Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DISUSUN OLEH :
DORA FEBRIANTI
Nim: PO7120117167
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Korupsi
berjudul “faktor penyebab koupsi”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 3 PEMBAHASAN
BAB 4 PENUTUP
4.2 Saran........................................................................................................15
PENDAHULUAN
Korupsi di tanah negeri, ibarat ‘’warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari
sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih
berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab
korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan
penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab
terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri dari aspek moral,
misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola
hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk
berperilaku korup. Faktor eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau
gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis,
meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu ketiadaan
akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud perundang-
undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang
terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara
terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya,
negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah
negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu
penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya
dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan
anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar
batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh
wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga
yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi
diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika
kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir
yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya
dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa
dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.Dalam arti
yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi.
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Anti Korupsi yang diberikan oleh
dosen pembimbing.
2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.
3. Untuk memberi pemahaman bagi pembaca.
4. Untuk mengetahui apa saja faktor internal dan eksternal terjadinya korupsi
BAB II
KAJIAN TEORI
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua.
Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah
“kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”. Pengertian
lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya; dan;
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi
adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan
korupsi menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk,
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Selanjutnya
Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam
berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan
manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil
dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam
rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan
curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang
sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau
keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang
pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga
termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak
ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau
partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga
PEMBAHASAN
3.1.KASUS I
Kamis (22/11/2018). Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola akan menjalani sidang dan
juga pembacaan putusan hakim di pengadilan tindak pidana korupsi Zumi didakwa menerima
gratifikasi dan menyuap anggota DPRD Jambi. Sebelumnya, Zumi Zola dituntut 8 tahun penjara
oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Zumi juga dituntut membayar denda Rp 1
miliar subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan lainnya, jaksa meminta majelis hakim mencabut hak
politik Zumi selama lima tahun usai menjalani pidana pokoknya. Jaksa menilai, perbuatan Zumi
tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Ia dinilai
menciderai kepercayaan yang diberikan masyarakat.10 Fakta yang Muncul Selama Persidangan
Zumi Zola Menurut jaksa, Zumi menerima gratifikasi sebesar lebih dari Rp 40 miliar. Zumi juga
disebutkan menerima 177.000 dollar Amerika Serikat dan 100.000 dollar Singapura. Selain itu,
Zumi menerima 1 unit Toyota Alphard dari kontraktor. Kemudian, melalui Asrul Pandapotan
Sihotang yang merupakan orang kepercayaan Zumi sebesar Rp 2,7 miliar, uang 147.300 dollar
AS, dan 1 unit Toyota Alphard. Menurut jaksa, Zumi menerima uang dari Arfan selaku Kepala
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemprov Jambi sebesar Rp 3 miliar dan
30.000 dollar AS serta 100.000 dollar Singapura. Zumi juga disebutkan menggunakan hasil
gratifikasi itu untuk membiayai keperluan pribadi dia dan keluarganya.Zumi Zola Minta Uang di
Brankas yang Disita KPK Dikembalikan Dalam kasus ini, menurut jaksa, Zumi menyuap 53
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi, serta menyuap para anggota
Dewan senilai total Rp 16,34 miliar. Suap tersebut diberikan agar pimpinan dan anggota DPRD
Provinsi Jambi menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 (RAPERDA APBD TA 2017) menjadi Peraturan
Daerah APBD TA 2017. Selain itu, agar menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 (RAPERDA APBD TA
2018) menjadi Peraturan Daerah APBD TA 2018. Menurut jaksa, Zumi melanggar Pasal 5 Ayat
1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo
Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Zumi juga dinilai melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut KPK mengamankan 16 orang yang terdiri dari 12 orang
di Jambi dan 4 orang di Jakarta serta total uang Rp 4,7 miliar.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus itu yakni Plt Sekda Jambi Erwan Malik, Asisten
III Pemprov Jambi Saifuddin, Plt Kepala Dinas PU Arfan, dan anggota DPRD Jambi Supriono.
Kasus tersebut kemudian juga menyeret Gubernur Jambi Nonaktif Zumi Zola Zulkifli hingga
akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi dalam lingkungan Pemprov Jambi
dan pemberi suap dalam pengembangan perkara kasus suap pengesahan RAPBD Jambi 2018.
Selain itu Zumi juga diduga menerima gratifikasi dari proyek-proyek di Provinsi Jambi.
Berikut ini kronologi proses perkara Zumi dalam kasus dugaan suap "uang ketuk palu"
pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2018 dan penerimaan gratifikasi dalam lingkungan
Pemprov Jambi:
Zumi menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK pertama kali di Gedung Penunjang KPK Merah
Putih Kuningan Jakarta Selatan pada Jumat (5/1/2018).
Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Asisten Daerah III Pemprov Jambi Saifudin dalam
kasus dugaan suap "jang ketuk palu" RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2018.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Pandjaitan mengatakan Gubernur Jambi
Zumi Zola ditetapkan sebagai tersangka sejak Rabu (24/1/2018) saat konferensi pers di Gedung
KPK Merah Putih, Guntur, Jakarta Selatan pada Jumat (2/2/2018).
Meski sudah berstatus tersangka, KPK memutuskan menunda mengumumkan status tersangka
tersebut agar penyidikan yang sedang berlangsung di lapangan tidak terganggu.
Zumi disangkakan menerima gratifikasi sejumlah Rp 6 miliar baik secara sendiri maupun lewat
orang dekatnya, Arfan.
Namun angka tersebut bertambah menjadi Rp 49 miliar rupiah setelah penyidik telah
menemukan bukti lain terkait kasus tersebut.
"Saat ini penyidik telah menemukan bukti bahwa ZZ (Zumi Zola) diduga menerima total uang
Rp 49 miliar selama periode 2016-2017," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa
pers di Gedung KPK Jakarta pada Selasa (10/7/2018).
Untuk kasus ini Zumi disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 UU no 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Zumi memenuhi panggilan pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Kamis (15/2/2018).
Zumi ditahan saat memenuhi panggilan pemeriksaan keduakalinya sebagai tersangka penerima
gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (9/4/2018).
Zumi ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Penunjang KPK Merah Putih Kuningan
Jakarta Selatan sebagai tersangka selama sekitar delapan jam.
KPK memperpanjang masa penahanan Zumi selama 40 hari sejak tanggal 29 April 2018 sampai
9 Juni 2018 untuk kepentingan penyidikan.
KPK memperpanjang masa penahanan Zumi kedua kalinya selama 30 hari sejak tanggal 8 Juni
2018 sampai 7 Juli 2018.
KPK memperpanjang masa penahanan Zumi ketiga kalinya selama 30 hari sejak 8 Juli 2018
sampai 6 Agustus 2018.
5. Ditetapkan Sebagai Tersangka Pemberi Suap Dalam Kasus "uang ketuk palu", Selasa
(10/7/2018)
lah proyek dalam lingkup dinas PUPR Jambi pada Rabu (11/7/2018).
KPK menetapkan Zumi sebagai tersangka pemberi dalam kasus dugaan suap "uang ketuk palu"
kepada DPRD Jambi untuk pengesahan RAPBD Pemprov Jambi Tahun Anggaran 2018.
Zumi disangkakan bersama pejabat Pemprov Jambi ikut memberikan suap kepada para anggota
DPRD Jambi untuk pemulusan proses pemgesahan RAPBD Pemprov Jambi tahun anggaran
2018 atau "uang ketuk palu".
Lewat orang kepercayaannya yang juga jadi tersangka dalam kasus tersebut Plt Kadis PUPR
Jambi ARN (Arfan), Zumi diduga telah memberikan uang sejumlah Rp 3,4 miliar kepada
anggota DPRD Jambi.
Untuk kasus ini, Zumi Zola disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1
huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUH-Pidana
3.2. KASUS II
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo
mengatakan kasus suap yang melibatkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014
dan 2014-2019 merupakan bentuk korupsi massal. Ke-38 anggota DPRD Sumut periode tersebut
diketahui menerima suap dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Suap itu terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD sumut, Persetujuan Perubahan APBD Provinsi
Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut. Kemudian terkait pengesahan APBD Sumut Tahun
Anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut pada
2015. Baca juga : Kasus DPRD Sumut, 38 Tersangka Terima Fee Rp 300-350 Juta dari Gatot
Pujo Agus mengatakan, para anggota dewan di Sumut itu memanfaatkan kewenangan mereka
sebagai pintu untuk kong kalikong dengan pihak eksekutif, dalam hal ini Gatot selaku gubernur.
"Kasus ini menunjukkan korupsi dilakukan secara massal dengan memanfaatkan pelaksanaan
fungsi dan kewenangan legislatif, sebagai pintu yang membuka peluang terjadinya kong
kalikong antara eksekutif dan legislatif," kata Agus, dalam jumpa pers di gedung KPK,
Kuningan, Jakarta, Selasa (3/4/2018). Kongkalikong itu, lanjut Agus, untuk mengamankan
kepentingan masing-masing, atau mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi ataupun
kelompok. Agus mengatakan, salah satu cara agar kasus korupsi yang menjerat anggota dewan
tidak terulang, dia menyatakan agar proses pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif
dalam berlangsung transparan. Baca juga : Ini Kasus yang Menjerat 38 Anggota dan Mantan
DPRD Sumut "Saya di banyak kesempatan mengusulkan bagaimana misalkan planning dan
budgeting diselenggarakan dalam sistem yang transparan, sehingga rakyat bisa mengawasi. Itu
cara meminimalkan praktek yang selama ini terjadi," ujar Agus. Kemudian, lanjut Agus,
pencegahan agar hal korupsi seperti ini terulang juga membutuhkan peran serta masyarakat.
