Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB II

DASAR TERI

2.1 Pengukuran Topografi

Pengukuran Topografi adalah suatu pengukuran yang dititik beratkan untuk memberi
gambaran tentang keadaan permukaan tanah, naik turunnya medan (relief) disini seluruh
detail (obyek lapangan) diukur untuk didapatnya peta yang lengkap. Hasil dari pengukuran
tersebut berupa peta topografi yang mana akan digunakan untuk perencanaan sesuai dengan
tujuan dari pengukuran itu sendiri, Peta topografi adalah penyajian dari sebagian permukaan
bumi memperlihatkan relief, hidrografi, dan tumbuh-tumbuhan. Pengukuran topografi dalam
irigasi sangatlah diperlukan guna merencanakan desain irigasi yang mengairi sawah yang
bermanfaat dalam menentukan dan menata arah aliran air. Pengukuran ini meliputi :

a. Pengukuran Poligon (data sudut dan jarak).


b. Pengukuran Elevasi (data beda tinggi permukaan tanah antar titik patok).

Dari pengukuran topografi tersebut itu akan berguna dalam bidang pertanian,
perencanaan irigasi untuk saluran pembuangan, bahan perkiraan perhitungan aliran
permukaan dan sebagai dasar pola usaha pertanian termasuk didalamnya pengolahan tanah
dan sebagainya.

2.2 Kerangka Dasar Pemetaan

Tahap awal sebelum melakukan suatu pengukuran adalah dengan melakukan


penentuan titik-titik kerangka dasar pemetaan pada daerah atau areal yang akan dilakukan
pengukuran yaitu penentuan titik-titik yang ada di lapangan yang ditandai dengan patok kayu,
paku atau patok permanen yang dipasang dengan kerapatan tertentu, fungsi dari sistem
kerangka dasar pemetaan dengan penentuan titik-titik inilah yang nantinya akan dipakai
sebagai titik acuan (reference) bagi penentuan titik-titik lainya dan juga akan dipakai sebagai
titik kontrol bagi pengukuran yang baru. Pengukuran dilaksanakan untuk memperoleh data
sudut dan jarak dilapangan yang akan dihasilkan suatu data posisi berupa data koordinat
(X,Y) yang dapat digunakan dalam pembuatan peta dasar teknik, (Brinker.1987).
2.3 Pengukuran GPS

GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi menggunakan satelit
yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat, untuk menentukan posisi, kecepatan tiga
dimensi yang teliti da n informasi mengenai waktu secara kontinu di seluruh dunia.

Dalam survei dan pemetaan darat, GPS telah banyak diaplikasikan untuk pengadaan
titik-titik kontrol (ordo dua atau lebih rendah) untuk keperluan pemetaan, survei rekayasa,
ataupun survei pertambangan. Dalam pengadaan titiktitik kontrol untuk keperluan pemetaan
dan survei rekayasa (seperti survei jalan raya dan survei konstruksi). GPS dapat dan telah
digunakan untuk menggantikan metode konvensional poligon yang umum digunakan selama
ini. Dalam hal ini metode penentuan posisi dengan GPS yang dapat digunakan secara optimal
dan efisien adalah metode-metode Survei GPS statik, statik singkat, stop-and-go, ataupun
pseudokinematik.

Berikut tabel spesifikasi titik kontrol geodetik orde-00 sampai dengan orde 4 (GPS)
2.4 Kerangka Kontrol Horizontal (KKH)

Kerangka Kontrol Horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui


atau ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar (X,Y) dalam sistem
proyeksi tertentu. Pengukuran kerangka kontrol horizontal biasanya dilakukan dengan
menggunakan :

a. Metode Triangulasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui sudutnya )

b. Metode Trilaterasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui jaraknya)

c. Metode Poligon (rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak)

Dalam laporan praktikum ini akan dijelaskan mengenai pengukuran kerangka kontrol
horizontal dengan menggunakan metode polygon dan dengan menggunakan metode ini, akan
didapat tiga data yaitu : sudut, jarak, dan azimuth.

a. Pengukuran Sudut Sudut adalah perbedaan antara dua buah arah. Metode pengukuran
sudut dapat menjadi 2(dua) yaitu :
- Sudut tunggal
Pada pengukuran sudut tunggal hanya didapatkan satu data ukuran sudut
horizontal
- Sudut ganda
Sudut ganda disebut juga dengan pernyataan seri. Sudut seri didapatkan dua
data ukuran sudut, yaitu data ukuran sudut pada kedudukan biasa dan data
ukuran sudut pada kedudukan luar biasa.
b. Pengukuran jarak Pengukuran jarak untuk kerangka kontrol peta, dapat dilakukan
dengan cara langsung menggunakan alat sederhana yaitu roll meter atau dengan alat
sipat datar yaitu jarak optis, sedangkan untuk mendapatkan data jarak yang lebih teliti
dibandingkan dengan dua cara yang ada, data jarak didapat juga dengan alat pengukur
jarak elektonis EDM ( elektro distance measurement ). Terdapat dua macam
pengukuran jarak yaitu :
- Pengukuran jarak langsung
Dalam pengukuran kerangka kontrol horisontal yang digunakan adalah jarak
langsung, dalam pengukuran jarak langsung perlu dilakukan pelurusan apabila
roll meter yang digunakan tidak menjangkau dua buah titik yang sedang
diukur.

