Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
dr. Mirnawati
PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan bentuk kejang pada anak-anak yang paling sering ditemukan.1,2
Keadaan ini sudah digambarkan sejak zaman Hipocrates.3,4 Awalnya keadaan ini diduga
disebabkan oleh pertumbuhan gigi, karena paling sering terjadi pada anak berusia di bawah 3
tahun.4 Pada abad ke-19, keadaan ini dianggap sebagai bentuk epilepsi yang dipicu oleh demam.4
Saat ini kita mengerti bahwa kejang demam merupakan respon yang berhubungan dengan usia,
dari otak yang imatur, terhadap demam, yang berbeda dari epilepsi.4 Selain itu, faktor genetik juga
berkontribusi terhadap terjadinya kejang demam.3,4
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.3,5 Kejang demam terjadi pada 2-
5% anak berumur 6 bulan-5 tahun.5 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, tidak
termasuk ke dalam kejang demam.5 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
juga tidak termasuk dalam kejang demam.5
Berbagai pakar mengemukakan penggolongan kejang demam, diantaranya Prichard dan
McGreal, Livingston, dan Fukuyama.3 Penggolongan ini didasarkan pada jenis kejang, tingginya
demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran elektroensefalografi, dan lainnya.3
Menurut Konsensus UKK Neurologi IDAI 2006, kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks.5 Kejang demam sederhana terjadi pada sebagian
besar kasus kejang demam, dimana kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), sifat
kejangnya umum, dan kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.5
Kejang demam merupakan hal yang menakutkan, namun biasanya tidak membahayakan.3
Namun begitu, tatalaksana yang adekuat sangatlah penting.6 Setelah kejang berhasil diatasi,
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis neurologis, serta pemeriksaan
penunjang untuk mencari etiologi.6 Pengobatan lanjutan dilakukan pada kondisi tertentu.6 Selain
itu, edukasi kepadaorang tua juga penting dilakukan.5
Prognosis dari kejang demam umumnya baik. Kematian dan kecacatan akibat kejang
demam tidak pernah dilaporkan.5 Kemungkinan berulangnya kejang demam adalah sebesar 10-
15%.5 Sebanyak 5% dari kejang demam beresiko terhadap terjadinya epilepsi di kemudian hari.3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut National Institute ofHealth (NIH), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi
atau anak, yang biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai dengan 5 tahun, berhubungan dengan
demam, namun tanpa bukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu dari kejang.4
Definisi ini mengeksklusi kejang dengan demam pada anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam.4
Menurut International League Against Epilepsy(ILAE), kejang demam adalah bangkitan
kejang yang berhubungan dengan demam, tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
ketidakseimbangan elektrolit akut, pada anak berusia lebih dari 1 bulan, yang tidak pernah
mengalami kejang tanpa demam sebelumnya.4
Menurut Konsensus Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK
Neurologi IDAI), kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.5 Definisi ini
mengeksklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam.5 Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam.5
Klasifikasi
Penggolongan kejang demam dikemukakan oleh berbagai pakar. Penggolongan tersebut
didasari oleh jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung,
gambaran elektroensefalografi, dan lainnya.
Enterovirus4
Enterovirus dilaporkan berkaitan dengan manifestasi kejang. Badai sitokin “cytokine storm” pada
sistem saraf pusat dapat terjadi pada infeksi enterovirus-71. Kejang demam juga dapat disebabkan
oleh infeksi enterovirus lainnya, seperti Coxsackievirus Grup A.
Rotavirus4
Rotavirus merupakan penyebab gastroenteritis dengan dehidrasi tersering pada anak-anak berusia
3-24 bulan. Kejang sebelum onset gastroenteritis dilaporkan terjadi pada 40% kasus. Hilangnya
cairan dan elektrolit pada diare rotavirus juga terlibat dalam patogenesis terjadinya kejang.
Herpesvirus4
Beberapa anggota keluarga herpesvirus memiliki neurotropisme dan menyebabkan gangguan
neurologis pada anak, diantaranya: virus herpes simpleks 1, virus herpes simpleks 2,
varicellazoster, Epstein-Barr, cytomegalovirus, human herpes virus 6, dan human herpes virus 7.
Virus herpes simpleks 1, cytomegalovirus, human herpes virus 6, dan human herpes virus 7
berkaitan dengan kejang demam. Berdasarkan penelitian, human herpes virus 6, dan human herpes
virus 7 berkaitan dengan kejang lama (30 menit atau lebih).
