Вы находитесь на странице: 1из 60

PEMBANGUNAN PERKOTAAN

DAN PERDESAAN,
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
BAB IX

PEMBANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN,


PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

A. PENDAHULUAN

Pembangunan perkotaan dan perdesaan semakin penting peranan


dan kontribusinya dalam pembangunan nasional sejalan dengan
meningkatnya pembangunan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada Repelita VI,
pembangunan perkotaan dan perdesaan diselenggarakan secara
bersama-sama, saling memperkuat, sehingga kesenjangan
pertumbuhan antara perkotaan dan perdesaan akan semakin mengecil
dan keterkaitan di antara keduanya semakin menguat. Dengan
demikian, pembangunan perkotaan tidak terpisah dengan
pembangunan perdesaan, akan tetapi saling melengkapi satu dengan
yang lain.

Salah satu pelayanan dasar yang diperlukan baik di perkotaan


maupun di perdesaan adalah perumahan dan permukiman. Oleh ka-
rena itu, pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan

IX/3
secara bersama-sama, saling terkait, dan sejalan dengan pembangunan
perkotaan dan perdesaan. Pembangunan perumahan dan permukiman
pada dasarnya merupakan tanggung jawab masyarakat, peran pemerin-
tah pada dasarnya diarahkan untuk mendorong peningkatan kemampuan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar akan perumahan dan
permukiman, dan menyiapkan perangkat-perangkat yang mampu
meningkatkan keterjangkauan masyarakat khususnya yang berpengha-
silan rendah dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Pembangunan perkotaan dan perdesaan serta pembangunan


perumahan dan permukiman perlu mengantisipasi dampak globalisasi,
perubahan struktur ekonomi, berkembangnya industri yang bersifat
footloose (industri yang tidak tergantung erat kepada pasar dan faktor
produksi setempat), berkembangnya industri jasa, makin tingginya
mobilitas tenaga kerja antar negara, munculnya kutub-kutub partum-
buhan regional baru, dan kecenderungan meningkatnya urbanisasi.

Dalam era globalisasi kawasan perkotaan sebagai simpul proses


koleksi dan distribusi, pusat industri, pusat jasa dan keuangan, serta
pusat pelayanan umum akan berkembang dengan cepat. Pertumbuhan
dan perkembangan kawasan perkotaan tersebut akan diikuti oleh
meningkatnya kebutuhan sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang dipenuhi oleh wilayah belakangnya yang pada umumnya meru-
pakan kawasan perdesaan. Hubungan kedua kawasan tersebut merupa-
kan hubungan yang saling melengkapi, saling mendukung, dan saling
terkait satu dengan lainnya yang pada akhirnya membentuk sistem
pembangunan daerah dan nasional. Dengan demikian, guna mencapai
efektivitas sasaran pembangunan maka keserasian dan keterpaduan
pembangunan antar sektor di kawasan perkotaan dan perdesaan sangat
diperlukan.

IX/4
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di kawasan perko-
taan dan perdesaan menyebabkan meningkatnya kebutuhan prasarana
dan sarana dasar perkotaan seperti perumahan, transportasi, air
bersih, drainase dan pengendalian banjir, sarana persampahan, pengo-
lahan air limbah dan sebagainya. Oleh karena itu pembangunan
prasarana dan sarana dasar perkotaan secara terpadu dan terencana
amat penting dan perlu ditingkatkan.

Seiring dengan peningkatan pembangunan maka kebijaksanaan


pembangunan perkotaan dalam Repelita VI adalah mendorong masya-
rakat dan dunia usaha untuk berperanserta secara aktif dalam pemba-
ngunan kota-kota baru, pembangunan sarana dan prasarana dasar
perkotaan seperti penyediaan prasarana dan sarana transportasi, pe-
nyediaan perumahan, penyediaan air bersih, pengelolaan persam-
pahan, dan penyediaan tanah. Selain itu, guna meningkatkan kualitas
lingkungan kumuh perkotaan melalui program perbaikan perumahan
dan permukiman serta program konsolidasi tanah perkotaan dilakukan
rintisan-rintisan untuk mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha.

Pembangunan kawasan perkotaan menuntut tingkat koordinasi


yang tinggi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pelak-
sanaan pembangunan perkotaan. Pendekatan keterpaduan pemba-
ngunan kawasan perkotaan melalui Program Pembangunan Prasarana
Kota Terpadu (P3KT) yang telah dimulai semenjak tahun 1987 akan
terus dilanjutkan dan dikembangkan dengan lebih meningkatkan
peranserta swasta dan masyarakat.

Kemampuan dan kesiapan aparat pemerintah yang tinggi beserta


struktur organisasi pemerintah yang mantap merupakan faktor yang
berpengaruh dalam mengantisipasi pembangunan kawasan perkotaan
yang sangat pesat. Peningkatan aparat pemerintah melalui penyeleng-
garaan pendidikan formal dan tidak formal, penyiapan paket-paket

IX/5
pelatihan, penyiapan prosedur dan pedoman teknis akan terus dikem-
bangkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kawasan perdesaan sebagai wilayah belakang kawasan perkotaan


mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan kawasan
perkotaan. Berbeda dengan kawasan perkotaan yang berorientasi
kepada kegiatan non pertanian dengan masyarakatnya yang cenderung
heterogen dan mempunyai kepadatan tinggi, kawasan perdesaan pada
umumnya berorientasi kepada kegiatan pertanian dan masyarakatnya
cenderung homogen, baik dalam hal adat istiadat, agama, kebudayaan,
maupun mata pencaharian. Di samping itu kepadatan penduduknya
relatif rendah. Selain itu, kawasan perdesaan yang mempunyai
kesamaan dalam kegiatan ekonomi dan kesamaan sosial budaya,
cenderung untuk mengelompok dan membentuk satu pusat antar
kawasan perdesaan.

Dalam perumusan kebijaksanaan pembangunan kawasan perde-


saan yang terpadu, dilakukan usaha-usaha pengelompokan kawasan
perdesaan berdasarkan tingkat perkembangannya menjadi desa cepat
berkembang, desa potensial berkembang, dan desa tertinggal. Desa
cepat berkembang pada umumnya adalah desa yang mempunyai akses
yang relatif tinggi ke kawasan perkotaan, masyarakatnya mulai hete-
rogen, dan kegiatan ekonominya tidak tergantung kepada sektor per-
tanian saja tetapi mulai menunjukkan adanya diversifikasi kegiatan
ekonomi ke arah non-pertanian. Desa potensial berkembang adalah
desa yang aksesnya ke kawasan perkotaan terbatas, masyarakatnya
masih bergantung kepada sektor pertanian atau pertambangan, diver-
sifikasi kegiatan ekonominya masih terbatas, serta penduduknya masih
homogen. Desa tertinggal adalah kawasan perdesaan yang mempunyai
keterbatasan sumber daya alam, keterbatasan sumber daya manusia,
dan keterbatasan aksesibilitas ke pusat-pusat kegiatan ekonomi dan

IX/6
masyarakatnya sebagian besar masih berada di bawah garis kemis-
kinan.

Untuk mengurangi kesenjangan pertumbuhan dan perkembangan


antara kawasan perkotaan dan perdesaan dikembangkan pendekatan
Pembangunan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Antar Desa
(KTP2D) yang dilakukan melalui penyediaan prasarana dasar per-
desaan, seperti air bersih, persampahan, dan sanitasi di desa-desa
yang cepat berkembang dan Program Pembangunan Lingkungan Desa
Terpadu (P2LDT). P2LDT bertumpu pada peranserta masyarakat
melalui asas pembangunan partisipasi dan asas Tribina, yaitu bina
manusia, bina lingkungan dan bina usaha. Pendekatan tersebut pada
dasarnya merupakan penyediaan prasarana dan sarana dasar perdesaan
yang bertumpu kepada konsep dari masyarakat, oleh masyarakat, dan
untuk masyarakat. Pada desa-desa yang potensial berkembang dila-
kukan usaha-usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan diversi-
fikasi kegiatan ekonomi serta pembukaan jaringan transportasi untuk
meningkatkan aksesibilitas. Kebijaksanaan nasional untuk mengem-
bangkan desa-desa tertinggal dilakukan melalui program penanganan
khusus yaitu Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Pengembangan sumber daya manusia di kawasan perdesaan juga


terus dipacu agar masyarakat di kawasan perdesaan mempunyai
kesiapan untuk menghadapi segala perubahan khususnya perubahan
yang disebabkan oleh arus globalisasi. Peningkatan sumber daya
manusia di kawasan perdesaan dilakukan melalui penyebaran para
sarjana seperti tenaga kerja mandiri profesional (TKMP) dan sarjana
penggerak pembangunan di perdesaan (SP3) untuk membantu
pelaksanaan program pengembangan masyarakat di beberapa desa.
Untuk pembangunan perumahan dan permukiman di perdesaan, telah
dilatih sekitar 3.000 Tenaga Penyuluh Masyarakat dalam pemba-
ngunan perumahan dan permukiman yang terdiri dari para santri,

IX/7
pramuka dan para pemuda. Disamping itu, dikembangkan pula kader
pembangunan desa (KPD) di seluruh desa, serta kader konservasi
alam dan kelompok pelestari sumber daya alam (KPSDA) di beberapa
desa yang berfungsi sebagai penggerak, pembina, dan pembimbing
masyarakat dalam menumbuhkan dan mengembangkan prakarsa dan
keswadayaan masyarakat desa.

Secara umum, pembangunan kawasan perdesaan bertujuan untuk


memajukan kawasan perdesaan dan masyarakatnya dalam mendukung
swasembada pangan, meningkatkan produksi bahan pangan, penye-
diaan prasarana dan sarana dasar kepada masyarakat, penyediaan bahan
baku industri, meningkatkan peranserta masyarakat dalam
pembangunan perdesaan, dan mengembangkan hubungan kawasan
perdesaan dan kawasan perkotaan yang saling menunjang dan saling
menguntungkan.

Dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi rakyat di


perdesaan maka koperasi unit desa (KUD) di masing-masing keca-
matan terus ditingkatkan dan dikembangkan peranannya. Selain itu,
untuk mendukung kegiatan ekonomi rakyat di kawasan perdesaan
dibentuk lembaga penyalur kredit yang menjangkau hampir seluruh
desa yang ada serta memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat berpenghasilan rendah. Lembaga keuangan/perkreditan
desa tersebut antara lain kredit usaha rakyat kecil (KURK), badan
kredit kecamatan (BKK), lembaga perkreditan kecamatan (LPK),
lembaga perkreditan desa (LPD), lumbung pitih nagari (LPN), badan
kredit desa, bank perkreditan rakyat, serta unit pelayanan Bank
Rakyat Indonesia (BRI).

Dalam tahun ketiga Repelita VI, pola pendekatan pembangunan


yang melibatkan partisipasi dan menumbuhkan inisiatif masyarakat
dikembangkan lebih jauh dengan pembentukan lembaga sosial desa

IX/8
(LSD) di tingkat desa dan unit daerah kerja pembangunan (UDKP) di
tingkat kecamatan yang bertujuan untuk membangkitkan dan membina
prakarsa masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pemba-
ngunan desa. Fungsi LSD dikembangkan dengan memasukkan unsur
ketahanan masyarakat sehingga menjadi lembaga ketahanan masya-
rakat desa (LKMD) sebagai lembaga masyarakat yang membantu
pemerintahan desa dalam merencanakan, melaksanakan dan mengen-
dalikan pembangunan di kawasan perdesaan. Salah satu upaya untuk
memberdayakan LKMD antara lain melalui pelaksanaan Program
Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) yang
memberi kewenangan kepada LKMD untuk bertindak sebagai pemilik
dan penanggungjawab kegiatan pembangunan sarana dan prasarana di
desa.

Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat


kawasan perdesaan khususnya kaum wanita dikembangkan program
kesejahteraan keluarga (PKK). Sedangkan untuk meningkatkan ke-
mampuan, wawasan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi para
pemuda di kawasan perdesaan di bidang industri, pertanian, olahraga
dan kesenian dikembangkan wadah Karang Taruna.

Dalam pembangunan perkotaan dan perdesaan masalah kualitas


dan ketersediaan perumahan dan permukiman merupakan masalah
yang menonjol, terutama bagi penduduk berpenghasilan rendah.
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu unsur utama
kesejahteraan masyarakat disamping pangan dan sandang. Pemba-
ngunan perumahan pada hakekatnya adalah tanggung jawab masya-
rakat sendiri, namun pemerintah turut serta merintis dan membimbing
serta mengarahkan. Pembangunan perumahan dan permukiman
ditekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar,
dengan mengutamakan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Upaya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut dilaksanakan melalui

IX/9
kegiatan perintisan, yaitu pembangunan rumah sederhana (RS), rumah
sangat sederhana (RSS), perbaikan kampung, dan pemugaran peru-
mahan desa, yang bertujuan mendorong peningkatan produktivitas
penduduk di perkotaan maupun di perdesaan.

Peranan pemerintah dalam pembangunan perumahan dan per-


mukiman pada dasarnya diarahkan untuk mendorong peningkatan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perumahan dan
permukimannya, membantu masyarakat yang berpendapatan rendah,
dan menyiapkan perangkat-perangkat yang memungkinkan masyarakat
dapat menikmati prasaran dan sarana perumahan dan permukiman
dengan harga yang terjangkau sesuai dengan kemampuannya.

Dalam pembangunan permukiman dan perumahan, upaya pena-


taan bangunan amat penting artinya untuk meningkatkan keselamatan
dan efisiensi pelayanan. Peran penataan bangunan mulai dikembang-
kan terutama untuk menyusun standar keselamatan bangunan gedung.
Penyusunan standar keselamatan tersebut dimaksudkan untuk mencip-
takan tertib pembangunan dan keselamatan bangunan, baik terhadap
kerusakan sebelum waktunya maupun terhadap gempa dan kebakaran,
menjaga manfaat bangunan, dan keselamatan pengguna bangunan.

Dalam pengelolaan air limbah dikembangkan konsep pelayanan


dan pengelolaan dengan cara sanitasi setempat yang menggunakan
teknologi murah dan tepat guna. Konsep pelayanan penggunaan
jamban keluarga, mandi-cuci-kakus (MCK) dan sebagainya diterapkan
pada kawasan berkepadatan rendah dan memiliki muka air tanah
rendah. Dalam hal penanganan dengan cara sanitasi setempat sudah
tidak memadai, mulai dikembangkan sistem pengelolaan terpusat
dengan menggunakan sistem perpipaan.

IX/10
Penyediaan dan pengelolaan air bersih dikembangkan melalui
peningkatan kapasitas produksi dan pengembangan jaringan pela-
yanan. Selain itu juga dikembangkan pendekatan untuk meningkatkan
kemampuan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) baik dari segi
teknis maupun sumber daya manusianya agar Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) tersebut dapat berkembang dan menjadi salah satu
badan usaha daerah yang menguntungkan dan dapat memberikan
kontribusi kepada pembangunan daerah. Di beberapa kawasan per-
kotaan yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi sedangkan kemam-
puan keuangan PDAM terbatas dikembangkan pola kemitraan antara
pemerintah dan dunia usaha (public-private-partnership). Sedangkan
di kawasan perdesaan, kegiatan penyediaan dan pengelolaan air bersih
lebih ditekankan pada penyuluhan dan pengembangan motivasi untuk
meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengadaan air bersih yang
sesuai dengan keadaan lingkungan dan tingkat sosial ekonomi pen-
duduk setempat. Kegiatan penyuluhan tersebut didukung dengan
penyediaan bantuan sarana air bersih berupa sistem perpipaan ter-
batas, sumur pompa tangan, sumur gali, penampungan air hujan, dan
perlindungan mata air.

B. PERKOTAAN DAN PERDESAAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran umum pembangunan perkotaan dan perdesaan dalam


Repelita VI adalah makin meningkatnya secara serasi dan seimbang
peranan daerah perkotaan dan perdesaan dalam pembangunan nasional
dan pembangunan daerah, dengan meningkatnya otonomi daerah yang
nyata, dinamis dan bertanggungjawab; mantapnya keterkaitan, baik
fisik maupun sosial ekonomi, antara daerah perkotaan dan perdesaan;
tercapainya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antarwilayah,

IX/11
kawasan, desa dan kota; serta mantapnya lembaga perekonomian di
perkotaan dan perdesaan dalam menciptakan struktur perekonomian
yang lebih kuat. Sasaran lainnya adalah meningkatnya partisipasi aktif
masyarakat dalam pembangunan; meningkatnya taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat; serta meningkatnya mutu lingkungan hidup
di kawasan perkotaan dan perdesaan sehingga mendukung pemba-
ngunan berkelanjutan.

Dalam upaya itu maka sasaran pembangunan perkotaan adalah


terselenggaranya pengelolaan pembangunan perkotaan yang lebih
efektif dan efisien dalam pemanfaatan sumber daya alamnya; mengacu
pada rencana tata ruang kota yang berkualitas, termasuk pengelolaan
administrasi pertanahan yang lebih tertib dan adil, yang ditunjang oleh
kelembagaan pemerintah yang makin siap melaksanakan otonomi
daerah; makin mantapnya kemitraan pemerintah daerah dengan
masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan
perkotaan; meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan
oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan kualitas hidup penduduk
yang makin merata; berkurangnya jumlah penduduk miskin di
perkotaan; dan meningkatnya kualitas lingkungan perkotaan.

Untuk mewujudkan berbagai sasaran di atas, kebijaksanaan pem-


bangunan perkotaan dalam Repelita VI meliputi (1) mengembangkan
dan memantapkan sistem perkotaan; (2) meningkatkan kemampuan dan
produktivitas kota; (3) meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia; (4) memantapkan kelembagaan dan kemampuan keuangan
perkotaan; (5) melembagakan pengelolaan pembangunan yang teren-
cana dan terpadu; (6) memantapkan perangkat peraturan pendukung
pembangunan perkotaan; (7) serta meningkatkan kualitas lingkungan
fisik dan sosial ekonomi perkotaan.

IX/12
Sasaran pokok pembangunan perdesaan adalah tercapainya kon-
disi ekonomi rakyat di perdesaan yang kuat, mampu tumbuh secara
mandiri dan berkelanjutan; tercapainya keterkaitan perekonomian di
perdesaan dan perkotaan; terwujudnya masyarakat perdesaan yang
sejahtera; dan teratasinya masalah kemiskinan di perdesaan. Untuk
mencapai sasaran tersebut maka dalam Repelita VI dilaksanakan
percepatan pembangunan perdesaan, yang tercermin dari sasaran
meningkatnya kualitas sumber daya manusia di daerah perdesaan dilihat
dari tingkat kesejahteraan, tingkat pendidikan dan keterampilan
masyarakat yang dapat mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat
perdesaan; terciptanya struktur perekonomian yang lebih kuat,
tercermin dari peningkatan diversifikasi usaha yang menghasilkan
berbagai komoditas unggulan setempat serta didukung oleh sarana dan
prasarana perekonomian di perdesaan yang lebih mantap; makin
berkembangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat perdesaan
akan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan meningkatnya
upaya pelestarian lingkungan; makin berfungsinya lembaga pemerin-
tahan desa dan lembaga kemasyarakatan desa untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan pembangunan perdesaan; makin terjaminnya
kepastian hukum bagi masyarakat perdesaan mengenai penguasaan
dan pengusahaan tanah yang sesuai dengan hukum serta tradisi dan
adat-istiadat setempat; dan berkurangnya jumlah penduduk miskin di
perdesaan dan jumlah desa tertinggal.

