Вы находитесь на странице: 1из 7

MAKALAH PRESENTASI

MATA KULIAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI CG

SEMESTER GENAP

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

Di Kerjakan Oleh :

Bening Laila Shaqila (165020307111019) (Akuntansi 2016)

Adi Suryo Jatmiko (165020307111024) (Akuntansi 2016)

Winona Nathania Hidayat (165020307111043) (Akuntansi 2016)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

Etika Islam
Dalam konteks keterkaitan definisi etika dengan aspek normatif Islam, Beekun memandang bahwa
terminologi yang paling dekat dengan istilah etika adalah istilah akhlaq. Kaitan definisi etika dengan term-
term Al-Qur`an juga ditunjukkan Beekun dengan menyebutkan beberapa term Al-Qur`an yang berkaitan
dengan konsep kebaikan, seperti kata khayr (kebaikan), birr (kebajikan), qisth (kesamaan), ‘adl (keadilan),
haqq (kebenaran dan hak), ma’ruf (kebaikan), taqwa (ketaqwaan).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Etika Individu

1. Interpretasi hukum (legal interpretation) adalah tafsiran-tafsiran yang dilakukan oleh para ahli
hukum terhadap teks-teks hukum. Dalam masyarakat Barat, interpretasi ini seringkali didasarkan
pada nilai-nilai atau standar-standar yang temporal. Sementara dalam masyarakat Islam,
interpretasi hukum didasarkan pada ijtihad untuk menghasilkan hukum yang baku. Implikasinya,
dalam masyarakat Barat, pada satu saat sebuah perilaku bisa dianggap legal, sedangkan pada waktu
lainnya dapat dianggap ilegal. Misalnya diskriminasi terhadap perempuan dan kaum minoritas.
Dulu ini dianggap legal dalam masyarakat Barat, namun sekarang dianggap ilegal. Sebaliknya
Islam memberikan hak-hak yang bersifat permanen kepada perempuan, dan juga Islam tak pernah
mendiskriminasikan kaum minoritas.
2. Faktor-faktor organisasional (organizational factors) adalah faktor berupa kumpulan peraturan
suatu organisasi bisnis, yang biasa dikenal dengan istilah “kode etik”. Beekun mencontohkan
perusahaan Xerox Corporation yag mempunyai kode etik setebal 15 halaman, yang antara lain
berbunyi,”Kita harus jujur kepada para pelanggan. Tak ada kongkalikong. Tak ada suap. Tak ada
rahasia. Tak ada manipulasi harga…”[7] Namun demikian, apa yang dianggap etis dalam sebuah
perusahaan, bisa jadi tetap tidak patut dilaksanakan.
3. Faktor situasional, adalah kondisi-kondisi tertentu yang membuat seseorang berperilaku tidak etis,
sebagai jalan keluar dari problem yang dihadapinya. Misalnya, seorang manajer penjualan yang
mencatatkan transaksi penjualan fiktif untuk menutupi kerugian yang dialami.
Sistem Etika Islam
Beekun menjelaskan bahwa sistem etika Islam (Islamic ethical system) berbeda dengan sistem etika
sekuler dan sistem etika agama lain. Sistem etika sekuler, misalnya, berbeda dengan sistem etika Islam
karena sistem etika sekuler memisahkan sistem etik dengan agama. Sedang sistem etika Kristen, berbeda
dengan sistem etika Islam, karena sistem etika Kristen terlalu menekankan kehidupan kerahiban
(monasticism) sehingga membuat orang menarik diri dari kancah kehidupan keseharian.
Sistem etika yang dominan saat ini, menurut Beekun, ada 6 (enam) sistem etika, yaitu:
1. Relativisme
Relativisme (self-interest) adalah paham bahwa baik buruknya perilaku manusia
didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest and needs). Dengan demikian,
setiap individu akan mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan individu lainnya, atau akan
terjadi perbedaan kriteria moral dari satu kultur ke kultur lainnya. Relativisme bertentangan dengan
Islam, sebab Islam menegaskan bahwa perilaku etika individu wajib didasarkan pada kriteria Al-
