Вы находитесь на странице: 1из 20

Makalah Kelompok V

PUASA RAMADHAN DAN I’TIKAF

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas:

Mata Kuliah : Tafsir

Dosen Pengampu : Muhammad Amin S. Hi, M. H.

Disusun Oleh :
Musyarofah
NIM 1804140062
Eka Fitiani
NIM 1804140123
Ghina Rohadatul Aisy
NIM 1804140050

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN 2019 M/1440 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan

Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyajikan makalah sederhana ini yang

berjudul “Puasa Ramadhan dan I’tikaf”. Tak lupa, selawat serta salam selalu

tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw. beserta keluarga,

kerabat dan pengikut beliau hingga yaumil akhir.

Pada kesempatan kali ini izinkan penulis untuk menyampaikan rasa

terimakasih kepada Bapak Muhammad Amin S. Hi, M. H. selaku dosen

pembimbing mata kuliah “Tafsir” yang sudah memberikan kepercayaan kepada

kami untuk membuat makalah dalam bentuk sederhana ini.

Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat, dapat dimengerti dan

diambil pelajaran yang positif dari makalah ini. Semoga pembaca bisa

mengamalkanya dan menjadi amal sholeh bagi penulis.

Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangka Raya, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................. 2

C. TUJUAN PENULISAN................................................................................ 2

D. METODE PENULISAN .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Naskah Surah Al-Baqarah Ayat 183 sampai 187 dan Terjemahnya ............ 3

B. Terjemah Perkata Surah Al-Baqarah Ayat 183 sampai 187 ......................... 4

C. Asbabun Nuzul dan Munasabah Surah Al-Baqarah Ayat 183 sampai 187 .. 6

D. Surah Al-Baqarah Ayat 183 sampai 187 ...................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................................................... 13

B. SARAN ........................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Puasa bulan Ramadhan termasuk salah satu rukun Islam. Dalam

bahasa Arab disebut shiyam atau shaum, yang berarti menahan. Di dalam

peraturan syarak dijelaskan bahwasanya shiyam adalah menahan diri dari

segala sesuatu yang membatalkannya mulai dari waktu terbit fajar sampai

terbenamnya matahari, karena perintah Allah semata-mata, disertai niat dan

syarat-syarat tertentu.

Puasa adalah ibadah yang istimewa, karena Allah Swt. sendiri yang

mengatur hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Berbeda dengan salat

yang hanya dijelaskan kewajibannya, sedangkan penjelasan khususnya terdapat

pada hadis-hadis Nabi Muhammad Saw.

Perintah kewajiban puasa bagi umat muslim di dalam Alquran

setidaknya telah tertulis secara jelas pada surah al-Baqarah ayat 183 sampai

dengan ayat 187. Pada surah al-Baqarah ayat 183 terdapat perintah akan

kewajiban puasa dan pada ayat-ayat selanjutnya terdapat penjelasan-penjelasan

khusus terkait puasa. Makalah yang kami susun ini akan membahas mengenai

ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah puasa dan hal-hal ynag berhubungan

dengannya seperti iktikaf.

1
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang

dikemukakan penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana naskah surah Al-Baqarah ayat 183 sampai 187 dan terjemahnya?

2. Bagaimana terjemah perkata surah Al-Baqarah ayat 183 sampai 187?

3. Bagaimana Asbabun Nuzul dan Munasabah surah Al-Baqarah ayat 183

sampai 187?

4. Bagaimana tafsir surah Al-Baqarah ayat 183 sampai 187?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui naskah surah Al-Baqarah ayat 183 sampai 187 dan

terjemahnya.

2. Untuk mengetahui perkembangan terjemah perkata surah Al-Baqarah ayat

183 sampai 187.

3. Untuk mengetahui Asbabun Nuzul dan Munasabah surah Al-Baqarah ayat

183 sampai 187.

4. Untuk mengetahui tafsir surah Al-Baqarah ayat 183 sampai 187.

D. METODE PENULISAN

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu

dengan Telaah Kepustakaan (Library Research) dan kami simpulkan dalam

bentuk makalah.