Untuk mewujudkan dan mencapai berbagai sasaran di atas, di-


kembangkan kebijaksanaan pembangunan perdesaan dalam Repelita
VI dengan meningkatkan kualitas tenaga kerja di perdesaan; mening-
katkan kemampuan produksi masyarakat; mengembangkan prasarana
dan sarana di perdesaan; melembagakan pendekatan pengembangan
wilayah/kawasan terpadu; serta memperkuat lembaga pemerintahan
dan lembaga kemasyarakatan desa.

IX/13
Seiring dengan hal tersebut, sasaran lainnya adalah meningkatnya
partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan; meningkatnya taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat termasuk semakin berkurangnya
jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal baik di perkotaan maupun
di perdesaan; serta meningkatnya lingkungan hidup baik lingkungan
fisik, sosial maupun ekonomi di wilayah perkotaan dan perdesaan
sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan. Dalam rangka
pencapaian sasaran tersebut kegiatan pembangunan perkotaan dan
perdesaan dilakukan oleh hampir semua sektor pembangunan dalam
Repelita VI.

a. Pembangunan Perkotaan

Pembangunan perkotaan pada Repelita VI ditempuh melalui


berbagai kebijaksanaan antara lain dengan mengembangkan dan
memantapkan sistem perkotaan, meningkatkan kemampuan dan
produktivitas kota, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia,
memantapkan kelembagaan dan kemampuan keuangan perkotaan,
melembagakan pengelolaan pembangunan yang terencana dan
terpadu, memantapkan perangkat peraturan pendukung pembangunan
perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial
ekonomi perkotaan.

Pembangunan perkotaan dalam Repelita VI dilaksanakan melalui


berbagai program, yaitu: 1) pemantapan fungsi kota; 2) pengem-
bangan ekonomi perkotaan; 3) peningkatan pendidikan, pelatihan, dan
penyuluhan; 4) peningkatan peranserta masyarakat; 5) pemantapan
keuangan perkotaan; 6) pemantapan kelembagaan pemerintahan kota;
7) penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan perkotaan; dan 8)
pembangunan prasarana dan sarana kota.

IX/14
b. Pembangunan Perdesaan

Dalam pembangunan perdesaan ditempuh berbagai kebijaksanaan


untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di perdesaan, meningkatkan
kemampuan produksi masyarakat, mengembangkan prasarana dan
sarana di perdesaan, melembagakan pendekatan pengembangan
wilayah dan kawasan terpadu, dan memperkuat lembaga pemerintahan
dan lembaga kemasyarakatan desa.

Program pembangunan perdesaan meliputi: 1) pengembangan


pendidikan dan keterampilan masyarakat; 2) peningkatan kesehatan
masyarakat; 3) peningkatan teknologi perdesaan; 4) peningkatan
peranserta masyarakat; 5) pemantapan kelembagaan perdesaan; dan
6) peningkatan prasarana dan sarana perdesaan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Ketiga


Repelita VI

a. Pembangunan Perkotaan

Dalam tahun ketiga Repelita VI, pembangunan perkotaan dilak-


sanakan melalui program-program sebagai berikut:

1) Program Pemantapan Fungsi Kota

Pendekatan dasar program ini adalah mengembangkan kota-kota


sesuai dengan fungsi dan strukturnya dalam sistem kota-kota untuk
menjamin tercapainya penyebaran kegiatan ekonomi, pengendalian
urbanisasi dan peningkatan efisiensi pembangunan prasarana per-
kotaan.

IX/15
Untuk melaksanakan program ini, sesuai dengan sasaran yang
ada sejak Tahun I Repelita VI telah dicanangkan beberapa sub-
program yang harus dijabarkan lebih lanjut dalam proyek-proyek di
tiap departemen terkait yang berupa: (a) pengidentifikasian dan
pemantapan sistem kota-kota nasional yang dijabarkan dari Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), (b) Penataan kota untuk kota
besar yang mempunyai fungsi menunjang kegiatan ekonomi
nasional/wilayah (c) penataan kota menengah serta kota di sekitar
kawasan cepat berkembang yang berfungsi sebagai kota penyangga,
dan (d) pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana dasar bagi
masyarakat yang bertempat tinggal di kota yang terletak di luar
kawasan cepat berkembang.

Beberapa upaya untuk memantapkan fungsi kota antara lain


adalah penetapan pusat-pusat kota baik dalam skala nasional, wilayah,
dan lokal, penetapan kawasan andalan, penetapan segitiga partum-
buhan, dan pengkajian pengembangan kawasan ekonomi terpadu
(KAPET). Upaya-upaya tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan
program jangka menengah, penyusunan rencana tahunan investasi,
dan pelaksanaan investasi.

Penyediaan sarana dan prasarana perkotaan diarahkan untuk


mendukung pemantapan peranan kota, baik peranan fungsional (kota
metropolitan, kota besar, kota menengah, dan kota kecil) maupun
peranan administratif (ibukota propinsi, ibukota kabupaten, kota-
madya, ibukota kecamatan). Untuk lebih mendukung upaya peman-
tapan fungsi kota, sedang dipersiapkan suatu Strategi Nasional
Pengembangan Perkotaan serta Rencana Tindakan Pembangunan
Perkotaan yang mengarahkan pembangunan perkotaan agar mampu
memanfaatkan peluang ekonomi global, melalui pemanfaatan secara
optimal sumber daya dalam negeri. Dalam hubungan ini, sejumlah
231 kota-kota strategis di dalam 111 kawasan andalan ditingkatkan

IX/16
dan dimantapkan peran dan fungsinya. Dari jumlah tersebut terdapat
sekitar 13 kawasan andalan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang
diprioritaskan pengembangannya dengan pendekatan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).

2) Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Kota

Tujuan dari program ini adalah untuk memenuhi kebutuhan


pelayanan prasarana dan sarana bagi penduduk kota sehingga diharap-
kan kemampuan dan produktivitas kota dapat meningkat.

Penanganan pembangunan prasarana dan sarana dasar perkotaan


sejak Repelita V telah dilaksanakan melalui suatu program pena-
nganan terpadu yang disebut Integrated Urban Infrastructure
Development Program atau Program Pembangunan Prasarana Kota
Terpadu (P3KT). Penekanan program ini adalah peningkatan kemam-
puan pemerintah daerah dalam pengelolaan urusan-urusan yang menjadi
tanggungjawabnya secara otonom. Pemerintah pusat berperan
memberikan pembinaan teknis sedangkan perencanaan dan implement-
tasinya merupakan tugas dan wewenang pemerintah daerah. Sejak
awal Repelita VI, program ini telah dijabarkan dalam sub-sub pro-
gram berupa:

a) Peningkatan penyediaan jaringan listrik dan telekomunikasi,


terutama untuk kawasan khusus, seperti kawasan industri dan
kawasan cepat berkembang.

b) Pengembangan prasarana dan sarana transportasi kota yang


ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kota dalam hal penye-
diaan aksesibilitas di dalam kota, kelancaran, keamanan dan
kenyamanan pemakai jalan di dalam kota dengan tarif terjangkau.

IX/17
c) Peningkatan pelayanan air bersih kepada masyarakat kota dan
kawasan industri.

d) Peningkatan prasarana penyehatan lingkungan permukiman, se-


perti jaringan pematusan, pengolahan limbah dan persampahan.

e) Pengembangan dan perbaikan fasilitas perumahan termasuk


pengembangan kawasan perumahan berskala besar dan pemba-
ngunan kota baru.

Keseluruhan sub-sub program ini dikoordinasikan dalam bentuk


kegiatan/paket-paket proyek Urban Development Program (UDP).
UDP sekarang mencakup perkotaan di semua propinsi. Pada tahun
1996/1997 terdapat enam UDP baru yang sebagian dibiayai melalui
pinjaman luar negeri senilai $ 795,7 juta. Diharapkan pelaksanaan
fisik paket-paket UDP tersebut dapat diselesaikan pada tahun 2002.

Melalui program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT)


terlihat adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas program
pembangunan perkotaan dalam upaya peningkatan pelayanan sarana
dan prasarana perkotaan. Sebagai contoh, paket Sulawesi-Irian Jaya
UDP pada awalnya dikembangkan hanya untuk melayani 9 kota dan
pada tahun 1996/1997 program tersebut dikembangkan untuk mela-
yani 41 daerah tingkat II. Selain itu, juga dilaksanakan paket Suma-
tera-UDP yang diperuntukkan bagi pembangunan prasarana perkotaan
di 53 daerah tingkat II dengan jumlah penduduk total sebesar 5,3 juta
jiwa. Sebagai indikasi peningkatan kemampuan daerah dalam menge-
lola keuangannya maka sampai dengan tahun ketiga Repelita VI telah
disalurkan pinjaman pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk pembangunan prasarana perkotaan sebesar Rp. 503,1 milyar
yang disalurkan melalui Rekening Pinjaman Daerah (RPD).

IX/18
Untuk mengembangkan cakupan pembangunan prasarana per-
kotaan guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan, maka
unsur lingkungan hidup mulai tahun 1996/1997 dikembangkan sebagai
bagian dalam pembangunan prasaran perkotaan. Bali Urban
Infrastructure Program (BUIP) adalah salah satu pilot project pemba-
ngunan perkotaan yang melibatkan aspek lingkungan hidup (environ-
mental assesment) dan aspek penyelamatan obyek peninggalan ber-
sejarah.

3) Program Pengembangan Ekonomi Perkotaan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan investasi di sektor


ekonomi andalan dan mengembangkan kegiatan perekonomian di
perkotaan. Kegiatan ini dilakukan melalui berbagai sektor pemba-
ngunan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha
antara lain berupa (a) pemantapan ketersediaan fasilitas pasar, pusat
produksi dan fasilitas perdagangan lainnya termasuk kemudahan
prosedur dan perijinan bagi kegiatan usaha di perkotaan, (b) peman-
tapan lembaga perekonomian sekaligus peningkatan kemudahan
pencapaian fasilitas keuangan guna menunjang usaha masyarakat, (c)
pembinaan pengusaha skala menengah, kecil, dan tradisional termasuk
koperasi melalui pendekatan kemitraan, (d) perluasan kesempatan kerja
terutama bagi tenaga kerja setempat.

