Вы находитесь на странице: 1из 20

Makalah Keperawatan Medikal Bedah

TERAPI NON-FARMAKOLOGI PADA GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN

Fasilitator:

Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok VI (AJ 1):

1. Farih Aminudin (131811123075)


2. Aulia Alfafa (131811123068)
3. Oky Ayu Wulandari (131811123011)
4. Lutfi Fatma K (131811123058)
5. Ilham ‘Ainun Najib (131811123076)
6. Laely Nurhanifah (131811123044)
7. Umi Fatun Amalia (131811123049)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2019
1. MANAJEMEN DIET
1.1 Diet Lambung
Dapat dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan saluran cerna
seperti radang pada lambung (gastritis) radang pada esopagus, radang
pada usus besar, thypus abdominalis, diare dan setelah operasi
saluran cerna.
1.1.1 Tujuan diet
1) Meringankan beban kerja saluran pencernaan
2) Membantu netralisir kelebihan asam lambung
3) Memberikan makanan dengan zat gizi adekuat dan tidak
merangsang
1.1.2 Syarat diet
1) Makanan dalam bentuk lunak dan mudah dicerna
Hindari makanan yang merangsang lambung seperti asam,
pedas,keras, terlalu panas/dingin. Contoh : lemak (lemak
hewan, santan kental), sayuran (sayuran mentah, sayuran
berserat tinggi dan menimbulkan gas seperti daun
singkong, kacang panjang, kol, lobak, sawi dan
asparagus).
2) Porsi kecil dan diberikan sering
3) Cara pengolahan makanan direbus, kukus, panggang dan
tumis.
1.1.3 Contoh makanan pada diet lambung
Tabel 1.1. Bahan Makanan Pada Diet Lambung

BAHAN
DIANJURKAN DIBATASI DIHINDARI
MAKANAN
Sumber Sumber hidrat arang : mie, roti putih,
Karbohidrat nasi, nasi tim, bubur ketan, kue- kue,
roti gandum, cake, biskuit,
macaroni, jagung, pastries
kentang, ubi dan talas,
havermout, sereal
(hidrat arang komplek
yang banyak
mengandung serat).

Sumber daging tanpa lemak, daging tanpa Daging berlemak,


Protein ayam tanpa kulit, ikan, lemak 1 x per jeroan, sosis,
Hewani putih telur,susu rendah mg, ayam 3x daging asap,
lemak per mg, bebek, gajih,
sarden otak,kepiting,
(makanan kerang,keju, susu
kaleng) dan full cream
kuning telor 1x
per minggu.
Sumber tempe, tahu, kacang kacang tanah, kacang merah,
Protein hijau, kedelai) kacang bogor, oncom, kacang
Nabati maksimal 25 gr mente
Sayuran Sayuran yang tidak sayuran yang dapat
menimbulkan gas : menimbulkan gas,
bayam, buncis, labu seperti
kuning, labu siam, : kol, kembang kol,
wortel, kacang panjang, lobak, sawi, nangka
tomat,gambas, muda dan sayuran
kangkung, kecipir, daun mentah
kacang panjang, daun
kenikir, ketimun, daun
selada dan toge.
Buah-Buahan Buah-buahan atau sari Buah yang dapat
buah : jeruk, apel, menimbulkan gas
pepaya, melon, jambu, dan tinggi lemak,
pisang, alpukat, seperti durian,
belimbing, mangga. nangka, cempedak,
nenas dan buah-
buahan yang
diawetkan.
Minuman Minuman
beralkohol dan
bersoda
Bumbu Garam, kecap, kunyit, Cuka, merica,
laos, terasi, seledri, cabai, acar
kayumanis, cengkeh,
bawang merah dalam
jumlah terbatas
Lemak Santan encer, minyak Santan kental,
(tidak untuk goreng- gorengan
menggoreng),
margarine, dan
mentega
1.2 Diet Demam Thypoid
Diet demam thypoid adalah diet yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan makan penderita thypoid dalam bentuk
makanan lunak rendah serat. Penderita penyakit demam Tifoid
selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang
dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain:
1) Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein
2) Tidak mengandung banyak serat
3) Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas
4) Makanan lunak diberikan selama istirahat