2
‫‪BAB II‬‬

‫‪PEMBAHASAN‬‬

‫‪A. Naskah Surah Al-Baqarah Ayat 183 Sampai 187 dan Terjemahnya‬‬

‫علَى الَّذِينَ ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُونَ (‪)183‬‬ ‫علَ ْي ُك ُم ِ ِّ‬


‫الص َيا ُم َك َما ُكتِ َ‬
‫ب َ‬ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُكتِ َ‬
‫ب َ‬

‫علَى الَّذِينَ‬ ‫سفَ ٍر فَ ِعدَّة ٌ ِم ْن أَي ٍَّام أُخ ََر َو َ‬ ‫ضا أ َ ْو َ‬


‫علَى َ‬ ‫ت فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َم ِري ً‬‫أَيَّا ًما َم ْعدُودَا ٍ‬
‫صو ُموا َخي ٌْر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنت ُ ْم‬ ‫ع َخي ًْرا فَ ُه َو َخي ٌْر لَهُ َوأ َ ْن ت َ ُ‬ ‫ين فَ َم ْن ت َ َ‬
‫ط َّو َ‬ ‫ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَةٌ َ‬
‫طعَا ُم ِم ْس ِك ٍ‬
‫ت َ ْعلَ ُمونَ (‪)184‬‬

‫ش ِهدَ‬‫ان فَ َم ْن َ‬ ‫ت ِمنَ ْال ُهدَى َو ْالفُ ْرقَ ِ‬ ‫اس َوبَ ِيِّنَا ٍ‬ ‫آن ُهدًى ِللنَّ ِ‬ ‫ضانَ الَّذِي أ ُ ْن ِز َل ِفي ِه ْالقُ ْر ُ‬ ‫ش ْه ُر َر َم َ‬ ‫َ‬
‫سفَ ٍر فَ ِعدَّة ٌ ِم ْن أَي ٍَّام أُخ ََر ي ُِريدُ َّ‬
‫َّللاُ بِ ُك ُم ْاليُس َْر‬ ‫علَى َ‬ ‫ضا أ َ ْو َ‬‫ص ْمهُ َو َم ْن َكانَ َم ِري ً‬ ‫ش ْه َر فَ ْليَ ُ‬‫ِم ْن ُك ُم ال َّ‬
‫علَى َما َهدَا ُك ْم َولَعَلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرونَ (‪)185‬‬ ‫َوال ي ُِريدُ بِ ُك ُم ْالعُس َْر َو ِلت ُ ْك ِملُوا ْال ِعدَّة َ َو ِلت ُ َكبِ ُِّروا َّ‬
‫َّللاَ َ‬

‫ان فَ ْليَ ْست َِجيبُوا ِلي َو ْليُؤْ ِمنُوا‬


‫ع ِ‬ ‫عنِِّي فَإِنِِّي قَ ِريبٌ أ ُ ِج ُ‬
‫يب دَع َْوة َ الدَّاعِ ِإذَا دَ َ‬ ‫سأَلَكَ ِعبَادِي َ‬ ‫َو ِإذَا َ‬
‫شد ُونَ (‪)186‬‬ ‫ِبي َل َعلَّ ُه ْم يَ ْر ُ‬

‫َّللاُ أَنَّ ُك ْم ُك ْنت ُ ْم‬


‫ع ِل َم َّ‬ ‫اس لَ ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ِلبَ ٌ‬
‫اس لَ ُه َّن َ‬ ‫ث ِإلَى نِ َ‬
‫سائِ ُك ْم ُه َّن ِلبَ ٌ‬ ‫الرفَ ُ‬ ‫أ ُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ ِ ِّ‬
‫الصيَ ِام َّ‬
‫َّللاُ لَ ُك ْم َو ُكلُوا‬ ‫َب َّ‬ ‫ع ْن ُك ْم فَاآلنَ بَا ِش ُرو ُه َّن َوا ْبتَغُوا َما َكت َ‬ ‫عفَا َ‬‫علَ ْي ُك ْم َو َ‬ ‫ت َْخت َانُونَ أ َ ْنفُ َ‬
‫س ُك ْم فَت َ‬
‫َاب َ‬
‫ام إِلَى‬
‫الصيَ َ‬ ‫ض ِمنَ ْال َخي ِْط األس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِر ث ُ َّم أَتِ ُّموا ِ ِّ‬ ‫َوا ْش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْي ُ‬
‫ط األ ْبيَ ُ‬
‫اج ِد تِ ْلكَ ُحدُودُ َّ‬
‫َّللاِ فَال ت َ ْق َربُوهَا َكذَلِكَ يُبَيِ ُِّن َّ‬
‫َّللاُ‬ ‫س ِ‬ ‫عا ِكفُونَ فِي ْال َم َ‬ ‫اللَّ ْي ِل َوال تُبَا ِش ُرو ُه َّن َوأ َ ْنت ُ ْم َ‬
‫اس لَعَلَّ ُه ْم يَتَّقُونَ (‪)187‬‬
‫آيَاتِ ِه ِللنَّ ِ‬

