Вы находитесь на странице: 1из 46

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a.Latar belakang............................................................................................................... 2
b.Tujuan Penulisan........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ..................................................................................... 3
B. Tujuan bedah Jantung ..................................................................................... 3
C. Etiologi ............................................................................................................. 4
D. Indikasi Bedah ................................................................................................. 4
E. Macam-macam Bedah jantung ......................................................................... 4
F. Penatalaksanaan Bedah Jantntung ......................................................................... 6
G. Diagnosis Penderita Penyakit Jantung ............................................................. 6
H. Toleransi dan perkiraan resiko operasi ............................................................. 7
I. Waktu Terbaik (Timing) Untuk Operasi ............................................................. 8
J. Persiapan penderita prabedah ........................................................................ 10
K. Persiapan darah untuk operasi. ........................................................................ 11
L. Perawatan pasca bedah ........................................................................ 12

BAB III PENUTUP


Kesimpulan .......................................................................................................... 16
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 17

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sampai pada akhir abad ke -19 bedah jantung masih tabu bagi para ahli bedah,karena
jantung merupakan organ sumber kehidupan yang dianggap suci. Meskipun demikian,
pelajaran anatomi jantung sudah dirintis melalui karya seorang seniman terkenal.
Perkembangan bedah toraks yang dirintis oleh para ahli bedah telah membuka jalan
untuk berkembangnya bedah jantung. Bedah jantung pada bayi yang sianotik sejak lahir
karena adanya penyakit jantung bawaan dilakukan pertama kali di Amerika Serikat,oleh ahli
bedah Alfred Blalock yang disebut dengan bedah Blalock-Tausag yang merupakan tindakan
bedah jantung baku yang sampai sekarang masih dikerjakan.
Kelainan katup aorta ditangani pada tahun1939 dengan memasang katup bola dari bahan
plastic pada aorta desendens dengan cara memperbaiki kelainan jantung tanpa menghentikan
denyut jantung disebut bedah jantung tertutup bedah ini termasuk bedah pemasangan alat
jantung yaitu sebuah baterai alat elektronik pengahasil pulsa yang diatur oleh rangkaian
listrik dan computer.
Perkembangan bedah jantung yang pesat terjadi di abad millennium ketiga,sperti
pengobatan infrak miokard dengan terapi gen,operasi jantung invasive minimal dengan insisi
mini dan memakai alat bantu teropong telelensa atau operasi jantung pintas koroner off-pump
tanpa mengehentikan denyut jantung,operasi jantung dengan robot beserta perlengkapan
computer super canggih.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah tentang bedah jantung.

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
B. Tujuan umum
1. Mengetahui tentang jantung
2. Mengetahui perawatan pada kasus bedah jantung

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bedah jantung adalah Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi
kelainan anatomi atau fungsi jantung.Bedah jantung juga merupakan semua tindak
pengobatan yang menggunakan cara infasifdengan cara membuka atau menampilakan bagian
tubuh yang akan ditangani.Misalnya jantung. Umumnya pembukaan bagian tubuh ini dengan
membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.

B. Tujuan bedah Jantung


Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan baermacam-macam antara lain :
1) Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, Pateh VSD, Koreksi
Tetralogi Fallot, Koreksi Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini
dikerjakan terutama pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.
2) Operasi paliatif yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan
3) mempersiapkan operasi yang definitif/total koreksi karena operasi total belum dapat
dikerjakan saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia.Repair yaitu
operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami insufisiensi.
4) Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami kerusakan.
5) Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis/sumbatan arteri
koroner.
6) Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak dengan blok total
atrioventrikel.
7) Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin diperbaiki lagi
dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab lain.

C. Etiologi
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung.masalah jantung
dibagi menjadi:
a) kelainan bawaan yang biasanya diakibatkan oleh faktor lingkungan intreuterin
b) Kelainan dapatan misal perikarditis
c) Trauma jantung

D. Indikasi Bedah
a) “Left to rigth shunt” sama atau lebih dari 1,5 (aliran paru dibandingkan aliran ke sistemik ³
1,5)
b) “Cyanotic heart disease “.
c) Kelainan anatomi pembuluh darah besar dan koroner
d) Stenosis katub yang berat (symtomatik).
e) Regurgitasi katub yang berat (symtomatik)
f) Angina pektoris kelas III dan IV menurut Canadian Cardiology Society (CCS)
g) “Unstable angina pectoris”.
h) Aneurisma dinding ventrikel kiri akibat suatu infark miokardium akut.
i) Komplikasi akibat infark miokardium akut seperti VSD dan mitral regurgitasi yang berat
karena ruptur otot papilaris.
j) “Arrhytmia” jantung misalnya WPW syndrom.
k) Endokarditis/infeksi katub jantung.
l) Tumor dalam rongga jantung yang menyebabkan obstruksi pada katub misalnya myxoma.
m) Trauma jantung dengan tamponade atau perdarahan.

E. Macam-macam Bedah jantung


a) Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga jantung
dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).
b) Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga
jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.

1. Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)


Percutaneous Transluminal Coronary Angiplasly (PTCA), atau Angioplasti Koroner, adalah
prosedur non-bedah dengan sayatan minimal yang digunakan untuk membuka pembuluh
darah yang menyempit. Prosedur ini menggunakan kateter yang lentur dengan balon di
ujungnya, yang dikembungkan pada lekanan tinggi di dalam dinding arteri yang menyempit.
Tindakan ini akan merontokkan plak dalam pembuluh darah dan memperbaiki aliran darah ke
otot jantung. Prosedur ini bisa menghilangkan beberapa gejala penyumbalan arteri, seperti
nyeri dada atau sesak napas. Untuk kebanyakan pasien, PTCA secara nyata meningkatkan
aliran darah melalui arteri yang sebelumnya menyempit. Nyeri dada akan mereda dan Anda
riapat melakukan olah raga. Keberhasilan angioplasti juga menandakan bahwa Anda tidak
perlu menjalani prosedur operasi dengan sayatan yang disebut operasi coronary artery bypass
grafting. Pemulihan dari operasi ini biasanya lebih lama dan mungkin lebih menyakitkan.
Keuntungan lain dari prosedur ini:
1) Tidak memerlukan sayatan besar
2) Anda tidak memerlukan bius total
3) Jarang terjadi komplikasi (<1% risiko serangan jantung/stroke/kematian)
4) Bisa meredakan gejala, seperti nyeri dada

2. Ditujukan untuk
Bagi pasien yang pengobatan dan perubahan gaya hidupnya tidak berhasil mengurangi efek
penyumbatan pembuluh darah, atau jika pasien mengalami nyeri dada, sesak napas, atau
fungsi jantung semakin memburuk, meskipun telah dilakukan penanganan medis yang
optimal. Pelebaran (dilasi) pembuluh darah yang tersumbat, prosedur ini dapat membantu
mencegah komplikasi aterosklerosis. PTCA biasanya dikombinasikan dengan pemasangan
stem di dalam pembuluh darah yang tersumbat untuk membuka dan mengurangi
kemungkinan tersumbat kembali. Bagi pasien yang pembuluh darah koronernya tidak sesuai
untuk angioplasti, pilihan pengobatan alernatif adalah operasi coronary artery bypass grafting
alau terapi pengobatan yang berkelanjutan.

3. Operasi Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)


Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan
pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang
menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal
bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang
normal ke otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu
arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil
lewat pembedahan dan dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini
memasok darah beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-
bypass" arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.

F. Penatalaksanaan Bedah Jantung yang Lainnya:


a) Pintasan jantung paru
Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk sirkulasi dan oksigenasi darah untuk seluruh
tubuh pada saat “memintas” jantung dan paru
b) Jantung buatan Tujuan keseluruhan pemasangan mi adalah untuk memberi kualitas hidup
yang tinggi bagi pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur perkutaneus.
c) Transplantasi jantung
Transplantasi jantung dianggap sebagai uaha terakhir untuk mengatasi untuk mengatasi
penyakit jantung tahap akhir yang refrakter terhadap pengobatankonvensional dan
pembedahan
d) Eksisi tumor
e) Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau katup. Tindak
bedah yang dikenal dalam kedokteran adalah antara lain:
a. Valvulotomi/kumisurotomi
b. Septostomi

G. Diagnosis Penderita Penyakit Jantung


Untuk menetapkan suatu penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis maka diperlukan
tindakan investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik/jasmani,
laboratorium, maka untuk jantung diperlukan pemeriksaan tambahan sebagai berikut :
1) Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung memakai alat
elektrokardiografi.
2) Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk melihat
pembesaran atrium kiri (foto lateral).
3) Fonokardiografi
4) Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang pendek dan
pantulan dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali. Pemeriksaan ini terdiri dari M.
mode dan 2 Dimentional, sehingga terlihat gambaran rongga jantung dan pergerakan katup
jantung. Selain itu sekarang ada lagi Dopler Echocardiografi dengan warna, dimana dari
gambaran warna yang terlihat bisa dilihat shunt, kebocoran katup atau kolateral.
5) Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra vena kemudian
dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada jantung. Dapat dibagi :
a. Perfusi myocardial dengan memakai Talium 201.
b. Melihat daerah infark dengan memakai Technetium pyrophospate 99.
c. Blood pool scanning.
6) Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter yang dimasukan ke
pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung. Kateterisasi jantung kanan melalui vena
femoralis, kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis.Pemeriksaan kateterisasi bertujuan
:
a. Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga jantung, sehingga diketahui adanya
peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan akibat suatu shunt dan adanya hypoxamia
pada jantung bagian kiri.
b. Angiografi untuk melihat rongga jantung atau pembuluh darah tertentu misalnya LV grafi,
aortografi, angiografi koroner dll.
c. Pemeriksaan curah jantung pada keadaan tertentu.
7) Pemeriksaan enzym khusus, yaitu pemeriksaan enzym creati kinase dan fraksi CKMB untuk
penentuan adanya infark pada keadaan “ unstable angin pectoris”.

H. Toleransi dan perkiraan resiko operasi


Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum penderita yang
biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association.
Klas I : Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari.
Klas II : Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.
Klas III : Keluhan dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.
Klas IV : Keluhan sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan dan lain - lain sehingga
penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.

I. Waktu Terbaik (Timing) Untuk Operasi


Hal ini ditentukan berdasarkan resiko yang paling kecil. Misalnya umur yang tepat untuk
melakukan total koreksi Tetralogi Fallot adalah pada umur 3 - 4 tahun. Hal ini yaitu
berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena suatu insufisiensi pada
klas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada klas III. Hal ini adalah saat operasi dilakukan.
Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat resikonya 2 X lebih tinggi bila
dilakukan elektif.
1. Pembagian Waktu dibagi atas :
a) Emergensi yaitu operasi yang sifatnya sangat perlu untuk menyelamatkan jiwa penderita.
Untuk bypass coroner hal ini dilakukan kapan saja tergantung persiapan yang diperlukan.
b) Semi Elektif yaitu operasi yang bisa ditunda 2 - 3 hari atau untuk koroner dilakukan 3 X 24
jam setelah dilakukan kateterisasi jantung.
c) Elektif yaitu operasi yang direncanakan dengan matang atas indikasi tertentu, waktunya
lebih dari 3 hari.

