Вы находитесь на странице: 1из 13

Table of Contents

No. Title Page


1 Analysis Factors which Correlate with Exclusive Breastfeeding on Adolecent 1 - 11
Mother at Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Krembangan, Surabaya
2 Analysis Factors which Correlate with Pulmonary Tuberculosis Patient’s 12 - 20
Adherence on Medication Based on Health Belief Model
3 Analysis Factors which Correlate with URTI Incidence on Toddlers Based on 21 - 30
Florence Nightingale Theory
4 Analysis Factors which Correlate with Nurse’s Role in Handling Workplace 31 - 38
Accident at Companies, Kabupaten Gresik
5 Analysis Factors which Correlate with Male Student’s Smoking Behaviour at 39 - 49
SMK Negeri 1 Palangka Raya
6 The Correlation Between Knowledge and Attitude of Health Volunteers about 50 - 56
Additional Task with The Case Finding of Pulmonary Tuberculosis at Puskesmas
Lite
7 The Factors that Influence Health Volunteers’ Behavior in Early Detection of 57 - 66
Children Development Puskesmas Babat, Lamongan
8 The Correlation between Physical Activity and Osteoporosis Risk on Post 67 - 72
Menopause Women at PKK RT 02 RW 01, Kelurahan Komplek Kenjeran,
Surabaya
9 The Effect of Home Visit by Nurses on Patient’s Attitude in Following MDT 73 - 80
Regularly
10 The Analysis of Factors which Influence Preventive Behavior on Yaws Disease 81 - 90
11 The Correlation between Family Support with Elderly Independency in Doing 91 - 98
Activity Daily Living
12 The Mixture of Fragrant Pandan’s Leaves and Virgin Coconut Oil Reduce Joint 99 - 105
Pain in Elderly with Osteoarthritis
13 The Effect of Exercise with Decrease of Joint Pain in Elderly 106 - 110
14 The Influence of Laun Therapy on Blood Pressure Change in Patient with Isolated 111 - 121
Systolic Hypertension at Panti Sosial Budi Agung Kupang
15 The perceptions of students Dikmata Navy against risk behaviors of HIV / AIDS 122 - 132
Vol. 2 - No. 2 / 2014-04
TOC : 3, and page : 21 - 30

Analysis Factors which Correlate with URTI Incidence on Toddlers Based on Florence Nightingale Theory

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA BERDASARKAN
PENDEKATAN TEORI FLORENCE NIGHTINGALE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ALAK KOTA KUPANG NTT

Author :
Israfil | ahmadisrafil6@gmail.com
Fakultas Keperawatan
Yuni Sufyanti Arief |
Fakultas Keperawatan
Ilya Krisnana |
Fakultas Keperawatan

Abstract

Upper Respiratory Tract Infection (URTI) is the major cause of morbidity and mortality on toddlers. Based on Florence
Nightingale theory, URTI on toddlers can be influenced by four environmental factors, that are fresh air needs, personal
hygiene, home lighting, and nutrition. This study was aimed to investigate factors which correlate with URTI incidence on
toddlers based on Florence Nightingale theory, at Puskesmas Alak, Kota Kupang, NTT. Design used was explanatory
research with cross sectional approach. Total sampel was 130 respondents, taken according to inclusion criteria. The
independent variabels were fresh air needs, personal hygiene, home lighting, and nutrition. The dependent variabel was
URTI incidence on the toddlers. Data were then analyzed using Spearman’s rho test with level of significance of
≤ 0,01. Results showed that fresh air needs (p=0,000), personal hygiene (p=0,000), and nutrition (p=0,000) has
correlate with URTI incidence on the toddlers. While home lighting has no correlation (p=0,266). It can be concluded that
fresh air needs, personal hygiene, and nutrition did have significant correlation with URTI incidence on the toddlers.
Nurses should provide health education about URTI care on toddlers, especially according to Florence Nightingale theory.

Keyword : URTI, Toddler, Florence, Nightingale, Theory, ,

Daftar Pustaka :
1. Basford, Lynn & Slevin,Oliver, (2006). Teori dan Praktik Keperawatan :Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien.
Jakarta : EGC
2. Corwin, (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Kozier, (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik Volume 2. Jakarta : EGC

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


21

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA


PADA BALITA BERDASARKAN PENDEKATAN
TEORI FLORENCE NIGHTINGALE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
ALAK KOTA KUPANG NTT

(Analysis Factors which Correlate with URTI Incidence on Toddlers Based on


Florence Nightingale Theory)

Israfil*, Yuni Sufyanti Arief*, Ilya Krisnana*


*Program Studi Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga
Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya 60115
email: ahmadisrafil6@gmail.com