1.2.1 Makanan yang dianjurkan antara lain :


1) Sumber karbohidrat : beras dibubur/tim, roti bakar,
kentang rebus, krakers, tepung-tepungan dibubur atau
dibuat puding
2) Sumber protein hewani: daging empuk, hati, ayam, ikan
direbus, ditumis, dikukus, diungkep, dipanggang; telur
direbus, ditim, diceplok air, didadar, dicampur dalam
makanan dan minuman; susu maksimal 2 gelas per hari
3) Sumber protein nabati : tahu, tempe ditim, direbus,
ditumis; pindakas; susu kedelai
4) Sayuran : sayuran berserat rendah dan sedang seperti
kacang panjang, uncis muda, bayam, labu siam, tomat
masak, wortel direbus, dikukus, ditumis
5) Buah-buahan : semua sari buah; buah segar yang matang
(tanpa kulit dan biji) dan tidak banyak menimbulkan gas
seperti pepaya , pisang, jeruk, alpukat
6) Lemak : margarin, mentega, dan minyak dalam jumlah
terbatas untuk menumis, mengoles dan setup
7) Minuman : teh encer, sirup
8) Bumbu : garam, vetsin, gula, cuka, salam, laos, kunyit,
kunci dalam jumlah tebatas
1.2.2 Makanan yang tidak dianjurkan adalah :
1) Sumber karbohidrat : beras ketan, beras tumbuk/merah,
roti whole wheat, jagung, ubi, singkong, talas, tarcis,
dodol dan kue-kue lain yang manis dan gurih.
2) Sumber protein hewani : daging berserat kasar (liat),
serta daging, ayam, ikan diawetkan, telur mata sapi.
3) Sumber protein nabati : Kacang merah serta kacang-
kacangan kering seperti kacang tanah, kacang hijau,
kacang kedelai, dan kacang tolo.
4) Sayuran : sayuran yang berserat tinggi seperti : daun
singkong, daun katuk, daun pepaya, daun dan buah
melinjo, oyong, apre serta semua sayuran yang dimakan
mentah.
5) Buah-buahan : buah-buahan yang dimakan dengan kulit
seperti apel, jambu biji, pir, serta jeruk yang dimakan
dengan kulit ari; buah yang menimbulkan gas seperti
durian dan nangka.
6) Lemak : minyak untuk menggoreng, lemak hewani,
kelapa dan santan.
7) Minuman : kopi dan teh kental; minuman yang
mengandung soda dan alkohol.
8) Bumbu : cabe dan merica.

1.2.3 Diet Modifikasi Harus Memberikan semua nutrisi penting


1) Energi
Dianjurkan untuk meningkatkan asupan energi
dengan 10-20% karena kenaikan suhu tubuh. Awalnya,
selama tahap akut, pasien mungkin dapat hanya
mengkonsumsi 600-1200kcal/day, tetapi asupan energi
harus berangsur-angsur meningkat dengan pemulihan dan
toleransi ditingkatkan.
2) Protein
Kebutuhan protein lebih terkait dengan keparahan
dan durasi infeksi daripada ketinggian demam. Karena
ada kerusakan jaringan yang berlebihan, asupan protein
harus ditingkatkan untuk 1,5 sampai 2gm protein / kg /
berat badan / hari. Untuk meminimalkan kehilangan
jaringan, makanan protein nilai biologis tinggi seperti
susu dan telur harus digunakan secara bebas karena
mereka yang paling mudah dicerna dan diserap. Untuk
mencapai hal ini, makan secara teratur harus ditambah
dengan minuman protein tinggi.
3) Karbohidrat
Asupan karbohidrat liberal disarankan untuk
mengisi toko glikogen habis tubuh. Mudah dicerna,
karbohidrat juga dimasak seperti pati sederhana, glukosa,
madu, gula tebu dll harus dimasukkan karena mereka
memerlukan pencernaan lebih sedikit dan berasimilasi
dengan baik.
4) Diet serat
Sebagai gejala tipus termasuk diare dan lesi di
saluran usus, segala bentuk iritasi harus dihilangkan dari
diet. Semua serat, kasar menjengkelkan harus, karena itu
akan dihindari dalam diet, karena merupakan iritan
mekanik.
5) Lemak
Karena adanya diare, emulsi lemak bentuk seperti
krim, mentega, susu, kuning telur, harus dimasukkan
dalam diet, karena mereka mudah dicerna. Makanan yang
digoreng yang sulit untuk dicerna harus dihindari.
6) Mineral
Karena hilangnya elektrolit yang berlebihan seperti
sup natrium, kalium dan klorida asin, kaldu, jus buah,
susu harus dimasukkan untuk mengkompensasi hilangnya
elektrolit. Suplemen zat besi harus diberikan untuk
mencegah anemia.
7) Vitamin
Karena infeksi dan demam resultants, ada kebutuhan
untuk meningkatkan asupan Vitamin A dan C.
8) Cairan
Dalam rangka untuk mengkompensasi kerugian
melalui kulit dan keringat dan juga untuk memastikan
volume yang memadai urin untuk mengeluarkan limbah,
asupan cairan liberal sangat penting dalam bentuk
minuman, sup, jus, air biasa dll.

