Вы находитесь на странице: 1из 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN VOMITUS

I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai
kontraksi lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk
mendiskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit perut atau keluhan
umum lainnya. Muntah merupakan suatu cara di mana traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus
gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat
terangsang. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot
lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal,
hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan irama
pernafasan. Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang
disertai peristaltik retrograde dari duodenum ke arah antrum lambung atau secara
bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum. Muntah timbul bila persarafan
atau otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan makanan, infeksi
pada gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat
timbul sebelum muntah.

B. Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai
berikut
1. Usia 0 – 2 Bulan :

a) Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai.
Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
b) Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa
intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.

c) Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat
sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini
menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.

d) Peningkatan tekanan intrakranial


Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan
shaken baby syndrome.

e) Malrotasi dengan volvulus


80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan
disertai emesis biliaris.

f) Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic
fibrosis.

g) Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami
hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi
abdomen dan hematokezia.

h) Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi
dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.

i) Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding
wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki
pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk,
proyektil, dan emesis nonbiliaris.

2. Usia 2 bulan-5 tahun.

a) Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-
muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.
b) Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
c) Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba
atau air liur yang menetes.
d) Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang
sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.
e) Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan
intrakranial.
f) Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi
tiba-tiba.
g) Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami
diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap
gastroenteritis.
h) Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang
dipaksakan.
i) Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin
mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

3. Usia 6 tahun ke atas.


a) Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
b) Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi
termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan
bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan
konstipasi.
c) Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik
(contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau
kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.
d) Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin
mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin
berwarna seperti teh pekat.
e) Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa
menyebabkan terjadinya obstruksi.
f) Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja.
Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh
gangguan status mental.
g) Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti
skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau
riwayat keluarga dengan migrain.
h) Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi
sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan
kolelitiasis.
i) Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau
berulang, sering memburuk pada waktu malam.

C. Patosifiologi

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena


memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat
rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo
okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea,
retching, ekpulsi isi lambung.

Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor


trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area
postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar
otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah
dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan
sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang
melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga.
Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi
oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus
vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui
iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah
terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya
muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
Stimulasi terhadap pusat muntah :

1. Stimulasi pada reseptor suprameduler

 Muntah psikogenik
 Peningkatan tekanan intrakranial (efusi subdural atau hematoma, edema
otak, atau tumor, hidrosefalus, meningoensefalitis, sindroma Reye)
 Valvulus (migrain, hipertensi)
 Kejang
 Penyakit vestibuler, ‘motion sickness’

2. Stimulasi pada ‘Chemoreceptor Trigger Zone’


 Obat-obatan : opiat, ipecac, digoksin, antikonvulsan
 Toksin
 Produk metabolisme :
Asidemia, ketonemia, (diabetik ketoasidosis, lactic asidosis,
fenilketonuria, renal tubular asidosis)
Aminoasidemia (tirosinemia, hipervalinemia, lisinuria, ‘maple syrup
urine’)
Asidemia organis (asidemia metilmalonik, asidemia propionik,
asidemia isovalerik)
Hiperamonemia (sindroma Reye, defek siklus urea)
Lain-lain (intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, kelainan
oksidasi asam lemak, diabetes insipidus, insufisiensi adrenal,
hiperkalsemia, hipervitaminosis A)

3. Stimulasi pada reseptor perifer gastrointestinalis atau obstruksi traktus


gastrointestinalis atau keduanya
 Faringeal : refleks menelan (sekret sinusitis, ‘self induced rumination’)
 Esofageal
Fungsional : refluks, akhalasia, lain-lain, dismotilitas esofageal
Struktural : striktura, cincin, atresia dll.
 Gastrik
Ulkus peptikum, infeksi, dismotolitas/gastroparesis
Obstruksi (benzoar, stenosis piloris, penyakit granulomatosus kronik)

Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual),
retching dan pengeluaran isi lambung. CTZ mengandung reseptor untuk
bermacam-macam sinyal neuroaktif yang menyebabkan muntah. Reseptor di CTZ
diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan
serebrospinal (CSF). Reseptor untuk dopamin titik tangkap kerja dari apomorfin,
asetilkolin, vasopresin, enkefalin, angiotensin, insulin, endorfin, substansi P, dan
mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin dapat menghambat aktivitas
proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.

Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian


yang dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus
solitarius dan di sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ.

Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen,


dilatasi gastrointestinal adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat
muntah yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator inflamasi dari mukosa yang
rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmiter. Eksitasi paling penting adalah
serotonin dari sel enterokromafin mukosa. Pada motion sickness diketahui bahwa
gerakan perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan orang tertentu muntah,
signal aferen ke pusat muntah berasal dari reseptor di labirin dan impuls
ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam serebelum, kemudian ke
zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.

Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan faktor


psikologi lain dapat menyebabkan muntah melalui jaras kortek serebri dan sistem
limbik menuju pusat muntah. Selain itu, gejala gastrointestinal meliputi
peristaltik, salivasi, takipnea, takikardi.
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi
dengan retching dan muntah dan fase post ejeksi.
a. Fase pre-ejeksi

Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan
dengan peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang
kenaikan ini melebihi tingkat vasopressin yang dibutuhkan dalam kerjanya
sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas mioelektrisitas di antrum gaster
sehingga terjadi takigastria. Awal dari retching menyebabkan kontraksi
retrograde yang kuat dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari
usus halus kembali ke lambung. Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal
atau distensi yang berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering beberapa
menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh
ileum di traktus intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur, naik
ke usus halus dengan kecepatan 2-3cm/detik; proses ini dapat mendorong
sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat meregang. Peregangan
ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang
sebenarnya. Sistem saraf otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi,
vasokonstriksi dan berkeringat dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus
intestinal bagian atas menjadi relaksasi dan memicu salivasi.

b. Fase ejeksi

Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retching masih belum


diketahui. Muntah merupakan gabungan dari kontraksi ritmik yang
terkoordinasi dari diafragma, otot-otot interkostalis eksterna dan otot abdomen
memeras lambung dan mengeluarkan isi lambung.

Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun
lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian
bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esophagus.
Setelah itu terjadi kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen
mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek
yang pertama adalah (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring
untuk menarik sfingter esofagus bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan
glotis, dan (4) pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior.
Kemudian datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan
rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut
di antara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan
intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian
bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas
melalui esophagus. Jadi kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras otot-
otot abdomen bersama dengan pembukaan sfingter esophagus secara tiba-tiba
sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.

c. Fase Post-ejeksi

Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh
kembali lagi sepenuhnya setelah mengalami muntah dan kapan muntah
pertama akan diikuti muntah lainnya lagi.

D. Tanda dan Gejala


Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu :
1. Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai
dengan sedikit darah. Kemungkinan ini terjadi karena iritasi akibat sejumlah
bahan yang tertelan selama proses kelahiran. Muntah kadang menetap setelah
pemberian makanan pertama kali.
2. Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumlah banyak,
tidak secara proyektif, tidak berwarna hijau, dan cenderung menetap biasanya
terjadi sebagai akibat dari obstruksi usus halus.
3. Muntah yang terjadi secara proyektil dan tidak berwarna kehijauan
merupakan tanda adanya stenosis pylorus.
4. Peningkatan tekanan intrakranial dan alergi susu.
5. Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Karena tehnik pemberian
makanan yang salah atau pada faktor psikososial.

E. Komplikasi
1. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi
kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat
muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis
sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh
masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan
berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan
muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat
hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine
dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi
Natrium dan Kalium
2. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake
menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan
terjadi kegagalan tumbuh kembang.
3. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi
ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal
ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.
4. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.
Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan
endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah
LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena
perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah.
5. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi
mukosa esophagus oleh asam lambung.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya
infeksi atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai
adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik
berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan
kemungkinan defek pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila
dicurigai ke arah penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut.
Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi
selama beberapa hari setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai
gastroenteritis atau infeksi parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua
pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan
pemeriksaan barium meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi
malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini
tidak spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah
diafragma menandakan adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut
air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang
menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada
intususepsi.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah
mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit
gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup
untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya
adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang
nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini
memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui
penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak
dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal
yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS),
apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,
misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca
operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas
saluran gastrointestinal.