Gambar 2.1 Pengukuran jarak langsung

Keterangan :
1 ; 2 = titik kontrol yang akan diukur
1’ ; 2’ = titik bantuan untuk pelurusan
d = jarak d12 = dtotal = d1+d2+d3

- Pengukuran jarak optis


Pengukuran jarak optis adalah pengukuran jarak secara tidak langsung karena
dibantu dengan alat sipat datar atau theodolite dan rambu ukur. Dimana pada
teropong alat terdapat tiga benang silang, benang atas (ba), benang tengah (bt),
benang bawah (bb) yang merupakan data untuk mendapatkan jarak. D = (ba -
bb) x 100 ; untuk sipat datar dan dapat juga digunakan pada penghitungan
Dm pada alat theodolit. Dd = (ba - bb) x 100 x sin2 Z ; untuk theodolite sistem
zenith. Dd = (ba - bb) x 100 x sin2 H ; untuk theodolite sistem helling.

Gambar 2.2 Pengukuran Jarak Optis


Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan dan ketelitian yang
dikehendaki. ( Purworhardjo, 1986 ). Poligon Metode poligon adalah metode penentuan
posisi lebih dari satu titik dipermukaan bumi, yang terletak memanjang sehingga membentuk
segi banyak, (Wongsotjitro,1977). Unsur-unsur yang diukur adalah unsur sudut dan jarak,
jika koordinat awal diketahui, maka titik-titik yang lain pada poligon tersebut dapat
ditentukan koordinatnya.

2.4.1 Poligon Tertutup Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal sama
dengan titik akhir, jadi dimulai dan diakhiri dengan titik yang sama.

Gambar 1. Poligon Tertutup

Syarat-syarat geometris poligon tertutup adalah sebagi berikut :

Σδ = ( n – 2 ) . 180º ( untuk sudut dalam )

Σδ = ( n + 2 ) . 180º ( untuk sudut luar )

Σ ( D . sin α ) = ΣΔX = 0

Σ ( D . cos α ) = ΣΔY = 0

Pada umumnya hasil pengukuran jarak dan sudut tidak segera memenuhi
syarat diatas, tetapi akan didapat bentuk persamaan sebagai berikut :

Σ δ + ƒδ = ( n – 2 ) . 180 ( untuk sudut dalam )

Σ δ + ƒδ = ( n + 2 ) . 180 ( untuk sudut luar )

Σ ( D . sin α ) + ƒΔX = 0
Σ ( D . cos α ) + ƒΔY = 0

Dalam hal ini :

Σδ = jumlah sudut ukuran

n = jumlah titik pengukuran

ƒδ = kesalahan penutup sudut ukuran

ΣΔX = jumlah selisih absis ( X )

ΣΔY = jumlah selisih ordinat ( Y )

ƒΔX = kesalahan absis ( X )

ƒΔY = kesalahan ordinat ( Y )

D = jarak / sisi poligon

α = azimuth

2.3 Kerangka Kontrol Vertikal (KKV)

Pengukuran posisi vertikal (ketinggian) dapat diperoleh dengan metode barometris,


tachimetri, dan metode levelling. Pada laporan ini akan dijelaskan mengenai penentuan
Kerangka Kontrol Vertikal (KKV) dengan menggunakan metode levelling (waterpass pergi
pulang). Waterpass (level / sipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk
mengukur beda tinggi antara titik-titik yang berdekatan yang ditentukan dengan garis-garis
visir (sumbu teropong) horisontal yang ditujukan ke rambu-rambu ukur yang vertikal.
Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut waterpassing atau levelling yang
akan ditentukan ketinggiannya berdasarkan suatu sistem referensi atau datum tertentu.
Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan beda tinggi suatu titik bidang acuan. Sistem
referensi yang dipergunakan adalah tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level) atau
sistem referensi lain yang dipilih. Pada pengukuran beda tinggi dengan waterpass didasarkan
atas kedudukan garis bidik teropong yang dibuat horisontal dengan menggunakan gelembung
nivo.
Gambar 2.3 Waterpasing dengan sipat datar

Dimana :

Ba = pembacaan skala rambu untuk benang atas

Bt = pembacaan skala rambu untuk benang tengah

Bb = pembacaan skala rambu untuk benang bawah

BtA = pembacaan skala rambu untuk benang tengah dititik A

BtB = pembacaan skala rambu untuk benang tengah dititik B

∆hAB = beda tinggi titik A dan B

Persamaan di atas merupakan persamaan dasar untuk penentuan beda tinggi dengan
cara sipat datar. Hasil pengukuran beda tinggi digunakan untuk menentukan tinggi titik
terhadap titik tetap atau bidang acuan yang telah dipilih. Tinggi titik (elevasi) hasil
pengukuran waterpass terhadap titik acuan dihitung dengan rumus :