Jadi energi yang tinggi, protein tinggi, diet cairan penuh


dianjurkan di awal dan segera setelah demam turun, serat,
hambar rendah, diet lunak harus diberikan kepada pasien.

1.3 Diare
Pada penderita diare, hal yang menjadi fokus utama adalah
menjaga pasien agar tidak mengalami dehidrasi. Penggantian cairan
hilang harus segera dilakukan, oral ataupun enteral (jika oral tidak
memungkinkan). Untuk penanganan di rumah, pasien dapat diberi
larutan oralit terlebih dahulu.

2. PENATALAKSANAAN DENGAN HERBAL


2.1 Lidah buaya (Aloe vera)
Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah daun yang berdaging
dan berduri. Jaringan pada tengah-tengah dan daun lidah buaya
mengandung gel yang menghasilkan gel aloe vera. Cairan yang pahit
dapat diekstraksi dari lapisan permukaan daunnya. Lidah buaya dapat
dimanfaatkan untuk masalah pada sistem pencernaan salah satunya
untuk mengatasi pencernaan lambat yaitu dengan cara ekstraksi jus
dari daging buah dengan membuang kulitnya, karena tidak
bermanfaat. Encerkan 1 sendok makan dalam segelas air dan minum
campuran ini 3x sehari sebelum makan.

2.2 Jahe (Zingiber officinale)


Bagian tanaman yang dimanfaatkan : akarnya dipakai untuk bumbu
masak. Dapat pula digunakan dalam bentuk seduh ataupun jamu
dalam bentuk kapsul maupun larutan. Jahe dapat dimanfaatkan untuk
masalah pada sistem pencernaan salah satunya yaitu mengatasi mual
(disarankan meminum secangkir teh jahe 3x sehari).

2.3 Pala (Myristica Fragrants)


Bagian tanaman yang dimanfaatkan : bijinya yang besar dan keras.
Digunakan dalam bentuk bubuk dapat diseduh sebagai obat. Pala
bekerja pada perut untuk memperlancar pencernaan, menghentikan
muntah dan menghilangkan gas. Khasiatnya bagi pencernaan
terutama untuk mengobati salah cerna yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan yang berlemak dan dapat mencegah diare.
Karena substansi yang mudah menguap sebaiknya pala dihaluskan
langsung pada saat akan digunakan.
Peringatan : pala dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit, karena
mengandung myristicin, yaitu bahan yang dapat mengakibatkan
halusinasi dan meracun.

2.4 Kunyit
Bagian kunyit yang ampuh untuk menyembuhkan luka saluran
cerna adalah rimpangnya yang berwarna oranye. Rimpang kunyit
mengandung minyak atsiri berwarna kuning jingga dan merupakan
campuran kurkumin. Dalam proses penyembuhan rimpang kunyit
bekerja dengan menghambat pembentukan tukak lambung.