2. Pemilihan Tehnik Operasi


Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah :
a) Apakah bisa dilakukan koreksi total
b) Kalau tidak bisa dilakukan koreksi total karena keterbatasan umur dan anatomi/kelainan
yang didapat maka harus dipilih tehnik operasi untuk membantu operasi definitif misalnya “
shunt “ pada Tetralogi Fallot.
c) Apabila tidak bisa dilakukan koreksi total atau operasi definitif dengan resiko yang tinggi
maka harus dipilih operasi untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita tersebut misalnya
“shunt” saja.
d) Repair” katub lebih diutamakan/dianjurkan dari pada “replacement”/penggantian katub yang
rusak.
e) Hasil-hasil dari kasus-kasus yang sudah dikerjakan orang lain.

3. Sayatan Operasi
a. Mid Sternotomi
Posisi klien terlentang, kepala ekstensi dan daerah vertebra antara skapula kanan dan kiri
diganjal secukupnya sehingga insisi cukup leluasa. Harus diperhatikan dalam setiap posisi :
1) Seluruh daerah yang mengalami tekananan harus dilindungi dengan bantal atau karet busa
misalnya kepala, daerah sakrum dan tumit. Tidak boleh ada barang-barang logam yang keras,
kontak langsung dengan penderita sehingga dapat terjadi dekubitus.
2) Pemasangan “lead EKG “, kateter urin, slang infus tidak boleh “kinking” dan melewati
bawah kulit klien sehingga menimbulkan bekas.
3) Pemasangan “plate kauterisasi” pada otot pinggul dan hati-hati terhadap N. ischiadicus yang
berjalan di daerah sakrum dan penderita harus dihubungkan dengan kabel yang ke bumi.
4) Posisi penderita harus difiksasi dengan stabil sehingga tidak mudah meluncur kalau meja
operasi diputar atau tidak bergerak kalu dilakukan shock listrik.

Insisi kulit pada daerah median mulai dari atas suprasternal notch vertikal sampai 3 cm
di bawah prosesus xyphoideus dengan pisau No. 24 bila klien dewasa, untuk bayi dan anak-
anak dengan pisau No. 15. Hemostasis dengan kauterisasi fasia sampai ligamen subra sternal
dipotong, begitu juga prosesus xyphoideus ibelah dengan gunting kasar. Hemostasis dari
vena yang melintang di atas prosesus xyphoideus harus baik. Tulang sternum dibelah dengan
gergaji listrik biasanya dari arah prosesus xypoideus ke atas dan saat itu paru-paru
dikolapskan beberapa detik untuk menghindari terbukanya pleura.Hemastasis pinggir
sternum dengan kauter dan bila perlu gunakan bone wak.Selanjutnya sisa-sisa kelenjar timus,
didiseksi sampai vena inominata kelihatan bebas. Perikardium dibuka di tengah atau agak ke
kanan apabila akan digunakan untuk “patch” dan dilebarkan sedikit kearah lateral dibagian
proksimal dan diafragma. Perikardium difixir ke pinggir luka sehingga jantung agak
terangkat.Apabila prosedur utama telah selesai dan dinding dada akan ditutup maka harus
diyakini benar bahwa hemostasis terhadap semua bekas insisi dan jahitan telah aman,
perikardium kalau perlu tidak usah ditutup rapat, dipasang drain untuk mengeluarkan sisa
darah, sternum diikat dengan kawat. Harus diingat saat menutup sternum apakah ada
pengaruh terhadap tekanan darah terutama kalau tekanan darah turun. Jahitan kulit
subkutikuler/kutikuler dengan dexon.

b. Torakotomi posterolateral
Sayatan ini biasanya untuk klien koarktasio aorta, PDA, shunt atau aneurisma aorta desenden.
Posisi klien miring ke kanan dengan syarat-syarat seperti di atas. Insisi kulit mulai dari garis
aksila tengah ke posterior kira-kira 2 cm di bawah angulus inferior skapula dan prosesus
spinosus vertebra. Kulit, subkutis, otot latisimus dorsi dipotong dengan hemostasis yang baik
dengan kauter dan otot seratus anterios hanya dibelah dan dipotong pada insertionya. Rongga
toraks dibuka pada sela iga ke 4 dengan diseksi di bagian atas iga ke V untuk menghindari
pembuluh darah. Setelah selesai rongga toraks ditutup dengan mengikat iga dengan jahitan
absorbable dan selanjutnya otot diapraksimasi kembali seperti aslinya dan kulit dijahit
subkutikuler.

c. Torakotomi Anterolateral
Posisi penderita terlentang dan bagian kiri diganjal sedikit sehingga lebih tinggi / miring 45 °.
Insisi pada sela iga ke V. Pendekatan ini untuk emergensi karena luka tusuk jantung dengan
tamponade atau hanya perikardiotomi banding pulmonalis.

J. Persiapan penderita prabedah.


Setelah penderita diputuskan untuk operasi maka perlu dipersiapkan agar operasi dapat
berlangsung sukses. Persiapan terdiri dari :
a) Persiapan mental
Menyiapkan klien secara mental siap menjalani operasi, menghilangkan kegelisahan
menghadapi operasi. Hal ini ditempuh dengan cara wawancara dengan dokter bedah dan
kardiolog tentang indikasi operasi, keuntungan operasi, komplikasi operasi dan resiko
operasi. Diterangkan juga hal-hal yang akan dialami/akan dikerjakan di kamar operasi dan
ICU dan alat yang akan dipasang, juga termasuk puasa, rasa sakit pada daerah operasi dan
kapan drain dicabut.
b) Persiapan medical
1. Obat-obatan
Semua obat-obatan antikoagulan harus dihentikan 1 minggu sebelum operasi (minimal 3 hari
sebelum operasi).
2. Aspirin dan obat sejenis dihentikan 1 minggu sebelum operasi.
3. Digitalis dan diuretik dihentikan 1 hari sebelum operasi.
4. Antidiabetik diteruskan dan bila perlu dikonversi dengan insulin injeksi selama operasi.
5. Obat-obat jantung diteruskan sampai hari operasi.
6. Antibiotika hanya diberikan untuk propilaksis dan diberikan waktu induksi anestesi di kamar
operasi, hanya diperlukan test kulit sebelum operasi apakah ada alergi.
1) Laboratorium 1 hari sebelum operasi antara lain :
a. Hematologi lengkap + hemostasis.
b. LFT.
c. Ureum, Creatinin.
d. Gula darah.
e. Urine lengkap.
f. Enzim CK dan CKMB untuk CABG.
g. Hb S Ag.
h. Gas darah.
Bila ada kelainan hemostasis atau faktor pembekuan harus diselidiki penyebabnya dan
bila perlu operasi ditunda sampai ada kepastian bahwa kelainan tersebut tidak akan
menyebabkan perdarahan pasca bedah.

K. Persiapan darah untuk operasi.


Permintaan darah ke PMI terdiri dari :
Packad cell : 750 cc
Frash Frozen Plasma : 1000 cc
Trombosit : 3 unit.
Permintaan darah ke PMI minimal 24 jam sebelum operasi elektif dan tentu tergantung
persediaan darah yang ada di PMI saat itu.

a. Mencari infeksi fokal.


Biasanya dicari gigi berlobang atau tonsilitis kronis dan ini konsultasikan ke bagian THT dan
gigi. Kelainan kulit seperti dermatitis dan furunkolosis/bisul harus diobati dan juga tidak
dalam masa inkubasi/infeksi penyakit menular.

b. Fisioterapi dada.
Untuk melatih dan meningkatkan fungsi paru selama di ICU dan untuk mengajarkan
bagaimana caranya mengeluarkan sputum setelah operasi untuk mencegah retensi sputum.
Bila penderita diketahui menderita asthma dan penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)
maka fisioterapi harus lebih intensif dikerjakan dan kadang-kadang spirometri juga
membantu untuk melihat kelainan yang dihadapi. Bila perlu konsultasi ke dokter ahli paru
untuk problem yang dihadapi.
c. Perawatan sebelum operasi.
Saat ini perawatan sebelum operasi dengan persiapan yang matang dari poliklinik maka
perawatan sebelum operasi dapat diperpendek misalnya 1 - 2 hari sebelum operasi. Hal ini
untuk mempersiapkan mental klien dan juga supaya tidak bosan di Rumah Sakit.

L. Perawatan pasca bedah


Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Untuk mengetahui
problem pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga
dapat diantisipasi dengan baik. Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain.
Perawatan pasca bedah dibagi atas :
1. Perawatan di ICU.
a) Monitoring Hermodinamik.
Setelah penderita pindah di ICU maka timbang terima antara perawat yang mengantar ke ICU
dan petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut : Dianjurkan
setiap penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya selama 24 jam.
Pemantauan yang dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :
a. CVP, RAP, LAP,
b. Denyut jantung.
c. “Wedge presure” dan PAP.
d. Tekanan darah.
e. Curah jantung.
f. Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya dan lain-
lain.
g. Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pach jantung dll.

b) EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan adanya
kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG
lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila
ada perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.

c) Sistem pernapasan
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan malahan diberikan sedasi
sebelum ditransper ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat :
a. Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung.
b. Tidak volume dan minut volume, RR, Fi O 2, PEEP.
c. Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal, kehijauan, kental
atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu dibuat kultur.
d) Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-obatan
sedatif pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh menggerakkan ke 4
ektremitasnya.
e) Sistem ginjal
Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolisis dan lain-
lain. Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus dikerjakan.
f) Gula darah
Bila penderita adalah dabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan bila tinggi
mungkin memerlukan infus insulin.
g) Laboratorium :
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :
 HB, HT, trombosit.
 ACT.
 Analisa gas darah.
 LFT / Albumin.
 Ureum, kreatinin, gula darah.
 Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.
h) Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa diketahui.
Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi
dikerjakan tiap ½ jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc untuk
penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan muingkin
memerlukan retorakotomi untuk menghentikan perdarahan.
i) Foto thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke CVP,
Kateter Swan Ganz. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang
dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal,
penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam
setelah pasca bedah.
j) Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator. Bila
sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi,
postural drinase).
2. Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus
dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah. Umumnya
pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT,
Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :
a. Elektrolit thrombosis
b. Ureum
c. Gula darah.
d. Thoraks foto
e. EKG 12 lead
f. Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.
g. Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
h. Hari ke 6 - 10 pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
i. Obat - obatan : Biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan
mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet, dan vitamin
harus sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan
sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang.
j. Perawatan luka, dapat tertutup atau terbuka. Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan
dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis, maka luka harus
dibuka jahitannya sehuingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Kadang-kadang perlu di
kompres dengan antiseptik supaya nanah cepat kering. Bila luka sembuh dengan baik jahitan
sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang
gemuk, diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka
terbuka.
k. Fisioterapi, setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah
retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai
dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan
ke kamar mandi, dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh
perawat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner danperbaikan
penggantian katup jantung yang rusak. Banyak prosedur bedah jantung bisa dijalankan karena
adanya pintasan jantung-paru (sirkulasi ekstrakorponeal). Prosedur ini merupakan alat
mekanis untuk sirkulasi dan oksigenasi darah untuk seluruh tubuh pada saat “memintas”
jantung dan paru. Mesin jantung-panu memungkinkan dicapainya medan openasi yang bebas
darah Sementara perfusi tetap dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh.
Pintasan jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan, vena kava, atau
vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Perkembangan jantung buatan terus
berlanjut untuk memperbaiki daya tahan hidup dan mengurangi morbiditas. Institut Jantung,
Paru, dan Darah Nasional.Tujuan keseluruhan pemasangan transplantasi jantung adalah untuk
memberi kualitas hidup yang tinggi bagi pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur
perkutaneus. Alat mi dijalankan menggunakan sistem transmisi energi listrik transkutaneus
(transcutaneous electrical energy transmission systems, TEETS) dengan baterai portabel.
Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau katup.
Pintasan jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang dapat dieksisi tanpa
memasuki jantung dan tanpa menghentikan denyutan jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Gallo & Hudak. 1997. Keperawatan Kritis Volume I. Jakarta : EGC
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/askep-bedah-jantung.html
http://ahdiie.blogspot.com/2011/12/makalah-bedah-jantung.html
R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2005. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
http://indrainihara.blogspot.co.id/2012/10/makalah-bedah-jantung.html

makalah bedah jantung

DAFTAR ISI
PRAKATA …………………………………………………………… …….i
D A F T A R I S I ………………………………........................................ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………1
1.3 Manfaat Penulisan …………………………………………………………………..1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pintasan Jantung Paru ……………………………………………...........................1
2.2 Transplantasi Jantung …………..……………………………………...…………...4
2.3 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)/
Tandur Bypass Arteri Koroner (TBAK) ………………...........…………...………..…9
2.4 Alat Bantu Mekanis dan Jantung Bantuan Buatan Total ……………...……….14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................14
3.2 Saran ..........................................................................................................................14
DAFTAR P U S T A K A ....................................................................................... 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dpat dibantu untuk

mencapai kualitas hidup yang lebih besar dari yang diperkirakan sepuluh tahun silam.

