Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a.Latar belakang............................................................................................................... 2
b.Tujuan Penulisan........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ..................................................................................... 3
B. Tujuan bedah Jantung ..................................................................................... 3
C. Etiologi ............................................................................................................. 4
D. Indikasi Bedah ................................................................................................. 4
E. Macam-macam Bedah jantung ......................................................................... 4
F. Penatalaksanaan Bedah Jantntung ......................................................................... 6
G. Diagnosis Penderita Penyakit Jantung ............................................................. 6
H. Toleransi dan perkiraan resiko operasi ............................................................. 7
I. Waktu Terbaik (Timing) Untuk Operasi ............................................................. 8
J. Persiapan penderita prabedah ........................................................................ 10
K. Persiapan darah untuk operasi. ........................................................................ 11
L. Perawatan pasca bedah ........................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai pada akhir abad ke -19 bedah jantung masih tabu bagi para ahli bedah,karena
jantung merupakan organ sumber kehidupan yang dianggap suci. Meskipun demikian,
pelajaran anatomi jantung sudah dirintis melalui karya seorang seniman terkenal.
Perkembangan bedah toraks yang dirintis oleh para ahli bedah telah membuka jalan
untuk berkembangnya bedah jantung. Bedah jantung pada bayi yang sianotik sejak lahir
karena adanya penyakit jantung bawaan dilakukan pertama kali di Amerika Serikat,oleh ahli
bedah Alfred Blalock yang disebut dengan bedah Blalock-Tausag yang merupakan tindakan
bedah jantung baku yang sampai sekarang masih dikerjakan.
Kelainan katup aorta ditangani pada tahun1939 dengan memasang katup bola dari bahan
plastic pada aorta desendens dengan cara memperbaiki kelainan jantung tanpa menghentikan
denyut jantung disebut bedah jantung tertutup bedah ini termasuk bedah pemasangan alat
jantung yaitu sebuah baterai alat elektronik pengahasil pulsa yang diatur oleh rangkaian
listrik dan computer.
Perkembangan bedah jantung yang pesat terjadi di abad millennium ketiga,sperti
pengobatan infrak miokard dengan terapi gen,operasi jantung invasive minimal dengan insisi
mini dan memakai alat bantu teropong telelensa atau operasi jantung pintas koroner off-pump
tanpa mengehentikan denyut jantung,operasi jantung dengan robot beserta perlengkapan
computer super canggih.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah tentang bedah jantung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bedah jantung adalah Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi
kelainan anatomi atau fungsi jantung.Bedah jantung juga merupakan semua tindak
pengobatan yang menggunakan cara infasifdengan cara membuka atau menampilakan bagian
tubuh yang akan ditangani.Misalnya jantung. Umumnya pembukaan bagian tubuh ini dengan
membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
C. Etiologi
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung.masalah jantung
dibagi menjadi:
a) kelainan bawaan yang biasanya diakibatkan oleh faktor lingkungan intreuterin
b) Kelainan dapatan misal perikarditis
c) Trauma jantung
D. Indikasi Bedah
a) “Left to rigth shunt” sama atau lebih dari 1,5 (aliran paru dibandingkan aliran ke sistemik ³
1,5)
b) “Cyanotic heart disease “.
c) Kelainan anatomi pembuluh darah besar dan koroner
d) Stenosis katub yang berat (symtomatik).
e) Regurgitasi katub yang berat (symtomatik)
f) Angina pektoris kelas III dan IV menurut Canadian Cardiology Society (CCS)
g) “Unstable angina pectoris”.
h) Aneurisma dinding ventrikel kiri akibat suatu infark miokardium akut.
i) Komplikasi akibat infark miokardium akut seperti VSD dan mitral regurgitasi yang berat
karena ruptur otot papilaris.
j) “Arrhytmia” jantung misalnya WPW syndrom.
k) Endokarditis/infeksi katub jantung.
l) Tumor dalam rongga jantung yang menyebabkan obstruksi pada katub misalnya myxoma.
m) Trauma jantung dengan tamponade atau perdarahan.
2. Ditujukan untuk
Bagi pasien yang pengobatan dan perubahan gaya hidupnya tidak berhasil mengurangi efek
penyumbatan pembuluh darah, atau jika pasien mengalami nyeri dada, sesak napas, atau
fungsi jantung semakin memburuk, meskipun telah dilakukan penanganan medis yang
optimal. Pelebaran (dilasi) pembuluh darah yang tersumbat, prosedur ini dapat membantu
mencegah komplikasi aterosklerosis. PTCA biasanya dikombinasikan dengan pemasangan
stem di dalam pembuluh darah yang tersumbat untuk membuka dan mengurangi
kemungkinan tersumbat kembali. Bagi pasien yang pembuluh darah koronernya tidak sesuai
untuk angioplasti, pilihan pengobatan alernatif adalah operasi coronary artery bypass grafting
alau terapi pengobatan yang berkelanjutan.