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena
biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan
pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh
obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya
Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per
hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis
maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah
jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi
distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini
karenadapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate
benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.
Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan
tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam
golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling
kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk
mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler.
Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5
mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah
yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi
antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan,
radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun
dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis
maksimal berat badan <20>
4. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor
vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan
adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis
maksimal 0,3mg per dosis.
5. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga
dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada
CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis
mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit
senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama
diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis
pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg
PO/kali.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian):
mual, muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit).
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak).
2. Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital sign
b) Tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, mukosa mulut kering, kelopak mata
cekung, produksi urine berkurang).
c) Tanda- tanda shock
d) Penurunan berat badan
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah
b) Foto polos abdomen meupun dengan kontras
c) USG
d) Pyelografi intravena/ sistrogram
e) Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus

B. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi
c. Nausea berhubungan dengan iritasi gastric
d. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
e. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolic
f. cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

C. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (NIC)


o Keperawatan (NOC)
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Monitor nutrisi :
nutrisi kurang dari keperawatan selama …x 24  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh jam, status nutrisi pasien  Anjurkan pasien untuk
berhubungan dengan seimbang dengan kriteria meningkatkan intake Fe
gangguan absorbsi hasil :  Ketahui makanan kesukaan
Batasan karakteristik :  Mempertahankan BB klien
 BB 20% atau lebih atau pertambahan  Kolaborasi dengan ahli gizi
dibawah normal  Mampu mengidentifikasi untuk menentukan jumlah
 Dilaporkan adanya kebutuhan nutrisi kalori dan nutrisi yang
intake makanan  Tidak ada tanda- tanda dibutuhkan pasien
yang kurang dari malnutrisi  Anjurkan pasien untuk
RDA  Tidak terjadi meningkatkan protein dan
(Recommended penurunan BB yang vitamin C
Daily Allowance) berarti  Berikan substansi gula
 Membrane mukosa  Yakinkan diiit yang dimakan
dan konjungtiva mengandung tinggi serat
pucat untuk mencegah konstipasi
 Kelemahan otot  Berikan makanan yang terpilih
yang digunakan (sudah dikonsulkan dengan
untuk menelan/ ahli gizi)
mengunyah  Ajarkan pasien bagaimana
 Luka, inflamasi membuat catatan makanan
pada rongga mulut harian
 Mudah merasa  Monitor jumlah nutrisi dan
kenyang, sesaat kandungan kalori
setelah mengunyah  Berikan informasi tentang
makanan kebutuhan nutrisi
 Dilaporkan atau  Kaji kemampuan pasien untuk
fakta adanya mendapatkan nutrisi yang
kekurangan dibutuhkan.
makanan Nutrition monitoring
 Dilaporkan adanya  BB pasien dalam batas normal
perubahan sensasi  Monitor adanya penurunan
rasa BB
 Perasaan  Monitor tipe dan jumlah
ketidakmampuan aktivitas yang biasa dilakukan
untuk mengunyah  Monitor lingkungan selama
 Kehilangan BB makan
dengan makanan  Jadwalkan pengobatan dan
cukup tindakan tidak selama makan
 Keengganan untuk  Monitor kulit kering dan
makan perubahan pigmentasi
 Kram pada  Monitor turgor kulit
abdomen  Monitor kekeringan, rambut
 Tonus otot jelek kusam, dan mudah patah
 Nyeri abdominal  Monitor mual dan muntah
dengan atau tanpa  Monitor kadar albumin, total
patologi protein, Hb, da kadar Ht.
 Kurang berminat  Monitor pertumbuhan dan
terhadap makanan perkembangan
 Pembuluh darah  Monitor pucat, kemerahan dan
kapiler mulai rapuh kekeringan jaringan
 Diare atau konjungtia
steatorrhea  Monitor kalori dan intake
 Kehilangan rambut nutrisi
yang cukup banyak  Catat adanya edema, iperemik,
(rontok) hipertonik, papilla lidah dan
 Suara usus cavitas oral
hiperaktif  Catat jika lidah berwarana
 Kurangnya magenta, scarlet.
informasi,
missinformasi

