Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2. Strain
a. Definisi
Strains adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo karena
penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan. Strain
adalah bentuk cedera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur
muskulo-tendinous (otot dan tendon) (Wahid, 2013, hal. 61).
Strains merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan peregangan
yang berlebihan atau stress lokal yang berlebihan. Strain adalah
robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan dalam jaringan
(Muttaqin, 2008, hal. 69).
Menurut (Griffith Winter,1994). Dalam buku yang ditulis oleh Suratun
dkk. Strains adalah luka pada beberapa ligamen yang saling
berhubungan dan tetap pada tempatnya, sedangkan terkilir adalah
ligamen yang tertarik, sedangkan menurut (Black Joyce,1993) strains
adalah trauma yang mengenai otot atau tendon yang disebabkan oleh
kelebihan pemanasan atau kelebihan ekstensi (Suratun, Heryati,
Manurung, & Raenah, 2008, hal. 139).
b. Etiologi
Penyebab terjadinya strains yaitu:
3. Sprain
a. Definisi
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar. (Brunner & Suddarth. 2001. KMB. Edisi 8. Vol3.hal
2355. Jakarta:EGC)
Sprain adalah trauma pada ligamentum, struktur fibrosa yang memberikan
stabilitas sendi, akibat tenaga yang diberikan ke sendi dalam bidang
abnormal atau tenaga berlebihan dalam bidang gerakan
sendi.(Sabiston.1994.Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Hal 370. Jakarta:EGC)
Sprain merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. (Kowalak, Jenifer P. 2011.
Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sprain adalah cedera
struktural ligamen akibat tenaga yang di berikan ke sendi abnormal, yang
juga merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen.
b. Klasifikasi
Menurut ( Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan
Klinis. Hal 124. Jakarta : Erlangga) sprain dibagi menjadi :
1) Sprain derajat I (kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan
aktif dan pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya
kemungkinan instabilitas atau gangguan fungsi.
2) Sprain derajat II (kerusakan sedang)
Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan
yang lebih menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat
nyeri dan tertahan, sendi mungkin tidak stabil, dan mungkin menimbulkan
gangguan fungsi.
3) Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)
Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan
peningkatan kirasan gerak yang abnormal (akibat putusnya ligamen),
nyeri pada kisaran pergerakan pasif mungkin kurang dibandingkan
derajat yang lebihh rendah (serabut saraf sudah benar-benar rusak).
Hilangnya fungsi yang signifikan yang mungkin membutuhkan
pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.
c. Etiologi
Menurut (Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)
penyebab sprain adalah tekanan ekternal berlebih : pemuntiran mendadak
dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan
menimbulkan gerakan sendi di luar kisaran gerak (RPS) normal seperti
terglincir saat berlari atau melompat sehingga terjadi sprain
d. Patofisiologi
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang
disebut dengan sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total
ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema ; sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi
terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2
sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkaan dan pendarahan yang
terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan sprain.
e. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :
1) Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
2) Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
3) Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera)
4) Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya.
f. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kondisi ini meliputi:
1) Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh
dengan sempurna sehingga diperlukan pembedahan untuk
memperbaikinya (kadang-kadang).
2) Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum
sembuh dan tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang
ruptur, maka ligamen ini dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang
disertai pembentukan jaringan parut secara berlebihan)
B. DISLOKASI
1. Definisi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (Wahid,
2013, hal. 74).
Dislokasi merupakan suatu kondisi terjadinya kehilangan hubungan yang
normal antara kedua permukaan sendi secara komplet atau lengkap
(Muttaqin, 2008, hal. 69).
2. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
C. FRAKTUR
1. Definisi fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan
maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut
Smeltzer (2005) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres
yang lebih besar dari yang diabsorpsinya.
2. Penyebab fraktur
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang
mempengaruhi jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan
saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan fragmen tulang (Brunner &
Suddarth, 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur adalah :
a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.
b. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi
trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah
tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang
melawan tulang, usia penderita dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh
karena osteoporosis dapat mengalami patah tulang.
3. Jenis Fraktur
Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran
dari posisi normal.
b. Fraktur tidak komplit
Patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup
Patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit. Patah tulang
tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
d. Fraktur terbuka/fraktur komplikata
Patah tulang dengan luka pada pada kulit dan atau membran mukosa
sampai patahan tulang.
Fraktur terbuka di gradasi menjadi:
1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1 cm
2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan
extensive sekitarnya.
3) Grade III : fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif dan sangat terkontaminasi.
Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III dibagi lagi menjadi:
a) Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang
terbuka
b) Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum
ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya
c) Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah besar
e. Jenis fraktur khusus
Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur yang khusus lain seperti:
1) Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.
2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
3) Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang
5) Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian
6) Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang
lainnya seperti (pada tulang belakang)
7) Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada
tulang tengkorak)
8) Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit Paget,
Osteosarcoma.
9) Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal
f. Tipe fraktur ekstremitas atas
1) Fraktur collum humerus
2) Fraktur humerus
3) Fraktur suprakondiler humerus
4) Fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi)
5) Fraktur colles
6) Fraktur metacarpal
7) Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal
g. Tipe fraktur ekstremitas bawah
1) Fraktur collum femur
2) Fraktur femur
3) Fraktur supra kondiler femur
4) Fraktur patella
5) Fraktur plateu tibia
6) Fraktur cruris
7) Fraktur ankle
8) Fraktur metatarsal
9) Fraktur phalang proksimal, medial dan distal
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan
warna (Smeltzer,2005).
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang normal.
c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat
diatas maupun dibawah tempat fraktur.
d. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar
X. Setelah mengalami cedera, pasien akan mengalami kebingungan dan
tidak menyadari adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai
yang patah (Brunner & Suddarth, 2005). Nyeri berhubungan dengan fraktur
sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan antar
fragmen tulang dan sendi disekitar fraktur.
5. Penatalaksanaan Kedaruratan
Menurut Brunner & Suddarth (2005) selama pengkajian primer dan
resusitasi, sangat penting untuk mengontrol perdarahan yang diakibatkan
oleh trauma muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang dapat
menjadi penyebab terjadinya syok hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan
seksama dan lengkap. Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk
mencegah kerusakan soft tissue pada area yang cedera.
Dock, E. (2012, Agustus 7). Dislocations. Retrieved Maret 12, 2015, from
http://www.healthline.com/health/dislocation#Overview1
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC.
Suratun, Heryati, Manurung, S., & Raenah, E. (2008). Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda Nic
Noc. Jakarta: EGC.