3. Sayatan Operasi
a. Mid Sternotomi
Posisi klien terlentang, kepala ekstensi dan daerah vertebra antara skapula kanan dan kiri
diganjal secukupnya sehingga insisi cukup leluasa. Harus diperhatikan dalam setiap posisi :
1) Seluruh daerah yang mengalami tekananan harus dilindungi dengan bantal atau karet busa
misalnya kepala, daerah sakrum dan tumit. Tidak boleh ada barang-barang logam yang keras,
kontak langsung dengan penderita sehingga dapat terjadi dekubitus.
2) Pemasangan “lead EKG “, kateter urin, slang infus tidak boleh “kinking” dan melewati
bawah kulit klien sehingga menimbulkan bekas.
3) Pemasangan “plate kauterisasi” pada otot pinggul dan hati-hati terhadap N. ischiadicus yang
berjalan di daerah sakrum dan penderita harus dihubungkan dengan kabel yang ke bumi.
4) Posisi penderita harus difiksasi dengan stabil sehingga tidak mudah meluncur kalau meja
operasi diputar atau tidak bergerak kalu dilakukan shock listrik.
Insisi kulit pada daerah median mulai dari atas suprasternal notch vertikal sampai 3 cm
di bawah prosesus xyphoideus dengan pisau No. 24 bila klien dewasa, untuk bayi dan anak-
anak dengan pisau No. 15. Hemostasis dengan kauterisasi fasia sampai ligamen subra sternal
dipotong, begitu juga prosesus xyphoideus ibelah dengan gunting kasar. Hemostasis dari
vena yang melintang di atas prosesus xyphoideus harus baik. Tulang sternum dibelah dengan
gergaji listrik biasanya dari arah prosesus xypoideus ke atas dan saat itu paru-paru
dikolapskan beberapa detik untuk menghindari terbukanya pleura.Hemastasis pinggir
sternum dengan kauter dan bila perlu gunakan bone wak.Selanjutnya sisa-sisa kelenjar timus,
didiseksi sampai vena inominata kelihatan bebas. Perikardium dibuka di tengah atau agak ke
kanan apabila akan digunakan untuk “patch” dan dilebarkan sedikit kearah lateral dibagian
proksimal dan diafragma. Perikardium difixir ke pinggir luka sehingga jantung agak
terangkat.Apabila prosedur utama telah selesai dan dinding dada akan ditutup maka harus
diyakini benar bahwa hemostasis terhadap semua bekas insisi dan jahitan telah aman,
perikardium kalau perlu tidak usah ditutup rapat, dipasang drain untuk mengeluarkan sisa
darah, sternum diikat dengan kawat. Harus diingat saat menutup sternum apakah ada
pengaruh terhadap tekanan darah terutama kalau tekanan darah turun. Jahitan kulit
subkutikuler/kutikuler dengan dexon.
b. Torakotomi posterolateral
Sayatan ini biasanya untuk klien koarktasio aorta, PDA, shunt atau aneurisma aorta desenden.
Posisi klien miring ke kanan dengan syarat-syarat seperti di atas. Insisi kulit mulai dari garis
aksila tengah ke posterior kira-kira 2 cm di bawah angulus inferior skapula dan prosesus
spinosus vertebra. Kulit, subkutis, otot latisimus dorsi dipotong dengan hemostasis yang baik
dengan kauter dan otot seratus anterios hanya dibelah dan dipotong pada insertionya. Rongga
toraks dibuka pada sela iga ke 4 dengan diseksi di bagian atas iga ke V untuk menghindari
pembuluh darah. Setelah selesai rongga toraks ditutup dengan mengikat iga dengan jahitan
absorbable dan selanjutnya otot diapraksimasi kembali seperti aslinya dan kulit dijahit
subkutikuler.
c. Torakotomi Anterolateral
Posisi penderita terlentang dan bagian kiri diganjal sedikit sehingga lebih tinggi / miring 45 °.
Insisi pada sela iga ke V. Pendekatan ini untuk emergensi karena luka tusuk jantung dengan
tamponade atau hanya perikardiotomi banding pulmonalis.
b. Fisioterapi dada.
Untuk melatih dan meningkatkan fungsi paru selama di ICU dan untuk mengajarkan
bagaimana caranya mengeluarkan sputum setelah operasi untuk mencegah retensi sputum.
Bila penderita diketahui menderita asthma dan penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)
maka fisioterapi harus lebih intensif dikerjakan dan kadang-kadang spirometri juga
membantu untuk melihat kelainan yang dihadapi. Bila perlu konsultasi ke dokter ahli paru
untuk problem yang dihadapi.
c. Perawatan sebelum operasi.