2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan Fluid and nutrition management:
berhubungan dengan keperawatan selama …X24  Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan aktif Jam, pasien tidak mengalami dan output yang akurat
Batasan karakteristik : kekurangan volume cairan  Monitor status dehidrasi (
 Kelemahan (fluid balance dan kelembaban membrane
 Haus nutritional status : food and mukosa, nadi adekuat, tekanan
 Penurunan turgor fluid intake) dengan kriteria darah ortostatik)
kulit/ lidah hasil :  Monitor vital sign
 Membran mukosa/  Mempertahankan urine  Monitor asupan makanan/
kulit kering output sesuai dengan usia cairan dan hitung intake kalori
 Peningkatan denyut dan BB, BJ urine normal, harian
nadi, penurunan HT normal  Kolaborasi pemberian cairan
tekanan darah,  Tekanan darah, nadi, IV
penurunan volume/ suhu tubuh dalam batas  Monitor status nutrisi
tekanan nadi normal  Berikan cairan IV pada suhu
 Pengisian vena  Tidak ada tanda- tanda ruangan
menurun dehidrasi, elastisitas  Dorong masukan oral
 Konsentrasi urine turgor kulit baik,  Berikan penggantian
meningkat membrane mukosa nesogastrik sesuai output
 Temperature tubuh lembab, tidak ada rasa  Dorong keluarga untuk
meningkat haus yang berlebihan. membantu pasien makan
 Hematokrit  Anjurkan pasien banyak
meninggi minum kurang lebih 7-8 gelas
 Kehilangan berat belimbing perhari
badan seketika  Kolaborasi dokter jika tadapat
cairan berlebih muncul
 Factor yang memburuk
berhubungan :  Atur kemungkinan transfuse
 Kehilangan  Persiapan untuk transfusi
volume cairan
secara aktif
 Kegagalan
mekanisme
pengaturan
3. Nausea berhubungan Setelah dilakukan tindakan Fluid management:
dengan iritasi gastrik keperawatan selama …x 24  Pertahankan catatan intake
jam, fluid balance dengan dan output yang akurat
riteria :  Monitor status dehidrasi(
 Keseimbangan asupan kelembaban membrane
dan keluaran dalam 24 mukosa, nadi adekuat, tekanan
jam darah ortostatik)
 Berat badan stabil  Monitor vital sign
 Tidak terdapat cekung  Monitor aupan makanan/
mata cairan dan hitung intake kalori
 Rasa haus yang tidak harian
normal tidak ada  Lakukan terapi IV
 Hidrasi kulit tidak  Monitor status nutrisi
terganggu  Berikan cairan
 Membrane mukosa  Berikan cairan IV pada suhu
lembab ruangan
 Elektrolit serum dalam  Dorong masukan oral
batas normal  Berikab penggantian
 BJ urine dalam nesogastrik sesuai output
batas normal  Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Kolaborasi dokter jika tabda
cairan berlebih muncul
memburuk
 Atur kemungkinan transfuse
4 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen sensasi perifer
perfusi jaringan keperawatan selama ….X 24  Monitor adanya daerah
berhubungan dengan jam, pasien menunjukan tertentu yang hanya peka
hipovolemia keefektifan perfusi jaringan terhadap panas/dingin/tumpul
dengan criteria hasil :  Monitor adanya paretese
 Mendemonstrasikan  Instruksikan keluarga untuk
status sirkulasi yang mengobservasi kulit jika ada
ditandai dengan : isi atau laserasi
tekanan systole dan  Gunakan sarung tangan untuk
diastole dalam rentang proteksi
yang diharapkan, tidak  Batasi gerakan pada kepala,
ada ortostatikhipertensi, leher dan punggung
tidak ada tanda-tanda  Monitor kemampuan BAB
peningkatan tekanan  Kolaborasi pemberian
intracranial (tidak lebih analgetik
dari 15 mmHg)  Monitor adanya tromboplebitis
 Mendemonstrasikan  Diskusikan mengenai
kemampuan kognitif penyebab perubahan sensasi
yang ditandai dengan :
berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan,
menunjukan perhatian,
konsentrasi dan
orientasi; memproses
informasi; membuat
keputusan dengan benar
 Menunjukan fungsi
sensori motory cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC :
integritas kulit keperawatan selama ….X 24 Peripheral Sensation
berhubungan dengan jam, pasien menunjukan Management (Manajemen
gangguan status integritas kulit yang baik sensasi perifer)
metabolic Circulation status  Monitor adanya daerah
Tissue Prefusion : cerebral tertentu yang hanya peka
terhadap
Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
Mendemonstrasikan status  Monitor adanya paretese
sirkulasi yang ditandai  Instruksikan keluarga untuk
dengan : mengobservasi kulit jika ada
 Tekanan systole lsi atau laserasi
dandiastole dalam  Gunakan sarun tangan untuk
rentang yang diharapkan proteksi
 Tidak ada  Batasi gerakan pada kepala,
ortostatikhipertensi leher dan punggung
 Tidak ada tanda tanda  Monitor kemampuan BAB
peningkatan tekanan  Kolaborasi pemberian
intrakranial (tidak lebih analgetik
dari 15 mmHg)  Monitor adanya
 Mendemonstrasikan tromboplebitis
kemampuan kognitif  Diskusikan menganai
yang ditandai dengan: penyebab perubahan sensasi
 berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 memproses informasi
 membuat keputusan
dengan benar
 Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
6 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC : Pressure Management
integritas kulit b/d keperawatan selama …. X 24  Anjurkan pasien untuk
gangguan status jam, pasien tidak menggunakan pakaian yang
metabolic menunjukan kerusakan longgar
integritas kulit  Hindari kerutan padaa tempat
Definisi : Perubahan NOC : Tissue Integrity : tidur
pada epidermis dan Skin and Mucous  Jaga kebersihan kulit agar
dermis Membranes tetap bersih dan kering
Kriteria Hasil :  Mobilisasi pasien (ubah posisi
Batasan karakteristik :  Integritas kulit yang baik pasien) setiap dua jam sekali
 Gangguan pada bisa dipertahankan  Monitor kulit akan adanya
bagian tubuh (sensasi, elastisitas, kemerahan
 Kerusakan lapisa temperatur, hidrasi,  Oleskan lotion atau
kulit (dermis) pigmentasi) minyak/baby oil pada derah
 Gangguan  Tidak ada luka/lesi pada yang tertekan
permukaan kulit kulit  Monitor aktivitas dan
(epidermis)  Perfusi jaringan baik mobilisasi pasien
 Faktor yang  Menunjukkan  Monitor status nutrisi pasien
berhubungan : pemahaman dalam proses  Memandikan pasien dengan
 Eksternal : perbaikan kulit dan sabun dan air hangat
 Hipertermia atau mencegah terjadinya
hipotermia sedera berulang
 Substansi kimia  Mampu melindungi kulit
 Kelembaban udara dan mempertahankan
 Faktor mekanik kelembaban kulit dan
(misalnya : alat yang perawatan alami
dapat menimbulkan
luka, tekanan,
restraint)
 Immobilitas fisik
 Radiasi
 Usia yang ekstrim
 Kelembaban kulit
 Obat-obatan
 Internal :
 Perubahan status
metabolik
 Tulang menonjol
 Defisit imunologi
 Faktor yang
berhubungan dengan
perkembangan
 Perubahan sensasi
 Perubahan status
nutrisi (obesitas,
kekurusan)
 Perubahan status
cairan
 Perubahan
pigmentasi
 Perubahan sirkulasi
 Perubahan turgor
(elastisitas kulit)

