Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
A. Acne Vulgaris
2.1.1 Definisi
unit pilosebaseus yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, nodul,
selaput lendir manusia. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia,
kulit, salah satunya yaitu jerawat. Pada umumnya, S.aureus bersifat koagulase
2.1.2 Penyebab
keaktifan dari kelenjar sebacea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri
6
7
Seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi premenarke. Setelah masa remaja
akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. Meskipun
pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian
diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria.
Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita
akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering
terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin
familial, namun karena tingginya prevalensi penyakit, hal ini sukar dibuktikan.
Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat
akne vulgaris yang lebih berat penderita (Djuanda, Hamzah dan Aisyah, 1999).
Pada acne dapat timbul komedo (sumbatan bahan tanduk dalam unit
nodul (dari komedo tertutup–penonjolan pada kulit yang lebih besar dari papula),
2.1.5 Patogenesis
Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada
inflamasi folikel dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada
patogenesis penyakit.
memperberat akne.
8. Faktor lain : usia, ras, familial, makanan, cuaca/musim yang secara tak
2.1.6 Penatalaksanaan
erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif).
Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan mengingat bahwa kelainan ini
terjadi akibat pengaruh berbagai faktor, baik faktor internal dari dalam tubuh
sendiri (ras, familial, hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres)
yang kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita (Djuanda, Hamzah dan
Aisyah, 1999).
Pengobatan secara umum meliputi : mencuci muka dengan sabun dua kali
penelitian tidak menemukan korelasi antara makanan dan timbulnya acne). Untuk
B. Staphylococcus aureus
2.2.1 Definisi
seperti buah anggur, fakultati anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada
bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik
yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al.,
2000).
a Klasifikasi
Dari Rosenbach (1884) klasifikasi Staphylococcus aureus
m yaitu:
b Domain : Bacteria
a Kerajaan : Eubacteria
r Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
1 Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : S. Aureus
2.2.2 Patogenisitas
saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini
adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi
kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-
mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar
lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi
proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh
getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena,
Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-
tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi,
dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi
dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon,
atau pada anak-anak dan pria dengan luka yang terinfeksi stafilokokus. S.
aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau infeksi lokal lainnya,
tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah (Jawetz et al., 1995).
Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein,
1. Katalase
2. Koagulase
13
3. Hemolisin
agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan
sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah
toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci,
tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa,
1994).
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan.
5. Toksin eksfoliatif
1994).
7. Enterotoksin
2.2.4 Pengobatan
antibiotik, yang disertai dengan tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses
menangani furunkulosis (bisul) yang berulang. Pada infeksi yang cukup berat,
15