Вы находитесь на странице: 1из 18

MAKALAH

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Antropologi

disusun oleh

AsepWellyTeguhardi (102018028)

Larassati Aulia Tri Utami (102018018)

Nurul Nur Farida (102018005)

Salsabela Nurnoverasari (102018020)

Wulan Yulianti (102018019)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN 1A

SEK0LAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH

Jln. K.H.A Dahlan Dalam No.06 Bandung

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta
kasih sayang dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada seluruh ciptaan-Nya,
shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah SWT, Kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Manusia dan Kebudayaan”

Adapun tujuan dari peyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas mata
kuliah Antropologi Kesehatan. Dalam penyusunan makalah ini, Kami banyak
mengalami kesulitan dan hambatan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu
pengetahuan yang kami miliki. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya, dan umumnya bagi pembaca.

Kami sebagai penyusun sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang ditujukan untuk membangun.

Bandung, 29 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penyusunan Makalah ....................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
KAJIAN TEORITIS ............................................................................................... 2
A. Pengertian Kebudayaan ................................................................................ 2
B. Sifat Hakikat Kebudayaan............................................................................ 3
C. Tiga Wujud Kebudayaan.............................................................................. 6
D. Problem ........................................................................................................ 9
E. Manusia dan Kebudayaan .......................................................................... 11
BAB III ................................................................................................................. 14
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
B. Saran ........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dengan kemampuan akal atau budinya, telah mengembangkan
berbagai macam sistem tindakan demi keperluan hidupnya sehingga
menjadi makhluk yang berkuasa di muka bumi ini. Namun demikian,
berbagai macam sistem tindakan tadi harus dibiasakan olehnya dengan
belajar sejak lahir sampai dia mati. Hal itu karena kemampuan untuk
melaksanakan semua sistem tindakan itu tidak terkandung dalam gen nya,
jadi tidak dibawa olehnya saat ia lahir.
Cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi
dijadikan sebagai objek penelitian dan analisis oleh ilmu Antropologi
sehingga aspek belajar merupakan aspek pokok. Itulah sebabnya dalam hal
memberi pembatasan terhadap konsep “Kebudayaan” atau kulture, ilmu
antropologi berbeda dengan ilmu lain. Kalau dalam bahasa sehari-hari
“Kebudayaan dibatasi pada hal-hal yang indah (seperti candi, tari-tarian,
seni rupa, seni suara, kesusasteraan, dan filsafat) saja. Sedangkan dalam
ilmu antopologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu
Antropologi, “Kebudayaan” adalah : keselutuhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik manusia dengan belajar.

B. Tujuan Penyusunan Makalah


Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dari suatu makalah.
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Kebudayaan
2. Untuk Mengetahui Sifat Hakikat Kebudayaan
3. Untuk Mengetahui Wujud-wujud Kebudayaan
4. Untuk Mengetahui Problem dalam Kebudayaan
5. Untuk Mengetahui Hubungan Manusia dengan Kebudayaan