Dengan prosedur diagnostic yang canggih yang memungkina diagnostig dimulai lebih awal

dan lebih akurat menyebabkan penangan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi kelemahan

yang berarti. Penaganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus dikembankan

dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat, yaitu dengan betah jantung.

Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan, talah

dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah Italia de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan

serupa yang sukses, juga penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh

pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938,

dan reseksi koar koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pinatsan arteri koroner

bermula di tahun 1954.

Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung adlah

teknis pintasan jantung/paru pertam kali digunakan dengan berhasil pada manusia di than

1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan

pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara.
Kebanyakan prosedur adalah graft pintasa arteri koroner (CABG = Coronary Artery Bypass

Graft) dan perbaikan atau penggantian katup.

Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan

pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta

program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang

aman untuk pasien dengan penyakit jantung.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah untuk :

1.2.1 Mengetahui secara umum sejarah perkembangan bedah jantung

1.2.2 Mengetahui macam-macam tindakan bedah jantung

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi Penulis

Sebagai tugas pembelajaran perkuliahan keperawatan medical bedah mengenai bedah

jantung.

1.3.2 Bagi Pembaca

Sebagai informasi dalam perkuliahan keperawatan medical bedah mengenai bedah

jantung.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pintasan Jantung Paru

Banyak prosedur bedah jantung bisa dijalankan karena adanya pintasan jantung-paru

(sirkulasi ekstrakorponeal). Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk sirkulasi dan

oksigenasi darah untuk seluruh tubuh pada saat “memintas” jantung dan paru. Mesin jantung-

panu memungkinkan dicapainya medan openasi yang bebas darah Sementara perfusi tetap

dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh.


Pintasan jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan, vena

kava, atau vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian

dihubungkan ke tabung yang berisi larutan kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa 5% dalam

larutan Ringer laktat). Darah vena yang terambil dari tubuh dan kanula tadi disaring,

dioksigenasi, didinginkan atau dihangatkan. dan kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula

yang diper gunakan uniuk mengembalikan darah teroksigenasi biasanya dimasukkan ke aorta

asendens, tapi bisa jugs dimasukkan ke arteri femoralis.

Meskipun pintasan jantung-paru merupakan teknik yang biasa pada pembedahan

jantung, namun sebenarna sangat kompleks. Pasien memerlukan antikoagulan dengan hatiin

untuk rnencegah pembentukan trombus dan kemungkinan embolisasi yang dapat terjadi

ketika danah berhubungan dengan permukaan asing sirkuit pintasan jantung-paru dan

dipompakan ke tubuh dengan pompa mekanis (bukan pembuluh darah dan jantung normal)

Setelah dibebaskan dari mesin pintasan, pasien diberikan protamin sullal untiuk menangkal

efek heparin.

Selama dilakukannya prosedur ini, tubuh dijaga agar selalu dalam keadaan

hipotermia, biasanya 28°C sampai 32°C(82,4°F sampai 89,6°F). Darah didinginkan selama

pintasan jantung paru dan dikembalikan ke tubuh. Darah yang didinginkan tersebut akan

menurunkan kecepatan metabolisme basal, sehingga kebutuhan akan oksigen juga berkurang.

Darah yang dingin biasanya mempunyai kekentalan yang tinggi, namun larutan kristaloid

yang digunakan untuk mengisi tabung akan mengencerkan darah tadi Ketika prosedur

pembedahan telah selesai, darah dihangatkan kembali di dalam sirkuit pintasan jantung-paru.

Haluaran urin, tekanan darah, gas darah arteri, elektrolit, uji pembekuan darah, dan

elektrokardiograrn (EKG) semuanya dipakai untuk memantau status pasien selama pintasan

jantung-paru. Masih banyak hal yang harus dipelajari mengenai pintasan jantung paru. Ada

berbagai sirkuit pintasan dan mekanisme pensompaan yang digunakan pada masa kini.
Sampai saat ini masih terus diusahakan agan pasien bisa lebih lama berada dalam mesin

pintasan jantung-paru dengan lebih aman. Penelitian terus dilakukan untuk memperbaiki

mesin pintasan jantung paru untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah berikut:

hemolisis, peningkatan permeabilitas memhran kapiler dan kehilangan elektrolit, hipoksia

dan anoksia jaringan, pembentukan trombus atau emboli. diseksi jantung dan pembuluh

danah, meningkatnya ketekolamin dan hormon antidiuretik (ADH), dan respons inflamasi

sistemik yang merupakan komplikasi prosedur itu.

(Gambar menyusul)

2.2 Transplantasi Jantung

Transplantasi dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967. sejak

itu prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di tahun 1983,

sikosporin sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah imunosupresan yang

menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing seperti, organ yang

ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan

infeksi, sehingga harus diperoleh keseimbangan yang sangat baik antara penekanan

penolakan dan pencegahan infeksi. Sejak tersedianya siklosporin di tahun 1983, transplantasi

jantung telah menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan penyakit jantung tahap akhir.

2.2.1 Indikasi Transplantasi Jantung

 kardiomiopati

 penyakit jantung iskemik

 penyakit jantung kongenital

 penyakit katup dan

 penolakan transplantasi jantung sebelumnya

2.2.2 Kriteria Seleksi


Resipien transplantasi jantung yang memenuhi kriteria seleksi menjalani pemeriksaan

klinis dan psikologis yang terperinci. Dengan semakin luasnya penerapan prosedur ini,

keputusan untuk menentukan siapa yang berhak menjalani ttansplantasi jantung menjadi

semakin kontroversial. Tersedianya donor tetap merupakan faktor pembatas. Akibatnya,

begitu diputuskan untuk melakukan transpiantasi, maka timbul masalah dalam menentukan

prioritas antara satu dengan yang lain. Penentuan yang lebih sulit lagi adalah untuk

menentukan prioritas di antara pasien pengguna VADs dan jantung buatan sebagai jembatan

untuk dilakukannya transplantasi.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan komplikasi setelah operasi atau memengaruhi

kelangsungan hidup jangka panjang harus disingkirkan. Faktor-faktor ini mencakup penyakit

atau infeksi sistemik aktif, hipertensi pulmonalis dengan resistensi vaskular paru yang

menetap (lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark paru, ulkus peptikum yang aktif,

diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit sekunder pada organ lain, gagal ginjal

atau hati yang ireversibel, peminum alkohol atau pecandu obat-obatan. Hal-hal yang tidak

nyata, seperti motivasi untuk melakukan rehabilitasi, dukungan keluarga, dan keadaan

psikologis, juga harus dipertimbangkan. Dengan makin luasnya penggantian oleh asuransi,

masalah keuangan pribadi menjadi semakin kurang berarti untuk proses seleksi. Apabila

diidentifikasi tidak terdapat kontraindikasi, maka dapat dimulai proses pencarian donor.

Donor potensial biasanya adalah korban kecelakaan tasiusia muda yang tidak

mengalami kerusakan jantung atau penyakit jantung yang jelas dan tidak ada infeksi sistemik.

Pencocokan jaringan donor terhadap resipien meliputi pencocokan sistem ABO. Pencocokan

berat tubuh yang sesuai juga penting untuk dilakukan; 20% perbedaan berat tubuh dianggap

masth dapat diterima.


Bila telah tersedia donor jantung, sebuah computer akan di buka untuk menampilkan

calon resipient berdasar kompatibilitas golongan darah ABO, ukuran donor dan kandidat, dan

jarak antara donor dan potensial resipient ( jarak sangat penting karena fungsi jantung yang di

transplantasi sangat dipengaruhi saat implantasinya, yang harus sebelum 4 jam setelah

diambil dari donor ).

2.2.2.a Transplantasi Ortotopik

Transplan ortotopik adalah prosedur yang paling sering dilakukan pada transplantasi

jantung sebagian atrium resioien (termasuk vena kava dan vena pulmonalis) ditinggalkan

ditempatnya semula ; sisa jantung kandidat diangkat dari mediastinum. Jantung donor, yang

biasanya telah diawetkan didalam es, disiapka untuk diimplantasikan dengan memeotong

sebagian kecil atrium yang sesuai dengan bagian jantung resipient yang ditinggalkan. Jantung

donor diimplantasikan dengan menjahitkan kejaringan atria yang tersisa dari jantung asli

resipien. Arteri pulmonalis dan aorta kemudian dianastomose dan disambung.

(gbr 30-2 menyusul)

2.2.2.b Teknik Heterotopik

Teknik heterotopik lebih jarang dilakukan. Jantung donor diletakkan disebelah kanan

dan sedikit ke anterior jantung resipien ; jantung resipien tidak diangkat. Pada mulanya

diperkirakan bahwa jantung asli masih bias melindungi pasien bila jantung transplant ditolak.

Namun meskipun efek melindungi tersebut ternyata tidak terbukti, masih ada alasan untuk

tetap mempertahankan jantung asli, yaitu apabila jantung donor kecil, waktu iskemik yang

terlalau lama bagi jantung donor, atau bila jantung donor sudah sangat berkurang fungsinya

namun tetap harus digunakan dalam keadaan darurat.

Jantung transplan tidak mempunyai hubungan persyarafan dengan badan resipien (

jantung denervasi ); jadi syaraf simpatis dan vagus tidak mempengaruhi jantung transplan.
Frekuensi jantung transplan pada saat istirahat sekitar 70-90 denyutan/menit, namun akan

meningkat secara bertahap bila ada katekolamin dalam darah. Pasien harus secara bertahap

meningkatkan dan menurunkan latihan ( waktu pemanasan dan pendinginan harus lebih lama

), biasanya diperlukan waktu 20-30 menit untuk mencapai frekuensi jantung yang diinginkan.

Atropin tidak akan meningkatkan kecepatan jantung pada pasien ini.