ABSTRACT
Upper Respiratory Tract Infection (URTI) is the major cause of morbidity and mortality
on toddlers. Based on Florence Nightingale theory, URTI on toddlers can be influenced
by four environmental factors, that are fresh air needs, personal hygiene, home lighting,
and nutrition. This study was aimed to investigate factors which correlate with URTI
incidence on toddlers based on Florence Nightingale theory, at Puskesmas Alak, Kota
Kupang, NTT. Design used was explanatory research with cross sectional approach.
Total sampel was 130 respondents, taken according to inclusion criteria. The
independent variabels were fresh air needs, personal hygiene, home lighting, and
nutrition. The dependent variabel was URTI incidence on the toddlers. Data were then
analyzed using Spearman’s rho test with level of significance of ≤ 0,01. Results showed
that fresh air needs (p=0,000), personal hygiene (p=0,000), and nutrition (p=0,000) has
correlate with URTI incidence on the toddlers. While home lighting has no correlation
(p=0,266). It can be concluded that fresh air needs, personal hygiene, and nutrition did
have significant correlation with URTI incidence on the toddlers. Nurses should provide
health education about URTI care on toddlers, especially according to Florence
Nightingale theory.

Keywords: URTI, Toddler, Florence Nightingale Theory

PENDAHULUAN buangan yang berasal dari sarana


transportasi, polusi udara dalam rumah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) tangga seperti asap dapur, asap rokok
adalah penyebab utama morbiditas dan dan asap obat nyamuk bakar, juga
mortalitas pada balita. ISPA yang tidak merupakan ancaman kesehatan
ditangani dengan baik akan masuk lingkungan yang merupakan penyebab
kejaringan paru-paru dan menyebabkan terjadinya ISPA (Depkes RI, 2009).
pneumonia, yaitu penyakit infeksi pada
paru-paru yang menjadi penyebab utama Puskesmas Alak adalah salah satu
kematian pada bayi dan balita (Depkes wilayah kerja dengan kejadian ISPA
RI, 2009). Berat bayi lahir rendah paling tinggi di Kota Kupang NTT. Data
(BBLR), status gizi buruk, imunisasi tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa
yang tidak lengkap, kepadatan tempat kejadian ISPA masih menjadi kasus
tinggal, dan lingkungan fisik merupakan nomor satu dalam 10 besar penyakit
faktor yang dapat menyebabkan ISPA yang diderita masyarakat khususnya
pada balita (Depkes, 2002). Keadaan balita (Dinkes Kota Kupang, 2012).
lingkungan yang tercemar seperti akibat Upaya dalam mengatasi kasus ISPA
asap karena kebakaran hutan, gas pada balita terus dilakukan, baik dengan
22

dengan pengobatan pasien maupun diharapkan dapat memberi jawaban


penyuluhan kesehatan tentang penyakit tentang faktor yang berhubungan dengan
ISPA sebagai upaya promotif kejadian ISPA dan komplikasinya yang
(Puskesmas Alak, 2012). Akan terjadi pada balita di wilayah kerja
tetapi,faktor-faktor yang berhubungan puskesmas Alak Kota Kupang NTT,
dengan kejadian ISPA pada balita yang sehingga upaya pencegahan dan
masih meningkat di wilayah kerja penanganan balita yang menderita ISPA
Puskesmas Alak Kota Kupang NTT di Puskesmas Alak Kota Kupang, dapat
masih belum diketahui dengan baik. dilakukan dengan baik.

Florence Nigthtingale (1860) dengan BAHAN DAN METODE


teori lingkungannya menjelaskan bahwa
lingkungan merupakan faktor eksternal Penelitian berdesain explanatory
yang mempengaruhi individu baik yang research dengan pendekatan cross-
sehat maupun sakit. Jika kebutuhan sectional. Populasi dalam penelitian ini
lingkungan tidak terpenuhi dengan baik adalah semua orang tua balita penderita
atau lingkungan berada dalam kondisi ISPA di wilayah kerja Puskesmas Alak,
tidak higienik, maka lingkungan tersebut Kota Kupang dalam 1 bulan, yaitu
akan dapat menyebabkan suatu penyakit sebanyak 420 orang. Sampel diambil
pada inividu (Lynn & Oliver, 2006). dari 30% total populasi dengan cara
Kebutuhan lingkungan menurut simpel random sampling yaitu sebanyak
Florence Nightingale yaitu kebutuhan 130 orang tua balita dengan kriteria
udara murni, air murni, drainase efisien, orang tua yang mengasuh sendiri
kebersihan, dan pencahayaan. Selain itu, balitanya, balita berusia 2 bulan-5 tahun,
Florence Nightingale juga menekankan status imunisasi balita penderita ISPA
pentinganya menjaga kehangatan pasien, sudah lengkap sesuai usia dan balita
ketenangan dan nutrisi (Kozier, 2010). penderita ISPA sudah berkunjung ke-2
Berdasarkan pendekatan komponen kali dengan kasus yang sama dalam 1
Critical Thinking with Nightingales’s bulan.
Theory, Selanders (1998) dalam
Alligood (2006), penyakit ISPA pada Variabel independen meliputikebutuhan
balita dapat disebabkan oleh gangguan udara (bersih), kebutuhan kebersihan,
pemenuhan kebutuhan udara, pencahayaan, dan kebutuhan nutrisi.
kebersihan, pencahayaan dan nutrisi. Sedangkan, variabel dependennya
adalah kejadian ISPA pada
Pelayanan kesehatan khususnya balita.Instrumen yang digunakan adalah
pelayanan keperawatan pada balita kuesioner dan lembar observasi. Data
penderita ISPA dengan pendekatan penelitian diuji dengan uji statistik
pemenuhan kebutuhan berdasarkan Spearman’s rho dengan tingkat
pendekatan teori Florence Nightingale, kemaknaan α < 0,01.
23