1
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Kebudayaan
Merujuk pada asal kata yang dipakai di Indonesia, kebudayaan
berasal dari kata Buddayah yang berarti akal, maka tentunya budaya
hanya dicapai dengan kemampuan akal yang tinggi tingkatannya yang
dalam hal ini dimilki oleh manusia. Sementara dari asal kata yunani,
culture berasal dari kata colere yang berarti mengolahatau mengerjakan.
Secara lengkap, koentjaraningrat (1991) mengajukan definisi
kebudayaan sebagai seluruhsistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangkakehidupan masyarakat yang dijadikan manusia
belajar. Antropolog lain, Ralph Linton (1945), mengajukan definisi
kebudayaan, yakni “culture is a configuration of learned behavior and
result of behavior whose component elements are shared and transmitted
by the member of particular society”.
Walau terdapat perbedaan, namun kedua tokoh ini membawa kita
pada satu keadaan yang sama, yakni kebudayaan ada ditengah-tengah
masyarakat, muncul dalam tingkah laku dan yang utama adalah dipelajari,
bukan terlahir begitu saja.
Definisi menurut Kottak (2004,2006) mengajukan definisi yang
mendekati pemahaman bahwa kebudayaan itu harus dijelaskan lebih luas
dari sekedar definisi. Kottak melihatnya sebagai proses sehingga
membuka banyak hlm.
Ia menyatakan bahwa kebudayaan harus dipelajari. Pembelajaran
tersebut melalui enkulturasi, yakni proses sosial budaya yang dipelajari
dan di transmisikan dari generasi ke generasi. Pembelajaran dengan cara
ini membuka peluang bahwa pembelajaran ini dapat melalui banyak hlm.
Misalnya, melalui simbol yang merupakan tanda yang tidak ada
hubungannya dengan sesuatu yang diwakilinya. Gambar bulanbintang
dapat dianggap sebagai simbol islam, padahal islam sendiri tidak terkait
dengan bulan dan bintang. Jalurlain dari enkulturasi adalah melalui

2
3

observasi. Tentu hal ini sehari-hari dapat kita perhatikan disekeliling kita,
khususnya pada anak-anak yang dapat belajar cukup dengan melihat
aktivitas orang dewasa dihadapannya.
Kebudayaan bukannlah milik seorang saja. Ia mendapatkannya
justru karena ia adalah anggota dari suatu kelompok. Dalam suatu
kelompok, disitulah kemudian dan seseorang dapat konsep-konsep,
biasanya belief (keyakinan), nilai-nilai, dan cerita-cerita (ingatan
bersama). Oleh karena itu, satu individu dalam masyarakat terbuka
kemungkinan untuk memiliki pengalaman relatif sama dengan individu
lainnya.
Ambil sebuah contoh sederhana, ketika Indonesia mengalami
gejolak ekonomi sampai kemudian menjadi krisi ekonomi pada
tahun1998, nyaris semua orang indonesia mengalami dampak krisis yang
sama. Maka dari itu, kejadian tersebut diharapkan tidak terulang lagi.
Contoh lainnya adalah oktivitas ibadah dari satu kelompok agama tertentu.
Kegiatan ritual yang dilakukan bersama-sama akan menimbulkan perasaan
kebersamaan pada tiap anggotanya. Ketika individu melihat bahwa
aktivitas sama dengan orang lainnya ia merasa bahwa orang lain itu
memiliki kesamaan dari dirinya. Maka ari itu, kebudayaan dibagi
(shared) dari, untuk, dan oleh anggota kelompoknya.
Kebudayaan adalah simbol yang berarti hasil olahan fikir yang
memungkinkan untuk mengodekan atau membukakan kode dari sesuatu
yang hadir dihadapan kita. Seperti pada contoh air suci pada kelompok
Khatolik.

B. Sifat Hakikat Kebudayaan


Sifat super organik dari kebudayaan, manusia berevolusi dalam
jangka waktu lebih –kurang 4juta tahun lamanya. Pada saat ia muncul di
muka bumi, tentu telah ada benih-benih dari kebudayaannya. Telah ada
bahasa sebagai alat komunikasi untuk perkembangan sistem pembagian
4