(gbr 30-3 menyusul)

2.2.3 Penolakan dan Infeksi

Tantangan terbesar dalam transplantasi adalah penanganan reaksi penolakan. Usaha

tubuh untuk menolak jaringan asing merupakan proses biologis yang mendasar. Penemuan

sikiosporin dan antibodi monoklonal telah banyak memperbaiki kelangsungan hidup setelah

transpiantasi. Terapi imunosupresif dengan sikiosporin dapat dimulai sebelum operasi. Terapi

imunosupresif tiga obat dengan azatioprin, siklosporin, dan steroid diberikan terus menerus

setelah operasi. Pemantauan imunologis akan tandatanda penolakan dilakukan dengan ketat.

Biopsi endomiokardium tramsvenosa adalah penentu pasti (standar emas) untuk deteksi dan

diagnosis penolakan. Biopsi dilakukan dalam selang waktu tertentu dan sesuai indikasi.

(Metode non-invasif untuk mendeteksi reaksi penolakan, seperti MRI dan ekokardiografi,

masih diteliti) Teknik biopsi endomiokardium meliputi pemasangan kateter biopsi (atau

bioptome) melalui vena jugularis dekstra atau vena subklavia ke dalam ventrikel kanan untuk

mengambil beberapa bagian endokardium untuk analisis. Selanjutnya terapi imunosupresif

dapat disesuaikan berdasarkan hasil biopsi.

Antitimosit globulin (ATG), antilimfosit globulin (ALG), atau antibodi-antibodi

monoklonal OKT3 dapat ditambahkan untuk menangani reaksi penolakan. Selain reaksi

penolakan, juga merupakan masalah serius akibat terapi imunosupresif. Infeksi merupakan

penyebab utama kematian dalam tahun pertama setelah transplantasi. Untuk itu dilakukan

pencegahan dan tindakan terapeutik yang tepat.


Perjalanan Pascaoperasi. Pasien transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam keseimbangan

antara risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi aturan kompleks tentang

diit, obat-obatan, aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi (untuk mendiagnosa penolakan)

dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi siklosporin dan kortikosteroid untuk

meminirnalkan penolakan. Selain penolakan dan infeksi, komplikasi dapat mencakup

percepatan terjadinya arteriosklerosis arteri koroner; hipertensi dan hipotensi; gangguan

sistern saraf pusat, pernapasan, dan gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap

stres psikososial akibat transplantasi organ.

Pasien transplantasi jantung dengan angka bertahan hidup 1 tahun sekitar 80% sampai

90% dan angka bertahan hidup 5 tahun sekitar 60% sarnpai 70%.

2.3 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)/ Tandur Bypass Arteri Koroner (TBAK)

Tandur bypass vena safena aortokoroner dilakuakan pertama kali pada tahun 1964.

Sejak itu prosedur ini menadi tindakan yang diteriam untuk penyakit arteri koroner (PAK).

Dibandingkan denga tindasan medis, tandur bypass arteri koroner (TBAK) telah

membuktikan keefektifannya pada pengilangan angina dan memperbaiki toleransi latihan,

dan ini memperpanjang hidup pada pasien dengan PAK kiri utama dan penyakit pembuluh

darah-tiga dengan fungsi vebtrikel kiri buruk. Pada pengenalan angioplasty koroner

transluminal perkutan (AKTP), namun indikasi utnuk TBAK masih dipertanyakan.

2.3.1 Tandur Vena Safena

Vena safena atau arteri mamari internal (AMI) dapat digunakan untuk TBAK. Vena

safena dpat diambil dari lutut atas atau bawah, tetapi dari bawah lutut secara umum lebih

diminati karena sangat mendekati diameternya pada ukuran arteri koroner. Vena diambil dari

insisi yang dibuat sepanjang aspek dalam kaki.

Obstruksi pada arteri koroner di bypass dengan membuat anstomosis satu ujung vena

tandur ke aorta (anastomosis proksimal) dan ujung yang lain ke arteri koroner tepat melewati
obstruksi (anastomosis distal). Tandur vena safena dapat sederhana dengan anstomosis end-

to-side ke aorta dan arteri koroner, atau berurutan (juga disebut skip), denga anastomosis end-

to-side pada aorta, anastomosis side-to-side pada satu arteri koroner, dan anas tomosis end-to-

side pada arteri koroner yang lain.

(gambar )

2.3.2 Tandur Arteri Mammari Internal

AMI juga digunakan untuk revaskularisasi miokard. AMI adalah cabang ke dua dari

arteri subklavia dan turun ke bawah dinding anterior pada dada tepat lateral terhadap sternum

dibalakang kartilago kosta.

Tandur AMI telah menunjukan derajat yang lebih kecil dari arterosklerosis selama ini

pada awalnya dan friekuensi patensi tandur selanjutnya dibandingkan dengan tandur vena

safena. Sembilan pulh persen tandur AMI paten selama 10 tahun pascaoperasi, sedangkan

lebih dari 50 % dari tandur vena safena terhambat dalam 10 tahun. Tnadur AMI juga

dihubungkan denagn morbiditas jangkan panjang yang rendah dan memperbaiki

kelangsungah hidup jangka panang.

2.3.2.a Keuntungan Arteri Mammari Internal Untuk Revaskularisasi Miokard

 memperbaiki patensi frekuensi jangka pendek dan panjang pada tandur vena safena

 diameternya mendekati arteri koroner

 tidak dibutuhkan anastomosis aortik

 AMI mempertahankan inervasi sistem syaraf dan maka mempunyai kemampuan

mengadaptasi ukuran untuk memberi aliran darah sesuai dengan kebutuhan miokard

 Tidak ada insisi kaki jika menggunakan AMI

 Endotelium vaskuler beradaptasi terhadap tekanan arteri dan aliran tinggi, mengakibatkan

penurunan hiperplasia intimal dan atersklerosis.

2.3.2.b Kerugian Arteri Mammari Internal Untuk Revaskularisasi Miokard


 Diseksi AMI lebih panjang, mengakibatkan waktu bypass kardiopulmonal lebih panjang

 Diseksi ekstensi dapat meningkatkan resiko perdarahan paska operasi

 Memasuki ruang pleural, sehingga selang pleura dada diperlukan pada paska operasi

 Nyeri paska operasi dapat meningkat karena masuk ke ruang pleural dan diseksi luas

 Pada pasien dengan DM atau lansia, penggunssn AMI bilateral dapat meningkatkan resiko

infeksi dan tidak menyambungnyaa sternum.

Untuk mengisolasi AMI, ruang preular dimasuki, AMI dideseksi bebas, dan cabang-

cabang arteri intercostal dari AMI dikauterisasi. AMI digunakan sebagai tandur padikulus

(misalnya ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri subklavia), dan AMI kiri dan kanan

dapat diggunakan. Karena AMI kiri lebih panjang dan lebih besar dari pada AMI kanan, ini

biasanya digunakan untuk bypass arteri koropner desendent anterior kiri (DAKi). AMI kanan

dianastomosiskan ke arteri koroner kiri (AKKi) atau arteri koroner sirkumfleks (AKS).

2.4 Alat Bantu Mekanis dan Jantung Bantuan Buatan Total

Penggunaan pintasan jantung-paru pada pembedahan jantung dan kemungkinan

dilakukan transplantasi jamung pada penyakit jantung stadium akhir telah rneningkatkan

kebutuhan akan alat bantu jantung. Pasien yang tak mampu dilepas dan pintasan jantung paru

atau pasien yang sedang berada dalarn syok kardiogenik dapat memperoleh keuntungan dari

periode bantuan jantung mekanis. Alat yang paling sering digunakan adalah pompa balon

ultra aorta (IABP - intra-aortic baloon pump). IABP nsengurangi kerja jantung selama

kontraksi, namun tidak menyerupai kinerja jantung yang sebenarnya.

Alat dengan kinerja yang menyerupai sebagian atau scmua fungsi pemompaan untuk jantung

juga sedang dikembangkan. Alat bantu ventrikel yang lebih canggih ini dapat mensirkulasi

darah tiap menit seperti yang dilakukan jantung. Tiap alat bantu ventrikel digunakan untuk

masing-mnasilig ventrikel. Saat ini yang paling sering digunakan adalah pompa sentrifugal.

Banyak alat dorong pneumatis yang digunakan, dan basil klinisnya cukup menianjikan.
Beberapa alat bantu ventrikel dapat dikombinasikan dengan oxvgenalor-ex!racorporeal

membrane oxygenation (ECMO). Alat bantu kombinasi ventrikuler-oksigenator digunakan

pada pasien yang jantungnya tak dapat memompa darah secara adekuat ke paru atau

tubuhnya.

Jantung buatan total dirancang untuk mengganti kedua ventrikel. Jantung pasien harus

diangkat untuk nmemasang jantung buatan total tadi. Semua alat-alat tadi masih dalam taraf

ekspenimental. Janvik-7 telah mengalami keberhasilan jangka pendek, tetapi hasil jangka

panjangnya cukup mengecewakan. Kebanyakan peneliti jantung buatan total berharap dapat

mengembangkan alat yang dapat dipasang secara permanen dan yang akan dapat

menggantikan kebutuhan transplantasi jantung donor manusia untuk penanganan penyakit

jantung stadium akhir.

Alat bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan sebagai

penanganan temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri sembuh atau sampai

tersedia jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi. Kelainan pembekuan darah,

perdarahan, trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan kegagalan mekanis adalah beberapa

komplikasi jantung buatan total dan alat bantu ventrikel. Asuhan keperawatan untuk pasien

ini ditujukan tidak hanya pada pengkajian dan meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga

melibatkan dukungan emosi dan penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.

(gambar)

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Bedah jantung dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tindakan pintasan

jantung paru, transplantasi jantung dan CABG menggantikan fungsi jantung yang rusak. Alat

bantu mekanis dan jantung buatan total sangat menggantikan fungsi jantung.

3.2 Saran

Pengembangan teknologi bedah jantung di masa sekarang semakin canggih. Teknik

bedah jantung seperti Heart Surgery Robotic telah berkembang. Maka peningkatan kualitas

dan pengembangan skill tenaga medis harus dilakukan untuk mengimbangi perkembangan

teknik pembedahan khususnya teknik bedah jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Gallo & Hudak. 1997. Keperawatan Kritis Volume I. Jakarta : EGC

R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2005. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

http://ahdiie.blogspot.co.id/2011/12/makalah-bedah-jantung.html
PENDAHULUAN
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang sering
mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan
penggantian katup jantung yang rusak
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat
dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun
sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik dimulai
lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi
kelemahan yang berarti. Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus
dikembangkan dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat.
Mungkin tak ada intervensi terapi yang begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung.
Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan, telah
dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah halls de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan
serupa yang sukses, jugs penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh
pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938,
dan reseksi koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pintasan arteri koroner bermula
di tahun 1954.
Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung adalah
teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali digunakan dengan berhasil pada manusia di tahun
1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan
pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara.
Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan arteri koroner (CABG = coronary artery bypass
graft) dan perbaikan atau penggantian katup.
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan
pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta
program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang
aman untuk pasien dengan penyakit jantung.

