Вы находитесь на странице: 1из 18

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

Analisis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

DISUSUN OLEH :

DORA FEBRIANTI

Nim: PO7120117167

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Korupsi
berjudul “faktor penyebab koupsi”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.

Jambi, 20 februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... ............3

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ ............3

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1 Diskripsi Teori......................................................................... ..............4

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Kasua 1.......................................................................................... .........7

3.2 Kasus 2....... .................................................................................. .........12

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan .............................................................................................15

4.2 Saran........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................16


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korupsi di tanah negeri, ibarat ‘’warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari

sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih

berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab

korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan

penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab

terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri dari aspek moral,

misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola

hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk

berperilaku korup. Faktor eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau

gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis,

meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu ketiadaan

akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud perundang-

undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat

yang kurang mendukung perilaku anti korupsi.

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam

melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan

mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan

terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang

terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara

terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya,

negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah

negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu

penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya

dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan

kepribadiannya.

Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara

menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi

social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil

keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya

perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan

anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar

batas kewajaran.

Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh

wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga

yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi

diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika

kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir

yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya

dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa

dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.Dalam arti
yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan

pribadi.

Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya

korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan

dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang

diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya

pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,

terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan

narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.

Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan

antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

1.2. Rumusan masalah

1. Bagaimana analisis pemberantasan korupsi zumi zola ?

2. Bagaimana analisis pemberantasan korupsi DPRD Sumut?

1.3. Tujuan penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Anti Korupsi yang diberikan oleh
dosen pembimbing.
2. Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.
3. Untuk memberi pemahaman bagi pembaca.
4. Untuk mengetahui apa saja faktor internal dan eksternal terjadinya korupsi
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Diskripsi Teori

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya

dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua.

Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),

“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah

adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,

penyimpangan dari kesucian.

Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah

“kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”. Pengertian

lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan

sebagainya”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa :

1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk

kepentingan sendiri dan sebagainya;

2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan

sebagainya; dan;

3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi

adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan

korupsi menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk,

menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam


jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan

keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie

adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Selanjutnya

Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam

berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan

manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil

dari definisi yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are

often labeled corrupt”.

Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan

wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.

Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari

norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam

rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan

curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur

bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang

sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan

wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan

negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi

keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan

wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)

untuk memperkaya diri sendiri.


Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki

oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau

keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang

pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang

bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si

pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga

termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak

ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau

partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga

dapat dianggap sebagai korupsi.

2.2 Pemberantasan Tindak pidana korupsi


BAB III

PEMBAHASAN

3.1.KASUS I

Kasus korupsi zumi zola

Kamis (22/11/2018). Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola akan menjalani sidang dan
juga pembacaan putusan hakim di pengadilan tindak pidana korupsi Zumi didakwa menerima
gratifikasi dan menyuap anggota DPRD Jambi. Sebelumnya, Zumi Zola dituntut 8 tahun penjara
oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Zumi juga dituntut membayar denda Rp 1
miliar subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan lainnya, jaksa meminta majelis hakim mencabut hak
politik Zumi selama lima tahun usai menjalani pidana pokoknya. Jaksa menilai, perbuatan Zumi
tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Ia dinilai
menciderai kepercayaan yang diberikan masyarakat.10 Fakta yang Muncul Selama Persidangan
Zumi Zola Menurut jaksa, Zumi menerima gratifikasi sebesar lebih dari Rp 40 miliar. Zumi juga
disebutkan menerima 177.000 dollar Amerika Serikat dan 100.000 dollar Singapura. Selain itu,
Zumi menerima 1 unit Toyota Alphard dari kontraktor. Kemudian, melalui Asrul Pandapotan
Sihotang yang merupakan orang kepercayaan Zumi sebesar Rp 2,7 miliar, uang 147.300 dollar
AS, dan 1 unit Toyota Alphard. Menurut jaksa, Zumi menerima uang dari Arfan selaku Kepala
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemprov Jambi sebesar Rp 3 miliar dan
30.000 dollar AS serta 100.000 dollar Singapura. Zumi juga disebutkan menggunakan hasil
gratifikasi itu untuk membiayai keperluan pribadi dia dan keluarganya.Zumi Zola Minta Uang di
Brankas yang Disita KPK Dikembalikan Dalam kasus ini, menurut jaksa, Zumi menyuap 53
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi, serta menyuap para anggota
Dewan senilai total Rp 16,34 miliar. Suap tersebut diberikan agar pimpinan dan anggota DPRD
Provinsi Jambi menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 (RAPERDA APBD TA 2017) menjadi Peraturan
Daerah APBD TA 2017. Selain itu, agar menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 (RAPERDA APBD TA
2018) menjadi Peraturan Daerah APBD TA 2018. Menurut jaksa, Zumi melanggar Pasal 5 Ayat
1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo
Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Zumi juga dinilai melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999.