Pembangunan sarana perdagangan dan jasa perkotaan meningkat


pesat seiring dengan bertambahnya permukiman baru dan meningkat-
nya kemampuan perkonomian masyarakat perkotaan. Melalui pro-
gram Inpres Pasar dibangun fasilitas perdagangan bagi kota-kota
kecamatan, sedangkan pada kota-kota sedang dan besar dibangun
pasar oleh pemerintah daerah, perusahaan daerah, atau dunia usaha
dengan mendayagunakan potensi masyarakat setempat.

IX/19
Pengembangan ekonomi perkotaan dilaksanakan melalui intensifi-
kasi dan ekstensifikasi kegiatan produksi yang berada di perkotaan.
Selain itu, juga dilaksanakan investasi di bidang prasarana dan sarana
transportasi perkotaan untuk memberikan kemudahan kepada proses
koleksi dan distribusi di perkotaan.

4) Program Peningkatan Peranserta Masyarakat

Program ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat


dalam proses pembangunan perkotaan, mulai dari tahap perencanaan
sampai pada proses pelaksanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat
dalam pembangunan perkotaan ini termasuk di dalamnya partisipasi
swasta atau dunia usaha.

Sampai dengan tahun ketiga Repelita VI, sekitar 48 kota diper-


siapkan untuk dikembangkan pelayanan sarana air bersihnya melalui
kerjasama kemitraan dengan swasta, 12 kota untuk pengembangan
kemitraan dalam pengelolaan persampahan dan 8 kota untuk pena-
nganan air limbah. Jakarta dan Medan telah mengembangkan kerja-
sama kemitraan dengan swasta dalam pengelolaan pelayanan air bersih.

Peranan swasta dan masyarakat semakin menonjol dalam pengem-


bangan kota-kota satelit dan kota baru. Sampai dengan tahun ketiga
Repelita VI, telah dibangun sekitar 12 kota-kota satelit dan kota baru
terutama di sekitar kota-kota besar. Dengan tersedianya pelayanan
yang lebih baik pada kota-kota satelit dan kota baru tersebut, maka
tekanan urbanisasi pada kota induk akan semakin berkurang dan
lapangan pekerjaan baru akan semakin berkembang.

Sejak awal tahun 1990 pola kemitraan swasta dan pemerintah


telah dirintis melalui berbagai pembangunan prasarana untuk penye-

IX/20
diaan air bersih, pengelolaan persampahan, transportasi khususnya
jalan tol, dan telekomunikasi. Perkembangan kemitraan ini terlihat
semakin nyata di berbagai kota besar di Indonesia. Untuk mengantisi-
pasi keadaan ini telah dilakukan berbagai pelatihan bagi aparat kota.
Bila pada tahun 1995/1996 telah diadakan 6 kegiatan baik berupa
konperensi ataupun pelatihan dengan keseluruhan peserta 87 orang,
pada tahun 1996/1997 seluruh peserta meningkat menjadi 233 orang.
Berbagai jenis pelatihan ini berupa: Public Private Partnership
Seminar, Strategic Public Sector Negotiation, Workshop Public
Private Partnership in Finance and Provision Environmental Services.
Di samping itu program pemberian penghargaan ADIPURA dikem-
bangkan sebagai upaya untuk meningkatkan peranserta masyarakat
dalam memelihara kebersihan dan keindahan kawasan perkotaan.
Pada tahun 1996/1997 telah diberikan penghargaan ADIPURA kepada
263 kota, suatu peningkatan sebanyak 50 kota dibandingkan dengan
tahun 1995/1996.

5) Program Pemantapan Keuangan Perkotaan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah


kota dan meningkatkan efisiensi penggunaannya. Hal ini sangat
diperlukan mengingat kebutuhan pembiayaan pembangunan perkotaan
yang semakin meningkat.

Penanganan program pemantapan keuangan perkotaan dirinci


dalam beberapa sub-program berupa: (1) penyempurnaan dan per-
baikan sistem bantuan kepada pemerintah kota berdasarkan kebutuhan
pembangunan di perkotaan dan potensi sumber dana lokal serta
kemampuannya untuk meminjam, (2) peningkatan pendapatan kota
untuk kepentingan pembangunan perkotaan, (3) penyempurnaan dan
penyederhanaan mekanisme pinjaman untuk pembiayaan pemba-

IX/21
ngunan, dan (4) mobilisasi tabungan masyarakat setempat dan dunia
usaha.

Dalam menjabarkan program-program diatas upaya yang telah


dilakukan antara lain: a) menyusun rencana tindakan untuk menaikkan
pendapatan pemerintah kota melalui rencana tindakan perbaikan
pendapatan atau Revenue Improvement Action Plan (RIAP), terutama
di kota-kota yang terlibat dalam pelaksanaan program pembangunan
prasarana kota terpadu; dan b) penyempurnaan sistem alokasi dana
pinjaman untuk pemerintah kota dan daerah serta menyempurnakan
mekanismenya untuk pemerintah daerah atau perusahaan daerah.

Untuk menangani program pemantapan keuangan perkotaan disini


selain dilakukan studi untuk melihat potensi dan tindakan untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah melalui studi RIAP juga dilaku-
kan pelatihan untuk itu. Jumlah peserta pelatihan untuk mengimple-
mentasi RIAP ini pada tahun 1995/1996 adalah 35 orang dari
beberapa pemerintah daerah. Disamping itu juga dilakukan pelatihan
dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Akuntansi dan Manajemen seba-
nyak 53 orang peserta dari pemerintah daerah.

6) Program Kelembagaan Pemerintah Kota

Program ini bertujuan untuk mendorong pelaksanaan pemba-


ngunan perkotaan secara mandiri oleh pemerintah kota. Kegiatan yang
telah dilakukan adalah penyempurnaan fungsi dan struktur kelem-
bagaan pemerintahan kota antara lain peningkatan status pemerintahan
kota administratif menjadi kotamadya di Mataram, Denpasar, dan
Bitung. Pada tahun 1996/1997 dilakukan peningkatan status dari kota
administratip menjadi kotamadya di Kupang dan Bekasi; peningkatan
kemampuan aparat pemerintah kota; peningkatan kerjasama antar
pemerintahan kota antara lain melalui Badan Kerja Sama Antar Kota

IX/22
Seluruh Indonessia (BKS-AKSI); dan penyiapan kelembagaan bagi
terselenggaranya kerjasama pemerintah kota dengan masyarakat dan
dunia usaha. Untuk itu program kerjasama antar kota antar negara
terus dikembangkan seperti kerjasama antara Jakarta-Casablanca,
Jakarta-Tokyo, dan Bandung-Braunsweig.

Dalam rangka penyempurnaan kelembagaan pemerintah kota, di


beberapa kota dibentuk dan dikembangkan dinas-dinas baru sesuai
dengan kondisi dan kebutuhannya. Dalam kaitan dengan pelaksanaan
P3KT dikembangkan program pemantapan kelembagaan di perkotaan
melalui Local Institution Development Action Plan (LIDAP). Untuk
itu sejak tahun 1995/1996 telah dilakukan implementasi dan ujicoba
LIDAP melalui pelatihan terhadap 26 orang peserta dari beberapa
pemerintah daerah.

7) Program Penataan Ruang, Pertanahan, dan Lingkungan

Program ini bertujuan untuk memelihara lingkungan perkotaan


dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Kegiatan yang
dilakukan antara lain adalah penyusunan rencana tata ruang kota dan
rencana detail tata ruang kota; peningkatan pengawasan pelaksanaan
rencana tata ruang kota; peningkatan administrasi, pelayanan, dan
tertib hukum pertanahan; penyusunan rencana tata bangunan dan
lingkungan (RTBL), penghijauan, serta Program Kali Bersih (Prokasih).

Dari tahun 1995/1996 hingga tahun 1996/1997 74 kotamadya


telah mempunyai Rencana Induk Pembangunan Prasarana. Sampai
dengan tahun 1996/1997 dari 113 kotamadya di Indonesia, 37 kota-
madya telah menyiapkan Rencana Program Pembangunan Jangka
Menengah. Penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan terse-
but sebagian besar dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dengan

IX/23
pembinaan teknis oleh Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional
(BKTRN).

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat perkotaan terhadap


pentingnya kelestarian lingkungan hidup di perkotaan maka dilak-
sanakan penghargaan Adipura. Kota yang telah berhasil mendapatkan
penghargaan ADIPURA dapat dilihat pada program Pembinaan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

b. Pembangunan Perdesaan

Pembangunan perdesaan yang dilaksanakan pada tahun ketiga


Repelita VI ini melalui berbagai programnya pada garis besarnya
adalah sebagai berikut:

1) Program Pengembangan Pendidikan dan Keterampilan


Masyarakat

Program ini diselenggarakan oleh berbagai sektor di daerah


perdesaan dan dilaksanakan dalam rangka mengembangkan kemam-
puan masyarakat perdesaan. Upaya sektor pendidikan dilaksanakan
melalui kegiatan wajib belajar sembilan tahun, pelatihan kader
pembangunan desa (KPD), dan pelatihan kepada Ketua LKMD
kategori II yang terutama diarahkan ke desa-desa tertinggal.

Di bidang ketenagakerjaan, diselenggarakan pelatihan-pelatihan


ketenagakerjaan seperti pelatihan perencanaan partisipasi pemba-
ngunan masyarakat desa (P3MD) dan latihan-latihan pembangunan
desa terpadu (PTD) yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat.
Sementara itu, sektor-sektor teknis terlibat pula dalam penyuluhan-
penyuluhan lapangan dan penyediaan tenaga pembimbing baik yang

IX/24
berhubungan dengan peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat,
maupun pengelolaan sumber-sumber daya alam.

