Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Neni Kurniawati
Program Studi Ilmu-ilmu Humaniora Minat Studi Susastra
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
Pos-el: neni.kurniawati@ugm.ac.id
(Diterima: 2 Juni 2018; Direvisi: 10 Oktober 2018; Disetujui: 12 Oktober 2018)
Abstract
The May Fourth Reform in 1919 made the discourse of gender equality and Western
values become more popular in Chinese literary world. As one of the Chinese prominent
literary figures, Lu Xun actively delivered his paradigm on Western thought and new
women in his writings. He paradoxically responded to the new women's issue and
modernization which then raised the question of what was his ideology of women and how
he responded to traditional and modern discourse contestation in the May Fourth period.
This paper is aimed at analyzing his ideology on the new Chinese women and modernism
by applying Norman Fairclough’s critical discourse analysis method, especially in textual
and intertextuality. The perspective is analyzed from the textual and discursive practices in
the short stories of "New Year Offering", “Happy Family”, “Soap”, ”Regret for The Past”,
and an essay “Noula Zou Hou Zenmeyang”. The results of the study can be concluded that
Lu Xun negotiated with Western values and traditional values. He transformed modernism
based on Western values and Chinese traditionalism into an ideology which suited more to
Chinese culture. Using Confusian’s "Zhong Yong" principle (Doctrine of the Mean), Lu
Xun made this transformation. To Lu Xun, “the middle way” is the solution to harmonize
society and achieve women emancipation.
Keywords: women, Lu Xun, ideology, modernism, Zhong Yong
Abstrak
Reformasi Empat Mei 1919 membuat wacana kesetaraan gender dan nilai-nilai Barat
menjadi sangat populer dalam dunia sastra Cina. Sebagai salah tokoh utama dalam sastra
Cina modern, Lu Xun aktif menyuarakan pandangannya tentang pemikiran Barat dan
perempuan baru dalam berbagai tulisannya. Ia secara paradoks merespons isu perempuan
baru dan modernisasi yang kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana sebenarnya
ideologi Lu Xun tentang perempuan dan bagaimana Lu Xun menyikapi kontestasi wacana
tradisional dan modern pada periode Empat Mei. Makalah ini bertujuan untuk
menganalisis ideologinya tentang perempuan Cina baru dan modernisme dengan
menggunakan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough, terutama dalam teks dan
intertekstual. Perspektif tersebut dianalisis dari praktik tekstual dan praktik diskursif yang
tampak pada cerpen “Persembahan Tahun Baru”, “Keluarga Bahagia”, “Menyesali Masa
Lalu”, “Sabun”, dan sebuah esai “Nuola Zou Hou Zenmeyang”. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa Lu Xun bernegosiasi dengan nilai-nilai Barat dan nilai-nilai
tradisional. Ia mentransformasi nilai-nilai Barat dan tradisionalisme Cina menjadi
ideologi yang lebih sesuai dengan budaya Cina. Dengan menggunakan prinsip “Zhong
Yong” (Jalan Tengah) dari Konfusianisme, ia membuat transformasi ini. Bagi Lu Xun,
“jalan tengah” merupakan solusi untuk mengharmonisasi masyarakat dan mencapai
emansipasi wanita.
Kata-kata kunci: perempuan, Lu Xun, ideologi, modernisme, Zhong Yong
DOI: 10.26499/jk.v14i2.791
How to cite: Kurniawati, N. (2018). Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun: Pendekatan analisis wacana kritis. Kandai,
14(2), 269-286 (DOI: 10.26499/jk.v14i2.791)
270
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
271
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
272
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
273
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
274
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
275
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
276
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
277
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
Tindakan Paman Keempat ini dengan atas solusi yang ditawarkan oleh
jelas menunjukkan tingginya otoritas ibu feminisme Barat yaitu kemandirian
mertua terhadap menantu perempuan. dalam bidang ekonomi. Skeptisisme ini
Paman Keempat sebagai seorang yang di tunjukkan pada tulisannya berikut ini:
terpandang dan terpelajar menyetujui hal
itu. Dia menyadari bahwa seorang ibu (5)
mertua mempunyai kewenangan penuh Hal yang penting bagi Nora adalah
terhadap menantu perempuan sehingga uang. Dengan kata yang lebih
ia harus menerima permintaan ibu elegan, hak-hak ekonomi. Tentu saja
mertua Xianglin Sao untuk membawa hak kebebasan bukan hal yang bisa
menantunya pulang. Dengan dibeli dengan uang, tetapi kebebasan
mengatakan “apa yang bisa dikatakan”, bisa dijual untuk mendapat uang.