Bakteri4,11
Dibandingkan dengan infeksi viral, bakteremia jarang menyebabkan kejang demam. Beberapa
penelitian menemukan bahwa infeksi oleh Shigella dysenteriae (enteritis), Streptococcus
pneumoniae (infeksi saluran nafas), dan Escherichia coli (infeksi saluran kemih) berkaitan dengan
kejang demam.
Vaksinasi4,5
Demam merupakan efek samping dari imunisasi yang umum terjadi. Kejang demam yang
berkaitan dengan vaksinasi sangat jarang terjadi. Kejang demam terutama terjadi pasca pemberian
vaksin tertentu, khususnya vaksin dengan organisme yang dilemahkan, seperti vaksin Measles,
Mumps, Rubella (MMR) dan vaksin yang mengandung toksin atau vaksin dengan preparat sel utuh
(whole cell), seperti vaksin whole cell pertusis. Angka kejadian pasca vaksinasi MMR adalah 25-
34 per 100.000 anak, sedangkan pasca vaksinasi DTwP adalah 6-9 kasus per 100.000 anak. Tidak
ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak yang mengalami kejang demam.
Genetik4
Faktor resiko genetik telah lama diketahui berkontribusi terhadap kejang demam. Kejang demam
cenderung terjadi dalam keluarga, dengan resiko terbesar pada keluarga tingkat pertama (orang tua
dan saudara kandung). Namun, pola turunan dari kejang demam tidak diketahui. Sekitar 10-20%
saudara kandung dari anak dengan kejang demam akan mengalami kejang demam. Dalam
penelitian pada saudara kembar dan orang tua, kejang demam dapat diturunkan sebesar 70%.
Sebagian besar penelitian mendukung pola pewarisan poligenik atau multifaktorial. Jarang
ditemukan pola pewarisan monogenik pada kejang demam.
Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam hingga saat ini belum sepenuhnya dimengerti. Kejang demam
merupakan fenomena yang terkait dengan usia.1 Beberapa penelitian mengemukakan terdapat
interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu demam, imaturitas otak dan
termoregulator, serta predisposisi genetik.1,4
Kejang merupakan kondisi akibat aktivitas neuronal yang berlebihan pada otak.1 Neuron
(unit fungsional terkecil dari sistem saraf) memiliki sifat khusus, yaitu eksitabilitas, merupakan
kemampuan untuk menciptakan sinyal elektrik, menintegrasikannya, dan mentransmisikannya ke
neuron lain dan efektor.12
Dalam keadaan istirahat, neuron memiliki membran potensial sebesar -70 mV.12 Membran
potensial istirahat merupakan perbedaan muatan di dalam dan di luar sel akibat pemisahan muatan
positif dan negatif oleh membran sel.12
Pada neuron, perbedaan muatan di dalam dan di luar sel meupakan perbedaan jenis dan
konsentrasi ion. konsentrasi K+ lebih tinggi di dalam daripada di luar sel, sebaliknya konsentrasi
Na+ lebih tinggi di dalam daripada si luar sel. Gradien konsentrasi K+ keluar sel menyebabkan
pergerakan pasif K+ keluar sel ketika kanal selektif K+ terbuka. Hal sama terjadi pada Na+, yaitu
ketika gradient konsentrasi Na+ keluar sel, terjadi pergerakan pasif Na+ keluar sel ketika kanal
selektif Na+ terbuka. Oleh karena lebih banyaknya kanal K+ yang terbuka dibandingkan kanal Na+
saat istirahat, permeabilitas membran terhadap K+ lebih besar. Perbedaan konsentrasi ini dijaga
oleh pompa Na+/K+ ATPase.12
Sel saraf memiliki ambang batas untuk dapat tereksitasi. Stimulus dapat berupa elektrik,
kimia, ataupun mekanik. Ada 2 respon sel saraf terhadap stimulus, yaitu potensial aksi dan
potensial sinaptik. Hal ini terjadi karena konduksi ion-ion melewati membran sel saraf akibat
perubahan kanal ion.12
Sebagai respon terhadap stimulus yang mendepolarisasi, beberapa kanal Na+ terbuka, dan
ketika potensi ambang batas tercapai, terjadilah potensial aksi. Setelah itu kanal Na+ menjadi
inaktif (periode refraktori relatif dan absolut). Kemudian, terjadilah repolarisasi dengan
terbukanya kanal K+. Kanal K+ terbuka lebih lambat dan lebih lama daripada kanal
Na+menyebabakan keadaan hiperpolarisasi. Setelah keadaan hiperpolarisasi, kondisi berangsur-
angsur kembali lagi ke membran potensial istirahat.Setelah potensial aksi, respons propagasi
terjadi yang secara elektrotonikal mendepolarisasi membran di depannya.12
Impuls ditransmisikan antara satu neuron dengan yang lain atau antara neuron dengan sel
lain pada sinaps. Sinaps merupakan pertemuan antara akson (sel pre-sinaps) dengan dendrit, soma,
atau akson neuron lainnya atau pada otot dan kelenjar (sel post-sinaps). Komunikasi yang terjadi
dapat berupa elektrik ataupun kimia. Pada sinaps kimia, terdapat celah sinaptik yang memisahkan
antara sep pre-sinaps dengan sel post-sinaps. Komunikasi dilakukan dengan mengirimkan sinyal
kimiawi yang dapat berdifusi melalui celah sinaps dan menempel pada reseptor post-sinaps.