PINTASAN JANTUNG PARU


Banyak prosedur bedah jantung bisa dijalankan karena adanya pintasan jantung-paru
(sirkulasi ekstrakorponeal). Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk sirkulasi dan
oksigenasi darah untuk seluruh tubuh pada saat “memintas” jantung dan paru. Mesin jantung-
panu memungkinkan dicapainya medan openasi yang bebas darah Sementara perfusi tetap
dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh.
Pintasan jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan, vena kava, atau
vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan ke
tabung yang berisi larutan kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa 5% dalam larutan Ringer
laktat). Darah vena yang terambil dari tubuh dan kanula tadi disaring, dioksigenasi,
didinginkan atau dihangatkan. dan kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang diper
gunakan uniuk mengembalikan darah teroksigenasi biasanya dimasukkan ke aorta asendens,
tapi bisa jugs dimasukkan ke arteri femoralis.
Meskipun pintasan jantung-paru merupakan teknik yang biasa pada pembedahan jantung,
namun sebenarna sangat kompleks. Pasien memerlukan antikoagulan dengan hatiin untuk
rnencegah pembentukan trombus dan kemungkinan embolisasi yang dapat terjadi ketika
danah berhubungan dengan permukaan asing sirkuit pintasan jantung-paru dan dipompakan
ke tubuh dengan pompa mekanis (bukan pembuluh darah dan jantung normal) Setelah
dibebaskan dari mesin pintasan, pasien diberikan protamin sullal untiuk menangkal efek
heparin.
Selama dilakukannya prosedur ini, tubuh dijaga agar selalu dalam keadaan hipotermia,
biasanya 28°C sampai 32°C(82,4°F sampai 89,6°F). Darah didinginkan selama pintasan
jantung paru dan dikembalikan ke tubuh. Darah yang didinginkan tersebut akan menurunkan
kecepatan metabolisme basal, sehingga kebutuhan akan oksigen juga berkurang. Darah yang
dingin biasanya mempunyai kekentalan yang tinggi, namun larutan kristaloid yang digunakan
untuk mengisi tabung akan mengencerkan darah tadi Ketika prosedur pembedahan telah
selesai, darah dihangatkan kembali di dalam sirkuit pintasan jantung-paru.
Haluaran urin, tekanan darah, gas darah arteri, elektrolit, uji pembekuan darah, dan
elektrokardiograrn (EKG) semuanya dipakai untuk memantau status pasien selama pintasan
jantung-paru.
Masih banyak hal yang harus dipelajari mengenai pintasan jantung paru. Ada berbagai sirkuit
pintasan dan mekanisme pensompaan yang digunakan pada masa kini. Sampai saat ini masih
terus diusahakan agan pasien bisa lebih lama berada dalam mesin pintasan jantung-paru
dengan lebih aman. Penelitian terus dilakukan untuk memperbaiki mesin pintasan jantung
paru untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah berikut: hemolisis, peningkatan
permeabilitas memhran kapiler dan kehilangan elektrolit, hipoksia dan anoksia jaringan,
pembentukan trombus atau emboli. diseksi jantung dan pembuluh danah, meningkatnya
ketekolamin dan hormon antidiuretik (ADH), dan respons inflamasi sistemik yang
merupakan komplikasi prosedur itu.

JANTUNG BUATAN
Pemasangan jantung buatan telah menarik perhatian dunia sejak akhir tahun 1950-an.
Semenjak itu banyak terjadi kemajuan sehingga jantung buatan secara klinis dapat dipakai
manusia. Cooley menggunakan jantung buatan di Texas pada tahun 1969 untuk menunjang
sirkulasi sebelum transpiantasi. Implantasi permanen jantung buatan total dilakukan pertama
kali pada tahun 1982 untuk drg. Barney Clark di University of Utah.. Perkembangan jantung
buatan terus berlanjut untuk memperbaiki daya tahan hidup dan mengurangi morbiditas.
Institut Jantung, Paru, dan Darah Nasional (National Heart, Lung, and Blood Institute,
NHLBI) dan Institut Kesehatan Nasional (National Institutes of Health, NIH) telah
menyediakan pendanaan untuk jantungbuatan elektromekanik permanen tanpa kabel. Institut
jantung Texas dan 3-M dan Penn Statet Abiomed turut berpartisipasi dalam eksperimen fase
II. Tujuan keseluruhan pemasangan mi adalah untuk memberi kualitas hidup yang tinggi bagi
pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur perkutaneus. Alat mi dijalankan menggunakan
sistem transmisi energi listrik transkutaneus (transcutaneous electrical energy transmission
systems, TEETS) dengan baterai portabel.

TRANSPLANTASI JANTUNG
Transplantasi dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967. sejak itu
prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di tahun 1983,
sikosporin sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah imunosupresan yang
menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing seperti, organ yang
ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan
infeksi, sehingga harus diperoleh keseimbangan yang sangat baik antara penekanan
penolakan dan pencegahan infeksi. Sejak tersedianya siklosporin di tahun 1983, transplantasi
jantung telah menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan penyakit jantung tahap akhir.
Indikasi transplantasi yang paling sering adalah kardiomiopati, penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung kongenital, penyakit katup dan penolakan transplantasi jantung sebelumnya.
Pasien biasanya memiliki gejala sangat berat yang tidak dapat dikontrol dengan pengobatan,
tidak ada pilihan pembedahan lain dan prognosis hidupnya kurang dari 12 bulan. Pasien
diseleksi oleh suatu tim multidisipliner sebelum dinyatakan sebagai kandidat transplantasi
jantung. Umur pasien, status paru, kondisi kesehatan kronis lain, infeksi, riwayat
transplantasi, penyesuaian dan status kesehatan terakhir digunakan untuk mengevaluasi
pasien untuk transplantasi.
Transplantasi jantung dianggap sebagai uaha terakhir untuk mengatasi untuk mengatasi
penyakit jantung tahap akhir yang refrakter terhadap pengobatankonvensional dan
pembedahan. Gagal jantung kelas III dan IV memiliki harapan hidup kurang dan satu tahun.
Dua penyebab tersering memburuknya miokardium adalah kardiomiopati kongestif dan
penyakit koroner lanjut. Penyakit-penyakit ini merupakan 80%-90% alasan dilakukarmya
transplàntasi jantung.
Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya. Kunci yang
membedakan kardiomiopati dan kelainan jantung lain adalah adanya penyakit mendasari
yang hanya menyerang miokardium ventrikel namun tidak menyerang struktur miokardium
lain seperti katup atau arteria koronaria. Kardiomiopati dikelompokkan menurut tiga jenis
kelainan struktur dan fungsi: (1) kongestif (dilatasi), (2) restriktif atau obliteratif, atau (3)
hipertrofi.
Kardiomiopati kongestif ditandai dengan dilatasi nyata dan ventrikel yang hipodinamik.
Dapat teijadi hipertrofi miokardium yang lebih ringan. Ventrikel yang hipodinamik
berkontraksi secara buruk, menyebabkan gagal ke depan dan ke belakang seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Perlu dicatat bahwa keempat ruang jantung mengalami dilatasi
sekunder akibat bertambahnya volume dan tekanan. Seringkali terbentuk trombus dalam
ruang-ruang ini akibat darah yang mengumpul dan stasis; sehingga terancam terjadi emboli.
Biasanya awitan penyakit tidak jelas; tetapi dapat berkembang menjadi gagal jantung tahap
akhir yang refrakter. Prognosis gagal jantung refrakter sangat buruk dan dapat menyebabkan
dipertimbangkarmya transplantasi jantung. Penyebab pasti kardiomiopati kongestif masih
belum diketahui; namun diperkirakan disebabkan faktorautoimun dan virus. Penyebab
multifaktorial mungkin merupakan penjelasan yang lebih memuaskan.
Kardiomiopati hipertrofik, berlawanan dengari kardiomiopati kongestif, ditandai oleh jantung
yang hipertrofi dan hiperdinamik. Bertambahnya massa otot tidak disertai dilatasi
miokardium bermakna. Diduga terdapat dasar genetika. Kardiomiopati restriktif
mencerminkan gangguan pengisian ventrikel akibat berkurangnya daya regang ventrikel.
Fibrosis endokardium atau miokardium dapat mengakibatkan restriksi pengisian. Restriksi
mengurangi ukuran rongga; berkembangnya kardiomiopati ke bentuk restriksi rongga yang
lebih berat dikenal sebagai kardiomiopati obliteratif Meskipun kardiomiopati hipertrofik dan
restriktif dapat mengakibatkan gagal jantung, kardiomiopati kongestif merupakan penyebab
tersering dilakukannya transpiantasi jantung.

Kriteria Seleksi
Resipien transplantasi jantung yang memenuhi kriteria seleksi menjalani pemeriksaan klinis
dan psikologis yang terperinci. Dengan semakin luasnya penerapan prosedur ini, keputusan
untuk menentukan siapa yang berhak menjalani ttansplantasi jantung menjadi semakin
kontroversial. Tersedianya donor tetap merupakan faktor pembatas. Akibatnya, begitu
diputuskan untuk melakukan transpiantasi, maka timbul masalah dalam menentukan prioritas
antara satu dengan yang lain. Penentuan yang lebih sulit lagi adalah untuk menentukan
prioritas di antara pasien pengguna VADs dan jantung buatan sebagai jembatan untuk
dilakukannya transplantasi.
Umumnya, faktor-faktor yang dapat menimbulkan komplikasi setelah operasi atau
memengaruhi kelangsungan hidup jangka panjang harus disingkirkan. Faktor-faktor ini
mencakup penyakit atau infeksi sistemik aktif, hipertensi pulmonalis dengan resistensi
vaskular paru yang menetap (lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark paru, ulkus
peptikum yang aktif, diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit sekunder pada
organ lain, gagal ginjal atau hati yang ireversibel, peminum alkohol atau pecandu obat-
obatan. Hal-hal yang tidak nyata, seperti motivasi untuk melakukan rehabilitasi, dukungan
keluarga, dan keadaan psikologis, juga harus dipertimbangkan. Dengan makin luasnya
penggantian oleh asuransi, masalah keuangan pribadi menjadi semakin kurang berarti untuk
proses seleksi. Apabila diidentifikasi tidak terdapat kontraindikasi, maka dapat dimulai proses
pencarian donor.
Donor potensial biasanya adalah korban kecelakaan usia muda yang tidak mengalami
kerusakan jantung atau penyakit jantung yang jelas dan tidak ada infeksi sistemik.
Pencocokan jaringan donor terhadap resipien meliputi pencocokan sistem ABO. Pencocokan
berat tubuh yang sesuai juga penting untuk dilakukan; 20% perbedaan berat tubuh dianggap
masth dapat diterima. Prosedur
Teknik pembedahan untuk transpiantasi jantung relatif mudah dimengerti, seperti yang
digambarkan pada Gbr. 33—17. Bagian dan kedua atrium dibiarkan pada tempatnya untuk
beranastomosis pada jantung donor. Bagian atrium kanan dekat vena kava superior dibiarkan
utuh untuk mempertahankan fungsi nodus sinus. Jantung donor kemudian dijahit pada kedua
atrium resipien dan pada aorta dan arteria pulmonalis. Prosedur mi (yaitu saat transplan
menggantikan jantung resipien) dikenal sebagai transpiantasi ortotopik, berbeda dengan
transpiantasi heterotopik atau “piggyback”, yang dilakukan oleh beberapa pusat kesehatan
jika resistensi vaskular paru-paru sangat tinggi dan bila beban akhir yang tinggi pada arteria
pulmonalis mungkin menyebabkan gagal ventrikel kanan refrakter pada jantung transplan.
Alasannya adalah bahwa ventrikel kanan yang asli telah beradaptasi dengan beban akhir yang
tinggi sehingga harus dibiarkan pada tempatnya. Sebagai alternatif, beberapa pusat kesehatan
melakukan transplantasi kardiopulmonar pada hipertensi pulmonalis primer atau penyakit
vaskular paru-paru akibat penyakit jantung kongenital.