Saat ini perawatan sebelum operasi dengan persiapan yang matang dari poliklinik maka
perawatan sebelum operasi dapat diperpendek misalnya 1 - 2 hari sebelum operasi. Hal ini
untuk mempersiapkan mental klien dan juga supaya tidak bosan di Rumah Sakit.
b) EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan adanya
kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG
lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila
ada perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
c) Sistem pernapasan
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan malahan diberikan sedasi
sebelum ditransper ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat :
a. Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung.
b. Tidak volume dan minut volume, RR, Fi O 2, PEEP.
c. Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal, kehijauan, kental
atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu dibuat kultur.
d) Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-obatan
sedatif pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh menggerakkan ke 4
ektremitasnya.
e) Sistem ginjal
Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolisis dan lain-
lain. Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus dikerjakan.
f) Gula darah
Bila penderita adalah dabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan bila tinggi
mungkin memerlukan infus insulin.
g) Laboratorium :
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :
HB, HT, trombosit.
ACT.
Analisa gas darah.
LFT / Albumin.
Ureum, kreatinin, gula darah.
Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.
h) Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa diketahui.
Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi
dikerjakan tiap ½ jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc untuk
penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan muingkin
memerlukan retorakotomi untuk menghentikan perdarahan.
i) Foto thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke CVP,
Kateter Swan Ganz. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang
dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal,
penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam
setelah pasca bedah.
j) Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator. Bila
sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi,
postural drinase).
2. Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus
dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah. Umumnya
pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT,
Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :
a. Elektrolit thrombosis
b. Ureum
c. Gula darah.
d. Thoraks foto
e. EKG 12 lead
f. Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.
g. Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
h. Hari ke 6 - 10 pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
i. Obat - obatan : Biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan
mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet, dan vitamin
harus sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan
sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang.
j. Perawatan luka, dapat tertutup atau terbuka. Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan
dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis, maka luka harus
dibuka jahitannya sehuingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Kadang-kadang perlu di
kompres dengan antiseptik supaya nanah cepat kering. Bila luka sembuh dengan baik jahitan
sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang
gemuk, diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka
terbuka.
k. Fisioterapi, setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah
retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai
dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan
ke kamar mandi, dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh
perawat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner danperbaikan
penggantian katup jantung yang rusak. Banyak prosedur bedah jantung bisa dijalankan karena
adanya pintasan jantung-paru (sirkulasi ekstrakorponeal). Prosedur ini merupakan alat
mekanis untuk sirkulasi dan oksigenasi darah untuk seluruh tubuh pada saat “memintas”
jantung dan paru. Mesin jantung-panu memungkinkan dicapainya medan openasi yang bebas
darah Sementara perfusi tetap dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh.
Pintasan jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan, vena kava, atau
vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Perkembangan jantung buatan terus
berlanjut untuk memperbaiki daya tahan hidup dan mengurangi morbiditas. Institut Jantung,
Paru, dan Darah Nasional.Tujuan keseluruhan pemasangan transplantasi jantung adalah untuk
memberi kualitas hidup yang tinggi bagi pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur
perkutaneus. Alat mi dijalankan menggunakan sistem transmisi energi listrik transkutaneus
(transcutaneous electrical energy transmission systems, TEETS) dengan baterai portabel.
Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau katup.
Pintasan jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang dapat dieksisi tanpa
memasuki jantung dan tanpa menghentikan denyutan jantung.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI
PRAKATA …………………………………………………………… …….i
D A F T A R I S I ………………………………........................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………1
1.3 Manfaat Penulisan …………………………………………………………………..1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pintasan Jantung Paru ……………………………………………...........................1
2.2 Transplantasi Jantung …………..……………………………………...…………...4
2.3 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)/
Tandur Bypass Arteri Koroner (TBAK) ………………...........…………...………..…9
2.4 Alat Bantu Mekanis dan Jantung Bantuan Buatan Total ……………...……….14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................14
3.2 Saran ..........................................................................................................................14
DAFTAR P U S T A K A ....................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dpat dibantu untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih besar dari yang diperkirakan sepuluh tahun silam.
Dengan prosedur diagnostic yang canggih yang memungkina diagnostig dimulai lebih awal
dan lebih akurat menyebabkan penangan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi kelemahan
yang berarti. Penaganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus dikembankan
dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat, yaitu dengan betah jantung.
Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan, talah
dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah Italia de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan
serupa yang sukses, juga penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh
pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938,
dan reseksi koar koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pinatsan arteri koroner
teknis pintasan jantung/paru pertam kali digunakan dengan berhasil pada manusia di than
1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan
pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara.