Paman Keempat menyadari bahwa Manusia mempunyai satu
otoritasnya terhadap Xianglin Sao kelemahan, yaitu sering haus dan
sebagai seorang majikan terhadap lapar. Untuk mengatasi sebab
pembantunya tidak bisa dibandingkan kelemahan ini, untuk
dengan otoritas ibu mertua terhadap mempersiapkan agar prempuan
menantu perempuannya. Otoritas ini tidak menjadi boneka di dalam
sangat besar sehingga hak-hak ekonomi pikiran masyarakat, hak-hak
sepenuhnya berada di tangan ibu mertua. ekonomi menjadi sangat penting.
Lebih lanjut, Lu Xun memberikan Pertama, di lingkungan rumah
argumen bahwa masalah mengontrol terlebih dahulu harus didapatkan
kehidupan orang lain tidak hanya terjadi distribusi yang setara antara laki-
pada mereka yang bergender berbeda. laki dan perempuan. Kedua, dalam
Perempuan dapat menjadi superior atas masyarakat harus ada kewenangan
perempuan lain. Kurniawati (2010) yang seimbang antara laki-laki dan
dalam penelitiannya tentang peran dan perempuan. Sayang sekali, saya
posisi perempuan Cina menemukan tidak tahu bagaimana mendapatkan
bahwa perempuan yang menduduki hak-hak ini. Kalaupun tahu, masih
posisi ibu mertua memiliki otoritas yang membutuhkan perjuangan, atau
paling tinggi di antara posisi yang dapat mungkin lebih membutuhkan
diduduki perempuan. Sementara posisi perjuangan yang besar dibandingkan
paling rendah, didukuki oleh perempuan menuntut hak partisipasi politik (Lu
yang berperan sebagai menantu. Dalam Xun, 2008, hlm.16-17).
peran sosial tersebut, perempuan inferior
terhadap semua anggota keluarga. Ketika Solusi terhadap permasalahan di
seorang perempuan berada dalam posisi atas dapat dilihat dalam bagian solusi
menantu, ia memiliki otoritas paling yaitu pada kalimat kedua, ketiga, dan
rendah, bahkan tidak memiliki hak sama keempat. Dalam bagian tersebut, Lu Xun
sekali dalam keluarga kecuali jika mengungkapkan pentingnya kesetaraan
memiliki anak laki-laki. Xianglin Sao gender laki-laki dan perempuan, baik di
yang digambarkan tidak memiliki anak ranah keluarga (domestik) maupun ranah
laki-laki berada pada posisi paling tidak masyarakat (publik). Pada kalimat
menguntungkan dalam struktur sosial kedua, Lu Xun memberikan argumen
masyarakat tradisional. Upayanya untuk pentingnya hak ekonomi dalam
membebaskan diri dari diskriminasi menyelesaikan masalah pemenuhan
yang diakibatkan oleh sistem sosial ini, kebutuhan (makan). Bentuk nyata
tidak menghilangkan pesimisme Lu Xun penyelesaian masalah disampaikan pada
278
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
279
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
280
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
281
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
282
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
budaya Cina. Tokoh Simin yang muda dan intelektual muda, Lu Xun
sebelumnya mendukung sistem sekolah ditantang untuk menjadi modern dan
modern, berbalik menentang dan meninggalkan nilai-nilai lama yang
berpaling pada tradisi lama. Ia mengutuk dianggap sebagai penyebab
tingkah laku orang-orang muda keterbelakangan Cina dan berbagai
berpendidikan modern yang menganut praktik sosial yang diskriminatif. Alih-
nilai-nilai Barat dan merendahkan alih mengadopsi pandangan Barat secara
tradisi. utuh seperti intelektual muda pada
umumnya, ia menawarkan solusi untuk
(8) mengambil nilai-nilai Barat yang baik
Pikirkan saja, betapa menyedihkan dan tidak meninggalkan nilai-nilai lama
kebiasaan perempuan-perempuan sepenuhnya. Pandangannya ini tampak
masa kini. Berkeliaran, turun ke pada nukilan dari cerpen “Sabun”
jalan, dan sekarang mereka juga berikut ini.
ingin memotong rambut mereka.