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan
keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang
telah disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam
pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut.
Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan kepada
klien efektif, teknik komunikasi terapi serta penjelasan untuk setiap tindakan yang
diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu
independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah
dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan
dengan tindakan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah
tindakan keperwatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu
kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan
dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu kongnitif dan sifat psikomotor.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi
adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi
atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan
evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan
terhadap tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada
akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada
pada tujuan.

F. Discharge Planning
1. Hindari makan makanan yang kotor dan tidak sehat
2. Jaga pola makan agar teratur
3. Atasi kondisi – kondisi yang dapat menyebabkan muntah
4. Jaga kebersihan pribadi dan lingkungan sekitar
5. Istirahat yang cukup
III. DAFTAR PUSTAKA
Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky™.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru. Diakses dari
http://www.dr-rocky.com. Last update Saturday, 28 March 2009 19:14
Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta
gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.
Sudarmo, Subijanto Marto. 2009. Penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak. Divisi
Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo/FK Unair.
Diakses dari http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf
Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th Ed. W. B Saunders
Company. Philadelphia.
Firmansyah, Agus. 1991. Gejala gangguan saluran cerna dalam buku ajar ilmu kesehatan
anak A. H Markum.Jilid I. Gaya Baru. Jakarta; hal: 408-409.
Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange medical
book/McGraw-Hill. 2006:435
Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting.
Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online] 2005 September.
Philadelphia.. Available from URL : www.jpgn.org
Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric treatment
guidelines. Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133
Keshav, Satish. 2004. Nausea and vomiting in the gastrointestinal system at a glance.
Blackwell Science Ltd. Australia; p: 62-63
Behrman RE, 1998. Major symptoms and signs of digestive tract disorders in nelson
essentials of pediatrics, 3rd ed. WB Saunders. Philadelphia;
Schwarz, Steven M. Gastroesophageal refluks. [serial online] 2008, January 18th.
Philadelphia. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/930029-
overview

Вам также может понравиться