Hb = Ha + ∆hAB

Dimana :

Hb = tinggi titik yang akan ditentukan

Ha = tinggi titik acuan

∆hAB = beda tinggi antara A dan B


Ada berbagai macam cara penentuan tinggi titik dengan menggunakan waterpassing
atau sipat datar, salah satunya yaitu : Waterpassing memanjang / waterpassing berantai.
Waterpassing memanjang mempunyai tujuan untuk menentukan tinggi titik secara teliti.
Waterpassing memanjang ini diperlukan dalam pengukuran kerangka kontrol vertikal,
misalnya penentuan tinggi titik poligon.

Gambar 2.4 Waterpasing Memanjang

Dimana :

Bt b = pembacaan skala rambu ukur untuk benang tengah belakang

Btm = pembacaan skala rambu ukur untuk benang tengah muka

A,1,2,B = no. Titik

Pada pengukuran waterpasing memanjang, pengukuran dibagi menjadi beberapa slag.


Beda tinggi antara A dan B merupakan jumlah beda tinggi dari semua slag. Beda tinggi A
dan B dapat dihitung sebagai berikut :
Keterangan rumus diatas :

∆h = beda tinggi

Bt b = pembacaam skala rambu ukur untuk benang tengah belakang

Bt m = pembacaam skala rambu ukur untuk benang tengah muka

Σ = jumlah

D = nilai jarak pengukuran dalam satuan kilometer

Syarat-Syarat Waterpass adalah :

1. Garis bidik sejajar dengan garis arah nivo.

2. Garis arah nivo tegak lurus pada sumbu satu.

3. Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu satu.

2.5 Pengukuran Detail

Pengukuran detil merupakan suatu proses untuk mendapatkan posisi suatu titik detil
topografi di lapangan, untuk disajikan ke dalam bentuk gambar atau peta yang sesuai
letaknya dan kedudukan sebenarnya. Pada pengukuran detil dapat dilakukan beberapa
metode:

1. Metode Polar Metode polar digunakan untuk menentukan suatu titik berdasarkan
pengukuran sudut dan jarak, baik jarak langsung maupun jarak optis.

Gambar 2.5 Pengukuran Detil Metode Polar


2. Metode Trilaterasi Seperti halnya metode polar, metode trilaterasi juga mengunakan
titik yang telah diketahui posisinya dalam penentuan posisi titik detil, hanya dengan
metode trilatrasi satu titik yang dicari posisinya diukur jarak terhadap dua titik yang
diketahui, kemudian salah satu sisi yang diketahui dijadikan basis dalam gambar
mengukur titik lainnya sehinga membentuk jaringan segi tiga.

Gambar 2.6 Pengukuran Detil Metode Trilaterasi

Ketarangan gambar :

P1, P2, P3, P4 = Titik poligon

dA1-1, dA1-3, dA1-4, dA2-1, dA2-2, dA2-4, dA3-2, dA4-3 = jarak yang di ukur di
lapangan.

1, 2, 3, 4 = titik detail di ukur di lapangan


Tahap-tahap pengukuran detail :

1. Pengukuran posisi vertikal Pada pengukuran posisi vertikal dilakukan dengan


menggunakan alat ukur theodolite sehingga memungkinkan untuk menentukan posisi
vertikal dan horizontal dari titik detail secara bersamaan (metode tachimetri).

Gambar 2.7 Pengukuran Posisi Vertikal

2. Pengukuran posisi horisontal Pada pengukuran posisi horisontal dapat dilakukan


dengan beberapa metode yaitu metode polar dan radial. Pengukuran metode polar
menggunakan grid – grid yang digunakan untuk membantu pengukuran detail. Titik-
titik detail pada grid diukur dari titik poligon tempat berdiri alat.
Pengukuran posisi horisontal dengan metode radial tidak menggunakan bantuan grid-
grid, titik-titik detail langsung diukur dari titik poligon tempat berdiri alat ke titik
detail yang akan dipetakan.

Gambar 2.8 Pengukuran Detail Metode Polar


DAFTAR PUSTAKA

Basuki Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Wongsotjitro S. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Sonny Pranata. 2017. BAB II DASAR TEORY. Diakses pada tanggal 14 Mei 2019. Alamat
Link : https://docplayer.info/41886160-Bab-ii-landasan-teori.html

Andri, Oktriansyah, 2017, Ilmu Ukur Tanah 2 Pengikatan Ke Muka Dan Pengukuran Detil,
Jurusan Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang.

Muda Iskandar. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan. Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan :
Jakarta.

Hardinata, Aditya D., 2015, Pengukuran Pengikatan ke Muka, Bandung. Winnie, 2009,
Pengenalan Total Station, Bandung

Вам также может понравиться