HASIL

Tabel 1 Korelasi pemenuhan kebutuhan udara bersih dengan kejadian ISPA pada balita
Pemenuhan Kejadian ISPA pada balita
kebutuhan udara ISPA Bukan ISPA Pneum- ISPA Pneu-
bersih Pneu-monia onia Ringan monia Berat ∑
Baik 41 0 0 41
Cukup 52 0 0 52
Kurang 28 9 0 37
Total 121 9 0 130
ρ = 0,000 r = - 0,360

Tabel 1 menunjukkan bahwa Kota Kupang NTT bulan November –


berdasarkan hasil analisis statistik Desember 2013. Nilai koefisien korelasi
dengan menggunakan uji korelasi adalah -0,360 dengan arah negatif,
Spearman’s rho dengan nilai α = 0,01, artinya kekuatan korelasi tersebut lemah
didapatkan hasil Sig.(2-tailed) yaitu dengan arah hubungan berlawanan, yaitu
0,000, atau nilai Sig.(2-tailed) < α. Hasil jika pemenuhan kebutuhan udara bersih
ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan rendah, maka kejadian ISPA pada balita
H1 diterima, artinya ada hubungan yang tinggi, dan jika pemenuhan kebutuhan
signifikan antara pemenuhan kebutuhan udara bersih tinggi atau baik, maka
udara bersih dengan kejadian ISPA pada kejadian ISPA pada balita turun.
balita di wilayah kerja Puskesmas Alak

Tabel 2 Korelasi pemenuhan kebutuhan udara bersih dengan kejadian ISPA pada balita
Kejadian ISPA pada balita
Pemenuhan
ISPA Bukan ISPA Pneu- ISPA Pneu-
kebutuhan kebersihan
Pneu-monia monia Ringan monia Berat ∑
Baik 69 0 0 69
Cukup 22 1 0 23
Kurang 30 8 0 38
Total 121 9 0 130
ρ = 0,000 r = - 0,342

Tabel 2 menunjukkan bahwa Kota Kupang NTT bulan November –


berdasarkan hasil analisis statistik Desember 2013.Nilai koefisien korelasi
dengan menggunakan uji korelasi adalah -0,342 dengan arah negatif,
Spearman’s rho dengan nilai α = 0,01, artinya kekuatan korelasi lemah dengan
didapatkan hasil Sig.(2-tailed) yaitu arah hubungan berlawanan, yaitu jika
0,000, atau nilai Sig.(2-tailed) < α. Hasil pemenuhan kebutuhan kebersihan
ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan rendah, maka kejadian ISPA pada balita
H1 diterima, artinya ada hubungan yang tinggi, dan jika pemenuhan kebutuhan
signifikan antara pemenuhan kebutuhan kebersihan tinggi atau baik, maka
kebersihan dengan kejadian ISPA pada kejadian ISPA pada balita turun.
balita di wilayah kerja Puskesmas Alak
24

Tabel 3 Korelasi pemenuhan kebutuhan cahaya dengan kejadian ISPA pada balita
Pemenuhan Kejadian ISPA pada balita
kebutuhan ISPA Bukan ISPA Pneu- ISPA Pneu-
pencahayaan Pneumonia monia Ringan monia Berat ∑
Baik 78 4 0 82
Cukup 24 3 0 27
Kurang 19 2 0 21
Total 121 9 0 130
ρ = 0,266 r = -0.098

Tabel 3 menunjukkan bahwa yang signifikan antara pemenuhan


berdasarkan hasil analisis statistik kebutuhan cahaya dengan kejadian ISPA
dengan menggunakan uji korelasi pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Spearman’s rho dengan nilai α = 0,01, Alak Kota Kupang NTT bulan
didapatkan hasil Sig.(2-tailed) yaitu November – Desember 2013.Nilai
0,266, atau nilai Sig.(2-tailed) > α. Hasil koefisien korelasi adalah-0,098
ini menunjukan bahwa H0 diterima dan menunjukkan bahwa kekuatan korelasi
H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tersebut sangat lemah.