kerja dan interaksi antara warga kelompok. Tentu saja ada kemampuan
akal manusia untuk mengembangkan konsep-konsep yang makin lama
makin tajam, yang dapat disimpan dalam bahasa, dan bersifat akumulatif.
Mungkin ketika itu juga sudah ada alat-alatnya yang pertama, berupa
sebatang kayu untuk tongkat pukul, segumpal batu untuk senjata lempar.
Kemudian batang-batang kayu diperuncing olehnya sehingga selain
sebagai senjata pukul, juga dapa berfungsi sebagai senjata tusuk, dan
gumpal-gumpal batu yang di pertajam pada sisi belahannya dapat juga
berfungsi sebagai alat potong.
Dengan benih-benih kebudayaan berupa kemampuan akal dan
beberapa peralatan sederhana itu, manusia dapat hidup selama hampir
2juta tahun. Kebudayaannya berevolusi dengan lambat, sejajar dengan
evaluasi organismenya dan baru 200.000 tahun kemudian tampak sedikit
kemajuan, ketika dari penemuan alat-alat sekitar fosil-fosil
homoneandertal terlihat, bahwa kebudayaan manusia telah bertambah
dengan kemampuan untuk menguasai api dan mempergunakan energinya,
serta kepandaian untuk membuat gambar-gambar pada dinding gua, yang
berarti bahwa manusia mulai mngembangkan kesenian. Berhubungan
dengan itu, mungkin juga konsep-konsep dasar mengenai religi.
Namun setelah zaman itu, tampak bahwa evolusi kebudayaan
manusia mulai menjadi agak cepat jika dibandingkan dengan evolusi
organiknya. Kalau 120.000 tahun kemudian bentuk organisme manusia
berubah dari bentuk homoneandertal menjadi bentuk homosapiens seperti
manusia sekarang, maka kebudayaannya juga tampak banyak
kemajuannya. Variasi bentuk alat-alat batunya sudah bertambah banyak
dan mantap. Manusia telah memakai alat-alat batu serpih bilah yang kecil,
yang dipasang pada alat-alat kayu atau bambu yang telah ada, sehingga
kemampuan teknologinya sudah menjadi lebih rumit.
Kemudian hanya 50.000 tahun setelah itu, ketika dalam proses
evolusi organik tampak perbedaan ragam ras, maka alam proses evolusi
kebudayaan telah mulai tampak alat-alat dengan teknologi rumit seperti
5

busur panah. Adapun suatu perkembangan yang meloncat cepat adalah


keika dalam waktu hanya 20.000 tahun saja, berkembang kepandaian
manusia untuk bercocok tanam.
Dengan peristiwa berkembangnya kepandaian bercocok tanam itu,
manusia mengalami suatu waktu revolusi atau perubahan yang mendadak
dalam kebudayaan dan dalam cara hidupnya. Ia tidak lagi berpindah-
pindah dari satu tempat perkemahan ke tempat perkemahan yang lain
untuk mencari tempat kawanan binatang bururannya. Ia telah mulai bentuk
desa-desa, konsentrasi tempat tinggal yang mempunyai dasar dan susunan
yang sangat berbeda dari pada organisasi sosial dari masyarakat ketika ia
hidup dalam kelompok-kelompok berburu yang kecil. Ia mulai dapat
membuat alat-alat yang lebih banyak tanpa menghadapi masalah
pengangkutan benda-benda itu bila ia harus berpindah-pindah memburu
binatang. Demikian, kepandaian membuat periut belanga yang terbuat dari
tanah liat mulai berkembang, juga kepandaian membuat rumah-rumah
atap, menenun dan sebagainya.

Setalah revolusi bercocok taam dan kehidupan menetap, yang juga


menyababkan meloncatnya pertambahan jumlah manusia, hanya dalam
jangka waktu separohnya dari jangka waktu proses perkembangan
bercocok tanam, yaitu 6.000 tahun kemudia, teah timbul lag suatu revolusi
atau perubahan mendadak yang baru lagi dalam proses perkembangan
kebudayaan, yaitu revolusi perkembangan masyarakat kota. Peristiwa itu
pertama-tama terjadi di pulau Kreta, kira-kira pada tahun 4.000 S.M., di
daerah subur di perairan sungai-sungai Tigris dan Eufrat (daerah yang
sekarang menjadi negara Siria dan Irak), di daerah muara Sungai Nil
(daerah yang sekarang menjadi mesir sekitar kota kairo).