Penolakan dan Infeksi


Tantangan terbesar dalam transplantasi adalah penanganan reaksi penolakan. Usaha tubuh
untuk menolak jaringan asing merupakan proses biologis yang mendasar. Penemuan
sikiosporin dan antibodi monoklonal telah banyak memperbaiki kelangsungan hidup setelah
transpiantasi. Terapi imunosupresif dengan sikiosporin dapat dimulai sebelum operasi. Terapi
imunosupresif tiga obat dengan azatioprin, siklosporin, dan steroid diberikan terus menerus
setelah operasi. Pemantauan imunologis akan tandatanda penolakan dilakukan dengan ketat.
Biopsi endomiokardium tramsvenosa adalah penentu pasti (standar emas) untuk deteksi dan
diagnosis penolakan. Biopsi dilakukan dalam selang waktu tertentu dan sesuai indikasi.
(Metode non-invasif untuk mendeteksi reaksi penolakan, seperti MRI dan ekokardiografi,
masih diteliti) Teknik biopsi endomiokardium meliputi pemasangan kateter biopsi (atau
bioptome) melalui vena jugularis dekstra atau vena subklavia ke dalam ventrikel kanan untuk
mengambil beberapa bagian endokardium untuk analisis. Selanjutnya terapi imunosupresif
dapat disesuaikan berdasarkan hasil biopsi. Antitimosit globulin (ATG), antilimfosit globulin
(ALG), atau antibodi-antibodi monoklonal OKT3 dapat ditambahkan untuk menangani reaksi
penolakan. Selain reaksi penolakan, juga merupakan masalah serius akibat terapi
imunosupresif. Infeksi merupakan penyebab utama kematian dalam tahun pertama setelah
transplantasi. Untuk itu dilakukan pencegahan dan tindakan terapeutik yang tepat.
Perjalanan Pascaoperasi. Pasien transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam keseimbangan
antara risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi aturan kompleks tentang
diit, obat-obatan, aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi (untuk mendiagnosa penolakan)
dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi siklosporin dan kortikosteroid untuk
meminirnalkan penolakan. Selain penolakan dan infeksi, komplikasi dapat mencakup
percepatan terjadinya arteriosklerosis arteri koroner; hipertensi dan hipotensi; gangguan
sistern saraf pusat, pernapasan, dan gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap
stres psikososial akibat tran.splantasi organ.
Pasien transplantasi jantung dengan angka bertahan hidup 1 tahun sekitar 80% sampai 90%
dan angka bertahan hidup 5 tahun sekitar 60% sarnpai 70%.

EKSISI TUMOR
Tumor jantung cukup jarang. Tumor primer terjadi kurang dan 1% pada populasi; tumor
metastatik dilaporkan terjadi 1,5% sampai 35% pada pasien onkologi. Tumor bisa menjadi
tempat pembentukan trombus sehingga menciptakan risiko emboli. Disritmia dapat terjadi
bila mengenai miokardium atau sistem hantaran. Kebanyakan tumor jantung adalah jinak.
Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau katup. Pintasan
jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang dapat dieksisi tanpa memasuki
jantung dan tanpa menghentikan denyutan jantung. Akibat lokasinya, eksisi tumor mungkin
perlu diikuti penggantian katup. penambalan jantung, atau implantasi pacu jantung. Asuhan
keperawatan sama dengan yang diberikan pada pembedahan jantung lain.

PERBAIKAN PADA TRAUMA


Pasien yang memerlukan pembedahan akibat trauma antung bisa akibat pukulan tumpul, luka
tembak, atau luka tusuk. Perbaikannya tentu saja pada katup dan septum bila penyebabnya
trauma tumpul, dan pada dinding atrium atau ventrikel bila penyebabnya luka tembus.
Dilakukan debridemen luka dan ditutup secara bedah bila mungkin, namun perbaikan katup
dan penggantlan atau tambalan tandur pada septum dan dinding atrium aau ventrikel mungkin
diperlukan. Pembedahan di sini biasanya merupakan prosedur darurat, sehingga risiko
komplikasi akibat cedera ataupun pembedahan sangat tinggi.

ALAT BANTU MEKANIS DAN JANTUNG BUATAN TOTAL


Penggunaan pintasan jantung-paru pada pembedahan jantung dan kemungkinan dilakukan
transplantasi jamung pada penyakit jantung stadium akhir telah rneningkatkan kebutuhan
akan alat bantu jantung. Pasien yang tak mampu dilepas dan pintasan jantung paru atau
pasien yang sedang berada dalarn syok kardiogenik dapat memperoleh keuntungan dari
periode bantuan jantung mekanis. Alat yang paling sering digunakan adalah pompa balon
ultra aorta (IABP - intra-aortic baloon pump). IABP nsengurangi kerja jantung selama
kontraksi, namun tidak menyerupai kinerja jantung yang sebenarnya.
Alat dengan kinerja yang menyerupai sebagian atau scmua fungsi pemompaan untuk jantung
juga sedang dikembangkan. Alat bantu ventrikel yang lebih canggih ini dapat mensirkulasi
darah tiap menit seperti yang dilakukan jantung. Tiap alat bantu ventrikel digunakan untuk
masing-mnasilig ventrikel. Saat ini yang paling sering digunakan adalah pompa sentrifugal.
Banyak alat dorong pneumatis yang digunakan, dan basil klinisnya cukup menianjikan.
Beberapa alat bantu ventrikel dapat dikombinasikan dengan oxvgenalor-ex!racorporeal
membrane oxygenation (ECMO). Alat bantu kombinasi ventrikuler-oksigenator digunakan
pada pasien yang jantungnya tak dapat memompa darah secara adekuat ke paru atau
tubuhnya.
Jantung buatan total dirancang untuk mengganti kedua ventrikel. Jantung pasien harus
diangkat untuk nmemasang jantung buatan total tadi. Semua alat-alat tadi masih dalam taraf
ekspenimental. Janvik-7 telah mengalami keberhasilan jangka pendek, tetapi hasil jangka
panjangnya cukup mengecewakan. Kebanyakan peneliti jantung buatan total berharap dapat
mengembangkan alat yang dapat dipasang secara permanen dan yang akan dapat
menggantikan kebutuhan transplantasi jantung donor manusia untuk penanganan penyakit
jantung stadium akhir.
Alat bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan sebagai penanganan
temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri sembuh atau sampai tersedia
jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi. Kelainan pembekuan darah, perdarahan,
trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan kegagalan mekanis adalah beberapa komplikasi
jantung buatan total dan alat bantu ventrikel. Asuhan keperawatan untuk pasien ini ditujukan
tidak hanya pada pengkajian dan meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga melibatkan
dukungan emosi dan penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.

Patofisiologi Bedah jantung

Krdiomiopati, penyakit jantung congenital Aterosklerosis ,Spasme aa. Coronaria


Hipoksia
Jaringan iskemic
Perubahan metabolisme
Fungsi Ventrike menurun
Gangguan gerakan jantung
Kontraksi Miokardium menurun
Perubahan hemodinamik
Curah jantung menurun
Ischemic meluas
Necrosis
Infark miokard

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF


1. PENATALAKSANAAN PRA OPERATIF
Pengkajian
Pengkajian Kesehatan. Riwayat praoperatif dan pengkajian kesehatan harus lengkap dan
didokumentasikan dengan balk karena merupakan landasan sebagai pembanding
pascaoperatif. Pengkajian sistematis mengenai semua sistem harus dilakukan, dengan
penekanan pada fungsi kardiovaskuler.
Status fungsional sistem kardiovaskuler ditentukan dengan mengamati simptomatologi
pasien. termasuk pengalaman sekarang maupun masa lampau tentang adanya nyeri dada,
hipertensi. berdebar-debar. sianosis, susah bernapas (dispnu). nyeri tungkai yang terjadi
setelah berjalan, ortopnu. dispnu nokturnal paroksismal, edema perifer dan klaudikasio
intermiten. Karena perubahan curah jantung dapat mempengaruhi fungsi ginjal, pernapasan.
gastrointestinal, kulit, hematologi dan saraf. maka sistem-sistem tersebut harus dikaji dengan
lengkap. Riwayat penyakit utama, pembedahan sebelumnya, terapi obat-obatan, dan
penggunaan obat, alkohol dan tembakau juga harus dieksplorasi.
Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap, dengan penekanan khusus pada parameter berikut:
a. Keadaan umum dan tingkah laku
b. Tanda-tanda vital
c. Status nutrisi dan cairan, berat dan tinggi badan
d. Inspeksi dan palpasi jantung, menentukan titik impuls maksima! (PMI = point of maximal
impulse), pulsasi abnomsal, thrill
e. Auskukasi jantung, mencatat frekuensi nadi, mama dan kualitasnya. S, S4, snap, klik,
murmur, friction rub
f. Tekanan vena jugularis
g. Denyut nadi perifer
h. Edema perifer
Pengkajian Psikososial. Pengkajian psikososial dan pengkajian kebutuhan belajar—mengajar
pasien dan keluarganya sama pentingnya dengan pemeriksaan tisik. Persiapan pembedahan
jantung merupakan sumber stres yang berat bagi pasien dan keluarganya. Mereka akan
menjadi cemas dan ketakutan dan kadang mempunyai banyak pertanyaan yang tidak
terjawab. Kecemasan mereka biasanya bertambah saat pasien dirawat di rumah sakit dan
segera dilakukan operasi. Pengkajian beratnya kecemasan sangat penting. Bila ringan,
mungkin merupakan penolakan. Bila berat, perlu diajarkan pemakaian mekanisme koping
secara .efektif melalui penyuluhan praoperatif. Pertanyaan perlu diajukan untuk memperoleh
informasi berikut mengenai pasien maupun keluarganya:
- Arti pembedahan bagi pasien dan keluarganya
- Mekanisme koping yang digunakan
- Cara yang digunakan pada masa lampau untuk mengatasi stres
- Perubahan gaya hidup yang diantisipasi
- Sistem pendukung yang efektif
- Ketakutan mengenai masa kini dan masa mendatang
- Pengetahuan dan pemahaman prosedur pembedahan, perjalanan pascaoperasi, dan
rehabilitasi jangka panjang

Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan bagi pasien yang menjalani pembedahan jantung sangat bervariasi
antara pasien satu dengan pasien lain, tergantung penyakit jantung mereka dan
simptomatologinya - Kebanyakari pasien mernpunyai diagnosa keperawatan penurunan curah
jantung. Selain itu, diagnosa kepenawatan praoperatif bagi kebanyakan pasien mencakup
yang berikut:
a. Takut sehubungan dengan prosedur pembedahan. hasil pembedahan yang belum jelas, dan
takut akan kehilangan keadaan sehat
b. Kurangnya pengetahuan mengenai prosedur pcmbedahan dan penjalanan pascaoperatif

Masalah Kolaborasi / Komplikasi Potensial


Stres karena pembedahan yang akan dilakukan dapat mencetuskan komplikasi yang
memerlukan penatalaksanaan secara kolaboratif dcngan doktcr. Berdasarkan data pengkajian,
komplikasi potensial yang mungkin terjadi meliputi:
a. Angina (atau yang sesuai dengan angina)
b. Kecemasan berat yang mcmerlukan obat antiolitik (pengurang-kecemasan)
c. Henti jantung