Kebanyakan prosedur adalah graft pintasa arteri koroner (CABG = Coronary Artery Bypass
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan
pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta
program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang
jantung.
jantung.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Banyak prosedur bedah jantung bisa dijalankan karena adanya pintasan jantung-paru
(sirkulasi ekstrakorponeal). Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk sirkulasi dan
oksigenasi darah untuk seluruh tubuh pada saat “memintas” jantung dan paru. Mesin jantung-
panu memungkinkan dicapainya medan openasi yang bebas darah Sementara perfusi tetap
kava, atau vena femoralis untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian
dihubungkan ke tabung yang berisi larutan kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa 5% dalam
larutan Ringer laktat). Darah vena yang terambil dari tubuh dan kanula tadi disaring,
yang diper gunakan uniuk mengembalikan darah teroksigenasi biasanya dimasukkan ke aorta
jantung, namun sebenarna sangat kompleks. Pasien memerlukan antikoagulan dengan hatiin
untuk rnencegah pembentukan trombus dan kemungkinan embolisasi yang dapat terjadi
ketika danah berhubungan dengan permukaan asing sirkuit pintasan jantung-paru dan
dipompakan ke tubuh dengan pompa mekanis (bukan pembuluh darah dan jantung normal)
Setelah dibebaskan dari mesin pintasan, pasien diberikan protamin sullal untiuk menangkal
efek heparin.
Selama dilakukannya prosedur ini, tubuh dijaga agar selalu dalam keadaan
hipotermia, biasanya 28°C sampai 32°C(82,4°F sampai 89,6°F). Darah didinginkan selama
pintasan jantung paru dan dikembalikan ke tubuh. Darah yang didinginkan tersebut akan
menurunkan kecepatan metabolisme basal, sehingga kebutuhan akan oksigen juga berkurang.
Darah yang dingin biasanya mempunyai kekentalan yang tinggi, namun larutan kristaloid
yang digunakan untuk mengisi tabung akan mengencerkan darah tadi Ketika prosedur
pembedahan telah selesai, darah dihangatkan kembali di dalam sirkuit pintasan jantung-paru.
Haluaran urin, tekanan darah, gas darah arteri, elektrolit, uji pembekuan darah, dan
elektrokardiograrn (EKG) semuanya dipakai untuk memantau status pasien selama pintasan
jantung-paru. Masih banyak hal yang harus dipelajari mengenai pintasan jantung paru. Ada
berbagai sirkuit pintasan dan mekanisme pensompaan yang digunakan pada masa kini.
Sampai saat ini masih terus diusahakan agan pasien bisa lebih lama berada dalam mesin
pintasan jantung-paru dengan lebih aman. Penelitian terus dilakukan untuk memperbaiki
mesin pintasan jantung paru untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah berikut:
dan anoksia jaringan, pembentukan trombus atau emboli. diseksi jantung dan pembuluh
danah, meningkatnya ketekolamin dan hormon antidiuretik (ADH), dan respons inflamasi
(Gambar menyusul)
Transplantasi dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967. sejak
itu prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di tahun 1983,
sikosporin sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah imunosupresan yang
menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing seperti, organ yang
infeksi, sehingga harus diperoleh keseimbangan yang sangat baik antara penekanan
penolakan dan pencegahan infeksi. Sejak tersedianya siklosporin di tahun 1983, transplantasi
jantung telah menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan penyakit jantung tahap akhir.
kardiomiopati
klinis dan psikologis yang terperinci. Dengan semakin luasnya penerapan prosedur ini,
keputusan untuk menentukan siapa yang berhak menjalani ttansplantasi jantung menjadi
begitu diputuskan untuk melakukan transpiantasi, maka timbul masalah dalam menentukan
prioritas antara satu dengan yang lain. Penentuan yang lebih sulit lagi adalah untuk
menentukan prioritas di antara pasien pengguna VADs dan jantung buatan sebagai jembatan
kelangsungan hidup jangka panjang harus disingkirkan. Faktor-faktor ini mencakup penyakit
atau infeksi sistemik aktif, hipertensi pulmonalis dengan resistensi vaskular paru yang
menetap (lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark paru, ulkus peptikum yang aktif,
diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit sekunder pada organ lain, gagal ginjal
atau hati yang ireversibel, peminum alkohol atau pecandu obat-obatan. Hal-hal yang tidak
nyata, seperti motivasi untuk melakukan rehabilitasi, dukungan keluarga, dan keadaan
psikologis, juga harus dipertimbangkan. Dengan makin luasnya penggantian oleh asuransi,
masalah keuangan pribadi menjadi semakin kurang berarti untuk proses seleksi. Apabila
diidentifikasi tidak terdapat kontraindikasi, maka dapat dimulai proses pencarian donor.
Donor potensial biasanya adalah korban kecelakaan tasiusia muda yang tidak
mengalami kerusakan jantung atau penyakit jantung yang jelas dan tidak ada infeksi sistemik.