Proses perubahan kebudayaan kemudia bertambah cepat lagi, dan


banyak unsur baru dengan suatu ragam yang besar diberbagai tempat di
dunia, berkembang dalam jangka waktu 5.500 tahun setelah itu. Hingga
kira-kira sekitar tahun 1.500 M., beberapa tokoh bangsa-bangsa di Eropa
6

Barat mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan baru. Hanya


dalam waktu 200 tahun saja, yaitu pada zzaman paroh kedua abad ke-18
sampai abad ke-20 tahun saja, kebudayaan manusia mengalami suatu
revolusi ketiga, yaitu Revolusi Industri. Dalam proses perubahan
mendadak itu kebudayaan manusia, terutama mengenai unsur-unsur
teknologi dan peralatan fisiknya, dan juga mengenai organisasi sosial dan
keidupan rohaniahnya sudah menjadi sedemkian kompleksnya sehingga
menusia sendiri hampir tidak dapat lagi mengendalikan dan menguasainya.
Kecepatan perkembangan kebudayaan itu sudah menjadi beberapa ratus
kali lipat.

Apabila proses revolusi dan perkembangan kebudayaan mausia itu


kita bandingkan dengan evolusi organismenya, denan caa menggambar
dua garis grafik yang sejajar, maka akan tampak bahwa untuk waktu hanya
2 juta tahun kedua garis itu sejajar; artinya sama cepatnya. Tetapi
kemudian garis evolusi kebudayaan itu tadi, pada tempat yang
menandakan waktu kira-kira 80.000 tahun lalu dipakai, waktu yterjadinya
homo sapiens, mulai melepaskan diri dari garis evolusi organisme
manusia. Dengan melalui dua peristiwa revolusi kebudayaan, yaitu
revolusi pertanian dan revolusi perkotaan, proses perkembangan tampak
membubung tinggi dengan suatu kecepatan yang seolah-olah tidak dapat
dikendalikan sendiri, dalam waktu hanya 200 tahun saja, melalui peristiwa
yang disebut revolusi industri. Proses perkembangan kebudayaan yang
seolah-olah melepaskan diri dari evolusi organik, dan terbang sendiri
membubung tinggi ini, merupakan proses yang oleh ahli antropologi A.L.
Kroeber siebut proses perkembangan superorganic dari kebudayaan.

C. Tiga Wujud Kebudayaan


Penulis setuju dengan pendapat seorang ahli sosiologi, Talcott
Parsons bersama dengan seorang ahli antropologi A.L.Ktoeber pernah
menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan sebagai suatu sistem
ide dan konsep dari wujud kebudayaan sebagai rangakaian tindakan dan
7

aktivitas manusia yang berpola. Serupa dengan J.J. Honigmann yang


dalam buku antropologinya, berjudul The World ofMan (1959:hlm. 11-12)
membedakan adanya tiga “gejala kebudayaan”, yaitu (1) ideas (2)
activities, dan (3) artifitacts, pengarang berpendian bahwa kebudayaan itu
ada wujudnya, yaitu :

1. Wujud kebudayan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai,


norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan.Sifatnya


abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala atau
dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat tempat
kebudayaanbersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat menyatakan
gagasan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal
sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya penulis warga
masyarakat bersangkutan.Sekarang kebudayaan ideal juga banyak
tersimpan alam disket, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu
computer, silinder, dan pita computer.

Ide dan gagsan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu
masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan itu satu dengan
yang lain selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para ahli antropologi dan
sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya atau cultural system. Dalam
bahasa Indonesia terdapat juga istilah lain yang sangan tepat untuk
menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat atau adat-istiadat
untuk bentuk jamaknya.

Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem social atau siciasystem,


mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sisoal ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan
8

bergaul satu sama lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun
ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentuyang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu
masyarakat, sistem social itu bersifat konkret, terjadi di sekelilingkita
sehari-hari, bias diobservasi, difoto, dan didokumentasi.

Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik.Berupa


seluruh hasil fisik dan aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia
dalam masyarakat.Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Ada benda-benda yang
sangat besar seperti pabrik baja; ada benda-benda yang amat kompleks dan
canggih, seperti computer berkapasitas tinggi, atau benda-benda yang
besar dan bergerak, suatu kapal tangki minyak; ada bangunan hasil seni
arsitek seperti suatu candi yang indah; atau ada pua benda-benda kecil
seperti kain batik, atau yang lebih kecil lagi, yaitu kancing baju.

Ketiga wujud dari kebudayaan terurai tadi, dalam kenyataan


kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan yang
lainnya.Kebudayaan dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada
manusia.Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya
manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya
kebudayaan fisik membentuk suatu ingkungan hidup tertentu yang makin
lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiyahnya sehingga
mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berfikirnya.

Sungguhpun ketiga wujud dari kebudayaan tadi siang saling


berkaitan, tetapi untuk keperluan analisis perlu diadakan pemisahan antara
tiap-tiap wujud itu.Hal ini sering dilupakan; tidak hanya dalam diskusi-
diskusi atau dalam pekerjaan sehari-hari ketiga wujud dari kebudayaan
tadi sering dikacaukan, tetapi juga dalam analisis ilmiah oleh para sarjana
yang menamakan dirinya ahli kebudayaan atau ahli masyarakat, dan sering
tidak dapat dibuat pemisahan yang tajam antara ketiga hal terurai tadi.
9

Seorang sarjana antropologi dapat meneiti hanya sistem budaya atau


adat dari suatu kebudayaan tertentu. Dalam pekerjaan itu ia akan
mengkhususkan perhatiannya terutama pada cita-cita, nilai budaya, dan
pandangan hidup, norma dan hokum, pengetahuan dan keyakinan dari
manusia yang menjadi warga masyarakat bersangkutan. Ia dapat meneliti
tindakan, aktivitas-aktivitas dan karya manusia itu sendiri, tetapi dapat
juga mengkhususkan perhatiannya pada hasil karya manusia yang bias
berupa benda peralatan, benda kesenian, atau bangunan.

Semua unsur kebudayaan dapat dipandang dari sudut ketiga wujud


masing-masing tadi.Sebagai contoh dapat kita ambil misalnya Universitas
Indonesia. Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi, universitas tersebut
merupakan suatu unsur dalam kebudayaan Indonesia suatu unsur
kebudayaan yang ideal, khususnya terdiri dari cita-cita atuan ujian,
pandangan-pandangan, baik bersifat ilmiah maupun yang popular dan
sebagainnya. Sebaliknya, Universitas Indonesia juga terdiri dari suatu
rangkaian aktivitas dan tindakan tempat manusia saling berhubungan atau
berinteraksi dalam melaksanakan berbagai macam hal. Ada orang yang
memberi kuliah, aa yang mendengarkan dan mencatat kuliah-kuliah tadi,
ada orang yang menguji, ada yang mencoba menjawab pertanyaan-
pertanyaan ujian tadi dan sebagainnya. Namun, lepas dari itu semua, orang
dapat juga mengadakan penelitian tentang Universitas Indonesia tanpa
memperhatikan hal-hal tersebut diatas.Ia hanya memperhatikan universitas
sebagai himpunan benda fisik yang harus diinventarisasi. Itulah sebabnya
ia hanya melihat Universitas Indonesia sebagai suatu kompleks gedung,
ruang-ruang kuliah, deretan-deretan bangku kuliah, himpunan buku,
sekumpulan meja tulis, mesin-mesin tik, timbunan-timbunan dan alat-alat
lainnya saja.

D. Problem
Menurut seorang ahi antropologi terkenal, C. kluckhohn, tiap
sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan mengandung lima masalah
10

dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar konsepsi itu, bersama dengan
istrinya, F. kluckhohn, ia mengembangkan suatu kerangka yang dapat
dipakai oleh para ahli antropologi unuk menganalisis secara universal
dalam sistem nilai budaya semua macam kebudayaan yang terdapat di
dunia.

