Вы находитесь на странице: 1из 12

PERISTILAHAN PERAWATAN TUBUH SECARA TRADISIONAL

PADA MASYARAKAT MELAYU SAMBAS


SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKS

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH|:
UCI ULANDARI
NIM F1011141052

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019

1
PERISTILAHAN PERAWATAN TUBUH SECARA TRADISIONAL
PADA MASYARAKAT MELAYU SAMBAS
SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKS

Uci Ulandari, Patriantoro, Agus Syahrani


Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak
Surel: Uciulandari07082014@gmail.com

Abstract
This study was aimed to analyz the traditional terminology of body care in Sambas
Malay society. Precisely in Tambatan Village, Sambas Regency. The problems
discussed in this study were the form, lexical meaning, cultural meaning of traditional
body care terminology in the Sambas Malay community, as well as the meaning and
purpose of used the mantra in the activity. Then the implication is in language
learning. The method in this study was a descriptive method. The approach is
structural, semantic, and ethnolinguistic. The source of the data was in the form of
the informant's speech regarding the term of traditional body care. The data
collection technique was skillful as the first technique, record, and record. Tool for
collecting data from the researcher himself as a key instrument. The researcher
managed to gather 140 terms and 7 traditional body care spells in the Sambas Malay
community. The terminology consists of 33 terms in the form of monomorfemis, 74
terms in the form of polymorphisms (30 terms in the form of endocentric phrases and
3 terms in the form of exocentric phrases), and 33 terms in the form. Then there are
140 terms that have lexical meanings and 63 terms have cultural meanings.

Keywords: Sambas Malay Society , Traditional Body Care, Terminology

PENDAHULUAN Kegiatan ini mempunyai keunikan atau ciri


Peristilahan adalah konsep tentang khas tersendiri. Sebelum melakukan ritual
sesuatu yang memiliki arti spesifik dan hanya perawatan tubuh secara tradisional, harus
berlaku pada bidang tertentu. Masing-masing dilakukan pembacaan mantra terlebih dahulu
bidang memiliki peristilahan khusus yang dan terdapat arti kultural dari masing-masing
belum tentu ada di bidang lain. Pengetahuan bahan maupun proses pelaksanaannya.
mengenai suatu peristilahan pada bidang Alasan peneliti tertarik meneliti
tertentu berpengaruh terhadap keberhasilan peristilahan sekaligus mantra dalam
seseorang dalam melakukan komunikasi. perawatan tubuh secara tradisional pada
Salah satu bidang yang peristilahannya Masyarakat Melayu Sambas karena
menarik untuk diteliti, yaitu bidang peristilahan merupakan unsur bahasa yang
perawatan tubuh secara tradisional pada penting. Untuk mengetahui seluk-beluk
masyarakat Melayu Sambas. Perawatan perawatan tubuh secara tradisional, terlebih
tubuh secara tradisional yang dimaksud dahulu harus menguasai peristilahan yang
adalah perawatan kepala, yaitu nyarek kuttu ada di dalamnya. Peristilahan perawatan
‘mencari kutu’. Perawatan mulut, yaitu tubuh secara tradisional pada masyarakat
nyireh ‘memakan sirih’. Perawatan wajah Melayu Sambas merupakan bentuk kekayaan
dan badan, yaitu bekasai ‘memakai kasai’ budaya Indonesia, terutama dalam bidang
dan betangas ‘mandi uap’. Perawatan kuku, bahasa yang perlu dilestarikan. Selain
yaitu beinnai ‘memakai pemerah kuku’. peristilahan, dalam bidang perawatan tubuh