‫‪Artinya: (183): “Wahai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu‬‬

‫‪berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu‬‬

‫‪bertakwa,” (184): “(yaitu beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara‬‬

‫‪kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib‬‬

‫‪mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang‬‬

‫‪lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah,‬‬

‫‪3‬‬
yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerendahan

hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu

lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (185): “Bulan Ramadhan adalah

(bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi

manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda

(antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa diantara kamu

ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam

perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari

yang di tinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki

kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah

kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya

yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (186): “Dan apabila hamba-

hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku

adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila

ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala

(perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu

berada dalam kebenaran.” (187): “Dihalalkan bagimu pada malam hari

puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu

adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat

menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu.

Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan

Allah bagimu. Makan dan minulah sehingga jelas bagimu (perbedaan) antara

benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa

sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu

4
beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu

mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada

manusia agar mereka bertakwa”.

B. Terjemah Perkata Surah Al-Baqarah Ayat 183 sampai 187

1. Terjemah Perkata Ayat 183

Kosa Kata Terjemah Kosa Kata Terjemah

‫َك َما‬ Sebagaimana ‫يَا أَيُّ َها‬ Wahai

َ ‫ُك ِت‬
‫ب‬ Diwajibkan َ‫الَّذِين‬ Orang-orang

َ‫الَّذِين‬ Orang-orang yang ‫آ َمنُوا‬ Beriman

‫قَ ْب ِل ُك ْم‬ Sebelum kamu َ ِ‫ُكت‬


‫ب‬ Diwajibkan

‫َل َعلَّ ُك ْم‬ Agar kamu ‫علَ ْي ُك ُم‬


َ Atas kamu

َ‫تَتَّقُون‬ Kamu bertakwa ‫الص َيا ُم‬


ِّ ِ Berpuasa

2. Terjemah Perkata Ayat 184

Kosa kata Terjemah Kosa kata Terjemah


ٌ ‫فِدْيَة‬ Fidyah/denda ‫أَيَّا ًما‬ Beberapa hari
َ
‫طعَا ُم‬ Memberi makan ٍ ‫َم ْعدُودَا‬
‫ت‬ Yang tertentu
‫ين‬
ٍ ‫ِم ْس ِك‬ Seorang miskin ‫فَ َم ْن‬ Maka barang siapa
‫ع‬ َ َ‫ت‬
َ ‫ط َّو‬ Ia mengerjakan ‫َم ِريضًا‬ Sakit
‫َخي ًْرا‬ Kebaikan/kebajikan ‫سفَر‬
َ Perjalanan
‫َخي ٌْر‬ Lebih baik ٌ ‫فَ ِعدَّة‬ Maka hitunglah
ُ َ‫ت‬
‫صو ُموا‬ Kamu berpuasa ‫أَي ٍَّام‬ Hari-hari
‫َخي ٌْر‬ Lebih baik ‫أُخ ََر‬ Lain
‫لَ ُك ْم‬ Bagimu َ‫الَّذِين‬ Orang-orang yang
َ‫ت َ ْع َل ُمون‬ Mengetahui ُ‫ي ُِطيقُونَه‬ Mereka berat
menjalankannya