Intervensi Keperawatan

a. Mengurangi Ketakutan. Pasien dan keluarganya harus diberi kesempatan yang cukup dan
untuk mengekspresikan ketakutan mereka. Bila ada ketakutan yang tidak diketahui,
pengalaman operasi lain yang pernah dijalani pasien dapat dihandingkan dengan pembedahan
yang akan dilakukan. Terkadang sangat mcnibantu menjelaskan kepacla pasien perasaan
yang akan timbul (Anderson dan Masur 1989). Bila pasien pernah menjalani kateterisasi
jantung, maka persamaan dan perbedaan prosedur ini dengan pembedahan yang akan
dijalankan dapat dibandingkan. Pasien juga didorong untuk menyatakan mengenai setiap
keprihatinan yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya.
b. Penyuluhan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah. Pendidikan pasien dan
keluarganya didasarkan pada kebutuhan belajar yang telah dikaji. Penyuluhan biasanya
meliputi informasi mengenai perawatan di rumah sakit, mengenai pembedahan (asuhan
praoperatif dan pascaoperatif, latnanya pembedahan, nyeri dan ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi, jam berkunjung, dan prosedur di unit kritis), dan informasi mengenai fase
pemulihan (lamanya perawatan di rumah sakit, kapan aktivitas normal seperti pekerjaan
rumah tangga, helanja dan bekerja dapat dimulai kembali). Setiap perubahan yang dilakukan
pads terapi obat-obatan dan persiapan praoperatif harus dijelaskan dan ditekankan.
c. Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi Potensial. Pasien yang mengalami angina
biasanya berespons dengan terapi angina yang biasa, yang tersering adalah nitrogliserin yang
diletakkan di bawah lidah Beberapa pasien memerlukan oksigen dan drip nitrogliserin
intravena.

Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Memperlihatkan berkurangnya kecetnasan
- Mengidentifikasi rasa takut
- Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga
- Menggunakan pengalaman dahulu sebagai fokus perbandingan
- Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan
- Mengeksprcsikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan untuk mengurangi rasa
sakit
b. Menerima pcngetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan pascaoperatif
- Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan praoperatif
- Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan
- Mengidentitikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan
- Mendiskusikan lingkungan pascaoperatif dengan segera, mis, pipa. mesin. pemeriksaan
perawat.
- Memperagakan aktivitas yang seharusnya dilakukan setelah pembedahan (mis., menarik
napas dalam, batuk efektif, latihan kaki)

2. PENATALAKSANAAN INTRA OPERATIF


Kebanyakan prosedur pembedahan jantung dilakukan melalui insisi sternotomi median.
Pasien dipersiapkan untuk pemantauan bcrkcsinambungan: elektroda, kateter indwelling, dan
probe dipasang sebelum prosedur untuk rnemudahkan pengkajian status pasien dan
penubahan terapi bila diperlukan. Pipa intravena harus dipasang bila diperlukan pemberian
cairan, obat, dan komponen darah. Selain itu pasien akan diintubasi dan dihubungkan dengan
ventilasi mekanis.
Sebelum insisi dada ditutup, dipasang tabung dada untuk pengeluaran udara dan drainase dan
mediastinum dan toraks. Elektroda pacu jantung epikardial diimplantasikan pada permukaan
atrium kanan dan ventrikel kanan. Elektroda epikardial ini dapat dipakai pascaoperatif untuk
memacu jantung atau untuk memantau jantung apabila ada disritmia melalui lead atrium.
Selain membantu prosedur pembedahan, perawat bedah juga bertanggung jawab terhadap
kenyamanan dan keamanan pasien. Ruang lingkup intervensinya meliputi mengatur posisi,
perawatan kulit, serta dukungan emosional terhadap pasien dan keluarganya.
Komplikasi intraoperatif yang mungkin terjadi meliputi disritmia, pendarahan, infark
miokardium, cedera pembuluh darah otak, emboli, dan gagal organ akibat syok, embolus atau
reaksi obat. Pengkajian pasien imraoperatif yang cermat sangat penting dalam mencegah
komplikasi tersebut selain dapat mendeteksi gejala dan memulai tindakan segera.

3. PENATALAKSANAAN POST OPERATIF


Pengkajian
Parameter yang dikaji adalah sebagai berikut;
Ø Status neurologis—tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, refleks,
gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
Ø Status Jantung—frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP = pulmonary artery
wedge pressure). tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dan pipa tekanan darah
invasif, curah jantung atau indeks. tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi
oksigen arteri paru (SVO,) bila ada, drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.
Ø Status respirasi—gerakan dada, suana napas, penentuan ventilator (fnekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir ekspirasi [PEEPfl, kecepatan
napas, tekanan ventilator, saturasi oksigen anteri (SaO,), CO2 akhir tidal, pipa drainase
rongga dada, gas darah arteri.
Ø Status pembuluh darah perifer—denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa. bibir
dan cuping telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
Ø Fungsi ginjal—haluaran urin, berat jenis urin, dan osmolaritas
Ø Status cairan dan elektrolit—asupan; haluaran dan semua pipa drainase. serta parameter
curah jantung, dan indikasi ketidakseinibangan elektrolit berikut:
Hipokalemia: intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang T yang
datar atau terbalik)
Hiperkalemia.- konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan, parestesia eksremitas,
disrirmia (tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo, pelebaran kompleks QRS;
perpanjangan interval QT)
Hiponatremia: kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma
Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
Hiperkalsemia intoksikasi digitalis, asistole
Ø Nyeri—sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeri
angina): aprehensi, respons terhadap analgetika.
Ø Catatan: Beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria interns akan
mengalaini parestesis nervus ulnanis pada sisi yang sama dengan graft yang diambil.
Parestesia tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang menjalani CABG dengan
arieni gasiroepiploika juga akan mengalami ileus selama beberapa waktu pascaoperatif dan
akan mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri dada.
Pengkajian juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk menentukan apakah
fungsinya baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir tidal, monitor Sa02, kateter
arteri paru, monitor SO2, pipa arteri dan vena, slat infus intravena dan selang, monitor
jantung, pacemaker, pipa dada, dan sistem drainase urin.
Begitu pasien sadar dan mengalami kemajuan selama periode pascaoperatif, perawat harus
mengembangkan pengkajian dengan memasukkan parameter yang menunjukkan status
psikologis dan emosional. Pasien dapat irternperlihatkan iingkah laku yang mencerminkan
penolakan dan depresi atau dapat pula mengalami psikosis pasca kardiotomi. Tanda khas
psikosis meliputi (1) ilusi persepsi sementara, (2) halusinasi dengar dan penglihatan (3)
disorientasi dan waham paranoid.

Pengkajian Komplikasi
Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi. Perawat dan
dokter bekerja secara kolaboratif unruk mengetahui tanda dan gejala awal komplikasi dan
memberikan tindakan untuk mencegah perkemhangannya.
Penurunan Curah Jantung. Penurunan curah jantung selalu merupakan ancaman bagi pasien
yang baru saja menjalani pembedahan jantung. Hal ini dapat terjadi karena berbagai
penyebab:
a. Gangguan preload—terlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang kembali ke
jantung akibat hipovolemia. perdarahan yang berlanjut. tamponade jantung, atau cairan yang
berlebihan.
b. Gangguan afterload—arteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau terlalu dilatasi karena
perubahan suhu tubuh atau hipertensi.
c. Gangguan frekuensi jantung—terlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia
d. Gangguan kontraktilitas—gagal jantung. infark miokardium. ketidakseiinbangan elektrolit,
hipoksia

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.


Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi setelah pembedahan jantung.
Pengkajian keperawatan untuk komplikasi ini meliputi pemantauan asupan dan haluaran,
berat PAWP, hasil pengukuran tekanan atrium kiri dan CVP, tingkat hematokrit, distensi
vena leher, edema, ukuran hati, suara napas (misalnya krekels halus, wheezing) dan kadar
elektrolit.
Perubahan elektrolit serum harus dilaporkan segera sehingga penanganan dapat segera
diberikan. Yang penting kadar kalium, natrium dan kalsium tinggi atau rendah.

Gangguan pertukaran gas.


Gangguan pertukaran gas adalah komplikasi lain yang mungkin terjadi pasca bedah jantung.
Semua jaringan tubuh memerlukan suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat untuk bertahan
hidup. Untuk mencapai hal tersebut pada pasca pembedahan, maka perlu dipasang pipa
endotrakeal dengan bantuan ventilator selama 4 sampai 48 jam atau lebih. Bantuan ventilasi
dilanjutkan sampai nilai gas darah pasien normal dan pasien menunjukkan kemampuan
bernapas sendiri. Pasien yang stabil setelah pembedahan dapat diekstubasi segera setelah 4
jam pasca pembedahan, sehingga mengurangi kecemasannya sehubungan dengan
keterbatasan kemampuan berkomunikasi.
Pasien dikaji terus menerus untuk adanya indikasi gangguan pertukaran gas; gelisah, cemas,
sianosis pada selaput lendir dan jaringan perifer, takikardia dan berusaha melepas ventilator.
Suara napas dikaji sesering mungkin untuk mendeteksi adanya cairan dalam paru dan untuk
memantau pengembangan paru Gas darah arteri selalu dipantau.

Gangguan Peredaran Darah Otak.


Fungsi otak sangat tergantung pada suplai oksigen darah yang berkesinambungan. Otak tidak
memiliki kapasitas untuk menyimpan oksigen dan sangat bergantung pada perfusi
berkesinambungan yang adekuat dan jantung. Jadi sangat penting mengobservasi pasien
mengenai adanya gejala hipoksia: gelisah, sakit kepala, konfusi. dispnu, hipotensi. dan
sianosis. Gas darah arteri, SaO, SO dan CO akhir tidal harus dikaji bila ada penurunan
oksigen dan peningkatan karbondioksida. Pengkajian status neurologis pasien meliputi
tingkat kesadaran. respons terhadap perintah verbal dan stimulus nyeri, ukuran pupil dan
reaksi terhadap cahaya. gerakan ekstremitas. kekuatan menggenggarn tangan. adanya denyut
nadi poplitea dan kaki, begitu juga suhu dan warna ekstremitas. Setiap tanda yang
menunjukkan adanya perubahan status harus dicatat dan setiap temuan yang abnormal harus
dilaporkan ke ahli bedah segera karena bisa merupakan tanda awal komplikasi pada periode
pascaoperatif. Hipoperfusi dan mikroemboli dapat rnenyebahkan kerusakan sistem saraf
pusat setelah pembedahan jantung.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan. diagnosis utama
keperawatan mencakup yang berikut:
a. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung yang
terganggu.
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada
ekstensif
c. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit berhubungan dengan
berkurangan volume darah yang beredar
d. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan penginderaan yang
berlebihan (suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman pembedahan)
e. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada
f. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena, embolisasi. penyakit
aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor, atau rnasalah pembekuan darah.
g. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah jantung, hemolisis,
atau terapi obat vasopresor
h. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca perikardiotomi
i. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri

Masalah Kolaboratif / Komplikasi Potensial


Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi mencakup:
a. Komplikasi jantung: gagal jantung kongestif, infark miokardium, henti jantung. disritmia.
b. Komplikasi paru: edema paru, emboli paru. efusi pleura, pneumo atau hematotoraks, gagal
napas. sindrom distres napas dewasa
c. Perdarahan
d. Komplikasi neurologis: cedera serebrovaskuler, emboli udara
e. Nyeri
f. Gagal ginjal, akut atau kronis
g. Ketidakseimbangan elektrolit
h. Gagal hati
i. Koagulopati
j. Infeksi, sepsis

Perencanaan dan Implementasi


Tujuan. Tujuan utama meliputi restorasi curali jantung, pertukaran gas yang adekuat,
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit. berkurangnya gejala penginderaan yang
berlebihan. penghilangan nyeri, usaha untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi jaringan yang
memadai, pemeliharaan perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu tubuh normal,
mempelajari aktivitas perawatan diri. dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi Keperawatan
Menjaga Curah Jantung.
Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung pasien dan
segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan penurunan curah
jantung. Perawat dan ahli bedah kemudian bekerja sarna secara kolaboratif untuk
memperbaiki masalah yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan indikator
penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi selama peniode
pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik. Observasi terus-menerus
pantauan jantung untuk adanya berbagai disritmia merupakan bagian penting dalam
penatalaksanaan dan perawatan pasien.
Setiap petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter. Data dan
hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk menentukan penyebab
masalahnya. Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter bersama perawat bekerja secara
kolaboratif untuk menjaga curah jantung dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu,
dokter dapat membenikan komponen darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau
vasopresor. Bila perlu dilakukan pembedahan lagi, maka pasien dan keluanganya harus
dibenitahu mengenai prosedur tersebut.