2) Program Peningkatan Perekonomian Rakyat

Usaha peningkatan perekonomian rakyat perdesaan antara lain


dilaksanakan melalui bimbingan pengelolaan dan pemasaran barang
dan jasa, pemberian bantuan modal usaha, penyuluhan produksi
pertanian, pertambangan, kehutanan, pariwisata, dan perdagangan.
Selain itu pembinaan industri-industri kecil dan industri rumah tangga
juga semakin digalakkan, demikian juga usaha-usaha koperasi sema-
kin diperluas.

Pengembangan perekonomian desa dilaksanakan antara lain


melalui pemanfaatan sumber daya alam perdesaan dengan senantiasa
mempertahankan kelestarian lingkungan; pengembangan teknologi
tepat guna untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi masya-
rakat; meningkatkan keanekaragaman hasil produksi; serta pengem-
bangan lembaga perekonomian di desa, seperti koperasi perdesaan/
KUD, lembaga keuangan/perkreditan, dan lembaga pemasaran
perdesaan. Pada tahun 1996/1997 telah dilakukan kegiatan perintisan
penumbuhan 622 usaha ekonomi desa simpan pinjam (UED-SP) yang
pelaksanaannya dilakukan secara selektif dengan melakukan pelatihan
157 orang tenaga asistensi untuk pembinaan dan pengawasan kegiatan
UED-SP, pelatihan kepada 1.866 calon pengelola UED-SP, dan
pemberian bantuan modal sebesar Rp. 6,5 juta per UED-SP kepada
332 UED-SP di desa non IDT. Khusus untuk desa tertinggal, pada
tahun 1995/1996 telah dilaksanakan Pembangunan Prasarana Pen-
dukung Desa Tertinggal (P3DT) di 2.050 desa dan pada tahun
1996/1997 dilaksanakan P3DT di 3.241 desa.

IX/25
3) Program Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Program ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan derajat


kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Berbagai sektor telah melak-
sanakan kegiatannya dalam tahun 1996/1997, antara lain melalui
upaya peningkatan gizi keluarga dengan penganekaragaman pangan,
gerakan kebersihan lingkungan, penyuluhan kesehatan masyarakat,
peningkatan kegiatan pos pelayanan terpadu, peningkatan jumlah
dokter dan bidan desa, peningkatan program keluarga sejahtera, serta
pemberian makanan tambahan-anak sekolah (PMT-AS). Pada tahun
anggaran 1996/1997 telah dilaksanakan PMT-AS di 18.518 sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah yang melayani 2,3 juta murid yang
bertempat tinggal di 14.445 desa tertinggal.

4) Program Peningkatan Teknologi Perdesaan

Dalam tahun 1996/1997 melalui program ini dilakukan berbagai


penelitian dan penerapan teknologi tepat guna, khususnya yang
berkaitan dengan bidang pertanian serta lingkungan, dan pemanfaatan
sumber daya alam setempat. Pemanfaatan energi alternatif yang
dipandang tepat bagi wilayah perdesaan seperti energi surya, energi
angin, biogas, serta energi air mulai diujicobakan di beberapa desa.

5) Program Peningkatan Peranserta Masyarakat Perdesaan

Program ini antara lain diwujudkan melalui kegiatan penyediaan


sarana dan prasarana perdesaan yang secara khusus menggunakan
pendekatan peranserta masyarakat dalam pelaksanaannya seperti
dalam proyek Water Supply and Sanitation for Low Income
Community (WSSLIC) bantuan Bank Dunia, proyek-proyek air bersih
dan sanitasi bantuan Bank Pembangunan Asia, proyek bantuan United
Nations International Childrens Emergency Fund (UNICEF), dan

IX/26
proyek-proyek perbaikan irigasi desa. Lembaga Ketahanan Masya-
rakat Desa (LKMD) sebagai organisasi kemasyarakatan di perdesaan,
berperan sebagai pelaksana atau pengawas kegiatan-kegiatan tersebut.
Untuk pengawasan kesehatan dan kualitas lingkungan, PKK diikut-
sertakan dalam kegiatan tersebut.

6) Program Pemantapan Kelembagaan Perdesaan

Program ini dilaksanakan antara lain melalui kegiatan pening-


katan kemampuan aparatur pemerintah desa dan petugas teknis di desa
seperti juru pengairan dan penyuluh pertanian lapangan, penguatan
kelembagaan masyarakat desa seperti LKMD dan lembaga adat,
pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat desa, dan
pemantapan keterpaduan pembangunan desa melalui forum musya-
warah pembangunan desa.

Untuk memantapkan berfungsinya kelembagaan desa maka sejak


tahun 1994/1995 Bantuan Inpres Desa ditingkatkan dari Rp.
5.500.000 per desa per tahun menjadi Rp. 6.000.000 per desa per
tahun, dan pada tahun 1996/1997 bantuan tersebut ditingkatkan lagi
menjadi Rp. 6.500.000 per desa per tahun. Dalam bantuan Inpres
Desa termasuk bantuan untuk PKK, serta pembinaan anak dan remaja.
Mulai tahun 1995/1996 dikembangkan upaya perkuatan Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) untuk melaksanakan pemba-
ngunan prasarana dan sarana serta pemeliharaannya dalam P3DT.

7) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Perdesaan

Program ini adalah upaya dalam rangka meningkatkan pemba-


ngunan di desa dengan membangun pelayanan dasar yang terjangkau
oleh masyarakat desa secara lebih merata. Pada tahun 1996/1997
dilaksanakan antara lain kegiatan pembangunan prasarana dan sarana

IX/27
perhubungan; sarana pemasaran hasil produksi; sarana komunikasi
sederhana untuk memperlancar arus informasi pembangunan ke desa
dan mempererat hubungan fungsional antar desa; fasilitas pendidikan
dasar dan kesehatan, termasuk SD, sarana air bersih dan penyehatan
lingkungan; jaringan irigasi sederhana; listrik desa untuk meningkatkan
produktivitas dan memungkinkan diversifikasi kegiatan masya-
rakat; dan balai latihan kerja perdesaan untuk meningkatkan keteram-
pilan dan kemampuan berusaha.

Dalam rangka pengembangan prasarana dan sarana perhubungan


desa, telah dibentuk unit pengelola sarana (UPS) dan kelompok
pengelola sarana (KPS) dalam penentuan kebutuhan prasarana dan
sarana perhubungan, serta tersusunnya rencana pembangunan desa
bidang prasarana dan sarana perhubungan desa.

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan dalam rangka


mempertahankan swasembada beras, selama tahun 1994/1995 telah
ditangani 154.492 hektar irigasi desa di Propinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Pada tahun 1995/1996, penanganan
irigasi desa ditingkatkan hingga mencakup seluruh propinsi, kecuali
DKI Jakarta dan Irian Jaya, dengan total luas penanganan sebesar
456.847 hektar. Luas penanganan irigasi desa pada tahun 1996/1997
sebesar 477.520 ha di 26 propinsi.

Penyelenggaraan kegiatan penyediaan dan pengelolaan air bersih


perdesaan lebih ditekankan pada penyuluhan dan pengembangan
motivasi untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengadaan
air bersih yang sesuai dengan keadaan lingkungan dan tingkat sosial
ekonomi penduduk setempat. Kegiatan penyuluhan tersebut juga
didukung dengan penyediaan bantuan sarana air bersih berupa sistem
perpipaan terbatas, sumur pompa tangan, sumur gali, penampungan
air hujan, dan perlindungan mata air. Pada tahun 1994/1995 telah

IX/28
dilaksanakan kegiatan penyediaan air bersih untuk melayani 200,1
ribu penduduk desa, pada tahun 1995/1996 melayani 870,5 ribu
penduduk desa, dan pada tahun 1996/1997 melayani 1.360 ribu
penduduk desa (Tabel IX-10).

Selain itu telah ditingkatkan pengelolaan air bersih perdesaan


melalui pembangunan sumur, penampungan air hujan (PAH), dan
perlindungan mata air (PMA). Pada tahun 1994/1995 dibangun sumur
sebanyak 4.352 buah, pada tahun 1995/1996 meningkat menjadi
16.357 buah, dan pada tahun 1996/1997 dibangun 15.603 buah.
Penurunan jumlah pembuatan sumur pada tahun 1996/1997 terjadi
karena adanya pergeseran penyediaan air bersih perdesaan yang
dilaksanakan melalui penyediaan sarana hidran umum dan penam-
pungan air hujan. Pembangunan sarana PAH meningkat dari 603 buah
pada tahun 1994/1995 menjadi 1.021 buah pada tahun 1995/1996, dan
meningkat menjadi 3.813 buah pada tahun 1996/1997. Perlindungan
mata air terus ditingkatkan, pada tahun 1994/1995 sebanyak 51 buah,
pada tahun 1995/1996 sebanyak 68 buah, dan meningkat menjadi 199
buah pada tahun 1996/1997 (Tabel IX-10).

C. PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam Repelita VI


diarahkan pada semakin meratanya pemenuhan kebutuhan prasarana
dan sarana perumahan dan permukiman dengan kualitas hunian serta
pelayanan prasarana dasar yang layak dan terjangkau terutama oleh
masyarakat berpenghasilan rendah; makin efisien dan makin efek-
tifnya pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; meningkatnya peranserta

IX/29
masyarakat, koperasi, dan dunia usaha dalam penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan permukiman termasuk pendanaannya;
makin meningkatnya kesempatan usaha dan lapangan kerja dalam
industri penunjang pembangunan perumahan dan permukiman, seiring
dengan pengembangan perumahan dan permukiman; dan terciptanya
lingkungan perumahan dan permukiman yang layak, bersih, sehat,
dan aman dengan segala fasilitas lingkungan permukimannya.

Di dalam pelaksanaannya, pembangunan perumahan dan permu-


kiman dilakukan dengan mengupayakan dan menumbuhkan aspek
kemandirian masyarakat melalui pola kerja sama dan kemitraan yang
saling menguntungkan.

