Вы находитесь на странице: 1из 7

(PORANG)

Amorphophallus muelleri Blume

Oleh:
PUTRI RABIAH AL ADAWIAH
166090100111021

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Amorphophallus muelleri Blume

Porang (Amorphophallus muelleri Blume) termasuk tanaman herbaceous musiman


yang pada beberapa daerah memiliki nama yang berbeda yakni di Jawa menyebutnya iles-iles
dan porang. Madura menyebutnya kruwu, lorkong, labing, subeg leres, dan subeg bali. Sunda
menyebutnya acung dan cocoan oray. Nusa Tenggara Barat menyebutnya badur (Dwiyono,
2009). Malang di kenal sebagai lurkung. Nganjuk di kenal kajrong. Madiun dan Blitar disebut
porang/ponang. Ponorogo dikenal coblok (Susilastiyo, 2015). Berdasarkan taksonomi,
tanaman porang termasuk dalam dunia Plantae, ordo Alismatales, famili Araceae, dan genus
Amorphophallus (Dwiyono, 2009).
Porang mempunyai akar serabut berwarna coklat muda hingga coklat tua. Panjang akar
porang dapat mencapai lebih dari 40 cm (Pitojo, 2007). Arah tumbuh akar ke samping dan
umumnya tidak jauh dari permukaan tanah. Akar porang berfungsi untuk mendukung tegaknya
petiolus tanaman dan helaian daun di atasnya (Azrianingsih dkk., 2008).

(Rini, 2016)

Umbi porang berbentuk bulat pipih (Sumarwoto, 2005). Umbi porang terdiri dari
bagian kulit umbi dan daging umbi. Kulit umbi berwarna coklat tua, sedangkan daging umbi
berwarna kuning hingga oranye. Umbi porang mengandung Glukomanan dan senyawa kalsium
oksalat yang mengakibatkan gatal. Kristal kalsium oksalat tersebut terdapat empat bentuk yaitu
druse, rafida pendek yang tersusun seperti kubus, rafida pendek yang tersusun seperti serabut,
dan rafida panjang yang tersusun seperti berkas (Indriyani, 2011).
(Sumarwoto, 2005)

Tangkai daun (petiolus) tanaman porang berwarna hijau memiliki motif prismatik
berwarna hijau muda sampai putih. Petiolus bersifat sukulen dan tidak berkayu, tetapi kuat
untuk menopang pertumbuhan bagian yang berada di atasnya. Ketinggian petiolus mampu
mencapai 80 cm dan diameter 1-8 cm. Pada persimpangan tangkai daun muncul bulbil/katak
yang merupakan ciri khas Amorphophallus muelleri yang membedakan dengan spesies
Amorphophallus lainnya.

(Sulistiyo, 2015)
Bulbil berwarna coklat kehitaman, berbentuk bulat simetris atau lonjong dengan berat
0,5-5 g dan diameter 1-5 cm. Adanya bulbil dari percabangan petiolus berjarak 5-15 cm dari
ketiak cabang tangkai daun. Bulbil yang terletak pada ujung petiolus pada percabangan petiolus
utama lebih besar daripada yang terletak di percabangan petiolus (Pitojo, 2007).

(Sumarwoto, 2005)
Daun porang merupakan daun tunggal dengan ujung tangkai daun terbagi menjadi tiga
bagian. Setiap bagian ujung tangkai daun bertoreh banyak sesuai umur tanaman. Permukaan
lamina daun halus dan tepinya bergelombang. Bagian lamina membelah, mempunyai diameter
sekitar 75 cm, dan mengandung bulbil pada bagian distal dan tengah tulang daun. Daun porang
berwarna hijau cenderung gelap ataupun hijau cerah. Tepi daun berwarna ungu muda sampai
merah muda, hijau pada daun yang berumur sedang dan kuning pada daun yang berumur tua
dengan lebar garis tepi daun 0,3-0,5 mm. Bagian adaksial daun mempunyai noda putih atau
warna merah muda pada bagian tepinya, sedangkan bagian abaksial daun berwarna hijau pucat,
hijau atau hijau tua (Sumarwoto, 2005).

(Rini, 2016)
Bunga porang tersusun atas spathe, putik, dan benang sari. Bunga porang memiliki
spathe sehingga dimasukkan dalam famili Araceae. Spathe berwarna merah dan permukaan
dalamnya halus (Nugroho dan Santika, 2008), berbentuk angkup, berfungsi untuk
membungkus atau menutupi spadiks sebelum membuka dan melindungi benang sari (stamen)
dan putik (gynoecium). Bunga porang memiliki spadiks sehingga dimasukkan dalam genus
Amorphophallus. Putik berwarna merah hati dengan tinggi 6-9 cm dan berdiameter 2-4 cm.
Letak benang sari yaitu di atas putik yang terdiri atas benang sari fertil (bawah) dan benang
sari steril (atas). Bagian steril berwarna kuning kecoklatan dan fertil berwarna hijau. Bunga
porang akan muncul dari dalam tanah pada waktu menjelang musim hujan (Yuzammi, 2006).
(Sumarwoto, 2005)

Buah porang bertipe buah berdaging dan majemuk, berwarna hijau muda pada tanaman
muda, kuning kehijauan pada tanaman tua dan berwarna oranye-merah ketika masak. Buah
tersusun dalam tandan buah berbentuk lonjong dan meruncing ke bagian pangkal. Tandan buah
memiliki diameter berkisar antara 40-80 mm dan tinggi 10-22 cm. Jumlah buah dalam satu
tandan buah berkisar antara 100-450 butir. Setiap buah terdapat 2-4 biji dan bersifat apomiksis.
Pada setiap biji dapat dihasilkan lebih dari satu tunas (poliembrioni). Umur buah sampai masak
adalah 8-9 bulan dari mulai pembungaan (keluar bunga). Masa dorman biji porang sekitar satu
sampai dua bulan (Sumarwoto, 2005).