2
secara tradisional juga terdapat mantra, dengan berbagai masalah kehidupan seperti
dengan meneliti mantra tersebut fakta-fakta kecantikan, cinta kasih, kesaktian, mata
budaya seperti tradisi, adat istiadat, maupun pencaharian, kemurahan rezeki,
pandangan hidup masyarakat Melayu Sambas kekeluargaan, keamanan diri, dan lain
dapat terungkap. sebagainya. Jadi, dapat dikatakan tujuan
Penelitian dilakukan di desa Tambatan, penggunaan suatu mantra itu bergantung
Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. pada isi mantra atau niat si pembaca mantra
Alasan peneliti memilih lokasi tersebut tersebut.
karena mayoritas penduduknya bersuku Masalah umum penelitian ini adalah,
melayu, bahasa yang digunakan adalah “Bagaimanakah analisis peristilahan
bahasa Melayu Sambas asli belum bercampur perawatan tubuh secara tradisional pada
dengan bahasa lain, dan masih ada beberapa masyarakat Melayu Sambas”. Submasalah
penduduknya yang menjadikan kegiatan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Bagaimanakah
perawatantubuh secara tradisional sebagai bentuk peristilahan perawatan tubuh secara
rutinitas sehari-hari. tradisional pada masyarakat Melayu
Teori yang digunakan untuk Sambas?, (2) Bagaimanakah arti leksikal
menganalisis peristilahan perawatan tubuh perawatan tubuh secara tradisional pada
secara tradisional pada msyarakat Melayu masyarakat Melayu Sambas, (3)
Sambas adalah teori dari Veerhar, Subroto, Bagaimanakah arti kultural perawatan tubuh
dan Rismawati. Menurut Veerhar (2012:97) secara tradisional pada masyarakat Melayu
bentuk istilah dapat dibagi menjadi Sambas?, (4) Bagaimanakah makna dan
monomorfemis, polimorfemis, dan frasa. tujuan penggunaan mantra dalam perawatan
Monomorfemis adalah istilah yang terdiri tubuh secara tradisional pada masyarakat
dari satu morfem. Polimorfemis adalah istilah Melayu Sambas? (5) Bagaimanakah bentuk
yang terdiri lebih dari satu morfem. Frasa suplemen bahan teks ajar yang berkaitan
adalah istilah yang terdiri dari dua atau lebih dengan perawatan tubuh secara tradisional
morfem, tidak bersifat predikatif, dan artinya pada masyarakat Melayu Sambas sebagai
masih dapat ditelusuri dari unsur-unsur model pembelajaran berbasis teks pada
pembentuknya. kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa
Kemudian mengenai teori arti leksikal Indonesia?.
dan arti kultural, peneliti menggunakan teori Tujuan umum penelitian ini, yaitu
yang dikemukakan Subroto. Menurut mendeskripsikan peristilahan perawatan
Subroto (2011:31), “arti leksikal adalah arti tubuh secara tradisional pada masyarakat
yang terkandung dalam kata-kata sebuah Melayu Sambas. Secara khusus tujuan
bahasa, lebih kurang bersifat tetap, seperti penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk,
yang terdapat pada kamus, sedangkan arti arti leksikal, dan artikultural peristilahan
kultural adalah adalah arti yang secara khas yang terdapat dalam perawatan tubuh secara
mengungkapkan unsur-unsur budaya dan tradisional pada masyarakat Melayu Sambas,
keperluan budaya atau aspek serta makna dan tujuan mantra yang
kebudayaannya”. digunakan dalam kegiatan tersebut. Selain itu
Rismawati (2017:13) membagi jenis juga membuat suplemen bahan teks ajar
mantra berdasarkan tujuan penggunaannya. Bahasa Indonesia yang isinya berkaitan
Adapun jenis-jenis mantra yang dimaksud dengan perawatan tubuh secara tradisional
antara lain: (1) mantra permohonan kepada pada masyarakat Melayu Sambas.
dewa dan Tuhan; (2) mantra penunduk roh Hasil Penelitian ini berupa suplemen
halus; (3) mantra penunduk manusia; (3) teks bahan ajar, yaitu teks prosedur. Isi dari
mantra penunduk hewan; (4) mantra teks tersebut berhubungan dengan
penunduk tumbuhan; (5) mantra penunduk peristilahan perawatan tubuh secara
gejala alam. Selain tujuan tersebut, tradisional pada masyarakat Melayu Sambas.
menurutnya mantra juga sering dikaitkan Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat

3
diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa Teknik pengumpulan data yang
Indonesia di tingkat SMP/Mts kelas VII digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
semester ganjil kurikulum 2013 (KD.3.6 dan cakap semuka, rekam, dan catat. Pelaksanaan
KD 4.6). teknik cakap semuka peneliti melakukan
percakapan dengan informan secara langsung
METODE PENELITIAN (bertatap muka) dan bersumber pada
Metode dalam penelitian ini adalah pancingan, yaitu berupa daftar pertanyaan
metode deskripsif. Data peristilahan yang sudah disiapkan maupun pertanyaan
perawatan tubuh secara tradisional berupa spontanitas. Kemudian peneliti melakukan
kata, frasa, dan tuturan mantra bukan angka- pengumpulan data dengan cara merekam
angka. Metode ini digunakan untuk menggunakan perekam suara atau video.
mendeskripsikan hasil mengenai peristilahan Tidak hanya itu, peneliti juga mencatat data-
perawatan tubuh secara tradisonal pada data yang dianggap penting selama proses
masyarakat Melayu Sambas. percakapan (wawancara) dengan informan
Pendekatan dalam penelitian ini adalah berlangsung. Peneliti juga menggunakan
pendekatan struktural, semantik, dan teknik catat setelah perekaman selesai.
etnolinguistik. Pendekatan struktural Alat pengumpulan data dalam penelitian
berfokus pada pendeskripsian struktur suatu ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen
bahasa. Pendekatan struktural digunakan kunci atau human instrument (peneliti
untuk menganalisis bentuk peristilahan sendiri). Peneliti sebagai instrumen kunci
perawatan tubuh secara tradisional pada yang disebut alat pengumpul primer. Peneliti
masyarakat Melayu Sambas. Semantik sebagai instrumen kunci berkedudukan
adalah salah satu bidang kajian atau cabang sebagai perencana, pelaksanana,
linguistik yang mengkaji arti bahasa atau arti penganalisis, dan penafsir data penelitian.
linguistik (lingual meaning dan linguistic Pada pelaksanaannnya peneliti dalam
meaning) secara ilmiah. Pendekatan semantik mengumpulkan data menggunakan alat bantu
digunakan untuk menganalis arti leksikal dan seperti alat perekam dan kartu catatan.
arti kultural peristilahan, serta makna mantra Pengujian keabsahan data perlu
perawatan tubuh secara tradisional pada dilakukan agar data yang diperoleh benar-
masyarakat Melayu sambas. Pendekatan benar objektif sehingga hasil penelitian dapat
etnolinguistik merupakan pendekatan yang dipertanggung jawabkan. Peneliti melakukan
didasari pada usaha untuk mengenali budaya pengujian keabsahan data dengan teknik
melalui bahasa yang digunakan oleh para ketekunan pengamatan. Peneliti mengamati
penuturnya. Pendekatan ini digunakan untuk secara tekun dan teliti semua rekaman dan
mengungkap fakta budaya dalam rangkaian catatan dari hasil wawancara dengan
kegiatan perawatan tubuh secara tradisional informan mengenai peristilahan perawatan
pada masyarakat Melayu Sambas. tubuh secara tradisional.
Sumber data dalam penelitian ini adalah Proses analisis merupakan aktivitas
peristilahan perawatan tubuh secara identifikasi satuan bahasa dari sumbernya
tradisional pada masyarakat Melayu Sambas untuk dikelompokkan berdasarkan soal-soal
yang dituturkan oleh informan dalam bahasa penelitian. Teknik analisis data dalam
Melayu dialek Sambas. penelitian ini menggunakan teknik
Data yang digunakan dalam penelitian pemaparan, analisis konteks arti leksikal dan
ini adalah kata dan frasa yang termasuk analisis konteks budaya Melayu Sambas.
dalam peristilahan perawatan tubuh secara Teknik pemaparan digunakan untuk
tradisional pada masyarakat Melayu Sambas. memaparkan bentuk peristilahan perawatan
Tidak hanya itu, data dalam penelitian ini tubuh secara tradisional. Teknik konteks arti
juga berupa tuturan mantra yang digunakan leksikal untuk menganalisis arti leksikal
dalam kegiatan tersebut. peristilahan perawatan tubuh secara
tradisional. Teknik analisis konteks budaya