3. MANAJEMEN NYERI
Beberapa penyakit pada sistem pencernaan, seperti gastritis,
dispepsia, cholelithiasis disertai dengan gejala nyeri pada area perut.
Manajemen nyeri yang dapat dilakukan tidak hanya terbatas pada
manajemen farmakologi, tetapi juga non farmakologi (nyeri sedang dan
ringan). Berbagai teknik non farmakologi yang dapat dilakukan seperti
kompres hangat, relaksasi napas dalam, distraksi, maupun hipnosis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rogayah (2017) teknik
relaksasi otogenik dan distraksi efektif untuk mengurangi nyeri. Pun
demikian dengan Waluyo, Sunaryo dan Saka Suminar (2017),
menyatakan bahwa penggunaan relaksasi napas dalam memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perubahan nyeri, yang ditunjukkan dengan nilai
R2 sebesar 0.37 dengan signifikansi 0.004 atau <0.05, pada taraf
signifikan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa tiap pasien yang melakukan
teknik relaksasi napas dalam dapat mengurangi nyeri sebesar 39.7%.

3.1 Contoh Terapi Non-Farmakologis Untuk Mengurangi Nyeri


1) Penanganan fisik/stimulasi fisik
a) Stimulasi kulit
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan
dan ketegangan otot. Hal ini merupakan manipulasi yang
dilakukan pada jaringan lunak yang bertujuan untuk
mengatasi masalah fisik, fungsional atau terkadang psikologi.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara
spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor
nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control
desenden. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan
merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu
mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri.
b) Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi
pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun
begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan
studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja
dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor)
dalam reseptor yang sama seperti pada cedera. Terapi es dapat
menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain ada tempat cedera dengan
menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus
diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan
dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Namun demikian, menggunakan panas kering
dengan lampu pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es.
Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi
analgesia tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk
memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya
yang sesuai. Baik terapi es maupun panas harus digunakan
dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk
menghindari cedera kulit.
c) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit
yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang
pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar
atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik
pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan
nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-
nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang
menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori
nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok
transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat.
Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi
kutan saat digunakan pada araea yang asama seperti pada
cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan pada pasien
pasca operatif elektroda diletakkan disekitar luka bedah.
Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo
(pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan
endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.
d) Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak
lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil
yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik
tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok
transmisi nyeri ke otak.
2) Intervensi perilaku kognitif
a) Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan
nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang
mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu
diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal. Dengan
relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
Teknik Relaksasi ini sebenarnya juga bertujuan untuk
mengaktifkan kekuatan energi dari otak kanan, yaitu bagian
otak yang mengurusi masalah emosi dan imajinasi manusia.
b) Imajinasi Terbimbing (Guided Imagery)
Guided Imagery adalah metode relaksasi untuk
mengkhayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan
rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut
memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman
relaksasi (Novarenta, 2013 dalam Kristanti, 2014). Guided
imagery menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu
dirancang secara khusu untuk mencapai efek positif tertentu
(Muttaqin, 2011 dalam Nurhanifah, 2018). Dalam penelitian
Kristanti, Nita tahun 2014 Guided Imagery Relaxation dapat
menurunkan nyeri abdomen dengan dyspepsia. Juga dalam
artikel penelitian Nurhanifah, Dewi., Annisa R, dan
Rahmawati tahun 2018 bahwa Guided Imagery dapat
menurunkan nyeri pada pasien gastritis.
Dalam teknik imajinasi terbimbing pasien harus
diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat
berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus
digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan
yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah
dan bilakah tekinik ini efektif.

c) Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian
pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi
yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme
yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya (
Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Seseorang, yang
kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit
perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan
lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan
pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori
selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalam
hubungan langsung engan parsitipasi aktif individu,
banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu
dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran,
dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri
disbanding stimuli satu indera saja.
Jenis-jenis distraksi:
i. Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca
koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk
distraksi visual.
ii. Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau
suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan
untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang
seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi
pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan
untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti
bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
iii. Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang
fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan
melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan
hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan
dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati).
Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi
pernafasan dan terhadap gambar yang memberi
ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola
pernafasan ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi
kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada
saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian
tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan
atau gerakan memutar di area nyeri.
iv. Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang,
bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur)
seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
d) Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau
menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri
akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam
memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit.
Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi
tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. Keefektifan
hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
3.2 Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory)
3.2.1 Definisi
Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba
menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori
gerbang kendali nyeri .dianggap paling relevan, (Tamsuri,
2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat
oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan
serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses
pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui
mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor,
neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan
yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup
mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini
dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien
dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi
mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari
serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri.
Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat
kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur
saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan
dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi,
konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk
melepaskan endorfin (Potter, 2005).