Sedangkan pada sinaps elektrik, membran pre-sinaps dan post-sinaps saling berdekatan,
membentuk gap junctions.12
Selain itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel neuron pada otak,
diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak adalah
glukosa. Melalui proses oksidasi, glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.13
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari K+ maupun Na+mengakibatkan terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan neurotransmiter dan terjadi kejang.13
Selain itu, pada anak terdapat imaturitas mekanisme termoregulator dan kapasitas yang
terbatas untuk meningkatkan metabolisme energi selular.4 Pada percobaan dengan binatang
ditemukan bahwa eksitabilitas neuronal juga meningkat selama proses maturasi otak.4 Predisposisi
genetik juga terbukti berkontribusi terhadap kejang demam dengan pola pewarisan poligenik.4
Diagnosis
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.6
Anamnesis6
Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam. Perlu ditanyakan
kepada orang tua/ pengasuh yang menyaksikan anak kejang mengenai kejang: jenis kejang, lama
kejang, frekuensi dalam 24 jam, serta kondisi sebelum, diantara, dan setelah kejang (termasuk
kesadaran). Hal yang menyertai kejang seperti muntah, kelemahan anggota gerak, kemunduran,
dan lainnya juga perlu ditanyakan. Penting juga ditanyakan suhu sebelum/ saat kejang.
Untuk demam, perlu ditanyakan pola demam (apakah mendadak tinggi atau perlahan-lahan
meningkat, apakah demam menetap atau hilang timbul, apakah membaik dengan pemberian obat,
dan lainnya). Selain itu, keluhan lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas,
mual, muntah, diare, manifestasi perdarahan dan lainnya perlu ditanyakan. Hal ini bertujuan
mengidentifikasi sumber infeksi.
Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami
kejang dengan demam atau tanpa demam. Ditanyakan pula apakah anak mengalami gangguan
neurologi sebelum demam. Penting juga ditanyakan apakah anak mengkonsumsi obat-obatan anti
kejang, atau obat-obatan lainnya. Selain itu, riwayat trauma kepala juga penting ditanyakan.
Pada riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi dalam
keluarga. Pada riwayat kehamilan dan persalinan, perlu ditanyakan riwayat kehamilan ibu, apakah
pernah mengalami sakit selama kehamilan, apakah ibu merokok selama kehamilan.
Pada riwayat tumbuh kembang, perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak apakah
sesuai dengan usianya. Pada riwayat vaksinasi, ditanyakan apakah anak baru saja menerima
vaksinasi MMR atau DTwP.
Pemeriksaan Fisik7
Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan) dan status tumbuh
kembang anak. Pasien kejang seringkali mengalami hipertensi dan takikardi, yang akan pulih
menjadi normal kembali bila kejang sudah berhenti. Bradikardia, hipotensi, dan perfusi yang buruk
merupakan tanda yang buruk.
Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan neurologis, antara
lain:
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, kernig, laseque, brudzinsky I dan brudzinsky II
Pemeriksaan nervus kranialis I-XII
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun membonjol, papiledema
Pemeriksaan motorik: massa, tonus, kekuatan, dan refleks (fisiologis dan patologis)
Pemeriksaan sensorik: sensibilitias eksteroseptif, propioseptif, dan diskriminatif
Pemeriksaan autonom
Tanda infeksi di luar sistem saraf pusat juga dicari, seperti infeksi saluran nafas akut, otitis media
akut, infeksi saluran kemih, enteritis, dan lainnya.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, diantaranya pemeriksaan terhadap adanya fraktur
kranial akibat trauma kepala, kelainan kraniofasial sebagai tanda gangguan perkembangan korteks
serebri, korioretinitis sebagai tanda infeksi rubella, cytomegalovirus, dan toxoplasmosis, dan
lainnya.