Caranya yakni memilih wakil rakyat dengan melihat rekam jejak mereka. Pilihlah wakil rakyat
yang berintegritas. "Jadi jangan memilih seseorang karena diberi sesuatu, tetapi mari kita melihat
track record-nya, integritas orang itu sangat penting," ujar Agus. Sebelumnya, 38 anggota dan
mantan anggota DPRD Sumut yang jadi tersangka itu adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi,
Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar.
Baca juga : KPK Tetapkan 38 Anggota dan Mantan DPRD Sumut Jadi Tersangka Kemudian,
Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga,
Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian,
Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe,
Dermawan Sembiring. Lainnya yakni, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan
Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul
Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon,
Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah selesai melakukan penyidikan terhadap 3 orang
anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, dalam kasus korupsi DPRD Sumut, Rabu (31/10/2018).
KPK telah selesai melakukan penyelidikan, sehingga dilakukan pelimpahan berkas, barang bukti
dan 3 tersangka TPK Suap kepada DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 ke
penuntutan (tahap 2).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan tiga tersangka yang diperiksa, di antaranya
MSI (Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2014), SF (Anggota DPRD Sumut Periode
2009-2014 dan 2014-2019) dan HEI (Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-
2014)."Rencananya sidang akan dilakukan di PN Tipikor pada PN Jakpus," kata Febri lewat
siaran pers KPK, Rabu (31/10/2018)."Hingga hari ini total sekurangnya 175 saksi telah diperiksa
untuk para tersangka dalam perkara ini. Sedangkan ketiga tersangka, sekurangnya telah diperiksa
sebanyak empat kali dalam kapasitas sebagai tersangka pada kurun Juli-Oktober 2018,"
sambungnya.
Lebih lanjut, unsur saksi yang telah diperiksa antara lain Kepala Biro Keuangan Sekretariat
Daerah Provinsi Sumatera Utara. Anggota DPRD Provinsi Sumut periode 2009-2014. Kepala
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemdes Provsu. Kepala Bappeda (Badan Perencana dan
Pembangunan Daerah) Prov. Sumatera Utara. Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam
Sumut, dan PNS, pensiunan PNS di lingkungan Pemprov Sumut.
"Lima tersangka yang dilimpahkan berkasnya, Rijal Sirait, Fadly Nurzal, Rooslynda
Marpaung, Rinawati Sianturi dan Tiaisah Ritonga," tutup Febri.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP.
)
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari kasus di atas kita dapat menyimpulkan bahwa dimana seorang pejabat seperti
Gubernur dan anggota DPR menyalah gunakan kedudukan meraka untuk melakukan penipuan
dan kebohongan terhadap masyarkat.
Maka Perlu melakukan penanganan korupsi agar tidak menimbulkan efek yang
merugikan masyarakat dan kita akan membentuk pribadi – pribadi yang jujur, bersih, dan punya
integritas anti korupsi.
4.2. Saran
- Meri kita cegah korupsi dari hal kecil,seperti,jangan menyontek
- Mari kita bangun generasi masa depan yang jujur, bersih, dan bebas korupsi.
- Pencegahan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan disekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve
d=2ahUKEwjlhtvU-
8zgAhURfn0KHa8KDBsQFjAAegQIARAB&url=https%3A%2F%2Fregional.kompas.com%2F
read%2F2018%2F02%2F03%2F18073741%2Fkronologi-awal-kpk-usut-kasus-suap-gubernur-
jambi-zumi-zola&usg=AOvVaw2J7VJLXEjlbZzNm6nEa_qB
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK: Kasus 38 Anggota DPRD Sumut
Tunjukkan Korupsi Dilakukan Massal",
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/03/19001221/kpk-kasus-38-anggota-dprd-sumut-
tunjukkan-korupsi-dilakukan-massal.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ve
d=2ahUKEwjlhtvU-
8zgAhURfn0KHa8KDBsQFjAHegQIBRAB&url=http%3A%2F%2Fwww.tribunnews.com%2F
nasional%2F2018%2F07%2F11%2Fkronologis-proses-dugaan-perkara-korupsi-zumi-zola-dari-
saksi-sampai-tersangka-dua-kali&usg=AOvVaw3YOOABkT11HSlqQ9NQr6xG
(cr9/tribun-medan.com