Menurut C. kluckhohn, kelima masalah besar dalam kehidupan


manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya
adalah :

1) Masalah hakikat dari hidup manusia (selanjutnya disingkat MH)


2) Masalah hakikat dari karya manusia (selanjutnya disingkat MK)
3) Masalah hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu
(selanjutnya disingkat MW)
4) Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
(selanjutnya disingkat MA)
5) Masalah hakikat hubungan manusia dengan sesamanya
(selanjutnya disingkat MM).

Cara berbagai kebudayaan di dunia mengonsepsikan kelima masalah


universal tersebut berbeda-beda, walaupun kemungkinan untuk bervariasi
itu terbatas adanya.Misalnya mengenai masalah pertama (MH), ada
kebudayaan yang memandang hidup manusia pada hakikatnya suatu hal
yang buruk dan menyedihkan, dank arena itu harus dihindari.Kebudayaan-
kebudayaan yang terpengaruh oleh agam Budha misalnya dapat disangka
mengonsepsikan hidup itusebagai suatu ha ng buruk.

Mengenai masalah kedua (MK), ada kebudayaan yang memandang


bahwa karya manusia pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkan
hidup; kebudayaan lain lagi menganggap hakikat dari karya manusia itu
untuk memberikannya suatu kedudukan penuh kehormatan dalam
masyarakat; sedangkan kebudayaan-kebudayaan lain lagi menganggap
11

hakikat karya manusia itu sebagai suatu gerak hidup yang harus
menghasilkan lebih banyak karya lagi.

Kemudian mengenai masalah ketiga (MW), ada kebudayaan yang


memandang penting masa lampau dalam kehidupan manusia. Dalam
kebudayaan serupa itu orang akan lebih sering menjadikan pedoman
tindakannya contoh-contoh dan kejadian-kejadian dalam masa
lampau.sebaliknya, ada banyak pula kebudayaan di mana orang hanya
mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit.

Selanjutnya mengenai masalah yang keempat (MA), ada kebudayaan


yang memandang alam sebagai suatu hal yang begitu dahsyat sehingga
manusia pada hakikatnya hanya dapat bersifat menyerah saja tanpa dapat
berusaha banyak. Sebaliknya, banyak pula lebudayaan lain yang
memandang alam sebagai suatu hal yang dapat dilawan oleh manusia, dan
mewajibkan manusia untuk selalu berusaha menaklukan alam.

Akhirnya, mengenai masalah kelima (MM) ada kebudayaan yang


sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan
sesamanya. Dalam tingkah lakunya manusia yang hidup dalam suatu
kebudayaan serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh pemimpin,
orang-orang senior, atau atasan. Kebudayaan lain lebih mementingkan
hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Orang dalam
suatu kebudayaan serupa itu akan sangat merasa tergantung kepada
sesamanya.

E. Manusia dan Kebudayaan

Jika kita ingat kembali kisah penciptaan manusia oleh Tuhan, maka
secara ekspilsit dikatakan bahwa Adam dan Hawa sebagai makhluk
manusia pertama hidup dengan ketelanjangan.Baru setelah melakukan
suatu kesalahan, mereka menggunakan dedaunan untuk menutupi bagian-
12

bagian ternteu tubuhnya.Sedikit kesimpulan didapat adalah berpakaian


sebagai salah satu bentuk kebudayaan yang ada setelah manusia muncul.

Dalam catatan sejarah, diperkirakan munculnya sebuah


kebudayaan yang dijelaskan sebeumnya adalah kebudayaan manusia yang
muncul dan berkembang bersamaan waktunya dengan mulainya beberapa
populasi hominida purba yang membuat peralatan dari batu untuk
keperluan membunuh hewan guna mengambil dagingnya.Tentunya,
kebudayaan ini tampaknya muncul sebagai bagian dari kebutuhan
manusia-manusia purba saat itu.