Tabel 4 Korelasi pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan kejadian ISPA pada balita
Pemenuhan Kejadian ISPA pada balita
kebutuhan nutrisi ISPA Bukan ISPA Pneu- ISPA Pneu-
Pneu-monia monia Ringan monia Berat ∑
Gizi Baik 29 0 0 29
Gizi Kurang 67 0 0 67
Gizi Buruk 25 9 0 34
Total 121 9 0 130
ρ = 0,000 r = -0,382

Tabel 4 menunjukkan bahwa NTT bulan November – Desember


berdasarkan hasil analisis statistik 2013.Nilai koefisien korelasi adalah -
dengan menggunakan uji korelasi 0,382 dengan arah negatif, artinya
Spearman’s rho dengan nilai α = 0,01, kekuatan korelasi lemah dengan arah
didapatkan hasil Sig.(2-tailed) yaitu hubungan berlawanan, yaitu jika
0,000, atau nilai Sig.(2-tailed) < α. Hasil pemenuhan kebutuhan kebutuhan nutrisi
ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan (status gizi balita) rendah, maka
H1 diterima, artinya ada hubungan yang kejadian ISPA pada balita tinggi, dan
signifikan antara pemenuhan kebutuhan jika pemenuhan kebutuhan nutrisi
nutrisi (status gizi) balita dengan (status gizi balita) tinggi atau baik,
kejadian ISPA pada balita di wilayah maka kejadian ISPA pada balita turun.
kerja Puskesmas Alak Kota Kupang

Tabel 5 Tabulasi hasil uji statistik dengan Spearman’s rho


Spearman’s rho Keb. Keb. Kebersi- Keb.
Udara han Nutrisi
ISPA pada Ρ 0,000 0,000 0,000
balita r -0,360 -0,342 -0,382

Tabel 5 menunjukkan bahwa, dengan menggunakan uji korelasi


berdasarkan hasil analisis statistik Spearman’s rho dengan nilai α = 0,01
25

didapatkan hasil koefisien korelasi juga menjelaskan bahwa keadaan


beberapa variabel independen yang lingkungan yang tidak sehat akibat
berhubungan dengan kejadian ISPA pencemaran udara seperti karena asap
pada balita di wilayah kerja Puskesmas kebakaran hutan, gas buangan yang
Alak Kota Kupang NTT bulan berasal dari sarana transportasi, polusi
November-Desember 2013 yaitu udara dalam rumah tangga seperti asap
pemenuhan kebutuhan udara -0,360, dapur, asap rokok dan asap obat nyamuk
kebersihan -0,342, dan nutrisi -0,382. bakar, merupakan ancaman kesehatan
Hasilkoefisien korelasi ini menunjukkan lingkungan yang menjadi penyebab
bahwa semua variabel independen terjadinya ISPA pada balita. Selain itu,
memiliki kekuatan korelasi lemah hasil penelitian (Hidayati 2004) juga
terhadap kejadian ISPA pada balita di membuktikan bahwa polusi udara akibat
wilayah kerja Puskesmas Alak Kota asap rokok, asap bahan bakar sampah,
Kupnga NTT dengan arah hubungan dan asap obat nyamuk bakar adalah
yang berlawanan. Nilai koefisien faktor yang dapat mempengaruhi
korelasi paling tinggi diantara ketiga kejadian ISPA pada balita.Asap dan
variabel indepeden tersebut adalah - debu merupakan alergen yang dapat
0,382 yaitu pemenuhan kebutuhan menyebabkan infeksi pada saluran
nutrisi. Hasil ini menunjukkan bahwa pernapasan. Apabila kuantitas alergen
dalampenelitian ini, variabel independen atau mikroorganisme yang masuk
yang dominan yang berhubungan banyak dan sangat virulen, maka alergen
dengan kejadian ISPA pada balita di atau mikrorganisme tersebut akan
wilayah kerja Puskesmas Alak Kota berkoloni disaluran napas atas dan
Kupang NTT bulan November- menimbulkan reaksi peradangan, dan
Desember tahun 2013 adalah akhirnyajuga akan dapat menimbulkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi. infeksi saluran napas bagian bawah
diantaranya penyakit Pneumonia
PEMBAHASAN (Corwin 2009).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau Pemenuhan kebutuhan udara bersih