3. Terjemah Perkata Ayat 185

5
Kosa kata Terjemah Kosa kata Terjemah
ٌ ‫فَ ِعدَّة‬ Maka hitunglah ‫ش ْه ُر‬
َ Bulan
(berpuasalah)
ُ ‫ي ُِريد‬ Menghendaki َ‫ضان‬َ ‫َر َم‬ Ramadhan
‫ْاليُس َْر‬ Kemudahan ‫أ ُ ْن ِز َل‬ Diturunkan
‫َوال‬ Dan tidak ‫فِي ِه‬ Didalamnya
ُ ‫ي ُِريد‬ Dan tidak dia ‫ْالقُ ْرآ ُن‬ Al Qur’an
menghendaki
‫بِ ُك ُم‬ Bagimu ‫ُهدًى‬ Petunjuk
‫ْالعُس َْر‬ Kesukaran ِ َّ‫ِللن‬
‫اس‬ Bagi manusia
‫َو ِلت ُ ْك ِملُوا‬ Dan agar kamu ٍ ‫َو َب ِِّينَا‬
‫ت‬ Dan penjelasan-
mencukupkan penjelasan
َ ‫ْال ِعدَّة‬ Bilangan ِ َ‫َو ْالفُ ْرق‬
‫ان‬ Dan furqan (pembeda)
‫َو ِلت ُ َك ِب ُِّروا‬ Dan hendaklah kamu َ‫ش ِهد‬
َ Menyaksikan
menganggukan
‫َهدَا ُك ْم‬ Dia memberi ُ َ‫فَ ْلي‬
ُ ‫ص ْمه‬ Maka hendaklah ia
petunjuk padamu berpuasa
‫َولَ َعلَّ ُك ْم‬ Supaya kamu ‫َم ِريضًا‬ Sakit
َ‫ت َ ْش ُك ُرون‬ Kamu bersyukur ‫سفَ ٍر‬
َ Perjalanan

4. Terjemah Perkata Ayat 186

Kosa kata Terjemah Kosa kata Terjemah


َ ‫دَع َْوة‬ Permohonan ‫َوإِذَا‬ Dan apabila

ِ‫الدَّاع‬ Orang yang mendoa َ‫سأَلَك‬


َ Bertanya kepadamu

‫فَ ْليَ ْست َِجيبُوا‬ Maka hendaklah ‫ِع َبادِي‬ Hamba-hamba-Ku

‫َو ْليُؤْ ِمنُوا‬ Dan hendaklah mereka ‫َع ِِّني‬ Tetang Aku
beriman
‫لَ َعلَّ ُه ْم‬ Agar mereka ‫فَإِنِِّي‬ Maka sesungguhnya
Aku
ُ ‫يَ ْر‬
َ‫شدُون‬ Mereka mendapat ٌ‫قَ ِريب‬ Dekat

6
petunjuk/kebenaran
ُ‫أ ُ ِجيب‬ Aku mengabulkan

5. Terjemah Perkata Ayat 187

Kosa kata Terjemah Kosa kata Terjemah


ُ ‫ْال َخ ْي‬
‫ط‬ Benang ‫أ ُ ِح َّل‬ Dihalalkan
‫ض‬
ُ َ‫األ ْبي‬ Putih َ‫لَ ْيلَة‬ Malam
‫ْال َخي ِْط‬ Benang ‫الصيَ ِام‬
ِّ ِ Puasa
‫األس َْو ِد‬ Hitam ُ َ‫الرف‬
‫ث‬ َّ Bercampur
‫ْالفَجْ ِر‬ Waktu fajar ‫إِلَى‬ Kepada/dengan
‫أَتِ ُّموا‬ Sempurnakanlah ‫سائِ ُك ْم‬
َ ِ‫ن‬ Isteri-istrimu
‫ت ُ َبا ِش ُروه َُّن‬ Kamu mencampuri ‫اس‬
ٌ ‫ِل َب‬ Pakaian
mereka
‫َوأ َ ْنت ُ ْم‬ Dan/sedang kamu َ‫ت َْختَانُون‬ Kamu khianat
َ‫َعا ِكفُون‬ Orang yang itikaf ‫فَتَاب‬ Maka dia
mengampuni
‫اج ِد‬
ِ ‫س‬َ ‫ْال َم‬ Masjid ‫َو َعفَا‬ Dan dia memaafkan
ُ ‫ُحد ُود‬ Batas-batas(hukum) َ‫فَاآلن‬ Maka sekarang
‫تَ ْق َربُوهَا‬ Kamu ‫بَا ِش ُروه َُّن‬ Campurilah mereka
mendekatinya
ُ‫يُبَيِِّن‬ Menerangkan ‫َوا ْبتَغُوا‬ Dan carilah olehmu
‫آيَاتِ ِه‬ Ayat-ayatNya َ ‫َكت‬
‫َب‬ Telah menetapkan
‫اس‬ ِ َّ‫ِللن‬ Kepada manusia ‫َو ُكلُوا‬ Dan makanlah
‫لَ َع َّل ُه ْم‬ Supaya mereka ‫َوا ْش َربُوا‬ Dan minumlah
َ‫يَتَّقُون‬ Bertakwa َ‫يَت َ َبيَّن‬ Nyata/jelas