Tidak ada yang lebih menjijikkan (9)
bagiku selain gadis-gadis sekolah Simin kemudian berjalan kembali ke
yang berambut pendek itu. Kecuali pintu tengah dan merasa sedikit
para tentara dan perampok. Tapi khawatir. Sejenak dia ragu di depan
gadis-gadis itu membalikkan pintu. Tapi akhirnya dia melangkah
segalanya. Mereka seharusnya masuk (Lu Xun, 2006, hlm 195).
dididik dengan benar....” (Lu Xun,
2006, hlm. 188). Kata pintu pada kutipan di atas
menjadi simbol tempat keluar dan
Kutipan (8) di atas menunjukkan masuknya suatu pandangan dunia.
paradoksalitas pandangan Lu Xun Sementara kata tengah menjadi simbol
tentang modernitas. Kata menjijikkan “Jalan Tengah”. Frasa pintu tengah
yang dilekatkan pada frasa gadis-gadis menjadi penanda intertektualitas untuk
sekolah yang berambut pendek kitab Doktrin Jalan Tengah (Zhong
menunjukkan ketidaksetujuannya atas Yong). Ada kecenderungan bahwa Lu
nilai modern yang dipraktikkan oleh Xun menggunakan jalan tengah sebagai
perempuan-perempuan berpendidikan solusi dalam kontestasi wacana yang
yang direpresentasikan melalui potongan tampak pada klausa yang mengikuti kata
rambut dan tampil di depan publik. Ada tersebut. Klausa tapi akhirnya dia
upaya mengkontruksi makna negatif dari melangkah masuk mengindikasikan
“perempuan berambut pendek” dengan pilihan sikapnya ketika berada dalam
menyetarakan kata menjijikkan dengan dua pilihan. Dengan memilih “masuk”,
perampok. Tindakan tekstual Lu Xun ini mengimplikasikan makna pilihannya
memunculkan asumsi keberpihakannya pada wacana tradisional.
pada tradisionalisme. Melalui tokoh Pandangan yang berbeda
Simin, Lu Xun menggambarkan ditunjukkan pada cerpen “Keluarga
keberpihakkannya tersebut. Bahagia” dan “Menyesali Masa Lalu”.
Lu Xun mengambil jalan tengah
Prinsip “Jalan Tengah” terhadap penyelesaian pertentangan
antara tradisi lama dengan sistem
Sebagai intelektual sastra yang patriarki dan tradisi modern yang
dihadapkan pada situasi ketika nilai-nilai menuntut kesetaraan gender untuk
Barat dielu-elukan oleh terutama kaum menghindari konflik. Pada bagian ini ia
283
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
284
Neni Kurniawati: Prinsip “Jalan Tengah” Lu Xun....
285
Kandai Vol. 14, No. 2, November 2018; 269-286
Cheng, E. J. (2015). Performing the Li Xia. (2008). Nora and her sisters: Lu
revolutionary: Lu Xun and the Xun’s reflections on the role of
Meiji discourse on masculinity. women in Chinese society with
Modern Chinese Literature and particular reference in Chinese
Culture, hlm. 1—43. society with particular reference to
Elfriede Jelineks’s what happened
Fairclough, N. (1992). Discourse and after Nora left her husband or
social change. Cambridge: Polity pillars of society (1979).
Press. Neohelicon, XXVV(2), hlm. 217-
235.
Gernet, J. (2005). A history of Chinese
civilization. (2nd Ed.). Cambridge: Lu Xun. (2006). Panghuang: Cha tu
Cambridge. ben. Beijing: Renmin Wenxue
Chubanshe.
Herawati, Y. (2014). Isu gender pada
novel karya pengarang Kalimantan _____. (2008). Lu Xun Zawen Jing
Timur: Sosial, budaya, dan sejarah. Xuan. Beijing: Renmin Wenxue
Kandai, 10(2). hlm. 258-270. Chubanshe.
286