Analisis pemberantasan Tindak pidana korupsi-


Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT)
tim KPK di Jambi dan Jakarta pada Selasa (28/11/2017) terkait kasus dugaan suap "uang ketuk palu"
untuk pengesahan Rencana Anggaran Belanja Pemerintah Daerah RAPBD Jambi tahun anggaran 2018.

Dalam operasi tangkap tangan tersebut KPK mengamankan 16 orang yang terdiri dari 12 orang
di Jambi dan 4 orang di Jakarta serta total uang Rp 4,7 miliar.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus itu yakni Plt Sekda Jambi Erwan Malik, Asisten
III Pemprov Jambi Saifuddin, Plt Kepala Dinas PU Arfan, dan anggota DPRD Jambi Supriono.

Kasus tersebut kemudian juga menyeret Gubernur Jambi Nonaktif Zumi Zola Zulkifli hingga
akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi dalam lingkungan Pemprov Jambi
dan pemberi suap dalam pengembangan perkara kasus suap pengesahan RAPBD Jambi 2018.

Selain itu Zumi juga diduga menerima gratifikasi dari proyek-proyek di Provinsi Jambi.

Berikut ini kronologi proses perkara Zumi dalam kasus dugaan suap "uang ketuk palu"
pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2018 dan penerimaan gratifikasi dalam lingkungan
Pemprov Jambi:

1. Pemeriksaan KPK Pertama Kali Sebagai Saksi, Jumat (5/1/2018)

Zumi menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK pertama kali di Gedung Penunjang KPK Merah
Putih Kuningan Jakarta Selatan pada Jumat (5/1/2018).

Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Asisten Daerah III Pemprov Jambi Saifudin dalam
kasus dugaan suap "jang ketuk palu" RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2018.

2. Ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi, Rabu (24/1/2018).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Pandjaitan mengatakan Gubernur Jambi
Zumi Zola ditetapkan sebagai tersangka sejak Rabu (24/1/2018) saat konferensi pers di Gedung
KPK Merah Putih, Guntur, Jakarta Selatan pada Jumat (2/2/2018).

Meski sudah berstatus tersangka, KPK memutuskan menunda mengumumkan status tersangka
tersebut agar penyidikan yang sedang berlangsung di lapangan tidak terganggu.

Zumi disangkakan menerima gratifikasi sejumlah Rp 6 miliar baik secara sendiri maupun lewat
orang dekatnya, Arfan.

Namun angka tersebut bertambah menjadi Rp 49 miliar rupiah setelah penyidik telah
menemukan bukti lain terkait kasus tersebut.
"Saat ini penyidik telah menemukan bukti bahwa ZZ (Zumi Zola) diduga menerima total uang
Rp 49 miliar selama periode 2016-2017," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa
pers di Gedung KPK Jakarta pada Selasa (10/7/2018).

Untuk kasus ini Zumi disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 UU no 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

3. Pemeriksaan perdana sebagai tersangka penerima gratifikasi, Kamis (15/2/2018)

Zumi memenuhi panggilan pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Kamis (15/2/2018).

Usai pemeriksaan Zumi tidak ditahan oleh KPK.

4. Ditahan KPK, Senin (9/4/2018)

Zumi ditahan saat memenuhi panggilan pemeriksaan keduakalinya sebagai tersangka penerima
gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (9/4/2018).

Zumi ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Penunjang KPK Merah Putih Kuningan
Jakarta Selatan sebagai tersangka selama sekitar delapan jam.

Ia ditahan selama dua puluh hari pertama di rutan C1 KPK.

KPK memperpanjang masa penahanan Zumi selama 40 hari sejak tanggal 29 April 2018 sampai
9 Juni 2018 untuk kepentingan penyidikan.

KPK memperpanjang masa penahanan Zumi kedua kalinya selama 30 hari sejak tanggal 8 Juni
2018 sampai 7 Juli 2018.

KPK memperpanjang masa penahanan Zumi ketiga kalinya selama 30 hari sejak 8 Juli 2018
sampai 6 Agustus 2018.

5. Ditetapkan Sebagai Tersangka Pemberi Suap Dalam Kasus "uang ketuk palu", Selasa
(10/7/2018)

lah proyek dalam lingkup dinas PUPR Jambi pada Rabu (11/7/2018).

KPK menetapkan Zumi sebagai tersangka pemberi dalam kasus dugaan suap "uang ketuk palu"
kepada DPRD Jambi untuk pengesahan RAPBD Pemprov Jambi Tahun Anggaran 2018.

KPK menetapkan Zumi sebagai tersangka untuk kedua kalinya.