C. Asbabun Nuzul dan Munasabah Surah Al-Baqarah Ayat 183 sampai 187

7
1. Asbabun Nuzul

a. Surah Al-Baqarah Ayat 184

Diterangkan oleh ibn sa’ad dalam thabaqatnya, dari Mujahid

katanya: ayat ini diturunkan mengenai majikan dari Qis bin Saib (yang

sudah sangat tua) “dan bagi orang yang berat menjalankannya wajib

membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin” (al-Baqarah:

184). Lalu ia berbuka dan memberi makan seorang miskin untuk setiap

hari Ramadhan yang ia tinggalkan puasanya.1 Ayat tersebut turun

berkenaan dengan Qais bin as-Saib yang memaksakan diri berpuasa,

padahal dia sudah tua sekali.2

b. Surah Al-Baqarah Ayat 186

Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui

kepada Nabi Saw. lalu berkata, “apakah Tuhan kita dekat sehingga kita

cukup berbisik saat memohon kepada-Nya, atau Dia jauh sehingga kita

perlu berteriak memanggilnya?”. Mendengar pertanyaan itu Rasulullah

terdiam, kemudian turunlah ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan

orang Arab Badui tersebut dan juga untuk memberi penjelasan kepada

setiap orang muslim yang ingin berdoa kepada Allah Swt.3

c. Surah Al-Baqarah Ayat 187

Ayat ini turun berkenaan dengan ada seorang sahabat Nabi Saw.

tidak makan dan minum pada malam bulan ramadhan, karena tertidur

setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan

1 Qamarudin Shaleh, Asbabun Nuzul, Bandung: CV. Diponegoro, 1989, hlm. 53.
2
Jalaluddin Suyuthi, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Al-Qur’an.
Bandung: Diponegoro, 2000, hlm. 50.
3
Ibid., hlm. 51.

8
sama sekali, dan keesokan harinya ia berpuasa lagi. Seorang sahabat

lainya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tibanya

waktu berbuka puasa, meminta makanan kepada isterinya yang kebetulan

belum tersedia. Ketika isterinya menyediakan makanan, karena lelahnya

pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia,

isterinya mendapatkan suaminya tertidur. Berkatalah ia: “wahai celaka

kau”. Pada tengah hari keesokan harinya, Qais bin Shirmah pingsan.

Kejadian ini disampaikan kepada Nabi Saw, maka turunlah Al-Baqarah

ayat 187, sehingga bergembiralah kaum muslimin.4

2. Munasabah Ayat

a. Munasabah Ayat 183 hingga 187 dengan Ayat Sebelumnya

Dalam ayat 178 hingga 179, Allah mewajibkan hukum qisas dalam

suatu pembunuhan. Hukuman ini adalah rahmat dan ihsan Allah kepada

manusia. Selanjutnya dalam ayat 180 sampai 182, Allah menyambung

lagi dengan mewajibkan orang-orang mukmin agar berwasiat sebelum

mati untuk menghindari kekacauan dalam hak waris.5

Kemudian di dalam ayat 183 sampai 187, Allah menyatakan lagi

kewajiban yang perlu di kerjakan oleh setiap orang mukmin yaitu ibadah

puasa beserta hukum-hukum yang bersangkutan dengannya. Ringkasnya,

ketiga kelompok ayat ini adalah syariat Allah yang diwajibkan kepada

hamba-Nya. Syariat tersebut adalah hukum qisas, kewajiban berwasiat,

dan ibadah puasa.

