Вы находитесь на странице: 1из 14

KEPERAWATAN ANAK II

“ASUHAN KEPERAWATAN

GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)”

Disusun oleh :

1. Anita Istifaizah (010114A010)


2. Dhinartika Dwi Lestari (010114A024)
3. I Made Bayu Sudarsana (010114A040)
4. Lalu Nurhalid (010114A057)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(GN) adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari dan
merupakan penyebab penting penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Berdasarkan sumber
terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis
primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis
sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.
Meskipun penyakit ini dapat mengenai semua umur,tetapi GNA paling sering
didapatkan pada anak berumur 2–10 tahun (Pardede S,2005). Glomerulonefritis akut
pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik. Perbandingan
anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1.3 (Sekarwan HN,2001). Penyebab GNA adalah
bakteri, virus,dan proses imunologis lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering
adalah pasca infeksi streptococcus β haemolyticus,sehingga seringkali di dalam
pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah GNA pasca streptokokus atau
GNAPS (Pardede S, 2005).
Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan
menghancurkan sel darah merah, yaitu Streptococcus β haemolyticus jika kuman dapat
melakukan hemolisis lengkap, Streptococcus α haemolyticus jika melakukan hemolisis
parsial, dan Streptococcus Ɣ haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis (Todd JK,
2004). Streptococcus β haemolyticus dapat dibagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A
hingga T. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) pada umumnya didahului
infeksi saluran nafas bagian atas atau infeksi kulit oleh kuman Streptococcus β
haemolyticus grup A dan kadang-kadang oleh grup C atau G. Galur yang dapat
menyebabkan glomerulonefritis akut ini disebut streptokokus nefritogenik
(Shulman,2003).
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan
10% berakibat fatal. GNA merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginja tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa.
Di indonesia glomerulonefritis masih merupakan penyebab utama PGTA yang
menjalani terapi pengganti dialisis walaupun data US Renal Data System
menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab PGTA yang tersering. Manifestasi
klinik glomerulonefritis sangat bervariasi mulai dari kelainan urin seperti proteinuria
atau hematuri saja sampai dengan glomerulonefritis progresif cepat.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan glomerulonefritis
akut (GNA) pada anak.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian GNA
2. Untuk mengetahui etiologi/penyebab GNA
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis GNA
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC GNA
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik GNA
6. Untuk mengetahui komplikasi akibat GNA
7. Untuk menegathui perawatan dan penatalaksanaan medis untuk GNA
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit ginjal yang disebabkan oleh


proses inflamasi pada struktur glomerular sehingga sel darah merah dan protein keluar
ke dalam urin. Glomerulonefritis dapat dibagi berdasarkan penyebabnya yakni primer,
bila tidak ditemukan penyebab lain yang menimbulkan glomerulonefritis, atau
sekunder bila terdapat penyakit lain yang menimbulkan glomerulonefritis (Ehrlich
dan Schroeder, 2009).

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus
(Smeltzer, Suzanne C. 2001)

B. Etiologi

Salah satu penyebab glomerulonefritis akut (GNA) primer tersering adalah


glomerulonefritis akut pascainfeksi (Alpers, 2013). Glomerulonefritis akut
pascainfeksi dapat disebabkan oleh agen bakteri, virus, jamur, parasit dan berbagai
proses imunologis lainnya, namun pada anak-anak penyebab paling sering dari
glomerulonefritis akut yakni GNA pasca infeksi streptococcus β haemolyticus grup A
tipe nefritogenik (GNAPS) (Lumbanbatu, 2003; Vinen dan Oliveira, 2003; Pardede et
al., 2005). Selain pascainfeksi, GNA dapat terjadi karena suatu penyakit imunologis
maupun vaskular (Vehaskari dan Aviles, 2007).

Penyebab lain dari glomerulus nefritis akut adalah:


1. Sifilis
2. Bakteri dan virus
3. Keracunan (timah hitam, tridion)
4. Penyakit amiloid
5. Trombosis vena renalis
6. Penyakit kolagen
C. Manifestasi klinik
1. Edema
Terjadinya penurunan faal ginjal yaitu,laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak
diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan hispatologis (pembengkakan sel-sel
endotel, proliferasi sel mesagium, oklusi kapiler-kapiler) glomeruli. Penurunan
faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (Natriuresis),
akhirnya terjadi retensi urin ntarium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini
diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai
air menyebabkan delusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler dan akhirnya terjadi edema. Hal ini cenderung lebih nyata pada
wajah dipagi hari, kemudian menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari.
2. Hematuria
Urine berwarna merah.
3. Hipertensi
Terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali
normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan jaringan
ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi
permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik. Berdasarkan jurnal,
hipertensi risis ini berhubungan dengan keterlambatan pasien dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
4. Oliguria
Produksi urin sedikit, biasanya kurang dari 400 ml/hari pada orang dewasa,
kurang dari 1 mL/kg/jam pada bayi, dan kurang dari 0,5 mL/kg/jam pada anak.
5. Insufisiensi ginjal.
Kondisi ketika ginjal tidak lagi berfungsi cukup untuk mempertahankan keadaan
normal kesehatan.
6. Fatigue (keletihan atau kelelahan)
7. Mual muntah, nafsu makan berkurang dan diare
8. Proteunuria
Merupakan suatu kondisi dimana terlalu banyak protein didalam urin yang
dihasilkan dari adanya kerusakan ginjal. Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi,
timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria

D. Patofisiologi

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Dugaan hubungan antara


glomerulonefritis akut dan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah
infeksi skarlatina, diisolasinya kuman Streptococcus β haemolyticusgolongan A, dan
meningkatnya titer antistreptolisin pada serum penderita. Diduga mekanisme yang
terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun dimana antibodi dari tubuh
akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam darah dan komplemen untuk
membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun yang beredar dalam darah dalam
jumlah yang banyak dan waktu yang singkat melekat pada kapiler-kapiler glomerulus
dan terjadi kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan
dan mikrokoagulasi (Geetha D, 2005).
Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus
menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme
penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus
antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi (Noer
MS,2002).
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi,timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel.Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria (Sekarwana HN, 2001).
Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan
mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap
IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang
bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal (Maker SP, 1992). Pada kasus
ringan,pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal.
Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada
kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus
disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron, adanya cedera kompleks imun diperlihatkan
oleh endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula
pola nodular atau granular serupa, dan terlihat molekul antibodi seperti IgG, IgM
(atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 (Noer MS,
2002).
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Urinalisis (UA)
2. Lajur filtrasi glomerulus (LFG) menurun, klerins kreatinin pada urin digunakan
sebagai pengukur dan LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk
kreatinin juga ditampung dengan cara midstream.
3. Nitrogen urea darah (BUN), kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai
menurun.
4. Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena
hemodilusi).
5. Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan memastikan
diagnosis.
6. Laju Endap Darah (LED) menurun.
7. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)

F. Komplikasi
1. Hipertensi.
2. Dekompensasi jantung
3. GGA (Gagal Ginjal Akut)
4. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
5. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
6. Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan
edema otak.
7. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran
jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh
darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di
miocardium.
8. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang
menurun.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Pemberian furosemid pada anak untuk mencegah absorsi cairan dalam ginjal
yang mengakibatkan edema tanpa mempengaruhi tekanan darah yang
normal.Pada anak-anak dosis yang diberikan 1-2 mg/kg/bb/hari,maksimal 40
mg.
b. Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler).
Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari.
c. Pengobatan terhadap hipertensi
Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan pasien
sehingga dapat beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan
reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgBB secara intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian,
selanjutnya pemberian reserpin per-oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari.
d. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
e. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
f. Pemberian antibiotik untuk infeksi.
g. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
2. Keperawatan :
a. Tirah baring diperlukan untuk anak-anak dengan hipertensi dan edema dan
terutama untuk mereka dengan tanda ensefalopati dan kegagalan jantung.
Tirah baring dianjurkan selama fase akut sampai urin berwarna jernih dan
kadar kreatinin dan tekanan darah kembali normal.
b. Cairan
Masukan cairan biasanya dibatasi jika keluaran urin rendah. Pada beberapa
unit dibatasi antara 900-1200 ml / hari. Separuh dari masukan cairan dapat
berupa susu dan separuh lainnya air.
c. Diit
 Rendah protein jika kadar BUN dan Creatinin dalam serum meningkat.
 Tinggi Karbohidrat
 Rendah Garam
 Intake dan Out-put harus diukur, kontrol cairan & hypertensi,
 Berikan obat antihipertensi jika diperlukan
 Kaji edema dan timbang BB setiap hari jika over load berikan diuretik
 Observasi tanda-tanda vital waspada terhadap adanya CHF
 Jika sudah ambulasi,monitor proteinure dan hematuria jika meningkat
bedrest tetap dijalankan,jika ambulasi dapat ditolelir pasien boleh
pulang.
d. Uji urin harian.
e. Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.
f. Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom
nefrotik atau GGK.

H. Prognosis
Prognosis penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada
usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih banyak
pria dari pada wanita (2 : 1).
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A.
Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan gizi, keadaan
umum dan faktor alergi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Anak
2. Identitas Penanggung Jawab
3. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
c. Riwayat Kesehatan Dahulu.
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat Anak
i. Masa prenatal
ii. Masa intranatal
iii. Masa post – natal
4. Pengkajian pola fungsional
5. Imunisasi
6. Pemeriksaan Fisik
a. Genitourinaria :
 Urine keruh
 Proteinuria
 Penurunan urine output
 Hematuri
b. Kardiovaskular :
 Hipertensi
c. Neurologis :
 Letargi
 Iritabilitas
 Kejang
d. Gastrointestinal :
 Anorexia
 Vomitus
e. Hematologi :
 Anemia
 Hiperkalemia
f. Integumen :
 Pucat
 Edema

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Eliminasi Urin b.d infeksi saluran kemih.
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.
3. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri


streptokokus, virus dan atau faktor lingkungan dan status gizi yang buruk. Manifestasi
klinis yang muncul seperti adanya hematuri, edema palebrae ataupun anasarka,
penurunan produksi urin, mual muntah dan anoreksia.

Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain Ketidakefektifan pola nafas


b.d posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru. Gangguan Eliminasi Urin b.d
infeksi saluran kemih. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Ketidakmampuan mencerna makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) sixth


edition. St. Louis : Elsevier.

Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. St.
Louis : Elsevier.

Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi:Konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta:EGC.

Smeltzer,Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner &


Suddart.Jakarta:EGC.

Вам также может понравиться