Secara kuantitatif, sasaran yang ingin dicapai dalam rangka


pembangunan perumahan bagi rakyat adalah pengadaan lebih kurang
500.000 unit rumah meliputi rumah sangat sederhana (RSS) dan
rumah sederhana (RS); perbaikan kawasan kumuh seluas 21.250
hektar di 125 kota di kawasan yang kepadatannya cukup tinggi;
peremajaan kawasan kumuh seluas 750 hektar; serta pemugaran
perumahan dan permukiman di 20.622 desa.

Dalam Repelita VI direncanakan dibangun prasarana air bersih,


dengan peningkatan kapasitas produksi air bersih sebesar 30.000 liter
per detik di perkotaan yang dapat menambah pelayanan air bersih di
perdesaan di 22.000 desa dengan jumlah penduduk terlayani sebesar
lebih dari 16,5 juta orang penduduk desa.

Kebijaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman dalam


Repelita VI pada pokoknya adalah menyelenggarakan pembangunan
perumahan dan permukiman yang terjangkau oleh masyarakat luas;
menyelenggarakan pembangunan perumahan dan permukiman yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; meningkatkan peranserta

IX/30
masyarakat dalam penyediaan pelayanan perumahan dan permukiman;
mengembangkan sistem pendanaan perumahan dan permukiman teru-
tama yang dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah; me-
mantapkan pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman
secara terpadu; dan mengembangkan perangkat peraturan perundang-
undangan pendukung.

Untuk mewujudkan berbagai sasaran dan melaksanakan berbagai


kebijaksanaan tersebut di atas, dikembangkan beberapa program yang
terdiri atas program pokok dan program penunjang. Program pokok
terdiri atas: a) penyediaan perumahan dan permukiman; b) perbaikan
perumahan dan permukiman; c) penyehatan lingkungan permukiman;
d) penyediaan dan pengelolaan air bersih; e) penataan kota; serta f)
penataan bangunan. Program penunjang terdiri atas: a) pengembangan
hukum di bidang perumahan dan permukiman; b) penelitian dan
pengembangan perumahan dan permukiman; c) penyelamatan hutan,
tanah, dan air; d) penataan ruang; e) penataan pertanahan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Ketiga


Repelita VI

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam tahun ketiga


Repelita VI dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut:

a. Program Pokok

1) Program Penyediaan Perumahan dan Permukiman

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan


keluarga dan masyarakat, meningkatkan kemandirian dan kesetia-
kawanan sosial masyarakat, merangsang pertumbuhan ekonomi
masyarakat perdesaan, dan membantu serta mendorong masyarakat

IX/31
perdesaan untuk meningkatkan kualitas perumahan dan permu-
kimannya.

Program ini meliputi penyiapan dan penyediaan kawasan siap


bangun/lingkungan siap bangun (Kasiba/Lisiba), pengadaan rumah
sangat sederhana (RSS) dan rumah sederhana (RS), pengadaan rumah
susun sederhana dan rumah susun sewa, dan pembangunan kawasan
terpilih pusat pengembangan desa (KTP2D).

Dalam rangka menjamin ketersediaan lahan untuk pembangunan


perumahan dan permukiman skala besar, telah dirintis pembangunan
Kasiba/Lisiba di Driyorejo, Surabaya dengan luas lahan 1.200 ha
yang dilaksanakan oleh Perum Perumnas. Proyek tersebut mencakup
kegiatan fisik pembangunan perumahan dan permukiman dan kegiatan
penyiapan perangkat lunak berupa pembentukan badan hukum
(kelembagaan), manajemen pertanahan, pembangunan prasarana, dan
manajemen pembiayaan dalam pembangunan perumahan dan per-
mukiman. Selain itu, proyek tersebut juga merupakan ajang uji coba
untuk mendapatkan masukan teknis dan non-teknis dalam pengelolaan
Kasiba/Lisiba.

Penyediaan perumahan sederhana dan sangat sederhana (RS/RSS)


terus ditingkatkan melalui penerapan pola pembangunan hunian
berimbang (1:3:6), penyediaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
bersubsidi dengan suku bunga 8% - 14% per tahun, bantuan prasarana
dan sarana dasar permukiman bagi RS/RSS yang di bangun oleh
Perum Perumnas dan koperasi, dan keringanan berupa pembebasan
retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan pungutan-pungutan lain
yang dikenakan atas pembangunan RS/RSS.

Dalam tahun ketiga Repelita VI pemerintah menyediakan Rp.


771 milyar untuk pemberian fasilitas KPR rumah sederhana (RS) dan

IX/32
rumah sangat sederhana (RSS), yang terdiri dari Rp. 396 milyar untuk
82.500 unit RSS dan Rp. 375 milyar untuk 30.750 unit RS.

Realisasi pembangunan perumahan sederhana (RS) dan peru-


mahan sangat sederhana (RSS) melalui KPR-BTN hingga tahun ketiga
Repelita VI telah mencapai 422.801 unit atau 84,56% dari target
pembangunan RS/RSS sebesar 500.000 unit dalam Repelita VI.
Hingga tahun ketiga Repelita VI ini sebanyak 280.797 unit RS/RSS
dibangun oleh pengembang swasta dan sebanyak 142.004 unit
RS/RSS oleh Perum Perumnas (Tabel IX-1). Pembangunan RS/RSS
oleh Perum Perumnas dan koperasi pegawai mendapat dukungan
pemerintah berupa penyediaan prasarana dan sarana dasar yang
meliputi pembuatan jalan lingkungan, saluran pembuangan air hujan,
dan gorong-gorong. Hal ini dilakukan agar harga jual rumah tipe
RS/RSS tersebut tetap terjangkau oleh daya beli masyarakat berpeng-
hasilan rendah.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan tempat tinggal para pekerja


berpendapatan rendah, terutama pekerja industri dan perdagangan
dilaksanakan pembangunan rumah susun sewa melalui pemberian
Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) kepada Perum Perumnas.
Dalam pelaksanaannya Perum Perumnas melakukan kemitraan dengan
pemerintah daerah, pengusaha industri, dan organisasi pekerja untuk
mewujudkan rumah susun sewa. Hingga tahun ketiga Repelita VI
telah dilaksanakan pembangunan rumah susun sewa sebanyak 2.433
unit di berbagai kota dan pusat-pusat kegiatan industri serta
perdagangan, antara lain di Warugunung-Karang Pilang, Surabaya;
Ujung Pandang; Batam; Tangerang; dan Jakarta.

Pembangunan kawasan terpilih pusat pengembangan desa


(KTP2D) dilakukan melalui penyediaan prasarana dasar permukiman
perdesaan seperti air bersih, persampahan, dan sanitasi di desa-desa

IX/33
yang cepat berkembang. Dalam tahun anggaran 1994/1995 telah
berhasil dibangun prasarana dasar permukiman di 346 kawasan,
dalam tahun anggaran 1995/1996 menjangkau 216 kawasan, dan pada
tahun anggaran 1996/1997 di 264 kawasan pusat pertumbuhan (Tabel
IX-2).

Untuk lebih menggairahkan pembangunan perumahan dan per-


mukiman telah diterbitkan PP No. 41 tahun 1996 yang memungkinkan
warga asing memiliki rumah di Indonesia dan UU No. 4 tahun 1996
tentang hak tanggungan pengembangan bisnis dan pembiayaan sektor
properti di Indonesia sebagai pengganti lembaga hipotik dan
credietverband, yang memberi jaminan hukum kepada pengembang,
bank, dan pemilik atas bangunan, baik berupa hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah negara.

2) Program Perbaikan Perumahan dan Permukiman

Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan dan


kehidupan masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah
melalui perbaikan dan peremajaan kawasan kumuh di kawasan
perkotaan yang kepadatannya cukup tinggi, dan pemugaran peru-
mahan dan permukiman di desa-desa tertinggal. Kegiatan program ini
diselenggarakan dengan pendekatan Tribina (bina manusia, bina
lingkungan, dan bina usaha).

Dalam tahun anggaran 1994/1995 telah dilaksanakan perbaikan


lingkungan perumahan kota/perbaikan kampung di 228 kota seluas
7.299,0 hektar serta melayani 697,2 ribu penduduk; pada tahun
anggaran 1995/1996 di 228 kota seluas 5.471 hektar serta melayani
594,9 ribu penduduk, dan pada tahun anggaran 1996/1997 di 221 kota
seluas 3.561 hektar yang memberi manfaat kepada 797,4 ribu penduduk
(Tabel IX-3).

IX/34
Peremajaan kota dilakukan terhadap kawasan kumuh di kawasan
perkotaan yang berkepadatan tinggi melalui pembangunan rumah
susun sewa beserta prasarananya. Kegiatan ini dilaksanakan di kota-
kota besar, seperti DKI Jakarta, Semarang, Surabaya. Dalam tahun
anggaran 1994/1995 telah berhasil diremajakan kawasan kumuh seluas
78 hektar; dalam tahun anggaran 1995/1996 seluas 221 hektar; dan
pada tahun anggaran 1996/1997 seluas 94 hektar.

Program Pembangunan Perumahan dan Lingkungan Desa


(P2LDT) pada Repelita VI dikembangkan lebih lanjut menjadi
Bantuan Pemugaran Perumahan dan Permukiman Perdesaan (BP4).
Rencana pencapaian pada Repelita VI adalah pemugaran perumahan
dan permukiman perdesaan di 20.622 desa. Dalam tahun anggaran
1994/1995 berhasil dipugar sebanyak 45.206 unit rumah yang tersebar
3.171 desa; pada tahun 1995/1996 sebanyak 48.714 unit rumah di
4.351 desa; dan pada tahun 1996/1997 dipugar 21.426 unit rumah di
1.905 desa (Tabel IX-4).