ISPA adalah penyebab utama morbiditas merupakan salah satu kebutuhan utama
dan mortalitas pada balita. ISPA yang yang dapat membantu mempercepat
tidak ditangani dengan baik akan masuk proses penyembuhan balita penderita
kejaringan paru-paru dan menyebabkan ISPA. Akan tetapi kebutuhan ini belum
pneumonia, yaitu penyakit infeksi pada dapat dipenuhi dengan baik oleh orang
paru-paru yang menjadi penyebab utama tua penderita ISPA diwilayah kerja
kematian pada bayi dan balita (Depkes Puskesmas Alak Kota Kupang NTT.
RI 2009). Peneliti menemukan bahwa pemenuhan
kebutuhan udara bersih bagi balita
Hasil penelitian yang telah dilakukan penderita ISPA di wilayah kerja
menunjukkan bahwa ada hubungan yang Puskesmas Alak sebagian besar
signifikan antara pemenuhan kebutuhan terganggu akibat pencemaran udara
udara bersih dengan kejadian ISPA pada karena asap rokok anggota keluarga
balita di wilayah kerja Puskesmas Alak didalam rumah,pencemaran udara
Kota Kupang NTT Bulan November- karena debu yang berasal dari luar atau
Desember 2013. Hasil penelitian ini halaman rumah, pencemaran udara
sesuai dengan pernyataan Florence akibat asap kendaraan bermotor,
Nigtingale yang menjelaskan bahwa, pencemaran udara akibat asap bakaran
kebutuhan udara yang bersih merupakan sampah disekitar rumah, pencemaran
kebutuhan utama dalam proses udara akibat asap obat nyamuk bakar
perawatan pasien agar pasien dapat didalam rumah, dan pencemaran udara
memperoleh pemulihan yang cepat dan yang terjadi akibat asap dapur yang
opimal (Kozier 2010). Depkes RI (2009) terletak didekat rumah. Keadaan ini
26

dapat terjadi karena sebagian besar perilaku seseorang terhadap kebersihan.


orang tua mengatakan belum pernah Usia orang tua balita penderita ISPA
mendapatkan penyuluhan tentang yang mayoritas berusia muda, disertai
penyakit ISPA pada balita, akibatnya tingkat pendidikan yang cukup rendah
upaya perawatan dan pencegahan adalah salah satu faktor yang
kejadian ISPA pada balita dengan cara menyebabkan kurangnya pengetahuan
pemenuhan kebutuhan udara bersih dan perilaku orang tua dalam menjaga
belum dilakukan dengan baik oleh orang kebersihan diri balita saat menderita
tua balita penderita ISPA di wilayah ISPA di wilayah kerja Puskesmas Alak
kerja Puskesmas Alak Kota Kupang Kota Kupang NTT. Peneliti menemukan
NTT bulan November-Desember 2013. beberapa perilaku yang tidak baik yang
telah menyebabkan terjadinya gangguan
Hasil penelitian yang telah dilakukan pemenuhan kebutuhan kebersihan bagi
juga menunjukkan bahwa ada hubungan balita penderita ISPA diwilayah kerja
yang signifikan antara pemenuhan Puskesmas Alak Kota Kupang NTT,
kebutuhan kebersihan dengan kejadian yaitu sebagian besar orang tua balita
ISPA pada balita di wilayah kerja tidak mencuci tangan sebelum dan
Puskesmas Alak Kota Kupang NTT setelah membersihkan hidung balita
bulan November-Desember 2013. Hasil penderita ISPA, orang tua tidak mencuci
penelitian ini sesuai dengan teori tangan balita setiap kali balita selesai
Florence Nigtingale yang menyatakan bermain atau memegang barang-barang
bahwa fokus keperawatan salah satunya permainan, dan orang tua tidak
adalah kebersihan. Florence Nightigale memperhatikan kebersihan kuku dan
berpendapat bahwa kondisi kesehatan tangan anak balita penderita ISPA.
pasien sangat dipengaruhi oleh tingkat Kebiasaan orang tua yang tidak mencuci
kebersihan, baik kebersihan diri klien, tangan sebelum dan setelah
perawat, maupun lingkungan (Asmadi membersihkan hidung balita penderita
2008). Hasil penelitian (Susanti 2009) ISPA adalah perilaku tidak bersih yang
juga mendukung pernyataan ini dapat menimbulkan kontak silang
berdasarkan hasil penelitiannya yang penularan mikroorganisme penyebab
menunjukkan bahwa ada hubungan ISPA dari tangan ibu yang tidak bersih
kebiasaan ibu dalam menjaga kebersihan ke hidung balita.Kuku dan tanganbalita
anak terhadap kejadian ISPA pada yang kotor akibat kurang perawatan juga
balita. Kebersihan diri atau personal merupakan media yang baik sebagai
higiene meliputi perawatan kulit kepala tempat berkembangbiaknya
dan rambut, perawatan mata, perawatan mikroorganisme penyebab penyakit.
hidung, perawatan telinga, perawatan Saat kuku dan tanganbalita yang tidak
kuku tangan dan kaki, perawatan bersih memegang atau menggosok-
genitalia, perawatan kulit seluruh tubuh, gosok hidung yang sedang mengalami
perawatan tubuh secara keseluruhan ISPA, maka resiko penularan
(Tarwoto & Wartonah 2006). mikroorganisme dari kuku tangan balita
yang kotor ke hidung akan semakin
Hidung balita penderita ISPA tinggi, dan akhirnya pertumbuhan
mengandung mukus yang merupakan bakteri dan mikroorganisme penyebab
media tempat pertumbuhan dan ISPA dihidung balita penderita ISPA
perkembangbiakan mikrorganisme akan semakin meningkat. Peran perawat
penyebab ISPA. Perawatan hidung, Puskesmas yang terlihat lebih dominan
perawatan kuku, dan tangan merupakan memberikan pendidikan kesehatan
perawatan khusus yang harus tentang perilaku jajan sembarangan
diperhatikan orang tua selama balita daripada pendidikan kesehatan tentang
menderita ISPA. Usia dan tingkat kebersihan diri untuk balita penderita
pendidikan adalah faktor yang dapat ISPA, merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan dan juga telah mempengaruhi rendahnya
27