Pencocokan jaringan donor terhadap resipien meliputi pencocokan sistem ABO. Pencocokan
berat tubuh yang sesuai juga penting untuk dilakukan; 20% perbedaan berat tubuh dianggap
calon resipient berdasar kompatibilitas golongan darah ABO, ukuran donor dan kandidat, dan
jarak antara donor dan potensial resipient ( jarak sangat penting karena fungsi jantung yang di
transplantasi sangat dipengaruhi saat implantasinya, yang harus sebelum 4 jam setelah
Transplan ortotopik adalah prosedur yang paling sering dilakukan pada transplantasi
jantung sebagian atrium resioien (termasuk vena kava dan vena pulmonalis) ditinggalkan
ditempatnya semula ; sisa jantung kandidat diangkat dari mediastinum. Jantung donor, yang
biasanya telah diawetkan didalam es, disiapka untuk diimplantasikan dengan memeotong
sebagian kecil atrium yang sesuai dengan bagian jantung resipient yang ditinggalkan. Jantung
donor diimplantasikan dengan menjahitkan kejaringan atria yang tersisa dari jantung asli
Teknik heterotopik lebih jarang dilakukan. Jantung donor diletakkan disebelah kanan
dan sedikit ke anterior jantung resipien ; jantung resipien tidak diangkat. Pada mulanya
diperkirakan bahwa jantung asli masih bias melindungi pasien bila jantung transplant ditolak.
Namun meskipun efek melindungi tersebut ternyata tidak terbukti, masih ada alasan untuk
tetap mempertahankan jantung asli, yaitu apabila jantung donor kecil, waktu iskemik yang
terlalau lama bagi jantung donor, atau bila jantung donor sudah sangat berkurang fungsinya
jantung denervasi ); jadi syaraf simpatis dan vagus tidak mempengaruhi jantung transplan.
Frekuensi jantung transplan pada saat istirahat sekitar 70-90 denyutan/menit, namun akan
meningkat secara bertahap bila ada katekolamin dalam darah. Pasien harus secara bertahap
meningkatkan dan menurunkan latihan ( waktu pemanasan dan pendinginan harus lebih lama
), biasanya diperlukan waktu 20-30 menit untuk mencapai frekuensi jantung yang diinginkan.
tubuh untuk menolak jaringan asing merupakan proses biologis yang mendasar. Penemuan
sikiosporin dan antibodi monoklonal telah banyak memperbaiki kelangsungan hidup setelah
transpiantasi. Terapi imunosupresif dengan sikiosporin dapat dimulai sebelum operasi. Terapi
imunosupresif tiga obat dengan azatioprin, siklosporin, dan steroid diberikan terus menerus
setelah operasi. Pemantauan imunologis akan tandatanda penolakan dilakukan dengan ketat.
Biopsi endomiokardium tramsvenosa adalah penentu pasti (standar emas) untuk deteksi dan
diagnosis penolakan. Biopsi dilakukan dalam selang waktu tertentu dan sesuai indikasi.
(Metode non-invasif untuk mendeteksi reaksi penolakan, seperti MRI dan ekokardiografi,
masih diteliti) Teknik biopsi endomiokardium meliputi pemasangan kateter biopsi (atau
bioptome) melalui vena jugularis dekstra atau vena subklavia ke dalam ventrikel kanan untuk
monoklonal OKT3 dapat ditambahkan untuk menangani reaksi penolakan. Selain reaksi
penolakan, juga merupakan masalah serius akibat terapi imunosupresif. Infeksi merupakan
penyebab utama kematian dalam tahun pertama setelah transplantasi. Untuk itu dilakukan
antara risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi aturan kompleks tentang
dan kunjungan ke klinik. Pasien sering diberi siklosporin dan kortikosteroid untuk
sistern saraf pusat, pernapasan, dan gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan respons terhadap
Pasien transplantasi jantung dengan angka bertahan hidup 1 tahun sekitar 80% sampai
90% dan angka bertahan hidup 5 tahun sekitar 60% sarnpai 70%.
2.3 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)/ Tandur Bypass Arteri Koroner (TBAK)
Tandur bypass vena safena aortokoroner dilakuakan pertama kali pada tahun 1964.
Sejak itu prosedur ini menadi tindakan yang diteriam untuk penyakit arteri koroner (PAK).