Proses inilah yang tampaknya muncul ketika kita membicarakan


keterkaitan antara evolusi dan kebudayaan. Skema ini dimunculkan oleh
Koentjaraningrat (1991).Ia hendak menyampaikan bahwa setidaknya ada
dua tahapan sekaligus dua proses, yakni tahapan primata menjadi manusia
dan proses evolusi menuju kebudayaan.

Pada tahapan primate, terlihat bahwa evolusi menghasilkan satu


bentuk kehidupan baru pada kelompok primate, yakni kehidupan
kolektif.Kolektivitas yang terbentuk tidak hanya dalam kondisi hidup
secara berkelompok, kondisi ini juga membawa para primate untuk
melakukan pembagian kerja yang tentunya untuk mencapai tujuan
bersama, yakni untuk bertahan hidup.

Perkembangan selanjutnya adalah ketika para primate itu


berkembang menjadi homo sapiens (manusia). Hasil evolusi pada oragn-
organ tubuhnya membuat mereka seanjutnya membuka kesempatan untuk
membuat kebudayaan.Salah satunya adalah perkembangan organ untuk
bicara.Suara-suara yang dihasilkan oleh manusia-manusia awal ini ternyata
menstimulus otak, baik untuk berkembang secara fisik maupun
kognitif.Komunikasi dan pertukaran ide membuka peluang dalam
berkembangnya akal.
13

Akal yang berkembang mampu membantu manusia untuk


meningkatkan kemampuan berbicara, sehingga menjadikan pola-pola
suara tadi menjadi bahasa yang berarti lebih meningkat lagi pertukaran ide
yang menstimulus otak.Ketika pola triparit antara otak-otak dan bahasa
terjadi degan baik, kehidupan kolektif juga terimbas, sehingga pembagian
kerja semakin baik dan menghasilkan karya-karya yang maju.

Dengan perkataan lain, kebudayaan tidak dapat muncul manakala


proses dalam skema tadi tidak berjalan. Ketercapaian evolusi yang
sempurna merupakan modal dasar yang memungkinkan organ-organ tubuh
dasar dapat berkembang.Kematangan fisik ini yang secara alama memicu
kognitif untuk berkembang juga.Perhatikan bayi di sekitar kita. Adakah
bayi yang belum sempurna organ-organnya dan belum dapat
berkomunikasi dengan orang dewasa yang mampu memunculkan tingkah-
tingkah laku yang dapat membawanya dalam memiliki kebudayaan ?

Manusia lebih cepat menyerap pembelajaran social dibandingkan


hewan lain. Keterampilan belajar social yang dimilki manusia adalah
kemampuan adaptasi kognitif utama yang membedakan kita dari keluarga
primate lainnya (Tobby dan DeVore dalam Richerson dan boyd,
1998).Sejak kanak-kanak, manusia mampu mempelajari budaya karena
memiliki ‘insting’ social yang membedakannya dengan hewan lain,
termasuk jenis monyet.Insting social tersebut adalah pola perilaku yang
terjadi di semua manusia dan bertindak sebagai kekuatan yang membuat
keputusan dalam evolusi budaya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kata “Kebudayaan” berasal dari kata sanskerta buddayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-
budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Dalam istilah antropologi budaya,kata budaya dipakai sebagai suatu
singkattan dari kebudayaan. Kata culture merupakan kata asing yang sama
artinya dengan “kebudayaan”. Berasal dari kata latin colore yang berarti
“mengolah, mengerjakan,” terutama mengolah tanah untuk bertani. Dari arti
ini berkemang menjadi culture sebagai “segala dayya upaya serta tindakan
manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

14
DAFTAR PUSTAKA
Meinarno, Eko A.dkk (2011). Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat:
Pandangan Antropologi dan Sosiologi Edisi 2. Jakarta : Salemba Humanika

15

Вам также может понравиться