Zumi disangkakan bersama pejabat Pemprov Jambi ikut memberikan suap kepada para anggota
DPRD Jambi untuk pemulusan proses pemgesahan RAPBD Pemprov Jambi tahun anggaran
2018 atau "uang ketuk palu".
Lewat orang kepercayaannya yang juga jadi tersangka dalam kasus tersebut Plt Kadis PUPR
Jambi ARN (Arfan), Zumi diduga telah memberikan uang sejumlah Rp 3,4 miliar kepada
anggota DPRD Jambi.

Untuk kasus ini, Zumi Zola disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1
huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUH-Pidana

3.2. KASUS II
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo
mengatakan kasus suap yang melibatkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014
dan 2014-2019 merupakan bentuk korupsi massal. Ke-38 anggota DPRD Sumut periode tersebut
diketahui menerima suap dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Suap itu terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD sumut, Persetujuan Perubahan APBD Provinsi
Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut. Kemudian terkait pengesahan APBD Sumut Tahun
Anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut pada
2015. Baca juga : Kasus DPRD Sumut, 38 Tersangka Terima Fee Rp 300-350 Juta dari Gatot
Pujo Agus mengatakan, para anggota dewan di Sumut itu memanfaatkan kewenangan mereka
sebagai pintu untuk kong kalikong dengan pihak eksekutif, dalam hal ini Gatot selaku gubernur.
"Kasus ini menunjukkan korupsi dilakukan secara massal dengan memanfaatkan pelaksanaan
fungsi dan kewenangan legislatif, sebagai pintu yang membuka peluang terjadinya kong
kalikong antara eksekutif dan legislatif," kata Agus, dalam jumpa pers di gedung KPK,
Kuningan, Jakarta, Selasa (3/4/2018). Kongkalikong itu, lanjut Agus, untuk mengamankan
kepentingan masing-masing, atau mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi ataupun
kelompok. Agus mengatakan, salah satu cara agar kasus korupsi yang menjerat anggota dewan
tidak terulang, dia menyatakan agar proses pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif
dalam berlangsung transparan. Baca juga : Ini Kasus yang Menjerat 38 Anggota dan Mantan
DPRD Sumut "Saya di banyak kesempatan mengusulkan bagaimana misalkan planning dan
budgeting diselenggarakan dalam sistem yang transparan, sehingga rakyat bisa mengawasi. Itu
cara meminimalkan praktek yang selama ini terjadi," ujar Agus. Kemudian, lanjut Agus,
pencegahan agar hal korupsi seperti ini terulang juga membutuhkan peran serta masyarakat.
Caranya yakni memilih wakil rakyat dengan melihat rekam jejak mereka. Pilihlah wakil rakyat
yang berintegritas. "Jadi jangan memilih seseorang karena diberi sesuatu, tetapi mari kita melihat
track record-nya, integritas orang itu sangat penting," ujar Agus. Sebelumnya, 38 anggota dan
mantan anggota DPRD Sumut yang jadi tersangka itu adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi,
Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar.
Baca juga : KPK Tetapkan 38 Anggota dan Mantan DPRD Sumut Jadi Tersangka Kemudian,
Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga,
Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian,
Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe,
Dermawan Sembiring. Lainnya yakni, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan
Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul
Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon,
Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Analisis pemberantasan Tindak pidana korupsi


Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan kasus suap yang
melibatkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 merupakan
bentuk korupsi massal.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah selesai melakukan penyidikan terhadap 3 orang
anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, dalam kasus korupsi DPRD Sumut, Rabu (31/10/2018).

KPK telah selesai melakukan penyelidikan, sehingga dilakukan pelimpahan berkas, barang bukti
dan 3 tersangka TPK Suap kepada DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 ke
penuntutan (tahap 2).

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan tiga tersangka yang diperiksa, di antaranya
MSI (Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2014), SF (Anggota DPRD Sumut Periode
2009-2014 dan 2014-2019) dan HEI (Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-
2014)."Rencananya sidang akan dilakukan di PN Tipikor pada PN Jakpus," kata Febri lewat
siaran pers KPK, Rabu (31/10/2018)."Hingga hari ini total sekurangnya 175 saksi telah diperiksa
untuk para tersangka dalam perkara ini. Sedangkan ketiga tersangka, sekurangnya telah diperiksa
sebanyak empat kali dalam kapasitas sebagai tersangka pada kurun Juli-Oktober 2018,"
sambungnya.

Lebih lanjut, unsur saksi yang telah diperiksa antara lain Kepala Biro Keuangan Sekretariat
Daerah Provinsi Sumatera Utara. Anggota DPRD Provinsi Sumut periode 2009-2014. Kepala
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemdes Provsu. Kepala Bappeda (Badan Perencana dan
Pembangunan Daerah) Prov. Sumatera Utara. Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam
Sumut, dan PNS, pensiunan PNS di lingkungan Pemprov Sumut.