Dibandingkan denga tindasan medis, tandur bypass arteri koroner (TBAK) telah
dan ini memperpanjang hidup pada pasien dengan PAK kiri utama dan penyakit pembuluh
darah-tiga dengan fungsi vebtrikel kiri buruk. Pada pengenalan angioplasty koroner
Vena safena atau arteri mamari internal (AMI) dapat digunakan untuk TBAK. Vena
safena dpat diambil dari lutut atas atau bawah, tetapi dari bawah lutut secara umum lebih
diminati karena sangat mendekati diameternya pada ukuran arteri koroner. Vena diambil dari
Obstruksi pada arteri koroner di bypass dengan membuat anstomosis satu ujung vena
tandur ke aorta (anastomosis proksimal) dan ujung yang lain ke arteri koroner tepat melewati
obstruksi (anastomosis distal). Tandur vena safena dapat sederhana dengan anstomosis end-
to-side ke aorta dan arteri koroner, atau berurutan (juga disebut skip), denga anastomosis end-
to-side pada aorta, anastomosis side-to-side pada satu arteri koroner, dan anas tomosis end-to-
(gambar )
AMI juga digunakan untuk revaskularisasi miokard. AMI adalah cabang ke dua dari
arteri subklavia dan turun ke bawah dinding anterior pada dada tepat lateral terhadap sternum
Tandur AMI telah menunjukan derajat yang lebih kecil dari arterosklerosis selama ini
pada awalnya dan friekuensi patensi tandur selanjutnya dibandingkan dengan tandur vena
safena. Sembilan pulh persen tandur AMI paten selama 10 tahun pascaoperasi, sedangkan
lebih dari 50 % dari tandur vena safena terhambat dalam 10 tahun. Tnadur AMI juga
memperbaiki patensi frekuensi jangka pendek dan panjang pada tandur vena safena
mengadaptasi ukuran untuk memberi aliran darah sesuai dengan kebutuhan miokard
Endotelium vaskuler beradaptasi terhadap tekanan arteri dan aliran tinggi, mengakibatkan
Memasuki ruang pleural, sehingga selang pleura dada diperlukan pada paska operasi
Nyeri paska operasi dapat meningkat karena masuk ke ruang pleural dan diseksi luas
Pada pasien dengan DM atau lansia, penggunssn AMI bilateral dapat meningkatkan resiko
Untuk mengisolasi AMI, ruang preular dimasuki, AMI dideseksi bebas, dan cabang-
cabang arteri intercostal dari AMI dikauterisasi. AMI digunakan sebagai tandur padikulus
(misalnya ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri subklavia), dan AMI kiri dan kanan
dapat diggunakan. Karena AMI kiri lebih panjang dan lebih besar dari pada AMI kanan, ini
biasanya digunakan untuk bypass arteri koropner desendent anterior kiri (DAKi). AMI kanan
dianastomosiskan ke arteri koroner kiri (AKKi) atau arteri koroner sirkumfleks (AKS).
dilakukan transplantasi jamung pada penyakit jantung stadium akhir telah rneningkatkan
kebutuhan akan alat bantu jantung. Pasien yang tak mampu dilepas dan pintasan jantung paru
atau pasien yang sedang berada dalarn syok kardiogenik dapat memperoleh keuntungan dari
periode bantuan jantung mekanis. Alat yang paling sering digunakan adalah pompa balon
ultra aorta (IABP - intra-aortic baloon pump). IABP nsengurangi kerja jantung selama
Alat dengan kinerja yang menyerupai sebagian atau scmua fungsi pemompaan untuk jantung
juga sedang dikembangkan. Alat bantu ventrikel yang lebih canggih ini dapat mensirkulasi
darah tiap menit seperti yang dilakukan jantung. Tiap alat bantu ventrikel digunakan untuk
masing-mnasilig ventrikel. Saat ini yang paling sering digunakan adalah pompa sentrifugal.
Banyak alat dorong pneumatis yang digunakan, dan basil klinisnya cukup menianjikan.
Beberapa alat bantu ventrikel dapat dikombinasikan dengan oxvgenalor-ex!racorporeal
pada pasien yang jantungnya tak dapat memompa darah secara adekuat ke paru atau
tubuhnya.
Jantung buatan total dirancang untuk mengganti kedua ventrikel. Jantung pasien harus
diangkat untuk nmemasang jantung buatan total tadi. Semua alat-alat tadi masih dalam taraf
ekspenimental. Janvik-7 telah mengalami keberhasilan jangka pendek, tetapi hasil jangka
panjangnya cukup mengecewakan. Kebanyakan peneliti jantung buatan total berharap dapat
mengembangkan alat yang dapat dipasang secara permanen dan yang akan dapat
Alat bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan sebagai
penanganan temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri sembuh atau sampai
tersedia jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi. Kelainan pembekuan darah,
perdarahan, trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan kegagalan mekanis adalah beberapa
komplikasi jantung buatan total dan alat bantu ventrikel. Asuhan keperawatan untuk pasien
ini ditujukan tidak hanya pada pengkajian dan meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga
melibatkan dukungan emosi dan penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.
(gambar)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
jantung paru, transplantasi jantung dan CABG menggantikan fungsi jantung yang rusak. Alat
bantu mekanis dan jantung buatan total sangat menggantikan fungsi jantung.
3.2 Saran
bedah jantung seperti Heart Surgery Robotic telah berkembang. Maka peningkatan kualitas
dan pengembangan skill tenaga medis harus dilakukan untuk mengimbangi perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2005. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
http://ahdiie.blogspot.co.id/2011/12/makalah-bedah-jantung.html
PENDAHULUAN
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang sering
mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan
penggantian katup jantung yang rusak
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat
dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun
sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik dimulai
lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi
kelemahan yang berarti. Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus
dikembangkan dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat.
Mungkin tak ada intervensi terapi yang begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung.
Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan, telah
dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah halls de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan
serupa yang sukses, jugs penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh
pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938,
dan reseksi koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pintasan arteri koroner bermula
di tahun 1954.
Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung adalah
teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali digunakan dengan berhasil pada manusia di tahun
1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan
pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara.
Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan arteri koroner (CABG = coronary artery bypass
graft) dan perbaikan atau penggantian katup.
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan
pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta
program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang
aman untuk pasien dengan penyakit jantung.
JANTUNG BUATAN
Pemasangan jantung buatan telah menarik perhatian dunia sejak akhir tahun 1950-an.
Semenjak itu banyak terjadi kemajuan sehingga jantung buatan secara klinis dapat dipakai
manusia. Cooley menggunakan jantung buatan di Texas pada tahun 1969 untuk menunjang
sirkulasi sebelum transpiantasi. Implantasi permanen jantung buatan total dilakukan pertama
kali pada tahun 1982 untuk drg. Barney Clark di University of Utah.. Perkembangan jantung
buatan terus berlanjut untuk memperbaiki daya tahan hidup dan mengurangi morbiditas.
Institut Jantung, Paru, dan Darah Nasional (National Heart, Lung, and Blood Institute,
NHLBI) dan Institut Kesehatan Nasional (National Institutes of Health, NIH) telah
menyediakan pendanaan untuk jantungbuatan elektromekanik permanen tanpa kabel. Institut
jantung Texas dan 3-M dan Penn Statet Abiomed turut berpartisipasi dalam eksperimen fase
II. Tujuan keseluruhan pemasangan mi adalah untuk memberi kualitas hidup yang tinggi bagi
pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur perkutaneus. Alat mi dijalankan menggunakan
sistem transmisi energi listrik transkutaneus (transcutaneous electrical energy transmission
systems, TEETS) dengan baterai portabel.
TRANSPLANTASI JANTUNG
Transplantasi dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun 1967. sejak itu
prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus dikembangkan. Di tahun 1983,
sikosporin sudah tersedia untuk penggunaan umum. Siklosporin adalah imunosupresan yang
menekan dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing seperti, organ yang
ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan
infeksi, sehingga harus diperoleh keseimbangan yang sangat baik antara penekanan
penolakan dan pencegahan infeksi. Sejak tersedianya siklosporin di tahun 1983, transplantasi
jantung telah menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan penyakit jantung tahap akhir.
Indikasi transplantasi yang paling sering adalah kardiomiopati, penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung kongenital, penyakit katup dan penolakan transplantasi jantung sebelumnya.
Pasien biasanya memiliki gejala sangat berat yang tidak dapat dikontrol dengan pengobatan,
tidak ada pilihan pembedahan lain dan prognosis hidupnya kurang dari 12 bulan. Pasien
diseleksi oleh suatu tim multidisipliner sebelum dinyatakan sebagai kandidat transplantasi
jantung. Umur pasien, status paru, kondisi kesehatan kronis lain, infeksi, riwayat
transplantasi, penyesuaian dan status kesehatan terakhir digunakan untuk mengevaluasi
pasien untuk transplantasi.
Transplantasi jantung dianggap sebagai uaha terakhir untuk mengatasi untuk mengatasi
penyakit jantung tahap akhir yang refrakter terhadap pengobatankonvensional dan
pembedahan. Gagal jantung kelas III dan IV memiliki harapan hidup kurang dan satu tahun.
Dua penyebab tersering memburuknya miokardium adalah kardiomiopati kongestif dan
penyakit koroner lanjut. Penyakit-penyakit ini merupakan 80%-90% alasan dilakukarmya
transplàntasi jantung.
Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya. Kunci yang
membedakan kardiomiopati dan kelainan jantung lain adalah adanya penyakit mendasari
yang hanya menyerang miokardium ventrikel namun tidak menyerang struktur miokardium
lain seperti katup atau arteria koronaria. Kardiomiopati dikelompokkan menurut tiga jenis
kelainan struktur dan fungsi: (1) kongestif (dilatasi), (2) restriktif atau obliteratif, atau (3)
hipertrofi.
Kardiomiopati kongestif ditandai dengan dilatasi nyata dan ventrikel yang hipodinamik.
Dapat teijadi hipertrofi miokardium yang lebih ringan. Ventrikel yang hipodinamik
berkontraksi secara buruk, menyebabkan gagal ke depan dan ke belakang seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Perlu dicatat bahwa keempat ruang jantung mengalami dilatasi
sekunder akibat bertambahnya volume dan tekanan. Seringkali terbentuk trombus dalam
ruang-ruang ini akibat darah yang mengumpul dan stasis; sehingga terancam terjadi emboli.
Biasanya awitan penyakit tidak jelas; tetapi dapat berkembang menjadi gagal jantung tahap
akhir yang refrakter. Prognosis gagal jantung refrakter sangat buruk dan dapat menyebabkan
dipertimbangkarmya transplantasi jantung. Penyebab pasti kardiomiopati kongestif masih
belum diketahui; namun diperkirakan disebabkan faktorautoimun dan virus. Penyebab
multifaktorial mungkin merupakan penjelasan yang lebih memuaskan.