4
untuk menganalisis arti kultural, makna dan bontal [bɔntal]. Istilah ini merupakan bentuk
tujuan mantra perawatan tubuh secara dasar, berkategori nomina (kata benda).
tradisional pada masyarakat Melayu Sambas. Ditinjau dari satuan gramatikal, bentuk ini
termasuk golongan monomorfemis karena
HASIL PENELITIAN DAN terdiri dari satu morfem. Berdasarkan
PEMBAHASAN distribusinya, istilah bontal [bɔntal]
Hasil Penelitian digolongkan sebagai morfem bebas karena
Penelitian dilakukan di Desa Tambatan, dapat berdiri sendiri sebagai kata.
Kecamatan Teluk Keramat, Kalimantan Adapun contoh tuturan yang berhubungan
Barat. Penelitian mengenai peristilahan dengan istilah tersebut, yaitu sebagai berikut.
perawatan tubuh secara tradisional pada Konteks :Peneliti menanyakan kepada
masyarakat Melayu Sambas meliputi: informan mengenai istilah-
perawatan kepala, yaitu nyare kuttu ‘mencari istilah alat yang digunakan
kutu’; perawatan mulut, yaitu nyireh dalam perawatan tubuh secara
‘memakan sirih’;perawatan badan, yaitu tradisional.
bekasai ‘memakai kasai’ dan betangas Peneliti :“Kakye selaing suddup ape
‘mandi uap’;perawatan kuku, yaitu beinnai agek nang arus disidiekan
‘memakai inai/pemerah kuku’. Berdasarkan untok nyare kuttu, kakye ape
penelitian yang dilakukan, peneliti berhasil gunnenye, Ngah?”
menghimpun 140 istilah dan 7 mantra “Kemudian selain suddup
perawatan tubuh secara tradisional pada apalagi alat yang harus
masyarakat Melayu Sambas. Peristilahan disediakan untuk mencari kutu
tersebut terdiri dari 33 istilah berbentuk (nyare kuttu), Ngah?”
monomorfemis, 74 istilah berbentuk Informan :“Kakye sediekan bontal mun
polimorfemis (53 istilah berbentuk afiksasi, 1 nyare kuttu guring supaye pala
istilah berbentuk reduplikasi, dan 20 istilah doon sakit.”
berbentuk komposisi), dan 33 istilah “Kemudian sediakan bantal
berbentuk frasa (30 istilah berbentuk frasa kalau mencari kutu dalam posisi
endosentrik dan 3 istilah berbentuk frasa berbaring supaya kepala tidak
eksosentrik). Kemudian terdapat 140 istilah sakit.”
yang memiliki arti leksikal dan 63 istilah b. Polimorfemis
memiliki arti kultural. Polimorfemis adalah istilah yang
Pembahasan terbentuk dari gabungan beberapa morfem.
Peristilahan perawatan tubuh secara Istilah yang berbentuk polimorfemis dapat
tradisional pada masyarakat Melayu Sambas dibagi lagi menjadi bentuk afiksasi,
dianalisis berdasarkan bentuk satuan reduplikasi, dan komposisi.
lingualnya. Kemudian juga dianalisis 1) Afiksasi
berdasarkan jenis artinya, yaitu arti leksikal Ninjol [nɔnjɔl] merupakan istilah
dan kultural. Kemudian data yang berupa perawatan tubuh secara tradisional pada
tuturan mantra dianalisis berdasarkan makna masyarakat Melayu yang termasuk
dan tujuan penggunaannya. Berdasarkan polimorfemis, yaitu bentuk afiksasi. Istilah
bentuknya istilah dapat dibagi menjadi ini berasal dari kata tinjol [tɔnjɔl] berkategori
beberapa kelompok sebagai berikut. verba kemudian mengalami afiksasi berupa
penambahan prefiks (n-) menjadi ninjol
a. Monomorfemis [nɔnjɔl] berkategori verba. Berdasarkan
Monomormefis adalah istilah yang distribusinya istilah ini terdiri dari morfem
terdiri dari satu morfem saja. Contoh bebas dan morfem terikat. Morfem bebasnya,
peristilahan perawatan tubuh secara yaitu tinjol [tɔnjɔl]. Morfem terikatnya, yaitu
tradisional pada masyarakat Melayu Sambas prefiks (n-).
yang berbentuk monomorfemis, yaitu Istilah Prefiks (n-) + [tɔnjɔl] = [nɔnjɔl]