3) Program Penyehatan Lingkungan Permukiman

Program ini mencakup pengelolaan air limbah, pengelolaan


persampahan, dan penanganan drainase. Tujuan dari program ini adalah
untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungannya,
mengendalikan pengumpulan dan pembuangan atau pemusnahan
limbah padat, dan menciptakan lingkungan yang aman dari genangan
maupun luapan sungai, banjir kiriman, dan hujan lokal.

a) Pengelolaan Air Limbah

Pada tahun 1994/1995 telah dilaksanakan pengelolaan air limbah


perkotaan di 102 kota yang melayani 2.656,7 ribu penduduk; tahun
1995/1996 dilaksanakan di 99 kota yang melayani 2.325,8 ribu

IX/35
penduduk; dan tahun 1996/1997 dilaksanakan di 74 kota yang
melayani 1.629,5 ribu penduduk. Pada tahun 1994/1995 telah
dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berkapasitas
11.500 M3/hari di Yogyakarta yang dapat memberi pelayanan kepada
110 ribu penduduk Kotamadya Yogyakarta, mengamankan badan-badan
air dari pencemaran, dan mendorong tumbuhnya kebiasaan hidup sehat.
Sampai dengan tahun ketiga Repelita VI pengelolaan air limbah
perkotaan telah dilaksanakan di 275 kota dan melayani 6,612 juta
penduduk (Tabel IX-5).

Pengelolaan air limbah perdesaan dilakukan dengan sistem


pengelolaan setempat yang mencakup Jamban Keluarga (JAGA),
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL), dan Mandi Cuci Kakus
(MCK). Pada tahun 1994/1995 pengelolaan air limbah perdesaan
dilaksanakan di 2.191 desa yang meliputi JAGA sebanyak 114.996
unit, SPAL 1.355 unit, dan MCK 918 unit serta melayani 906,4 ribu
penduduk perdesaan. Pada tahun 1995/1996 dilaksanakan di 2.071
desa yang meliputi JAGA sebanyak 63.456 unit, SPAL 2.002 unit, dan
MCK 3.089 unit. Sistem pengelolaan setempat tersebut mampu
melayani sekitar 767,3 ribu penduduk. Pada tahun 1996/1997
pengelolaan air limbah perdesaan dilaksanakan di 2.411 desa yang
meliputi JAGA 40.881 unit, SPAL 3.162 unit, dan MCK 1.178 unit,
serta mampu melayani 426,5 ribu penduduk. Dengan demikian
pengelolaan air limbah perdesaan melalui pengelolaan setempat
hingga tahun ketiga Repelita VI telah dilaksanakan di 6.673 desa serta
melayani 2,1 juta penduduk (Tabel IX-8).

Selain itu, program pengelolaan air limbah juga melayani desa-


desa tertinggal melalui penyediaan fasilitas MCK. Pada tahun
1995/1996 telah disediakan 1.908 unit MCK di 282 desa tertinggal,
dan pada tahun 1996/1997 berhasil dibangun 3.255 unit MCK di 620
desa tertinggal.

IX/36
b) Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan persampahan di kawasan perkotaan meliputi penye-


diaan prasarana pengelolaan persampahan sistem kota dan pembinaan
pengelolaan persampahan sistem modul. Kegiatan ini ditekankan
kepada pengangkutan dan pembuangan sampah kota melalui peng-
gunaan peralatan mekanis persampahan.

Pada tahun 1994/1995 pengelolaan persampahan dilaksanakan di


160 kota dan melayani sekitar 3.220,0 ribu jiwa penduduk; pada tahun
1995/1996 dilaksanakan di 107 kota dan melayani 2.560,0 ribu jiwa
penduduk; dan pada tahun 1996/1997 pengelolaan persampahan
dilaksanakan di 101 kota dengan penduduk terlayani sekitar 2.447,0
ribu jiwa. Dengan demikian hingga tahun ketiga Repelita VI,
pengelolaan persampahan telah dilaksanakan di 368 kota serta melayani
sekitar 8,227 juta penduduk (Tabel IX-6).

c) Penanganan Drainase

Penanganan drainase di kawasan perkotaan mencakup pemba-


ngunan sistem drainase makro dan mikro. Drainase makro dilak-
sanakan untuk mengatasi banjir rutin dan banjir potensial, sedangkan
drainase mikro dilaksanakan di kawasan-kawasan kota yang rutin
mengalami genangan.

Pada tahun 1994/1995 telah dilaksanakan penanganan drainase di


159 kota serta melayani 625 ribu penduduk; pada tahun 1995/1996
dilaksanakan di 133 kota, terutama di kota metropolitan, kota besar,
dan kota sedang, yang melayani kurang lebih 2.646,9 juta penduduk;
pada tahun 1996/1997 dilaksanakan di 129 kota yang melayani 627,1
ribu jiwa penduduk. Dengan demikian hingga tahun ketiga Repelita

IX/37
VI, penanganan drainase telah dilaksanakan di 421 kota serta
melayani kurang lebih 3,899 juta penduduk (Tabel IX-7).

4) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

Program ini meliputi kegiatan peningkatan kapasitas produksi,


perluasan pelayanan air bersih, serta penurunan tingkat kebocoran
pada jaringan distribusi perpipaan baik yang berada di kawasan
perkotaan maupun yang berada di kawasan perdesaan.

Pada tahun 1994/1995 kapasitas produksi air bersih perpipaan di


kawasan perkotaan ditingkatkan sebesar 8.729 liter/detik yang
melayani 378.835 sambungan rumah, 6.719 hidran umum, dan
3.323,4 ribu penduduk; pada tahun 1995/1996 kapasitas tersebut
ditingkatkan 4.528 liter/detik yang melayani 360.596 sambungan
rumah, 15.970 hidran umum, dan 4.121,3 ribu penduduk; pada tahun
1996/1997 kapasitas produksi air bersih perpipaan ditingkatkan lagi
menjadi 7.281 liter/detik, dengan sambungan rumah sebanyak
256.106 unit, 2.980 hidran umum serta melayani sekitar 2.153,4 ribu
penduduk. Penurunan jumlah penduduk yang dilayani pada tahun
1996/1997 disebabkan oleh titik berat tahun anggaran 1996/1997
adalah peningkatan kapasitas produksi air bersih, dan diharapkan pada
tahun anggaran berikutnya dapat diikuti dengan peningkatan sam-
bungan rumah. Selama tiga tahun Repelita VI telah ditingkatkan
kapasitas produksi air bersih perpipaan di kawasan perkotaan sebesar
20.538 liter/detik, sambungan rumah 1.004.537 unit, dan hidran
umum 25.669 unit dengan penduduk terlayani sebanyak 9.598,5 ribu
jiwa (Tabel IX-9).

Pada tahun 1994/1995 telah dilaksanakan penyediaan air bersih


perdesaan dengan penggunaan teknologi sederhana melalui pembuatan
sumur sebanyak 4.352 buah, penampungan air hujan (PAH) 603

IX/38
buah, dan perlindungan mata air (PMA) 51 buah yang keseluruhannya
melayani 200,1 ribu penduduk. Pada tahun 1995/1996 melalui
teknologi sederhana dilaksanakan peningkatan kapasitas produksi air
bersih perdesaan sebesar 163 liter/detik, hidran umum sebanyak 1.775
buah, pembuatan sumur sebanyak 16.357 buah, PAH 1.021 buah, PMA
68 buah dan melayani 870,5 ribu penduduk. Pada tahun 1996/1997
kapasitas produksi air bersih perdesaan ditingkatkan 665.2 liter/detik,
hidran umum sebanyak 3.601 buah, pembuatan sumur sebanyak 15.603
buah, PAH 3.813 buah, dan PMA 199 buah yang keseluruhan
penyediaan air bersih tersebut mampu melayani 1.360 ribu penduduk
(Tabel IX-10).

Dalam rangka pengentasan kemiskinan, khususnya di desa-desa


tertinggal, telah dilaksanakan pembangunan air bersih dengan sistem
penyediaan air bersih sederhana (SIPAS). Untuk menjaga kesinam-
bungan pengelolaan air bersih tersebut maka pelaksanaan penyediaan
air bersih sederhana melibatkan peranserta masyarakat desa (LKMD,
Pramuka, Pesantren, dan Karang Taruna/Taruna Karya). Pada tahun
1995/1996 telah dibangun 6.300 unit di 1.072 desa tertinggal dan
pada tahun 1996/1997 berhasil dibangun 11.552 unit di 1.770 desa
tertinggal.

Selain kegiatan-kegiatan pembangunan fisik sebagaimana tersebut


di atas, juga dikembangkan kemitraan antara pemerintah dengan
swasta dalam pengelolaan dan penyediaan air bersih. Minat swasta
terhadap investasi di bidang penyediaan air bersih pada dasarnya
cukup besar, namun masih terdapat beberapa kendala untuk mengem-
bangkannya lebih lanjut yaitu kendala tarif air (kesepakatan harga jual
air antara pemerintah dan swasta) dan kendala hukum (bentuk/pola
kerjasama antara pemerintah dan swasta). Untuk menunjang pelak-
sanaan kerjasama tersebut saat ini tengah dipersiapkan peraturan
perundang-undangan yang akan mengatur bentuk/pola kerjasama

IX/39
antara pemerintah/BUMN/BUMD dengan pihak swasta. Pengaturan
tersebut diperlukan mengingat bahwa dalam penyediaan air bersih
terkait aspek pelayanan sosial yang harus menjadi pertimbangan dalam
penyediaan air bersih.

5) Program Penataan Kota

Program penataan kota dalam Repelita VI mencakup penyiapan


pembangunan kota terpadu yang dituangkan dalam penyiapan dan
penyusunan program jangka menengah (PJM) kota dan kawasan
perkotaan serta penyempurnaan dan pemantapan sistem data dan
informasi pembangunan perkotaan.

Penyiapan dan penyusunan program jangka menengah (PJM)


kawasan perkotaan dan kota mencakup proses penyusunan alternatif
pengembangan perkotaan, penyusunan strategi pengembangan per-
kotaan, penyusunan rencana induk sistem prasarana dan sarana dasar
perkotaan, penyusunan tahapan pelaksanaan pembangunan perkotaan,
penyusunan program jangka menengah pembangunan prasarana dan
sarana perkotaan untuk mendukung kegiatan pembangunan kawasan
perkotaan dan kota, rencana investasi dan rencana pengelolaan
termasuk kemungkingan peranserta swasta dan masyarakat dalam
pembangunan kota.