Pemeriksaan penunjang14,15,16
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam,
diantaranya sebagai berikut.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbaldilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0.6 -
6.7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukan
Bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan
Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Olehkarenanya, tidak
direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya
: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic
resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
Kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis nervus VI
Papiledema
Diagnosis Diferensial6,7
Diagnosis diferensial dari kejang demam diantaranya:
Infeksi intrakranial: meningitis dan ensefalitis
Keracunan: alkohol, teofilin, kokain, dan lainnya
Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipernatremia, hipoksemia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, gangguan asam-basa, defisiensi piridoksin, gagal ginjal,
gagal hati
Gangguan metabolik bawaan
Trauma kepala
Penghentian obat antiepilepsi mendadak
Lain-lain: ensefalopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial
Idiopatik
Tatalaksana5,6,17
Apapun jenis dan etiologi kejang yang dihadapi, langkah penatalaksanaan kejang yang
harus dilakukan adalah:
Manajemen jalan nafas, pernafasan, dan fungsi sirkulasi yang adekuat.
Bila anak datang dalam keadaan kejang, tanyakan beberapa hal penting saja agar
tidak membuang waktu sambil memeriksa fungsi vital dengan cepat. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap dilakukan setelah kejang teratasi.
Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pasien diletakkan dalam posisi
miring agar tidak terjadi aspirasi bila muntah. Lendir dihisap, diberikan oksigen 100%.
Jangan memasukkan benda keras antara gigi yang sudah terkatup.
Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang.
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0.3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko
berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0.5 mg/kg setiap
8 jam pada suhu > 38.5 derajat Celcius. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 4 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 22/05/2014
Agama : KP
No. RM : 05.04.39
Nama Ayah : Tn. A
Pekerjaan Ayah : Polri
Nama Ibu : Ny. M
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Polimak
Tanggal masuk : 17 desember 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien
A. Keluhan Utama
Kejang
H. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.
I. Imunisasi
Jenis I II III IV
1. BCG 1 bulan - - -
2. DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
3. Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
4. Campak 9 bulan - - -
5. Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan -
N. Genogram
An. R/4 tahun
Pasien merupakan anak pertama. Ayah dan ibu menikah satu kali. Riwayat keluarga
dengan riwayat kejang demam (+) pada ayah pasien.
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kiri : linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas atas : ICS II-III
Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, pengembangan dada kanan =kiri, retraksi tidak ada
Palpasi : stem fremitus kanan =kiri
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : ICS V kanan
Batas paru-lambung : ICS VI kiri
Redup relatif di : ICS V kanan
Redup absolut : ICS VI kanan (hepar)
Auskultasi : bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar, kelainan kulit tidak ada
Auskultasi : BU (+) meningkat
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, sianosis tidak ada, CRT ≤ 2”
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis :R. Biseps : (+)
R. Triseps : (+)
R. Patella : (+)
R. Archilles : (+)
Reflek Patologis : R. Babinsky : (-)
R. Chaddock : (-)
R. Oppeinheim : (-)
Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)
PDW : 17,2 fL
V. RESUME
Pasien datang ke UGD dalam keadaan kejang. Kejang sudah berlangsung sejak ± 5 menit
sebelum tiba di UGD RSAL. Kejang bersifat tonik klonik. Pasien juga mengalami demam
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam mendadak tinggi. Suhu badan pasien saat
di UGD 40,6º C. Pasien juga mengalami BAB cair sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, BAB cair ± 5 kali, todak disertai darah maupun lendir.
Riwayat kejang dalam keluarga ada (ayah pasien). Riwayat imunisasi dasar
lengkap. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik. Riwayat prenatal baik. Riwayat
kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 39 minggu, riwayat postnatal baik
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis dan
gizi kesan baik. Pemeriksaan tenggorok didapat faring hiperemis. Tanda vital N :
120x/menit, RR : 32x/menit, Sb : 40,6oC, pemeriksaan neurologi dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 April 2018 didapatkan, Hb :12,1 g/dL, Hct :36 %,
Leukosit : 11,800 /mm3, Trombosit :318.000 /mm3.