5
Adapun contoh tuturan yang 3) Komposisi
berhubungan dengan istilah tersebut, yaitu Kuttu nak dore [kɔttu naɔ dore]
sebagai berikut. merupakan salah satu istilah perawatan tubuh
Konteks :Peneliti menanyakan istilah secara tradisional pada masyarakat Melayu
proses dalam nyare kuttu kepada Sambas yang termasuk kata majemuk
informan. (komposisi). Istilah ini berkategori nomina.
Peneliti :”Makngah, mun munnoh kuttu Kata majemuk kuttu nak dore [kɔttu naɔ dore]
dongngan nakkan kuttu pakai membentuk arti baru yang denotatif.
suddup atau pun pakai kukku Maksudnya, arti gabungan kata tersebut tidak
tangan bukkan di kullik pala ye lagi sama dengan arti leksikal semua unsur
disabbut ngape?” pembentuknya. Walaupun demikian, arti
“Makngah,kalau membunuh gabungan kata tersebut masih dapat ditelusuri
kutu dengan menekannya dari salah satu atau beberapa unsur
menggunakan suddup atau kuku pembentuknya.
tangan dan bukan di kulit ke pala Pada proses komposisi (kata majemuk),
itu disebut sedang apa? untuk menyatakan sesuatu menyerupai yang
2) Reduplikasi lain maka kata yang menyatakan sesuatu itu
Kudde-kudde [kɔdde-kɔdde] merupakan digabungkan dengan kata yang dijadikan
istilah perawatan tubuh secara tradisional perbandingannya. Dasar penamaan kuttu nak
pada masyarakat Melayu Sambas yang dore [kɔttu naɔ dore] karena kutu ini
termasuk polimorfemis, yaitu bentuk merupakan kutu yang sedang beranjak
reduplikasi. Istilah ini memiliki kata dasar dewasa dan tidak memiliki telur di perutnya
kudde [kɔdde] berkategori nomina sama halnya seperti anak gadis yang masih
mengalami proses pengulangan penuh perawan. Jadi, untuk menyatakan hal tersebut
menjadi kudde-kudde [kɔdde-kɔdde] maka digabungkanlah kata kuttu [kɔttu]
berkategori nomina. dengan kata perbandingannya, yaitu nak dore
Adapun contoh tuturan yang [kɔttu naɔ dore] ‘anak gadis’.
berhubungan dengan istilah tersebut, yaitu Kuttu nak dore [kɔttu naɔ dore] bukan
sebagai berikut. berarti kutu yang pasti berjenis kelamin
Konteks :Peneliti menanyakan istilah betina. Penamaan tersebut sebenarnya hanya
alat yang digunakan dalam berdasarkan pada ukuran dan warna. Kuttu
betangas kepada informan. nak dore [kɔttu naɔ dore] berukuran lebih
Peneliti :“Makde, kudde-kudde ittok besar daripada keduot. Lebih tepatnya, kuttu
untok ape?” nak dore [kɔttu naɔ dore] berukuran kurang
“Makde, kudde-kudde ini lebih sama dengan kuttu rang bujjong [kɔttu
fungsinya apa? naɔ dore]. Pada umumnya kulit seorang gadis
Informan : ”Kudde-kudde ittok untok lebih cerah daripada seorang bujang karena ia
tampat duddok waktu betangas, sering merawat diri. Atas dasar pemikiran
mun nang betangas parampan. tersebut menurut masyarakat Melayu Sambas
Kakye untok tampat kutu yang berukuran lebih besar dari keduot
nyerungkong, mun nang (tapi belum sebesar indok kuttu) apabila
betangas laki.” memiliki warna agak cerah maka dianggap
“Kudde-kudde ini untuk tempat berjenis kelamin betina sedangkan yang
duduk ketika betangas, apabila berwarna gelap dianggap berjenis kelamin
yang betangas perempuan. jantan. Kuttu nak dore [kɔttu naɔ dore]
Kemudian untuk tempat memiliki warna lebih cerah, yaitu coklat
nyerungkong apabila yang muda atau kemerah-merahan sedangkan
betangas laki-laki.” kuttu rang bujjong [kɔttu raɔ bɔjjɔɔ] memiliki
warna lebih gelap, yaitu abu-abu tua.