4
Qamarudin Shaleh,...hlm. 56.
5
Zulkifli Mohd Yusoff, Tafsir ayat-Ahkam, Selangor: PTS Darul Furqon, 2011, hlm. 21.

9
Dengan menyebutkan uraian-uraian tersebut, sesungguhnya Allah

bermaksud untuk mengingatkan kaum muslimin bahwa ajaran Islam

walaupun berbeda-beda dia adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Jangan ada yang menganggap kewajiban berpuasa itu lebih penting

daripada berwasiat, larangan memakan babi lebih penting dari larangan

membuka aurat, begitu juga tuntutan untuk menegakkan keadilan itu

lebih utama daripada tuntutan untuk menegakkan kejujuran.

b. Munasabah Surat Al-Baqarah ayat 183 hingga 187 dengan Ayat

Sesudahnya

Hubungan surat al-Baqarah ayat 183 sampai 187 dengan ayat

selanjutnya, yaitu ayat 188 adalah adanya larangan mengambil dan

memakan harta orang lain secara haram. Laranngan ini bertujuan untuk

menjamin kesucian hati, keikhlasan dan kesungguhan dalam beribadah

serta ke mustajaban doa. Di sini juga jelas menunjukkan larangan

memakan makanan yang haram.6

D. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 183 sampai 187

1. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 183

Dalam ayat ini Allah memanggil umat beriman untuk berpuasa.

Kewajiban ini juga telah diwajibkan kepada umat-umat yang terdahulu guna

mencapai takwa yang sesungguhnya. Dalam puasa ada tuntunan untuk

mempersempit pengaruh setan.

Ayat puasa dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang

memiliki iman walau seberat apapun. Ia dimulai dengan satu pengantar yang

6
Ibid., hlm. 32.

10
mengundang setiap mukmin untuk sadar akan perlunya melaksanakan

ajakan itu. Ia dimulai dengan panggilan mesra, “wahai orang-orang yang

beriman”.

Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa tanpa

menunjuk siapa yang mewajibkannya, “Diwajibkan atas kamu”. Redaksi ini

tidak menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan. Yang diwajibkan adalah

ash-shiyam, yakni menahan diri. Menahan diri oleh setiap orang, kaya atau

miskin, muda atau tua, lelaki atau perempuan, sehat atau sakit. Selanjutnya,

ayat ini menjelaskan bahwa kewajiban yang dibebankan itu adalah,

“sebagaimana telah diwajibkan pula atas umat umat terdahulu sebelum

kamu”. Ini berarti puasa bukan hanya khusus untuk generasi mereka yang

diajak berdialaog pada masa turunnya ayat ini, tetapi juga terhadap umat

umat terdahulu, walaupun perincian cara pelaksanaanya berbeda-beda.7

2. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 184

Ayat 184 ini menerangkan hukum puasa permulaannya, siapa yang

dalam keadaan sakit atau musafir, mereka boleh untuk tidak berpuasa, tapi

harus qadha (mengganti) sebanyak yang ia tinggalkan.

Ulama sepakat bahwa musafir dengan tujuan taat (bukan maksiat)

seperti haji, jihad, silaturrahmi, mencari kebutuhan hidup, berdagang dan

hal-hal yang diperbolehkan, baginya boleh tidak puasa. Namun menurut

madzhab Hanafi bepergian maksiat juga boleh tidak berpuasa. Sebab

hakikat safar itu sendiri itu bukan perbuatan maksiat. Akan tetapi maksiat

itu terjadi setelah bepergian atau ketika dalam perjalanannya. Maka tidak

7
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati. 2012, hlm. 486.

11
menimbulkan efek apapun jika mendapat rukhsah qashar. Sebab orang

tersebut sedikit bertaubat ketika mengingat nikmat Allah yang tercurah

padanya yakni kemurahannya memperbolehkan qashar.8

Jika seseorang meninggalkan puasa udzur atau tidak, kemudian

mereka tidak segera mengganti puasa tersebut dihari lain hingga Ramadhan

berikutnya, maka menurut jumhur ulama ia terkena kafarat, yaitu memberi

makanan kepada orang fakir miskin 1 hari 1 mud.

3. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 185

Dalam ayat 185, Allah memuji bulan Ramadhan yang terpilih untuk

turunnya Al-Qur’an, bahkan kitab-kitab Allah yang diturunkan pada Nabi-

Nabi juga diturunkan pada bulan Ramadhan.

Dalam zahir nash Alquran mengenai orang yang mendapat

rukhsah yaitu orang yang sedang sakit atau bepergian ini bersifat mutlak.

Maka apapun penyakitnya dan bagaimanapun bepergiannya diperkenankan

mereka untuk berbuka. Hanya orang yang sakit mengqadhanya setelah dia

sehat, dan orang musafir wajib mengqadhanya setelah dia bermukim di

kampung halamannya. Inilah yang lebih penting dalam memahami nash Al-

Qur’an yang mutlak ini, dan lebih dekat dengan pemahaman Islami di dalam

menghilangkan kesulitan dan mencegah madharat. Maka bukan karena

beratnya sakit dan sulitnya bepergian yang menjadi pergantungan hukum,

melainkan keadaan sakit secara mutlak dan bepergian secara mutlak.

Karerna boleh jadi terdapat pelajaran-pelajaran lain yang di ketahui oleh

Allah dan tidak diketahui manusia dalam masalah sakit dan bepergian ini.

8
Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir, Beirut: Dar al-Fikr, 2005, jilid 1, hlm. 504.

12
Boleh jadi terdapat kesulitan (masyaqat) lain yang tidak tampak waktu itu,

atau tidak jelas menurut ukuran manusia. Dan selama Allah tidak

mengungkapkan alasan (ilat) hukum tentang sesuatu, maka kita tidak usah

menakwilkannya, melainkan hanya mematuhi nash-nash yang sudah ada.

Agama Islam itu tidak menggiring manusia dengan rantai untuk

menuju ketaatan. Tetapi hanya menuntun mereka menuju kepada takwa, dan

yang menjadi tujuan ibadah (puasa) ini secara khusus adalah takwa. Dan

sesuatu dapat memalingkan manusia dari menunaikan kewajiban ini

dibawah kelambu rukhsah tidak ada kebaikannya sejak awal, karena tujuan

pertama ibadah ini tidak terwujud.

4. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 186

Dalam penjelasan Allah Swt, ayat yang memotivasi untuk berdoa ini

diselipkan di antara hukum-hukum puasa sebagai petunjuk agar bersungguh

sungguh dalam berdoa setelah menyelesaikan jumlah hari dalam sebulan,

bahkan pada setiap kali berbuka. Ayat yang memotivasi berdoa ini Allah

jelaskan sebagai selingan dari penuturan hukum-hukum puasa. Cara

demikian merupakan bimbingan dari Allah agar bersungguh-sungguh dalam

berdoa setelah menuntaskan bilangan puasa selama sebulan, bahkan setiap

kali berbuka.9

5. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 187

Setelah sebelumnya diharamkan maka sekarang dihalalkan bagi

kalian untuk melakukan hubungan badan dengan istri-istri kalian pada

malam hari bulan Ramadan; karena betapa pun mereka (istri-istri kalian) itu

9
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani, 1999, hlm. 297.

13
adalah selimut dan ketenangan bagi kalian. Karena peran seorang istri

adalah untuk menghiasi perilaku suaminya dengan kebaikan,

menghalanginya dan perbuatan buruk, dan menolongnya dalam

menundukkan pandangan, menjaga kemaluan, dan menenteramkan batinnya

serta mencegahnya dari berbuat keji dengan perempuan lain.

Penyebab dibolehkannya berhubungan badan pada malam hari bulan

Ramadan adalah karena Allah mengetahui bahwa ketika hal itu masih

diharamkan, sebagian kaum muslimin melanggar aturan tersebut dengan

tetap mempergauli istri mereka pada malam hari bulan Ramadan.

Demikianlah, maka sebagai rahmat-Nya Allah pun membolehkan hal itu,

memaafkan yang telah terjadi, dan memberikan rukhsah (keringanan)

kepada mereka. Dan hukum diperbolehkannya berhubungan badan di

malam hari bulan Ramadan ini telah disepakati oleh para ulama.