pengetahuan orang tua balita penderita itu sendiri. Selain itu, penggunaan
ISPA tentang pentingnya menjaga instrumen penelitian yang hanya dengan
kebersihan diri balita selama menderita menggunakan kuesioner tanpa disertai
ISPA, terutama kebersihan tangan, observasi langsung kerumah penderita,
hidung, dan kuku selama balita dapat menjadi salah satu faktor yang
menderita ISPA di wilayah Kerja berhubungan dengan ketidaksesuaian
Puskesmas Alak Kota Kupang NTT. teori dengan hasil penelitian ini, karena
persepsi responden terhadap pemenuhan
Hasil penelitian yang telah dilakukan ini kebutuhan pencahayaan yang dimaksud
menunjukkan tidak ada hubungan yang dalam kuesioner tersebut mungkin
signifikan antara pemenuhan kebutuhan sedikit berbeda dengan apa yang
pencahayaan dengan kejadian ISPA diharapkan peneliti. Perbedaan persepsi
pada balita di wilayah kerja Puskesmas ini dapat dipengaruhi oleh tingkat
Alak Kota Kupang NTT bulan pendidikan responden yang sebagian
November–Desember 2013. Hasil besar adalah hanya berpendidikan SD
penelitian menemukan bahwa mayoritas dan SMA. Keberadaan anggota keluarga
responden dalam penelitian ini sudah didalam rumah yang menderita ISPA
dapat memenuhi kebutuhan juga dapat menjadi salah satu faktor
pencahayaan dengan baik bagi balita yang telah mempengaruhi kejadian
penderita ISPA. Hasil penelitian ini ISPA pada balita di wilayah kerja
tidak sesuai dengan teori Florence Puskesmas Alak Kota Kupang NTT
Nightingale. Florence Nightingale meskipun kebutuhan pencahayaan alami
menyatakan bahwa komponen lain yang (sinar matahari) telah terpenuhi dengan
tidak kalah penting yang dibutuhkan baik.
dalam proses perawatan klien adalah
cahaya matahari. Dalam teorinya, Hasil penelitian yang telah dilakukan ini
Florence Nightingale yakin bahwa sinar juga menunjukan bahwa ada hubungan
matahari dapat memberi manfaat besar yang signifikan antara pemenuhan
bagi kesehatan pasien dalam proses kebutuhan nutrisi (status gizi) balita
penyembuhannya (Asmadi 2008). Hasil dengan kejadian ISPA pada balita di
penelitian ini menemukan bahwa wilayah kerja Puskesmas Alak Kota
pemenuhan kebutuhan pencahayaan bagi Kupang NTT bulan November –
balita penderita ISPA diwilayah kerja Desember 2013. Berdasarkan hasil
Puskesmas Alak Kota Kupang sudah analisis Spearman’s rho yang telah
dipenuhi dengan baik, namun dilakukan menunjukkan bahwa
kekambuhan ISPA pada balita masih pemenuhan kebutuhan nutrisi atau status
tetap terjadi. gizi balita merupakan faktor yang paling
dominan yang berhubungan dengan
Pemenuhan kebutuhan pencahayaan kejadian ISPA pada balita di wilayah
merupakan salah satu faktor yang dapat kerja Puskesmas Alak Kota Kupang
membantu proses penyembuhan balita NTT bulan November-Desember 2013.
penderita ISPA. Pada penelitian ini,
peneliti tidak menemukan adanya Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
pengaruh pemenuhan kebutuhan cahaya Florence Nightingale yang menyatakan
terhadap kejadian ISPA pada balita bahwa salah satu komponen yang perlu
diwilayah kerja Puskesmas Alak Kota diperhatikan dalam merawat klien
Kupang NTT. Peneliti berpendapat adalah kebutuhan nutrisi atau status gizi
bahwa keadaan ini terjadi karena ada (Kozier 2010). Depkes RI (2002) juga
faktor lain yang lebih besar pengaruhnya menyebutkan bahwa faktor penyebab
terhadap kejadian ISPA pada balita ISPA pada balita adalah berat badan
daripada pencahayaan, yaitu kebersihan bayi rendah (BBLR), status gizi,
udara yang tidak baik, kebersihan diri imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan
yang kurang, dan juga status gizi balita tempat tinggal dan lingkungan fisik.
28