Promosi Pertukaran Gas yang Memadai.


Untuk meyakinkan adanya pertukaran gas yang memadai, perawat harus mengkaji dan
menjaga patensi selang endotrakheal. selang harus dihisap bila ada wheezing atau krekel
(ronkhi). Pengisapan dapat dilakukan melalui kateter yang sudah ada; perawat dan ahli terapi
napas harus menaikkan fraksi oksigen inspirasi ventilator (Fi02) selama tiga tarikan napas
atau lebih, sebelurn mulai menghisap. Bisa juga, oksigen 100% diherikan kepada pasien
dengan resusitator manual (Ambu) sebelum dan sesudah penghisapan untuk mencegah
hipoksia yang dapat terjadi akibat prosedur penghisapan. Pengukuran gas darah arteri harus
dibandingkan dengan data awal dan setiap ada perubahan harus dilaporkan kepada dokter
segera.

Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.


Untuk promosi keseimbangan cairan dan elektrolit, peravat harus mengkaji dengan cermat
setiap pemasukan dan pengeluaran. Pergunakan lembar khusus untuk mencatat keseimbangan
cairan positif atau negatif. Semua masukan cairan harus dicatat, termasuk cairan intravena,
larutan pembilas yang digunakan untuk membilas kateter arteri dan vena dan pipa
nasogastrik, dan cairan peroral. Begitu pula, semua keluaran juga harus dicatat, meliputi urin,
drainase nasogastrik, dan drainase dada.
Parameter hemodinamika (tekanan darah, tekanan baji pulmonal dan atrium kiri, dan CVP)
harus sesuai dengan asupan, haluaran dan berat badan untuk menentukan kecukupan hidrasi
dan curah jantung. Elektrolit serum harus dipantau dan pasien harus diobservasi mengenai
adanya tanda ketidakseimbangan kalium, natrium dan kalsium (hipokalemia, hiperkalemia,
hiponatremia dan hipokalsemia).

Menurunkan Gejala Penginderaan yang Berlebihan.


Penginderaan yang berlebihan mempakan efek yang biasa terjadi, yang berhubungan dengan
pengalaman pembedahan dan faktor lingkungan di unit perawatan kritis. Psikosis pasca
kardiotomi dapat terjadi setelah pembedahari jantung. Istilah mi mengacu pada sekelompok
tingkah laku abnormal yang terjadi dalam intensitas dan durasi yang beragam pada
kebanyakan pasien. Pada tahun-tahun awal pembedahn jantung, fenomena ini lebih sering
terjadi dibanding sekarang. Pada saat itu disebabkan karena kurangnya perfusi otak selama
pembedahan, mikroemboli, dan lamanya pasien berada dalam mesin pintasan jantung paru.
Kemajuan dalam teknik pembedahan telah menurunkan secara bermakna faktor-faktor tadi.
Sekarang, apabila terjadi, mungkin disebabkan oleh kecemasan, kurang tidur, masukan
indrawi yang berlebihan, dan disorientasi terhadap malam dan siang saat pasien kehilangan
perjalanan waktu. Ada temuan penting yang menunjukkan bahwa pasien yang tak mampu
mengekspresikan kecemasannya sebelum pembedahan akan lebih rentan mengalami psikosis
pada periode pasca operasi.

Pengurangan Nyeri.
Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi ke tempat
yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung akan
mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf interkostal sepanjang irisan dan iritasi pleura
oleh kateter dada. (Begitu pula, pasien dengan CABG arteria mamaria interna dapat
mengalami parestesia saraf ulna pada sisi yang sama dengan sisi grafnya.)
Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun tidak diucapkan
oleh pasien perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara akurat sifat, jenis, lokasi, dan
durasi nyeri. (Nyeri irisan harus dibedakan dengan nyeri angina.) Pasien harus dianjurkan
minum obat sesuai resep untuk mengurangi nyeri. Kemudian pasien harus dapat
berpartisipasi dalam benlatih menarik napas dalam dan batuk. dan secara progresif
memngkatkan perawatan diri.
Nyeri menyebabkan ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat untuk
mengeluarkan adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan afrerload dan penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat mcngurangi nyeri
dan kecemasan serta merangsang tidur, yang pada gilirannya menurunkan kecepatan
metabolik dan keburuhan oksigen. Setelah pemberian opioid (narkotika), setiap tanda-tanda
adanya penurunan aprehensi dan nyeri harus dicatat dalam status pasien. Pasien juga harus
dipantau akan adanya tanda efek depresi pernapasan akibat analgetika. Bila terjadi depresi
pernapasan. harus diberikan antagonis opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan efek
rersebut.

Meningkatkan Istirahat.
Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan pembehan
analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan istirahat. Pasien harus dibantu
merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari ketegangan pada daerah luka operasi dan selang dada. Penekanan pada daerah
irisan selama batuk dan nenarik napas clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan
dijadwalkan sebanyak mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah
mulai stabil dan prosedur terapi serta pemantauan sudah mulai berkurang, maka pasien dapat
beristirahat lebih lama lagi.

Menjaga Perfusi Jaringan yang Adekuat.


Denyut nadi perifer (pedis, poplitea. tibialis, femoralis, radialis, brakhialis) dipalpasi secara
rutin untuk mengkaji adanya obstruksi arteri. Bila tidak teraba denyutan pada satu
ekstremitas, penyebabnya mungkin akibat kateterisasi sebelurnnya pada ekstremitas tersebut.
Bila ada denyut yang baru saja menghilang harus segera dilaporkan kepada dokter.
Setelah pembedahan harus diupayakan mencegah stasis vena yang dapat mengakibatkan
pembentukan trombus dan selanjutnya emboli: (1) memakai stoking elastik atau halutan
elastik, (2 menghindari menyilang kaki. (3) menghindari pengunaan peninggi lutut pada
tempat tidur, (4) mengambil semua bantal pada rongga popliteal. dan (5) memberikan latihan
pasif diikuti dengan latihan aktif umuk meningkaikan sirkulasi dan mencegah hilangnya
tonus otot.
Gejala embolisasi, yang berbeda menurut tempatnya, bisa ditandai dengan (1) nyeri abdomen
atau punggung tengah (2) nyeri, hilangnya denyutan, pucat, rasa baal, atau dingin pada
ekstremitas (3) nyeri dada atau distres pernapasan pada emboli paru dan infark miokardium:
dan (4) kelemahan satu sisi dan perubahan pupil, seperti yang terjadi pada cedera pembuluh
darah otak. Semua gejala yang timbul harus segera dilaporkan.

Menjaga Kecukupan Perfusi Ginjal.


Perfusi ginjal yang tidak mencukupi dapat tenjadi sebagai akibat pembedahan janrung
terbuka. Salah satu penyebab yang mungkin adalah rendahnva curah jantung. Selain itu
trauma terhadap sel darah selama pintasan jantung paru menyebabkan hernolisis sel darah
merah. Kejadian ini mengakibatkan terbentuknya senyawa racun karena glomerulus
tersumbat oleh debris sel darah merah yang rusak tadi. Penggunaan bahan vasopresor untuk
meningkatkan tekanan darah juga dapat menyebabkan penurunan alinan darah ke ginjal.
Penatalaksanaan keperawatan meliputi pengukuran haluaran urin yang akurat. Haluaran urin
kurang dari 20 ml jam menunjukkan adanya hipovolemia. Berat jenis juga harus diukur untuk
mengetahui kemampuan ginjal mengkonsentrasilcan urin dalam tubulus renalis. Diuretik
kerja cepat atau obat inotropika (digitalis, isopnoterenol) dapat diberikan untuk meningkatkan
cunah jantung dan aliran darah ginjal. Perawat harus memperhatikan nitrogen urea darah
(BUN) dan kadar kreatinin serum serta kadar elektrolit serum. Bila ditemukan
ketidaknormalan segera laporkan kepada dokter karena mungkin diperlukan pembatasan
cairan dan pembatasan pemakaian ohat-obat yang biasanya diekskresi melalui ginjal.
Menjaga Suhu Tubuh Tetap Normal.
Pasien biasanva hipotermik saat dimasukkan ke unit perawatan intensif dan prosedur
pembedahan jantung. Pasien harus dihangatkan secara bertahap sampai ke suhu normal, yang
sebagian dapat diperoleh dari proses metabolisme basal pasien itu sendiri dan ditambah
bantuan udara ventilator yang dihangatkan, selimut hangat, atau lampu pemanas. Selain
pasien masih hipotermik, proses pembekuan menjadi kurang efisien. jantung rentan terhadap
disritmia, dan oksigen tidak segera siap dipindahkan dan hemoglobin ke jaringan. Karena
anestesi menekan metabolisme basal. suplai oksigen yang ada biasanya sudah mencukupi
kebutuhan sel.
Setelah pembedahan jantung, pasien berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh akibat infeksi
atan sindrorn pascaperikardiotomi. Peningkatan kecepatan metabolisme yang terjadi akan
meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan sehingga meningkatkan beban kerja jantung.
Upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya urutan kejadian tersebut atau
menghentikannya begitu diketahui.

Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Tercapainya curah jantung yang adekuat
b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat
c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap orang.
tempat dan waktu
e. Hilangnya nyeri
f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat
g. Tercapainya istirahat yang adekuat
h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat
i. Terpeliharanya suhu tubuh normal
j. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A. Price et. Al (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smeltzer S.C dan Bare Brenda G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth(Ed. 8 Vol 2), EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (1999). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan
(Ed. 2), Jakarta : Penerbit buku kedokteran. EGC.
Barbara C Long, (1996). Perawatan Medikal Bedah, Edisi II, Yayasan ikatan alumni
pendidikan keperawatan padjajaran Bandung: Bandung.
Engram (1999). Rencanan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Terjemahan dari
Medical Surgical Nursing Planning, (1993), Alih bahasa Suharyati, EGC: Jakarta.
Doenges E Marlynn (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Edisi 3) Penerbit buku kedokteran. EGC
https://blogtugasperawat.blogspot.co.id/2015/11/askep-bedah-jantung.html

Вам также может понравиться