Sesungguhnya Allah selalu menerima taubat hamba-hamba-Nya dan

tidak memberi hukuman atas kesalahan yang telah Dia ampuni. Maka dari

itu, setelah diturunkannya keringanan ini, kaum muslirnin diperbolehkan

untuk menggauli istri mereka di malam hari bulan Ramadan untuk

mendapatkan anak dan keturunan yang saleh, menahan nafsu, dan

menunaikan haknya.

Karenanya, hendaklah kalian senantiasa membaguskan niat kalian

dalam berhubungan badan, yaitu untuk rnendapatkan keturunan yang penuh

berkah dan hukan semata-mata untuk mendapatkan kenikmatan sesaat dan

memenuhi kehutuhan syahwat yang singkat. Ketahuilah, segala bentuk

kenikmatan yang dinikmati dengan niat yang baik akan menjadi perbuatan

14
taat, dan suatu kebiasaan bila disertai dengan niat yang baik akan menjadi

ibadah. Makan dan minumlah kalian pada malam-malam puasa hingga

terbitnya fajar. Kemudian, bertahanlah dan segala yang membatalkan puasa

sejak terbit fajar itu hingga tenggelamnya matahari.

Adapun bagi orang yang beriktikaf di masjid pada bulan itu,

janganlah ia menggauli istrinya pada malam hari maupun siang hari selama

masa iktikafnya itu demi menghormati waktu, tempat, dan pelaksanaan

ibadah kepada Ar-Rahman. Inilah apa yang diharamkan Allah, batasan-

batasan-Nya, perintah-perintah-Nya, dan larangan-larangan-Nya maka

janganlah kalian sekali-kali melanggarnya.

Maksud digunakannya kalimat “janganlah kamu mendekatinya”

pada ayat ini adalah agar kita pun mencegah diri dari hal-hal yang bisa

membawa kita kepada kemaksiatan. Sesungguhnya Allah menjelaskan

hukum-hukum-Nya jangan kalian mendekati yang haram, bertakwa kepada

Raja Yang Maha Mengetahui, berhati-hati dari Azab-Nya, takut dari siksa-

Nya, dan mengharap pahala-Nya.10

10
‘Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press, 2007, hlm. 146.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Al-Baqarah ayat 183 menjelaskan secara gamblang bahwa diwajibkan bagi

setiap muslim yang beriman untuk menjalankan ibadah puasa sebagaimana

telah diwajibkan ibadah puasa tersebut umat-umat Nabi Muhammad Saw.

Namun di dalam ayat ini belum dijelaskan apakah puasa itu dilakukan

selamanya atau pada hari-hari tertentu saja, dan apakah puasa itu sama persis

seperti puasa umat-umat terdahulu atau berbeda.

Kemudian pada ayat 184 dan 185 ini menerangkan hukum puasa

permulaannya, dan keringanan atau rukhsah bagi siapa yang dalam keadaan

sakit atau musafir, mereka boleh untuk tidak berpuasa, tapi harus qadha

(mengganti) sebanyak yang ia tinggalkan. Sedangkan bagi yang kepayahan

menjalankannya maka harus menggantinya dengan membayar fidyah, yaitu

memberi makan kepada orang fakir miskin 1 hari 1 mud (± 1kg).

Pada ayat 186 dan 187 berisi tentang amalan-amalan dibulan ramadhan,

seperti memperbanyak shalat, do’a, dan i’tikaf

B. SARAN

Semoga apa yang dijelaskan di dalam makalah kami dapat dipahami dan

dipelajari oleh para pembaca. Selain itu, dengan makalah ini semoga kita dapat

mengetahui lebih jauh lagi tentang tafsir ayat yang berkaitan dengan puasa

ramadhan dan iktikaf.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Muhammad Nasib. 1999. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.

Shaleh, Qamarudin. 1989. Asbabun Nuzul, Bandung: CV. Diponegoro.

Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

Suyuthi, Jalaluddin. 2000. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya

alQur’an. Bandung: Diponegoro.

Qarni, ‘Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press.

Yusoff, Zulkifli Mohd. 2011. Tafsir ayat-Ahkam, Selangor: PTS Darul Furqon.

Zuhaili, Wahbah. 2005. Tafsir Munir. Beirut: Dar al-Fikr, jilid 1.

17

Вам также может понравиться