Abdullah (2003) juga menemukan Kota Kupang mengalami kekambuhan


bahwa faktor resiko kejadian ISPA pada ISPA 2 sampai 3 kali dalam sebulan.
balita diantaranya adalah BBLR dan Komplikasi penyakit ISPA Bukan
status gizi. Gizi yang kurang baik akan Pneumonia menjadi ISPA Pneumonia
dapat menyebabkan daya tahan tubuh juga telah terjadi pada balita penderita
seseorang terhadap tekanan atau stres ISPA yang mengalami gizi buruk
menurun. Sistem imunitas dan antibodi diwilayah kerja Puskesmas tersebut.
juga berkurang sehingga seseorang Keadaan ini merupakan suatu keadaan
mudah terserang infeksi seperti pilek, yang kurang baik karena frekuensi
batuk dan diare (Sunita 2001). Pada saat kejadian ISPA yang diderita balita di
sistem pertahanan tubuh terganggu, wilayah kerja Puskesmas Alak Kota
maka alergen atau mikroorganisme yang Kupang dalam sebulan sudah cukup
masuk kedalam sistem pernapasan akan tinggi dan berulang. Komplikasi ISPA
mudah berkoloni dan berkembang biak Bukan Penumonia menjadi ISPA
yang akhirnya akan menimbulkan Pneumonia juga merupakan keadaan
infeksi salah satunya adalah infeksi patologis yang harus mendapat perhatian
saluran pernapasan akut dan pneumonia khusus.
(Corwin 2009).
Kasus gizi kurang dan gizi buruk di
Status gizi merupakan indikator wilayah Kota Kupang umumnya
terpenuhinya kebutuhan nutrisi bagi ditemukan pada keluarga yang ekonomi
balita penderita ISPA. Ketidakcukupan dan berpendidikan yang rendah. Akan
nutrisi akan berdampak pada penurunan tetapi usia dan pengalaman orang tua
berat badan, peningkatan kerentanan dalam merawat balita juga merupakan
terhadap infeksi, penurunan daya tahan salah satu faktor yang tak dapat
tubuh, dan meningkatnya resiko dipisahkan. Peneliti menemukan bahwa
kekambuhan dan komplikasi penyakit memang sebagian besar orang tua balita
ISPA pada balita. Peneliti menemukan penderita ISPA di wilayah kerja
bahwa sebagian besar balita yang Puskesmas Alak Kota Kupang NTT
menderita ISPA diwilayah kerja adalah berpendidikan SD dan SMA.
Puskesmas Alak Kota Kupang NTT Usia orang tua balita juga sebagian besar
mengalami Gizi Kurang, ada yang masih berusia muda, dan tentu masih
mengalami gizi buruk, dan hanya memiliki pengalaman yang kurang
sebagian kecil yang memiliki status gizi dalam merawat balita. Peneliti
yang baik. Puskesmas Alak juga berpendapat bahwa pengaruh usia,
merupakan salah satu Puskesmas dengan tingkat pendidikan, dan pengalaman
kejadian kekurangan gizi dan gizi buruk orang tua dalam merawat balita
pada balita yang cukup tinggi setiap merupakan faktor yang lebih
tahun selain kejadian ISPA. Akan tetapi berpengaruh terhadap kejadian gizi
program pencegahan dan penangangan kurang dan gizi buruk pada balita
gizi balita sudah dilaksanakan dengan penderita ISPA di wilayah kerja
baik, dan terus ditingkatkan dalam Puskesmas Alak Kota Kupang. Sebagian
upaya mencapai keberhasilannya. besar orang tua dalam penelitian ini
Program penanganan gizi pada balita mengatakan bahwa mereka dapat
bahkan telah menjadi salah satu program memenuhi kebutuhan pokoknya dirumah
utama Puskesmas Alak Kota Kupang dengan baik dalam kehidupan sehari-
saat ini. Kekurangan gizi pada balita hari, termasuk kebutuhan makan minum
telah berdampak pada status imunitas balita setiap hari. Pemberian ASI juga
dan kerentanan balita terhadap penyakit dipenuhi dengan baik. Akan tetapi,
ISPA di wilayah kerja Puskesmas Alak minat atau nafsu makan anak yang
Kota Kupang. Peneliti menemukan rendah telah membuat orang tua
bahwa sebagian besar balita penderita mengalami kesulitan dalam memenuhi
ISPA di wilayah kerja Puskesmas Alak kebutuhan nutrisinya. Minat dan nafsu
29