3.2.2 Mekanisme Gate Control


Secara sederhana, mekanisme Gate Control dapat digambarkan
sebagai berikut :
1) Ketika tidak ada rangsangan nyeri, inhibitory neuron
mencegah projection neuron (Projection cell) untuk
mengirim sinyal ke otak. Sehingga, kita dapat katakan
gerbang tertutup atau tidak ada presepsi nyeri.
2) Ketika rangsangan normal somatosensori (sentuhan,
perubahan suhu, dll) terjadi. Rangsangan akan di
hantarkan melalui serabut saraf besar (hanya serabut saraf
besar). Meyebabkan inhibitory neuron dan projection
neuron aktif. Tetapi inhibitory neuron mencegah
projection neuron untuk mengirim sinyal terkirim ke otak.
Sehingga, gerbang masih tertutup dan tidak ada presepsi
nyeri.
3) Ketika nociception (rangsangan nyeri) muncul.
Rangsangan akan dihantarkan melaui serabut saraf kecil.
Dan ini menyebabkan inhibitory neuron menjadi tidak
aktif, dan projection neuron
mengirimkan sinyal ke otak. Sehingga, gerbang terbuka
dan presepsi nyeri muncul.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada saat stimulasi
nyeri terjadi (membuat “gerbang terbuka”), stimulasi pada
serabut saraf besar dapat menghambat nyeri karena
menyebabkan “gerbang tertutup”.

3.2.3 Hal-hal yang menyebabkan gerbang Terbuka dan tertutup


1) Gerbang terbuka oleh:
a) Faktor fisik : Cidera ( jatuh, tersayat, dll)
b) Faktor Emosional : Cemas dan Depresi
c) Faktor Perilaku : sikap dengan adanya cidera, dan
konsentrasi terhadap sakit/ nyeri
2) Gerbang tertutup oleh :
a) Faktor fisik : Pemberian analgesik, tindakan yang
meransang somatosensori
b) Faktor Emosional : “good mood” suasana hati yang
baik
c) Faktor Perilaku : Kosentasi kepada hal lain selain
nyeri (anak-anak
d) perhatiannya dapat lebih mudah teralihkan dari rasa
sakit)

3.2.4 Hal-Hal penting berkaitan dengan Teori Gate Control


1) Tindakan kita menggerak-gerakan kaki saat tersandung ,
memijat, atau mengusap kepala saat terbentur, merupakan
upaya untuk merangsang somatosensori. Melalui
rangsangan tersebut menyebabkan inhibitory neuron
mencegah projection neuron untuk mengirim sinyal nyeri
ke otak, sehingga gerbang tertutup dan presepsi nyeri
berkurang.
2) Melzack dan Wall menjelaskan mengenai rasa nyeri yang
tidak dirasakan oleh seorang anak perempuan yang
mengalami luka bakar derajat III akibat memanjat radiator.
Karena nosiseptor yang berada diarea luka hancur
menyebabkan tidak ada sinyal nyeri yang dihantarkan
sehingga gerbang tetap tertutup dan tidak ada presepsi
nyeri.
3) Teori ini membantu menjelaskan intervensi atau
manajemen nyeri yang berdasarkan pada stimulasi
somatosensory (auditori, visual, taktil/sentuhan) seperti
friction Rub, terapi musik, kompres dingin/hangat, tehnik
distraksi, pijat, hipnoterapi, dll untuk mengurangi nyeri.
(penting untuk perawwat dalam memberikan asuhan
keperawatan, bahwa tindakan kita beralasan atau
memiliki rasionalitas)
4) Berdasarkan konsep teori ini yang menyebabkan dorongan
untuk pengembangan klinik nyeri dan untuk
menumbuhkan daya tarik terhadap terapi akupuntur dan
Transcutaneous Electrical Stimulation.
5) Melzack mencoba mengembangkan Gate Control Theory
untuk menjelaskan mengenai nyeri kronis dan fenomena
nyeri pada Phantom Limb Pain.
6) Melalui pengembangan teori ini, diharapkan dapat
menjelaskan fenomena nyeri pada penderita “ congenital
insensitivity to pain atau congenital analgesia, yang
menyebabkan penderitanya tidak dapat merasakan sensasi
nyeri.
7) Fungsi nyeri, nyeri bukanlah hal negatif, nyeri bertindak
sebagai sebuah "alarm". akibat nyeri kita dapat mengindari
berbagai bahaya dan cidera. Akibat nyeri juga
menyebabkan kita beristirahat sehingga mempercepat
peroses penyembuhan. (Sudut Pandang positif tentang
Nyeri)