6
Kata majemuk kuttu nak dore [kɔttu naɔ Disebut kuttu nak dore bukan
dore] strukturnya tidak dapat disela dengan berarti kutu betina tetapi
unsur lain. Misalnya, disela dengan unsur karena warnanya merah saja.”
-nye [-ɔe] ‘-nya’ menjadi kuttunye nak dore c. Arti leksikal dan Arti Kultural
[kɔttuɔe naɔ dore] ‘kutu kepunyaan anak Peristilahan perawatan tubuh secara
gadis’. Bentuk tersebut tidak sesuai dengan tradisonal pada masyarakat Melayu Sambas
arti kuttu nak dore [kɔttu naɔ dore] ‘(n) anak selain dianalisis berdasarkan bentuk
kutu (serangga parasit tidak bersayap yang istilahnya juga dianalisis berdasarkan jenis
menghisap darah di kepala manusia) yang artinya. Pada penelitian ini jenis arti yang
berukuran lebih besar dari keduot, berwarna dibahas , yaitu arti leksikal dan arti kultural.
coklat muda atau kemerah-merahan, Berikut contoh analisis arti leksikal dan arti
tubuhnya transparan, belum bertelur’ kultural peristilahan perawatan tubuh secara
sehingga tidak berterima. tradisonal pada masyarakat Melayu Sambas.
Kata majemuk kuttu nak dore [kɔttu naɔ 1) Arti leksikal: Suddup parampuan
dore] dapat menduduki satu fungsi di dalam [sɔddɔp parampuan] (n) adalah alat
kalimat. Contohnya, sebagai subjek atau untuk mencari kutu yang terbuat dari
objek. Oleh karena itu salah satu unsur kata bambu (panjang 12 cm-15 cm, lebar 2
majemuk kuttu nak dore [kɔttu naɔ dore] cm-3 cm, dan tebal 0,1 cm - 0,2 cm)
tidak dapat dipindahkan secara sendirian. memiliki bagian runcing berbentuk
Apabila dipindahkan harus dipindahkan segitiga sama kaki di salah satu
secara keseluruhan sebagai satu kesatuan. ujungnya dan bagian rata di ujung
Adapun contoh tuturan yang lainnya. Cara penggunaannya, yaitu
berhubungan dengan istilah tersebut, yaitu dikikiskan atau ditekankan (pada saat
sebagai berikut. munyikan) ke kepala (rambut atau kulit
Konteks :Peneliti menanyakan ciri kepala). Fungsi suddup parampuan
yang dimiliki dari masing- [sɔddɔp parampuan] ini, yaitu untuk
masing jenis kutu kepada membuat kutu ke luar dari tempat
informan. persembunyiannya, mengambil telur
Peneliti :“Mun kuttu nang disabbut kutu yang menempel di rambut,
kuttu nak dore e gimane ciri- membunuh kutu, mengerik ketombe
cirinye, Makngah?” (keriah atau kerakeh), dan untuk
“Kutu yang disebut kuttu nak membuat tiruan letupan bunyi kutu
dore itu bagaimana ciri- (munyikan) ketika kutu dibunuh (pada
cirinya, Makngah?” saat nindos).
Informan :”Kuttu nak dore ye ciri- 2) Arti kultural: Suddup parampuan
cirinye ke, labbeh bossar dori [sɔddɔp parampuan] harus dibuat dari
keduot. Kuttu nak dore tok e bambu bekas tenda pernikahan atau
warnenye coklat muddok atau
tarub [tarɔb]. Setiap ada upacara
pun kemerah-merahhan kakye
maseh tambus pandong.
pernikahan masyarakat Melayu
Disabbut kuttu nak dore bukan Sambas akan membuat tarub ‘tenda
ratinye die kuttu parampuan pernikahan yang kerangkanya
tapi leh warnenye merah menggunakan bambu’. Tarub [tarɔb]
naknye.” merupakan tempat berkumpulnya
“Kuttu nak dore itu ciri- para undangan ketika upacara
cirinya, yaitu lebih besar pernikahan berlangsung.
daripada keduot. Kutu nak Berdasarkan hal tersebut,
dore ini warnanya coklat masyarakat Melayu Sambas
muda atau kemerah-merahan menggunakan bambu bekas tarub
dan masih tembus pandang.
[tarɔb] sebagai bahan dasar