Sebelumnya, pada Jumat (26/10/2018) telah dilakukan pelimpahan ke penuntutan terhadap


5 orang tersangka.

"Lima tersangka yang dilimpahkan berkasnya, Rijal Sirait, Fadly Nurzal, Rooslynda
Marpaung, Rinawati Sianturi dan Tiaisah Ritonga," tutup Febri.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP.
)

BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari kasus di atas kita dapat menyimpulkan bahwa dimana seorang pejabat seperti
Gubernur dan anggota DPR menyalah gunakan kedudukan meraka untuk melakukan penipuan
dan kebohongan terhadap masyarkat.
Maka Perlu melakukan penanganan korupsi agar tidak menimbulkan efek yang
merugikan masyarakat dan kita akan membentuk pribadi – pribadi yang jujur, bersih, dan punya
integritas anti korupsi.
4.2. Saran
- Meri kita cegah korupsi dari hal kecil,seperti,jangan menyontek
- Mari kita bangun generasi masa depan yang jujur, bersih, dan bebas korupsi.
- Pencegahan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan disekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve
d=2ahUKEwjlhtvU-
8zgAhURfn0KHa8KDBsQFjAAegQIARAB&url=https%3A%2F%2Fregional.kompas.com%2F
read%2F2018%2F02%2F03%2F18073741%2Fkronologi-awal-kpk-usut-kasus-suap-gubernur-
jambi-zumi-zola&usg=AOvVaw2J7VJLXEjlbZzNm6nEa_qB

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK: Kasus 38 Anggota DPRD Sumut
Tunjukkan Korupsi Dilakukan Massal",
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/03/19001221/kpk-kasus-38-anggota-dprd-sumut-
tunjukkan-korupsi-dilakukan-massal.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ve
d=2ahUKEwjlhtvU-
8zgAhURfn0KHa8KDBsQFjAHegQIBRAB&url=http%3A%2F%2Fwww.tribunnews.com%2F
nasional%2F2018%2F07%2F11%2Fkronologis-proses-dugaan-perkara-korupsi-zumi-zola-dari-
saksi-sampai-tersangka-dua-kali&usg=AOvVaw3YOOABkT11HSlqQ9NQr6xG

(cr9/tribun-medan.com

Вам также может понравиться

  • MAKALAH
    MAKALAH
    Документ9 страниц
    MAKALAH
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • ZXCXVC
    ZXCXVC
    Документ9 страниц
    ZXCXVC
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • DF
    DF
    Документ9 страниц
    DF
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • VFGFD
    VFGFD
    Документ9 страниц
    VFGFD
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • Form API
    Form API
    Документ3 страницы
    Form API
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • LP
    LP
    Документ12 страниц
    LP
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • Jadwal Praktik Klinik Maternitas
    Jadwal Praktik Klinik Maternitas
    Документ1 страница
    Jadwal Praktik Klinik Maternitas
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • Soal DGNTK
    Soal DGNTK
    Документ1 страница
    Soal DGNTK
    Dora Febrianti
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang Jiwa
    Latar Belakang Jiwa
    Документ4 страницы
    Latar Belakang Jiwa
    Dora Febrianti
    Оценок пока нет
  • Etika Pramudhea
    Etika Pramudhea
    Документ13 страниц
    Etika Pramudhea
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • Tersangka Kompl-WPS Office
    Tersangka Kompl-WPS Office
    Документ2 страницы
    Tersangka Kompl-WPS Office
    Dora Febrianti
    Оценок пока нет
  • Chronic Renal Failure Indonesian PDF
    Chronic Renal Failure Indonesian PDF
    Документ9 страниц
    Chronic Renal Failure Indonesian PDF
    ditra
    Оценок пока нет
  • Kasus
    Kasus
    Документ13 страниц
    Kasus
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • Etika Pramudhea
    Etika Pramudhea
    Документ13 страниц
    Etika Pramudhea
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • Chronic Renal Failure Indonesian PDF
    Chronic Renal Failure Indonesian PDF
    Документ9 страниц
    Chronic Renal Failure Indonesian PDF
    ditra
    Оценок пока нет
  • ID Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Koru PDF
    ID Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Koru PDF
    Документ13 страниц
    ID Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Koru PDF
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • Kasus Korupsi Massal DPRD Kota Malang PDF
    Kasus Korupsi Massal DPRD Kota Malang PDF
    Документ15 страниц
    Kasus Korupsi Massal DPRD Kota Malang PDF
    dora febrianti
    Оценок пока нет
  • CHF
    CHF
    Документ10 страниц
    CHF
    Zaenudin
    Оценок пока нет