3.2.5 Peran Perawat Dalam Manajemen Nyeri


1) Melakukan pengkajian nyeri : P (provokting), Q
(qualitative), R (region), S (scale), T (time).
2) Untuk pelaksanaan distraksi, relaksasi :
a) Menciptakan suasana tenang
b) Mengatur posisi nyaman klien
c) Eksplorasi perasaan klien, misalnya kecemasan
d) Anjurkan pasien untuk fokus
e) Setelah di lakukan distraksi dan relaksasi, evaluasi
perasaan dan tingkat nyeri pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Nurhanifah, Annisa Resa Nur Afni, Rahmawati. 2018. Pengaruh Guided
Imaginary Terhadap Penurunan Nyeri Pada Klien Gastritis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Di Banjarmasin. (online) Healthy - Mu Journal, vo.2,
no.1, Agustus 2018, ISSN: 2497-3851.
http://journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy/article/view/264, diakases
tanggal 27 Februari 2019.

Kristanti, Nita. 2014. Pemberian Guided Imagery Relaxation Terhadap


Penurunan Nyeri Abdomen Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan
Dispepsia Di Ruang IGD RSUD Karanganyar. (online) KTI tidak
terpublikasi. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=588,
diakses tanggal 27 Februari 2019.

Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau


Maag), Infeksi Mycobacteria Pada Ulcer Gastrointestinal. (online) Buku
Masalah Pencernaan, ISBN: 978-979-461-710-6. Yogyakarta: Kanisius.

Rahmasari, Vani dan Keri Lestari. 2018. Review: Manajemen Terapi Demam
Tifoid: Kajian Terapi Farmakologis Dan Non-Farmakologis. (online)
Artikel Review Farmaka Suplemen, vol. 16, no. 1.
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/17445, diakses tanggal 25
Februari 2019.

Rogayah. 2017. Pengaruh Tkenik Relaksasi Otogenik Dan Distraksi Terhadap


Tingkat Nyeri Pasien Pada Penyakit Gastritis Di RS. Sukmul Sisma Medika
Dan RS. Harum Sisma Medika Jakarta. (online) Journal Kesehatan, vol.7,
no.2, November 2017, ISSN: 2088-429X.
http://ejournalkesehatan.info/index.php/neonatus/article/download/116/113/,
diakses tanggal 25 Februari 2019.
Waluyo, Sunaryo dan Saka Suminar. 2017. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Terhadap Perubahan Skala Nyeri Sedang Pada Pasien Gastritis Di
Klinik Mboga Sukoharjo. (online) Jurnal Keperawatan Intan Husada, vol.5,
no.1, Juli 2017. http://akperinsada.ac.id/e-
journal/index.php/insada/article/download78/49, diakses tanggal 25
Februari 2019.

http://currentnursing.com/nursing_theory/Gate_control_theory.html, diakses
tanggal 25 Februari 2019

http://faculty.washington.edu/chudler/pain.html, diakses tanggal 25 Februari 2019

http://www.yankes.kemkes.go.id/read-diet-lambung-revisi-4250.html, diakses
tanggal 25 Februari 2019.

Вам также может понравиться