan mencegah
perdarahan yang hebat pasca persalinan sekalipun pada keadaan masih ada
gangguan koagulasi. Harus diingat bahwa koagulopati berat merupakan faktor
resiko tinggi bagi bedah sesar berhubung kecenderungan perdarahan yang
berlangsung terus pada tempat insisi baik pada abdomen maupun pada uterus.6,7,8

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir
tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila
persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan
postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan
perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah.
Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terlihat 2,3,7.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu
pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin.
Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat.
Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi
mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang
berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan,
karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah.
Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan
mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah
pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel
darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

16
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita
solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena
perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak,
yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal
akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri
akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak.2,5 Oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin
yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan
gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, selepat mungkin menyelesaikan
persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.2
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan
oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo
di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134
kasus solusio plasenta yang ditelitinya. 5
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah
450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma
kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.2,5
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase:
a. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan
darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran
darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar
fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga
coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat
gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada
alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria.

17
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan
dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih
menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan
patologis.Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan
darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan
laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak
mencerminkan keadaan penderita saat itu.2
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim
dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus
berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi
apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan .
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

2.1.8 Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta
sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat
berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh
perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.5

18
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.
Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar
antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin
tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio
plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya
menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria
dapat mengurangi angka kematian janin.5

19
BAB III
KESIMPULAN

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta


dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum janin lahir. Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada
berat atau ringannya gejala klinis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta
sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat
berkisar antara 0,5-5%.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.


Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2002; 3-21.
2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical
Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall International Inc
Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.
3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:
Airlangga University Press, 2001; 456-70.
4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003.
518-20.
5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.
6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.
Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
7. Saifuddin AB, dkk. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009.
8. Kristanto. H., Ilmu kebidanan, edisi IV. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2010.

21

Вам также может понравиться