7
pembuatan suddup parampuan mereka kutu. Mereka akan membuat
[sɔddɔp parampuan] agar kutu juga atau membawa suddup sendiri. Jadi,
banyak bermunculan atau orang yang mencarikan kutu tinggal
berdatangan seperti para undangan memakai suddup yang mereka bawa.
yang berbondong-bondong datang ke Namun, ada juga beberapa orang-
tarub [tarɔb]. Penamaan suddup orang yang memang kegiatan sehari-
parampuan [sɔddɔp parampuan] harinya mencarikan kutu orang lain,
didasari atas kesepakatan masyarakat orang-orang tersebut biasanya telah
Melayu Sambas yang menyiapkan semua jenis suddup
menghubungkan segitiga sama kaki yang diperlukan. Jika orang lain
dengan alat kelamin perempuan ingin dicarikan kutu olehnya maka
karena persamaan bentuknya. Bentuk mereka tidak perlu lagi membuat
alat kelamin perempuan pada atau membawa suddup sendiri.
kenyataannya memang hampir Berdasarkan uraian tersebut dapat
menyerupai segitiga sama kaki. disimpulkan bahhwa arti kultural
Karena pada suddup ini hanya ada Suddup parampuan [sɔddɔp parampuan]
satu bagian runcing berbentuk adalah harus terbuat dari bambu bekas
segitiga sama kaki berarti ada satu pernikahan. Dipercaya memiliki
alat kelamin perempuan (yang tidak kekuatan gaib, yaitu dapat menarik kutu
keluar dari persembunyiannya. Tidak
memiliki kembaran) maka disebutlah
hanya itu suddup parampuan juga
suddup ini dengan sebutan suddup melambangkan bahwa orang yang
parampuan [sɔddɔp parampuan]. dicarikan kutu merupakan seorang
Terdapat 5 jenis suddup (suddup perempuan yang tidak memiliki
parampuan, suddup laki, suddup kembaran
gombor parampuan, suddup gombor d. Makna dan Tujuan Mantra
laki,dan suddup laki parampuan) 1) Mantra “Pantan Nyare Kuttu”
dalam kegiatan mencari kutu. Mantra pantan nyarek kuttu adalah
Penggunaan suddup harus sesuai mantra yang digunakan sebelum nyare kuttu
dengan jenis kelamin dan latar ‘nyare kuttu’. Adapun tuturan mantra pantan
belakang orang yang dicarikan kutu nyare kuttu sebagai berikut.
(maksudnya memiliki kembaran atau
Bol timbol kuttu
tidak). Suddup parampuan [sɔddɔp Lang allang ussah nyire
parampuan] digunakan oleh Tok o Dotok tullong aku
masyarakat Melayu Sambas sebagai Joohkan allang dori kame
sarana untuk berkomunikasi (secara Artinya:
tidak langsung) kepada tok Rajjok. Timbul-timbul kuttu
Dengan menggunakan suddup Lang Allang jangan menghampiri
parampuan [sɔddɔp parampuan], Datuk wahai Datuk tolonglah aku
berarti si pencari kutu Jauhkan elang dari kami
memberitahukan kepada tok Rajjok
bahwa orang yang ingin Baris pertama, “bol timbol kuttu (bul
timbul kutu)” bermakna bahwa si pembaca
diselamatkan dari Allang adalah
mantra memerintahkan kutu yang ada di
seorang perempuan yang tidak kepala manusia untuk keluar dari tempat
memiliki kembaran. Kebiasaan persembunyiannya. Kemudian pada baris
masyarakat Melayu Sambas ketika kedua, “Lang Allang ussah nyire (Lang
mereka ingin orang lain mencarikan Allang jangan menghampiri)” bermakna

8
bahwa si pembaca mantra melarang dengan Artinya:
tegas Allang untuk mendekat. Dikatakan Sirihku merah
melarang dengan tegas karena setelah Gusiku merah
membaca larik ini si pembaca mantra Pinnangku keras
menghembuskan udara dari mulutnya Gigiku keras
sebanyak satu kali dengan kuat. Allang Kapurku putih
merupakan sosok gaib berupa elang raksasa Hatiku putih
yang dipercayai oleh masyarakat Melayu Menyatulah, menyatulah, menyatulah
Sambas suka menculik orang yang memiliki
banyak kutu di kepalanya. Baris ketiga, “Tok Baris pertama, “sirehku merah”
o Datok tullong aku (Tuk wahai Datuk tolong maksudnya sirih milik si pembaca mantra
aku” bermakna bahwa si pembaca mantra getahnya berwarna merah menggambarkan
memohon bantuan kepada sosok “Datok”. bahwa sirih tersebut sirih segar. Hal ini
Sosok yang dipanggil dengan sebutan bermakna melambangkan kesehatan. Baris
“Datok” adalah Tok Rajjok, yaitu sosok pertama ini berkaitan erat dengan baris
makhluk gaib yang dipercayai oleh kedua, “Gusikku merah”. Baris kedua
masyarakat Melayu Sambas dapat mengusir bermakna bahwa si pembaca mantra
Allang. Baris keempat, “Joohkan allang dori mengharapkan dengan memakan sirih maka
kamek (jauhkan Allang dari kami)” gusinya akan menjadi sehat. Kemudian baris
bermakna bahwa si pembaca mantra ketiga, “Pinnangku karras” berkaitan erat
menyampaikan permohonannya kepada Tok dengan baris keempat, “Giggiku karras”. Si
Rajjok agar melindungi si pembaca mantra pembaca mantra mengharapkan dengan
dan orang yang dicarikan kutu dari gangguan memakan pinang maka giginya menjadi
Allang. Si pembaca setelah membaca larik ini kokoh, tidak mudah berlubang, patah, dan
meniupkan udara dari mulutnya secara sebagainya. Baris kelima, “Kaporku putteh”
perlahan dan lembut sebanyak tiga kali. Hal dan baris keenam, “Atiku putteh” juga
ini menunjukkan bahwa si pembaca mantra memiliki keterkaitan. Kapur memiliki warna
memohon dengan sungguh-sungguh dan putih. Warna ini dianggap sebagai lambang
sangat berharap permohonannya tersebut kesucian. Si pembaca mantra mengharapkan
dapat dikabulkan. Tujuan penggunaan dengan memakan kapur hatinya dapat
mantra, “Pantan Nyare Kuttu”, yaitu untuk menjadi suci. Lalu baris terakhir, “Nyatulah,
mendapatkan keselamatan. Mantra ini nyatulah, nyatulah” merupakan ucapan yang
ditujukan kepada Tok Rajjok. Mantra ini bermakna bahwa si pembaca mantra ingin
dibacakan agar Tok Rajjok melindungi si semua yang diharapkannya dapat terwujud,
pembaca mantra dan orang yang sedang yaitu mendapatkan kesehatan (mulut) dan
dicarikan kutu (beserta kembaranya, jika kesucian hati. Tujuan penggunaan Mantra
orang yang dicarikan kutu memiliki “Pantan Nyireh” untuk mendapatkan
kembaran). dari gangguan Allang. kesehatan terutama kesehatan mulut. Selain
2) Mantra “Pantan Nyireh” itu juga bertujuan untuk mensucikan hati
Mantra, “Pantan Nyireh” adalah mantra (misalnya dari niat yang jahat atau dendam
yang digunakan sebelum memulai nyireh. terhadap seseorang).
Adapun tuturan mantra “Pantan Nyireh” 3) Mantra “Pantan Kasai Pallam”
sebagai berikut. Mantra “Pantan Kasai Pallam” adalah
mantra yang digunakan sebelum memulai
Sirehku merah memakai kasai pallam.
Gussikku merah
Pinnangku karras Tallokku tallok sullong ayam kampong
Giggiku karras Succilah tangan nak dore sunti
Kaporku putteh Akulah tanjok selurroh kampong
Atiku putteh Lanynyaplah, lanynyap si pendongki