Qur`an dan As-Sunnah, bukan kriteria individu yang relatif. Di samping itu, relativisme akan
menimbulkan kemalasan dalam pembuatan keputusan, karena semuanya toh dapat secara
sederhana diputuskan menurut selera masing-masing. Islam mensyariatkan syura dalam
pengambilan keputusan bersama, yang dapat mencegah adanya penggunaan kriteria moral
individual yang relatif.
2. Utilitarianisme
Utilitarianisme (calculation of costs and benefits) adalah suatu paham bahwa baik
buruknya perilaku tergantung pada hasil-hasil (manfaat) dari keputusan yang diambil. Suatu
perilaku dianggap etis jika menghasilkan keuntungan terbesar bagi sebagian besar manusia. Beekun
mengkritik paham ini dengan menunjukkan ketidakjelasan kriteria “siapa” yang menentukan
sesuatu itu “baik” untuk sebagian besar masyarakat. Selain itu, jika mayoritas yang dijadikan
kriteria, maka bagaimanakah nasib kelompok minoritas? Jika mayoritas menghendaki “free sex”,
siapakah yang akan melindungi kepentingan minoritas yang menolak “free sex”? Begitu pula, untuk
hal-hal yang tak dapat dikuantifikasi, utilitarianisme tak menyediakan perangkat memadai untuk
perhitungan untung-ruginya. Hak-hak dan tanggung jawab individu juga terabaikan menurut
utilitarianisme karena semuanya dianggap tercakup dalam hak dan tanggungjawab kolektif.
3. Universalisme
Universalisme (duty) adalah paham bahwa baik buruknya perilaku tergantung pada niat
(intention) dari keputusan atau perilaku. Paham ini adalah kebalikan (contrast) dari utilitarianisme.
Berdasarkan prinsip Immanuel Kant (categorical imperative), paham ini mempunyai dua prinsip.
Pertama, seseorang seharusnya memilih suatu perbuatan, hanya jika dia menerima atau
membiarkan orang lain di muka bumi ini, dalam situasi yang serupa dengannya, untuk memilih
melakukan perbuatan yang sama. Kedua, orang-orang lain harus diperlakukan sebagai akhir
(tujuan), bukan sekedar alat untuk mencapai tujuan. Konsekuensinya, pendekatan ini memfokuskan
diri pada suatu kewajiban (duty), yaitu bahwa individu harus mempedulikan individu lainnya atau
mempedulikan aspek kemanusiaan. Jika seseorang berbuat dengan niat (intention) untuk
melakukan duty ini, berarti perbuatannya dinilai etis. Jika tidak ada niatan ini, berarti perbuatannya
tidaklah etis.
Dalam Islam, niat semata tidak menjadikan suatu perbuatan etis atau tak-etis. Menurut
Beekun, mengutip Yusuf Al-Qaradhawi, “niat yang baik tak dapat menghalalkan perkara yang
haram.” Jika suatu perbuatan sudah halal, lalu diniatkan dengan niat baik, maka itu akan menjadi
perilaku yang etis. Jika suatu perbuatan sudah haram, maka niat yang baik tak akan menjadikan
perbuatan haram itu menjadi etis. Demikian pula suatu tujuan yang baik yang diniatkan dengan niat
baik, tetap tak dibenarkan kalau ditempuh dengan jalan yang haram.
4. Rights
Rights (individual entitlement) merupakan paham bahwa baik buruknya perilaku
didasarkan pada satu nilai, yaitu kebebasan (liberty), dan didasarkan pada hak-hak individu untuk
bebas memilih. Hak-hak ini rawan disalahgunakan. Individu-individu tertentu bisa saja
mengedepankan hak-hak mereka sehingga mengesampingkan hak-hak individu lainnya. Islam
mengakui hak individu untuk memilih, tapi pilihan itu harus disertai tanggung jawab dan tetap
dalam koridor nilai Islam.
5. Keadilan Distributif
Keadilan distributif, adalah paham bahwa baik buruknya perilaku didasarkan pada satu
nilai keadilan. Terdapat lima prinsip keadilan distributif: (1) setiap orang mendapatkan hasil
bersama yang setara (equal share), (2) setiap orang mendapatkan sesuai kebutuhan individualnya,
(3) setiap orang mendapatkan sesuai usaha individualnya, (4) setiap orang mendapatkan sesuai