makan balita sebenarnya dipengaruhi agar kekambuhan dan resiko komplikasi


oleh usia dan tahap perkembangannya. ISPA dapat berkurang atau tidak terjadi
Peneliti menemukan bahwa mayoritas lagi. Puskesmas Alak dan Dinas
balita dalam penelitian ini adalah berusia Kesehatan Kota Kupang diharapkan
1 sampai 3 tahun. Usia 1-3 tahun dapat lebih mengoptimalkan lagi
merupakan usia dimana balita sudah program promotif untuk meningkatkan
mulai banyak beraktivitas seperti pengetahuan masyarakat tentang
merangkak, belajar duduk, dan belajar kesehatan balita, khususnya
berjalan yang merupakan aktivitas fisik pengetahuan orang tua tentang penyakit
yang sangat membutuhkan energi atau ISPA.
asupan nutrisi yang cukup. Pengetahuan
orang tua tentang masa pertumbuhan KEPUSTAKAAN
dan pekembangan anak sangat
mempengaruhi kemampuannya dalam Almatiser, Sunita, (2001). Prinsip Dasar
memenuhi kebutuhan nutrisi bagi balita. Ilmu Gizi. Jakarta : PT.Sun
Pengetahuan seseorang sangat Asmadi, (2008). Konsep Dasar
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan Keperawatan. Jakarta : EGC
pengalamannya. Tingkat pendidikan dan Basford, Lynn & Slevin,Oliver, (2006).
pengalaman orang tua balita yang cukup Teori dan Praktik Keperawatan
rendah dalam merawat balita di wilayah :Pendekatan Integral pada
kerja Puskesmas Alak Kota Kupang Asuhan Pasien. Jakarta : EGC
NTT merupakan faktor yang telah Corwin, J, Elisabeth, (2009). Buku Saku
mempengaruhi pengetahuannya dalam Patofisiologi, Edisi 3 Revisi. EGC
memenuhi kebutuhan nutrisi yang baik : Jakarta
bagi balita penderita ISPA, termasuk Depkes NTT, (2012). Profil Kesehatan
pengetahuan tentang cara mengolah NTT Tahun 2012.
makanan balita yang sehat sesuai usia, http://www.depkes.go.id/downloa
dan juga cara penyajian makanan balita ds/NTT%20ok.pdf
yang tepat agar dapat manarik perhatian Depkes Kota Kupang, (2010). Profil
balita sehingga dapat meningkatkan Kesehatan Kota Kupang Tahun
nafsu makannya. 2010.http://www.dinkes-
kotakupang.web.id/bank-
KESIMPULAN DAN SARAN data/category/1-profil
kesehatan.html?download=6:prof
Ada hubungan antara pemenuhan il-kesehatan-2010
kebutuhan udara, kebersihan, dan nutrisi Depkes Kota Kupang, (2011). Profil
dengan kejadian ISPA pada balita. Kesehatan Kota Kupang Tahun
Pemenuhan kebutuhan nutrisi 2011.http://dinkes-
berdasarkan pendekatan teori Florence kotakupang.web.id/bank-
Nightingale adalah faktor dominan yang data/category/6-profil-kesehatan-
berhubungan dengan kejadian ISPA kota-kupang-tahun-
pada balita di wilayah kerja Puskesmas 2011.html?download=11:profil-
Alak Kota Kupang NTT. kesehatan-kota-kupang-tahun-
2011
Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan Depkes Kota Kupang, (2012). Profil
perawat di Poli MTBS Puskesmas Alak Kesehatan Kota Kupang Tahun
Kota Kupang lebih meningkatkan 2012.http://dinkes-
pendidikan kesehatan kepada orang tua kotakupang.web.id/bank-
balita tentang cara merawat balita data/category/10-profil-
penderita ISPA di rumah, khususnya kesehatan-kota-kupang-tahun-
pemenuhan kebutuhan udara bersih, 2012.html?download=22:profil-
kebersihan diri, dan pemenuhan kesehatan-kota-kupang-tahun-
kebutuhan nutrisi balita penderita ISPA, 2012
30

Depkes RI, (2004). Bimbingan Kozier, Berman, (2010). Buku Ajar


Keterampilan dalam Tatalaksana Fundamental Keperawatan :
Penderita ISPA pada Anak. Konsep, Proses & Praktik Volume
Jakarta 2. EGC : Jakarta
http://pustaka.unpad.ac.id/wp- Susanti,D.Raini, (2009). Kebiasaan Ibu
content/uploads/2009/07/kebiasaa Dalam Pencegahan Primer
n_ibu.pdf Penyakit Ispa (infeksi Saluran
Kemenkes RI, (2012). Profil Kesehatan Pernapasan Akut) Pada Balita
Indonesia tahun 2012. Keluarga Non Gakin Di Desa
http://www.depkes.go.id/downloa Nanjung Mekar Wilayah Kerja
ds/Profil%20Kesehatan_2012%2 Puskesmas Nanjung Mekar
0(4%20Sept%202013).pdf Kabupaten Bandung.
Kozier, Berman, (2010). Buku Ajar Wartonah, Martonah, (2006). Kebutuhan
Fundamental Keperawatan : Dasar Manusia Edisi 3. EGC :
Konsep, Proses & Praktik Volume Jakarta
1. EGC : Jakarta

Вам также может понравиться