9
Artinya: manusia melakukan pernikahan ia akan
Telurku telur sulung ayam kampung melakukan segala cara untuk membatalkan
Sucilah tangan gadis perawan pernikahan tersebut. Oleh karena itu, pada
Akulah tanjuk seluruh kampung saat memakai kasai pallam si calon
Lenyaplah, lenyap si pendengki pengantin tidak diperbolehkan keluar rumah
karena dikhawatirkan akan diganggu oleh
Baris pertama, “Tallokku tallok sullong bangsa jin tersebut. Jadi, baris keempat,
ayam kampong” secara konvensi bahasa “Lanynyaplah, lanynyap si pendongki”
berarti ‘telurku adalah telur pertama ayam bermakna bahwa si pembaca mantra
kampung’. Berdasarkan pembacaan menginginkan bangsa jin yang berniat jahat
hermeneutik “telur pertama ayam kampung” kepadanya musnah agar proses pelaksanaan
melambangkan keistimewaan sekaligus pernikahannya dapat berjalan dengan lancar.
kemandirian. Telur tersebut merupakan salah Tujuan penggunaan mantra “Pantan Kasai
satu bahan dasar untuk membuat kasai Pallam” yaitu untuk memunculkan aura diri
pallam. Baris ini bermakna si pembaca agar terlihat lebih cantik atau tampan dan
mengharapkan kelak dapat menjadi keluarga untuk memusnahkan pengaruh-pengaruh
yang istimewa dan mandiri. Baris kedua, jahat.
“Sucilah tangan nak dore sunti” bermakna 4) Mantra “Pantan Beinnai”
bahwa kasai langger tidak boleh dipakaikan Mantra, “Pantan Beinnai” adalah mantra
oleh sembarang orang, hanya boleh yang digunakan sebelum memasangkan innai
dipakaikan oleh gadis perawan. Baris ketiga, ‘inai’. Adapun tuturan mantra “Pantan
“Akulah tanjok seluroh kampong” terdapat Beinnai” sebagai berikut.
penggunaan majas metafora. Metafora adalah
bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya Dongngan bismillah innai dipasang di
saja tidak mempergunakan kata-kata jori kelinci
pembanding seperti bagai, laksana dan Dongngan bismilah innai dipasang di
sebagainya Kata “Tanjok” berarti kain tenun jari manis
khas Melayu Sambas yang dililitkan ke Dongngan bismillah innai dipasang di
kepala sebagai lambang kewibawaan. Pada jori tangngah
baris ketiga ini, kata “Aku” (si pembaca Dongngan bismillah innai dipasang di
mantra) dibandingkan dengan “tanjok”. Jadi, jori tunjok
baris ketiga ini dapat dimaknai bahwa si Dongngan bismillah innai dipasang di
pembaca mengharapkan dirinya dapat indok jori
menjadi orang yang paling unggul dari yang Alhamdulillah, tande syukor diucapkan
lainnya. Misalnya menjadi yang paling cantik Artinya:
atau tampan dan yang paling terpandang atau Dengan bismillah inai dipasang di jari
disegani. Baris keempat, “Lanynyaplah, kelingking
lanynyap si pendongki” terdapat penggunaan Dengan bismillah inai dipasang di jari
majas antonomasia (Majas yang manis
menyebutkan sesuatu bukan dengan nama Dengan bismillah inai dipasang di jari
asli dari sesuatu tersebut melainkan dari tengah
salah satu sifat benda tersebut), yaitu kata “si Dengan bismillah inai dipasang di jari
pendongki (si pendengki)”. Pada baris telunjuk
keempat ini yang dimaksud dengan “si Dengan bismillah inai dipasang di jari
pendongki” adalah segala makhluk-makhluk ibu jari
gaib yang tidak menginginkan terlaksananya Alahmdulillah tanda syukur diucapkan
pernihakan kedua calon pengantin.
Masyarakat mempercayai bahwa ada Baris pertama, “Dongngan bismillah
beberapa golongan makhluk gaib seperti innai dipasang di jori kelinci” terdapat kata-
bangsa jin jahat yang tidak senang jika kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu

10
“bismillah” yang terjemahannya dalam Kemudian peristilahannya ada yang memiliki
bahasa Indonesia yaitu ‘dengan menyebut arti leksikal dan arti kultural. Mantra yang
nama Allah’. Dalam ajaran Agama Islam digunakan dalam perawatan tubuh secara
penggunaan, “bismillah” diucapkan ketika tradisional pada masyarakat Melayu Sambas
seseorang hendak memulai mengerjakan bertujuan untuk mendapatkan keselamatan,
sesuatu dengan tujuan agar Allah Swt memunculkan aura diri (kecantikan atau
meridoi segala sesuatu yang dikerjakannya. ketampanan), kesucian diri, dan
Kata “bismillah” juga terdapat pada baris keharmonisan dalam berumah tangga.
kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Saran
Kemudian kata “innai dipasangkan” sama Berdasarkan simpulan dari hasil
dengan kata “bismillah” terdapat pada baris penelitian yang telah dilakukan, beberapa
pertama sampai baris kelima. Innai itu saran yang dapat penulis berikan antara lain:
sendiri berkaitan erat dengan sebuah (1) Bagi peneliti selanjutnya, penelitian
pernikahan. Kata “innai dipasangkan” peristilahan perawatan tubuh secara
menyimbolkan bahwa orang yang dipasangi tradisional ini hanya membahas bentuk
innai tersebut merupakan calon pengantin. istilah, arti leksikal, arti kultural, makna
Pemasangan innai dari jari kelingking mantra dan tujuan penggunaan mantra, serta
sampai ke ibu jari semuanya diawali dengan implementasinya terhadap pembelajaran
kata, “bismillah”. Jadi, baris pertama sampai bahasa Indonesia. Oleh karena itu, peneliti
kelima bermakna bahwa si pembaca mantra menyarankan kepada peneliti selanjutnya
meyakini keberadaan Allah Swt sebagai untuk meneliti dengan kajian yang berbeda
Maha Pencipta, kemudian si pembaca mantra agar hasil penelitian mengenai peristilahan
memohon kepada Allah Swt agar meridoi ini semakin lengkap; (2) Bagi guru, peneliti
pernikahan si calon pengantin. Si pembaca telah membuat suplemen bahan ajar berupa
mantra memohon kepada Allah Swt agar teks prosedur yang isinya berhubungan
rumah tangnga si calon pengantin harmonis dengan perawatan tubuh secara tradisional,
atau bahagia. Lalu penutup mantra ini, pada oleh karena itu teks tersebut dapat dijadikan
baris keenam terdapat kata, “Alhamdullillah” sebagai suplemen bahan teks ajar dalam
yang artinya ‘Segala puji bagi Allah’. Baris pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya
keenam ini bermakna si pembaca di tingkat SMP/Mts kelas VII semester ganjil
mengungkapkan rasa syukur kepada Allah kurikulum 2013 materi pokok teks prosedur;
Swt dan rasa bahagia karena si calon (3) Bagi masyarakat Melayu Sambas,
pengantin yang merupakan keluarganya sebaiknya lebih memperhatikan dan terus
segera menikah. Berdasarkan makna yang melestarikan bahasa daerahnya, khususnya
telah diuraikan sebelumnya dapat diketahui mengenai peristilahan perawatan tubuh
bahwa tujuan penggunaan mantra “Pantan secara tradisional.
Beinnai” adalah memohon kepada Allah Swt
agar sang calon pengantin dapat menjadi
keluarga yang harmonis. Tujuan mantra ini
untuk mendapatkan keharmonisan dalam
berumahtangga. DAFTAR RUJUKAN
Rismawati. (2007). Perkembangan Sastra
SIMPULAN DAN SARAN Indonesia. Aceh: Bina Karya
Simpulan Akademika.
Berdasarkan hasil analisis data Subroto, E. (2011). Pengantar Studi
peristilahan perawatan tubuh secara Semantik dan Pragmatik. Surakarta:
tradisional pada Masyarakat Melayu Sambas Cakrawala Media.
terdapat 3 bentuk istilah, yaitu Verhaar, J. W. M. (2012). Asas-asas
monomorfemis, polimormefis (afiksasi, Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah
reduplikasi, dan komposisi), dan frasa. Mada University Press.

11
12

Вам также может понравиться