kontribusi sosialnya, dan (5) setiap orang mendapatkan sesuai prestasinya (merit system). Menurut
Beekun, pada dasarnya, islam menyetujui prinsip-prinsip di atas. Hanya saja dalam Islam, harus
ada kondisi seimbang (balance manner). Misalnya, Islam mengakui kepemilikan negara/umum
untuk hal-hal yang menyangkut kepentingan publik. Islam mengakui adanya infaq, walaupun orang
penerima infaq tidak mempunyai kontribusi sosial.
6. Eternal Law
Eternal Law (scripture), adalah suatu paham bahwa baik buruknya perilaku didasarkan
pada hukum-hukum yang diwahyukan dalam sebuah kitab suci. Pembacaan yang ada bukanlah
memilih salah satu, apakah kitab suci atau alam semesta, tetapi haruslah berupa pembacaan
simultan antara keduanya, yaitu kitab suci (Al-Qur`an) dan alam semesta. Meski ada kemiripan,
etika Kristen tidak sama dengan etika Islam. Dalam agama Kristen, penarikan diri dari kehidupan
untuk beribadah, sangat berlebihan. Sementara Islam mengharuskan manusia untuk terjun ke dalam
kehidupan sehari-hari. Kristen menganggap hukum hanya mengatur urusan ritual, sementara dalam
Islam, hukum mengatur segala aspek kehidupan.
Beekun juga menjelaskan beberapa parameter kunci untuk sistem etika Islam, yaitu:
1. Perilaku dinilai etis bergantung pada niat baik masing-masing individu.
2. Niat yang baik harus diikuti oleh perbuatan yang baik. Niat baik tidak dapat mengubah perbuatan
haram menjadi halal.
3. Islam memberikan kebebasan individu untuk mempercayai sesuatu atau berbuat sesuatu, selama
tidak mengorbankan nilai tanggungjawab dan keadilan.
4. Harus ada kepercayaan bahwa Allah memberikan kepada individu pembebasan (freedom) yang
komplit, dari sesuatu atau siapa pun selain Allah.
5. Keputusan mengenai keuntungan mayoritas atau minoritas tidak diperlukan. Sebab etika bukanlah
permainan angka.
6. Islam menggunakan sistem pendekatan terbuka kepada etika, tidak tertutup, atau self-oriented
system. Tak ada egoisme dalam Islam.
7. Keputusan etis didasarkan pada pembacaan simultan antara Al-Qur`an dan alam semesta.
8. Islam mendorong tazkiyah (penyucian diri) di samping mendorong partisipasi aktif dalam
kehidupan.
Nilai Dasar dan Prinsip-prinsip Etika Bisnis Islam
Etika bisnis Islam merupakan etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai al Qur‟an. Oleh karena
itu, beberapa nilai dasar dalam etika bisnis Islam yang disarikan dari inti ajaran Islam itu sendiri
adalah, antara lain :
1.Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhidyang memadukan
keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidangekonomi, politik, sosial menjadi
keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsepkonsistensi dan keteraturan yang
menyeluruh.Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosialdemi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjaditerpadu, vertikal
maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat pentingdalam sistem Islam.Jika
konsep tauhid diaplikasikan dalam etika bisnis, maka seyogyanya, seorang pengusaha muslim tidak
akan :
a.Berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli, atau siapapun dalam bisnis atas dasar
ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.
b.Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepadaAllah swt. Ia selalu
mengikuti aturan prilaku yang sama dan satu, dimanapunapakah itu di masjid, ditempat kerja atau
aspek apapun dalam kehidupannya.
c.Menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan. Konsep amanah ataukepercayaan memiliki
makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwasemua harta dunia bersifat sementara
dan harus dipergunakan secara bijaksana.