VII.DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Sederhana
dd : Infeksi Intrakranial
Gangguan Elektrolit
2. Diare akut
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1.) Kejang Demam Sederhana
2.) Diare akut
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 via nasal canul = 2 lpm
2. Diazepam supp 5 mg (saat kejang)
3. Paracetamol supp 125 mg (extra)
4. IVFD RL 20 tpm (makrodrips)
Koreksi suhu badan → 40˚C = 19-20 tpm
→ 39˚C = 17-18 tpm
→ 38˚C = 15-16 tpm
5. Paracetamol drips 100 mg/ 6 Jam
6. Zinc Syr 1x1 Cth
Monitoring
1. KU dan VS per 4 jam
2. Awasi timbulnya kejang
Edukasi
Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua pasien
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
PEMBAHASAN
Diagnosis kejang demam sederhana pada kasus ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang. Pada anamnesis di temukan adanya kejang pada pasien ini. Kejang terjadi pertama
kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang ± 5 menit, setelah kejang pasien tertidur. Pada
pasien ini juga didapati adanya panas yang mendadak tinggi. Sebelumnya pasien juga Diare.
Serangan kejang pada kejang demam biasanya berkaitan dengan peningkatan suhu pusat (core
temperature) yang tinggi (39°C atau lebih) dan cepat.1 Umumnya serangan kejang terjadi dalam
24 jam pertama timbulnya demam.3 Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang dari
15 menit) dengan sifat bangkitan kejang berbentuk umum.3 Umumnya kejang tidak berulang
dalam 24 jam.3 Pada anamnesis riwayat penyakit keluarga didapatkan ayah pasien mempunyai
riwayat kejang demam. Faktor resiko genetik telah lama diketahui berkontribusi terhadap kejang
demam. Kejang demam cenderung terjadi dalam keluarga, dengan resiko terbesar pada keluarga
tingkat pertama (orang tua dan saudara kandung). Namun, pola turunan dari kejang demam tidak
diketahui. Sebagian besar penelitian mendukung pola pewarisan poligenik atau multifaktorial.
Jarang ditemukan pola pewarisan monogenik pada kejang demam.4
Pada saat kejang, tangan pasien kaku dan kaki pasien terhentak hentak, mata melirik ke
atas. Bangkitan kejang demam sederhana dapat berupa postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama), ataupun kejang
fokal.3 Saat kejang anak tidak sadar.3 Selain itu, mata dapat berputar-putar (sehingga hanya sklera
yang terlihat), mulut berbusa, lidah atau pipinya dapat tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apnea atau henti nafas, dan kulitnya menjadi kebiruan.3 Pada fase setelah kejang (fase post-iktal),
anak sadar kembali, namun biasanya tampak kelelahan atau tertidur. Hal ini dapat terjadi hingga
15 menit atau lebih.7
Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 40,6oC per axiler dan faring hiperemis. Infeksi
merupakan penyebab tersering dari kejang demam.8 Peranan infeksi pada sebagian besar kejang
demam tidak spesifik, serangan kejang terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi.3,9
Bangkitan kejang yang terjadi pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya
faringitis, tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, gastroenteritis dan lain-lain.1 Pada
anak dengan kejang demam penting untuk dilakukan pemeriksaan neurologis, pemeriksaan
laboratorium elekrolit darah dan kadar gula darah. Pemeriksaan neurologi yang dapat dilakukan
antara lain: tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, kernig, laseque, brudzinsky I dan brudzinsky
II; Pemeriksaan nervus kranialis I-XII; Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun
membonjol, papilledema; Pemeriksaan motorik: massa, tonus, kekuatan, dan refleks (fisiologis
dan patologis); Pemeriksaan sensorik: sensibilitias eksteroseptif, propioseptif, dan diskriminatif;
Pemeriksaan autonom. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menyingkirkan penyebab infeksi
intrakranial, electrolit imbalanceserta hipoglikemia yang juga dapat menyebabkan kejang pada
anak.7 Pada pasien ini tidak didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign. Pemeriksaan
penunjang laboratorium elektrolit darah dan GDS dalam batas normal.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan cairan parenteral ringer laktat 19-20 tetes
per menit makrodrips dan juga dilakukan koreksi suhu badan. Parasetamol drips 110 mg intravena
yang diberikan setiap 4 jam untuk menurunkan panas. Zinc sirup juga diberikan untuk pasien
dalam penangan diarenya. Kemudian disediakan juga diazepam suppositoria 10 mg diberikan jika
terjadi kejang. Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0.3-0.5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.5,6,17
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.
Dosis diazepam rektal adalah 0.5-0.75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg. Diazepam
rektal juga dapat diberikan dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7.5 mg
untuk anak di atas usia 3 tahun. 5,6,17
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemeberian diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0.3-0.5 mg/kg.5,6,17
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-
20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif.Bila kejang telah berhenti,
pemeberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana
atau kompleks dan faktor resikonya. 5,6,17
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang dapat
timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas,
termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.
DAFTAR PUSTAKA