(Sumarwoto, 2005)
Porang dapat tumbuh apabila berada di bawah naungan misalnya pada hutan jati, di
bawah rumpun bambu, di semak belukar, di tepi sungai, dan di bawah naungan sonokeling
(Yuzammi, 2000). Menurut Jansen dkk. (1996), porang dapat tumbuh di bawah naungan sekitar
50-60%. Porang dapat tumbuh dengan baik pada tanah bertekstur ringan yaitu pada kondisi
tanah liat berpasir, struktur tanah gembur dan kaya unsur hara, drainase yang baik, kandungan
humus tinggi, dan memiliki pH tanah 6-7,5. Menurut Sumarwoto (2005), porang dapat tumbuh
dari dataran rendah hingga 1000 mdpl pada suhu berkisar 25-35ºC. Pada suhu di atas 35ºC
daun tanaman dapat terbakar dan pada suhu yang terlalu tinggi porang akan mengalami masa
dormansi.
Porang memiliki potensi untuk dikembangkan dan dapat di ekspor di beberapa negara
yang membutuhkan sebagai bahan makanan ataupun industri. Indonesia mengekspor porang
dalam bentuk gaplek atau tepung ke Jepang, Australia, Srilanka, Malaysia, Korea, Selandia
Baru, Pakistan, Inggris dan Italia (Wijanarko, 2009). Distribusi porang berasal dari daerah
tropis Afrika Barat yang menyebar ke arah timur menuju pulau Andaman India, selanjutnya ke
Myanmar, Thailand, Cina, Jepang, dan ke Indonesia. Porang di Indonesia dapat ditemukan
pada beberapa daerah yaitu Sumatera, Jawa, Bali, Madura, dan Nusa Tenggara Barat dan paling
banyak ditemukan di Jawa (Jansen dkk., 1996). Untuk Pulau Jawa porang dapat ditemukan di
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Porang di Jawa Timur dapat ditemukan di Klangon
Madiun, Tritik Nganjuk, Gondang Bojonegoro, Brongkos Blitar, Lawang Malang, dan Wajak
Malang (Azrianingsih dkk., 2008). Porang di Jawa Tengah dapat ditemukan di Lebak Barang
Pekalongan, Bumiayu, Tegal, dan Cilacap (Yuzammi, 2006), Wonogiri, Brebes, dan Grobogan
(Wahyudi dkk., 2013), sedangkan di Jawa Barat dapat ditemukan di Tjibadak Halimun,
Tjikirai, Tarogong (Yuzammi, 2006), dan Cisompet Garut (Wahyudi dkk., 2013).
Umbi porang banyak mengandung glukomanan yang merupakan polimer dari D-
manosa dan D-glukosa. Glukomanan dapat dijadikan tepung untuk campuran dalam
pembuatan beberapa jenis makanan. Glukomanan dapat digunakan dalam berbagai bidang
industri, baik industri makanan, farmasi, dan lain-lain. Pada industri makanan, glukomanan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan berbagai jenis makanan, seperti
mie instan, shirataki (mie jepang), dan konyaku (tahu). Pada industri farmasi, dapat
dimanfaatkan sebagai pembungkus kapsul dan perekat tablet. Selain itu, glukomanan juga
dimanfaatkan di berbagai industri lainnya seperti bahan kertas, edible film, bahan pembuat lem,
dan media pertumbuhan mikroba (Pusat Penelitian dan Pengembangan Porang Indonesia,
2013).
Banyak jenis tanaman yang sangat mirip dengan Porang yaitu diantaranya suweg, dan walur. Secara
visual karakter morfologi porang memang tidak terlalu berbeda dengan suweg dan walur, tetapi
apabila dilihat lebih teliti terdapat beberapa perbedaan diantara ketiganya dan ciri khas tertentu yang
dimiliki oleh porang. Ciri pembeda tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahwa suatu
tanaman merupakan porang dan bukan jenis Amorphophallus lainnya. Ciri pembeda diantara
ketiganya meliputi bentuk corak tangkai, tekstur permukaan tangkai, ada tidaknya bulbil, warna
daging umbi, serat umbi, dan ada tidaknya mata tunas di umbi.
Tangkai porang bertekstur halus hingga agak kasar dan memiliki getah yang dapat menimbulkan rasa gatal.
Tangkai suweg memiliki tekstur agak kasar sedangkan tangkai walur sangatlah kasar. Porang, suweg dan walur
memiliki daun sangat mirip. Tipe daun majemuk menjari dengan helaian daun berbentuk elips, daun berwarna
hijau cerah hingga gelap. Ciri khas yang dimiliki porang, tetapi tidak dimiliki oleh suweg dan walur ialah bulbil.
Daun porang bisa dikenali dengan melihat titik pangkal daunnya yang memiliki bulatan kecil berwarna hijau
cerah hingga coklat sebagai bakal tumbuhnya bulbil. Titik tersebut mulai terlihat sejak tanaman berusia kurang
lebih 2 bulan

Вам также может понравиться