2.Keseimbangan ( Equilibrium/Adil )

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau
berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.Kecelakaan besar bagi orang yang
berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi,
sementara kalau menakar ataumenimbang untuk orang selalu dikurangi.Kecurangan dalam berbisnis
pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kuncikeberhasilan bisnis adalah kepercayaan.

3.Kehendak Bebas (Free Will )

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapikebebasan itu tidak
merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan
bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang
dimilikinya.Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinyayang tak
terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadapmasyarakatnya melalui zakat,
infak dan sedekah.

4.Tanggungjawab ( Responsibility )

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusiakarena tidak menuntut
adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhituntunan keadilan dan kesatuan,
manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanyasecara logis prinsip ini berhubungan erat dengan
kehendak bebas. Ia menetapkan batasanmengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan
bertanggungjawab atas semuayang dilakukannya.

5.Kebenaran: kebajikan dan kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan darikesalahan, mengandung
pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia
niat,sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh
komoditas pengembanganmaupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.Dengan
prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap
kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukantransaksi, kerjasama atau perjanjian
dalam bisnis.Menurut al Ghazali, terdapat enam bentuk kebajikan :

a.Jika seseorang membutuhkan sesuatu, maka orang lain harus memberikannyadengan mengambil
keuntungan sesedikit mungkin. Jika sang pemberi melupakankeuntungannya, maka hal tersebut
akan lebih baik baginya.
b.Jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, akan lebih baik baginya untukkehilangan
sedikit uang dengan membayarnya lebih dari harga sebenarnya.
c.Dalam mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seseorang harus bertindaksecara bijaksana
dengan member waktu yang lebih banyak kepada sang peminjamuntuk membayara hutangnya
d.Sudah sepantasnya bahwa mereka yang ingin mengembalikan barang-barang yangsudah dibeli
seharusnya diperbolehkan untuk melakukannya demi kebajikan
e.Merupakan tindakan yang baik bagi si peminjam untuk mengembalikan pinjamannya sebelum
jatuh tempo, dan tanpa harus diminta
f. Ketika menjual barang secara kredit, seseorang harus cukup bermurah hati, tidakmemaksa orang
untuk membayar ketika orang belum mampu untuk membayardalam waktu yang sudah ditetapkan.

Mengembangkan Iklim Organisasi Etis

Perilaku etis atau tidak etis tidak terjadi dalam kekosongan. Mereka biasanya terjadi dalam konteks
organisasi yang memfasilitasi terjadinya etis atau tidak etis. Tindakan anggota organisasi lainnya serta
norma dan nilai yang terkandung dalam budaya perusahaan dapat menambah iklim etika dalam organisasi.
Pepatah bahasa Inggris "burung dari bulu domba bersama" berlaku di sini. Skandal Serpeco terjadi ketika
polisi Kota New York memutuskan bahwa menerima suap adalah cara mudah untuk menghasilkan uang
tambahan. Tak lama kemudian, seluruh departemen hampir sepenuhnya korup. Skandal Milken, Levine,
dan Boesky adalah semua insiden di mana peserta organisasi mencemooh etika karena pengawasan terlalu
longgar atau mereka percaya bahwa hukum tidak akan pernah menangkap mereka. Karena kesalahannya,
Michael Milken harus membayar denda lebih dari $ 500 juta dan menghabiskan waktu di penjara.

Dalam iklim etika dalam suatu organisasi, seseorang harus mulai dengan sikap etis individu itu
sendiri. Beberapa berkomitmen pada perilaku etis, dan tidak akan terlibat dalam praktik yang meragukan.
Yang lain dipengaruhi oleh standar tidak etis dari rekan atau bos mereka atau oleh tekanan lingkungan
eksternal. Misalnya, karyawan dalam industri yang sangat kompetitif mungkin merasa harus unggul dengan
cara apa pun yang mungkin dan menggunakan perilaku yang tidak etis. Di lain waktu, organisasi mungkin
secara tidak sengaja mendorong perilaku tidak etis dengan sistem penghargaan mereka. skandal baru-baru
ini di Wall Street, di industri simpan pinjam di Amerika Serikat, dan di sektor bisnis negara-negara lain
telah mendorong banyak perusahaan untuk kembali. memeriksa standar etika mereka.

Вам также может понравиться