Penyusunan program jangka menengah (PJM) kawasan perkotaan


dan kota dilaksanakan bersama pemerintah daerah tingkat I dan
tingkat II berdasarkan prinsip otonomi dan desentralisasi. Dalam
tahun anggaran 1994/1995 telah disusun PJM untuk 50 kota; pada
tahun anggaran 1995/1996 telah disusun PJM untuk 28 kota dan 14
kawasan perkotaan; dan pada tahun anggaran 1996/1997 telah disusun
PJM untuk 30 kota dan 20 kawasan perkotaan. Dengan demikian,

IX/40
hingga tahun ketiga Repelita VI telah disusun PJM untuk 108 kota dan
34 kawasan perkotaan.

6) Program Penataan Bangunan

Program ini bertujuan untuk memantapkan kelembagaan penataan


bangunan di daerah untuk menjamin ketertiban dalam pembangunan
dan keselamatan bangunan serta keserasian bangunan dan lingkungan.
Kegiatan yang dilakukan adalah penyiapan, pemutakhiran, dan pem-
bakuan peraturan perundang-undangan di bidang tata bangunan,
pembinaan dan pengawasan teknis, termasuk kegiatan bantuan teknis
pengelolaan pembangunan bangunan gedung negara, penyusunan
peraturan bangunan setempat dan rencana tata bangunan dan ling-
kungan.

Bantuan teknis penyusunan peraturan bangunan diprioritaskan


pada daerah tingkat II otonomi percontohan dan daerah tingkat II
lainnya yang telah mendesak kebutuhannya akan peraturan daerah
tentang bangunan. Selama tiga tahun Repelita VI telah berhasil disusun
130 naskah peraturan daerah tentang bangunan. Selain itu juga
dilakukan bantuan teknis penyusunan rencana tata bangunan dan
lingkungan (RTBL) yang mengatur intensitas bangunan, wujud
bangunan dan lingkungan. Hingga tahun ketiga Repelita VI telah
disusun 81 RTBL, dengan rincian sebagai berikut: pada tahun
1994/1995 telah disusun 34 RTBL, pada tahun 1995/1996 sebanyak
31 RTBL, dan pada tahun 1996/1997 sebanyak 16 RTBL.

IX/43
b. Program Penunjang

1) Program Pengembangan Hukum di bidang Perumahan


dan Permukiman

Program ini bertujuan untuk menunjang kegiatan perancangan


peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat umum maupun yang
bersifat sektoral. Program ini mencakup kegiatan pengkajian, penelitian
hukum, serta penyusunan naskah akademis peraturan perundang-
undangan di bidang perumahan dan permukiman.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992


tentang Perumahan dan Permukiman, selama tahun 1994/1995 telah
diterbitkan dua buah peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Peme-
rintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah oleh
Bukan Pemilik, sementara 5 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
lainnya masih dalam proses pengesahan, yaitu RPP tentang Kawasan
Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri, RPP
tentang Pembangunan Perumahan dan Permukiman, RPP tentang
Penyediaan Tanah untuk Perumahan dan Permukiman, RPP tentang
Penunjukan Perum Perumnas untuk Melakukan Penyelenggaraan
Pengelolaan Kawasan Siap Bangun, RPP tentang Pembinaan
Perumahan dan Permukiman. Pada bulan Juni 1996 telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah
oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Guna mendukung kepemilikan rumah oleh masyarakat yang


berpendapatan rendah telah diterbitkan Instruksi Menteri Dalam
Negeri Nomor 12 Tahun 1996 yang memberi keringanan pembebasan
retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan pungutan lainnya yang

IX/42
dikenakan atas pembangunan rumah sederhana (RS) dan rumah sangat
sederhana (RSS).

2) Program Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan


Permukiman

Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan pendayagunaan


kemajuan ilmu pengetahuan terapan terutama yang tengah berkem-
bang dan diperhitungkan memiliki pengaruh yang besar bagi pemba-
ngunan. Program ini dilaksanakan antara lain melalui kegiatan
perintisan produksi bahan bangunan lokal untuk jalan dan permu-
kiman yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, dan bisa
dijangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu telah
dimulai penerapan unit produksi dan peralatannya di daerah beserta
penyiapan tenaga terlatih.

Guna mendukung kegiatan di atas juga dilaksanakan kegiatan


pengembangan manajemen inventori bahan jalan, kriteria kerja
keamanan bendungan, bencana alam, pemanfaatan air tanah, dan
evaluasi penerapan teknologi hasil penelitian dan pengembangan di
desa-desa tertinggal, penerapan teknologi penjernihan instalasi pengo-
lahan air (IPA), rumah tahan gempa, rumah moduler, pengkajian bahan
bangunan, pengembangan alternatif bahan bangunan, daur ulang
limbah rumah tangga, serta inventarisasi sungai dan sumber daya air
di daerah.

Juga dilaksanakan evaluasi pelaksanaan, penelitian dan pengem-


bangan, serta koordinasi pengelolaan pembangunan perumahan dan
permukiman, termasuk pengembangan peranserta masyarakat dalam
bentuk perintisan pembentukan koperasi perumahan.

IX/43
3) Program Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air

Program ini bertujuan untuk melestarikan fungsi dan kemampuan


sumber daya hayati dan non-hayati serta lingkungan hidup. Untuk itu,
dalam rangka pelaksanaan program penyediaan dan pengelolaan air
bersih telah dilaksanakan kegiatan perlindungan mata air.

Sampai dengan tahun 1996/1997 telah ditetapkan kawasan hutan


lindung seluas 29,6 juta ha atau sekitar 97% dari 30,3 juta ha kawasan
hutan lindung yang direncanakan. Kawasan hutan lindung tersebut amat
penting peranannya dalam perlindungan sistem tata air.

4) Program Penataan Ruang

Program ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan pola


tata ruang dan mekanisme pengelolaan yang dapat menyerasikan
berbagai kegiatan pembangunan dan pemanfaatan air, tanah, serta
sumber daya lainnya. Untuk mendukung dan mendorong pengem-
bangan perkotaan dilakukan penataan ruang sebagai dasar bagi pem-
bangunan perumahan dan permukiman. Selain itu, untuk menumbuh-
kembangkan peranserta masyarakat dalam pembangunan perumahan
dan permukiman dipersiapkan berbagai perangkat lunak berupa
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang.

Pada tahun 1996/1997 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah


Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta
Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

5) Program Penataan Pertanahan

Program ini bertujuan untuk mengupayakan peningkatan dan


pengembangan pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi, efektif,

IX/44
dan efisien, sehingga pemanfaatannya dapat mendukung terwujudnya
rasa keadilan dan kemakmuran masyarakat. Melalui program ini
diharapkan sistem penataan penguasaan, pemilikan, dan pengalihan
hak atas tanah termasuk pelaksanaan konsolidasi Tanah perkotaan,
dapat mendukung pembangunan perumahan dan permukiman, khusus-
nya pembangunan kawasan siap bangun dan pembangunan kota-kota
baru.

IX/45
TABEL IX – 1
PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA
KREDIT PEMILIKAN RUMAH OLEH BANK TABUNGAN NEGARA
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(unit rumah/debitur)

1) Angka diperbaiki

IX/46
GRAFIK IX – 1
PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA MELALUI KPR OLEH BTN
1993/94, 1994/95 – 1996/97

IX/47
TABEL IX – 2
PEMBANGUNAN KAWASAN
TERPILIH PUSAT PENGEMBANGAN DESA
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1994/95 – 1996/97
(kawasan)

XI/48
TABEL IX – 3
PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN KOTA (P2LPK) / PERBAIKAN KAMPUNG
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 – 1996/97

IX/49
GRAFIK IX – 2
PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN KOTA (P2LPK)/
PERBAIKAN KAMPUNG
1993/94, 1994/95 – 1996/97

IX/50
TABEL IX – 4
PELAKSANAAN PEMUGARAN PERUMAHAN DESA
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Angka diperbaiki

IX/51
GRAFIK IX – 3
PELAKSANAAN PEMUGARAN PERUMAHAN DESA
1993/94, 1994/95 – 1996/97

IX/52
TABEL IX – 5
PENDUDUK TERLAYANI OLEH
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI PERKOTAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Angka diperbaiki

IX/53
TABEL IX – 6
PENDUDUK TERLAYANI OLEH
PENGOLAHAN PERSAMPAHAN DI PERKOTAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Angka diperbaiki

IX/54
TABEL IX – 7
PENDUDUK TERLAYANI OLEH
PENGOLAHAN DRAINASE DI PERKOTAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Angka diperbaiki

IX/55
TABEL IX – 8
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DAN PENDUDUK TERLAYANI DI PERDESAAN
MELALUI PENGELOLAAN SETEMPAT
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1994/95 – 1996/97

1) Angka diperbaiki
JAGA = Jambangan Keluarga
SPAL = Sambungan Pembuangan Air Limbah
MCK = Mandi Cuci Kakus

IX/56
TABEL IX – 9
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERKOTAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I PER TAHUN
1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Angka diperbaiki

IX/57
GRAFIK IX – 4
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERKOTAAN
1993/94, 1994/95 – 1996/97

IX/58
TABEL IX – 10
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERDESAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I PER HATUN
1993/94, 1994/95 – 1996/97

*) Angka diperbaiki
1) Terdiri dari Hidran/Kran Umum dan Terminal Air
2) Terdiri dari sumur artesis, sumur pompa dalam/dangkal, dan sumur gali
3) PAH = Penampungan Air Hujan
4) PMA = Perlindungan Mata Air

IX/59
GRAFIK IX – 5
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERDESAAN
1993/94, 1994/95 – 1996/97

IX/60

Вам также может понравиться