Kardiomiopati hipertrofik, berlawanan dengari kardiomiopati kongestif, ditandai oleh jantung
yang hipertrofi dan hiperdinamik. Bertambahnya massa otot tidak disertai dilatasi
miokardium bermakna. Diduga terdapat dasar genetika. Kardiomiopati restriktif
mencerminkan gangguan pengisian ventrikel akibat berkurangnya daya regang ventrikel.
Fibrosis endokardium atau miokardium dapat mengakibatkan restriksi pengisian. Restriksi
mengurangi ukuran rongga; berkembangnya kardiomiopati ke bentuk restriksi rongga yang
lebih berat dikenal sebagai kardiomiopati obliteratif Meskipun kardiomiopati hipertrofik dan
restriktif dapat mengakibatkan gagal jantung, kardiomiopati kongestif merupakan penyebab
tersering dilakukannya transpiantasi jantung.
Kriteria Seleksi
Resipien transplantasi jantung yang memenuhi kriteria seleksi menjalani pemeriksaan klinis
dan psikologis yang terperinci. Dengan semakin luasnya penerapan prosedur ini, keputusan
untuk menentukan siapa yang berhak menjalani ttansplantasi jantung menjadi semakin
kontroversial. Tersedianya donor tetap merupakan faktor pembatas. Akibatnya, begitu
diputuskan untuk melakukan transpiantasi, maka timbul masalah dalam menentukan prioritas
antara satu dengan yang lain. Penentuan yang lebih sulit lagi adalah untuk menentukan
prioritas di antara pasien pengguna VADs dan jantung buatan sebagai jembatan untuk
dilakukannya transplantasi.
Umumnya, faktor-faktor yang dapat menimbulkan komplikasi setelah operasi atau
memengaruhi kelangsungan hidup jangka panjang harus disingkirkan. Faktor-faktor ini
mencakup penyakit atau infeksi sistemik aktif, hipertensi pulmonalis dengan resistensi
vaskular paru yang menetap (lebih dan 4 satuan Wood), emboli atau infark paru, ulkus
peptikum yang aktif, diabetes melitus bergantung insulin dengan penyakit sekunder pada
organ lain, gagal ginjal atau hati yang ireversibel, peminum alkohol atau pecandu obat-
obatan. Hal-hal yang tidak nyata, seperti motivasi untuk melakukan rehabilitasi, dukungan
keluarga, dan keadaan psikologis, juga harus dipertimbangkan. Dengan makin luasnya
penggantian oleh asuransi, masalah keuangan pribadi menjadi semakin kurang berarti untuk
proses seleksi. Apabila diidentifikasi tidak terdapat kontraindikasi, maka dapat dimulai proses
pencarian donor.
Donor potensial biasanya adalah korban kecelakaan usia muda yang tidak mengalami
kerusakan jantung atau penyakit jantung yang jelas dan tidak ada infeksi sistemik.
Pencocokan jaringan donor terhadap resipien meliputi pencocokan sistem ABO. Pencocokan
berat tubuh yang sesuai juga penting untuk dilakukan; 20% perbedaan berat tubuh dianggap
masth dapat diterima. Prosedur
Teknik pembedahan untuk transpiantasi jantung relatif mudah dimengerti, seperti yang
digambarkan pada Gbr. 33—17. Bagian dan kedua atrium dibiarkan pada tempatnya untuk
beranastomosis pada jantung donor. Bagian atrium kanan dekat vena kava superior dibiarkan
utuh untuk mempertahankan fungsi nodus sinus. Jantung donor kemudian dijahit pada kedua
atrium resipien dan pada aorta dan arteria pulmonalis. Prosedur mi (yaitu saat transplan
menggantikan jantung resipien) dikenal sebagai transpiantasi ortotopik, berbeda dengan
transpiantasi heterotopik atau “piggyback”, yang dilakukan oleh beberapa pusat kesehatan
jika resistensi vaskular paru-paru sangat tinggi dan bila beban akhir yang tinggi pada arteria
pulmonalis mungkin menyebabkan gagal ventrikel kanan refrakter pada jantung transplan.
Alasannya adalah bahwa ventrikel kanan yang asli telah beradaptasi dengan beban akhir yang
tinggi sehingga harus dibiarkan pada tempatnya. Sebagai alternatif, beberapa pusat kesehatan
melakukan transplantasi kardiopulmonar pada hipertensi pulmonalis primer atau penyakit
vaskular paru-paru akibat penyakit jantung kongenital.
EKSISI TUMOR
Tumor jantung cukup jarang. Tumor primer terjadi kurang dan 1% pada populasi; tumor
metastatik dilaporkan terjadi 1,5% sampai 35% pada pasien onkologi. Tumor bisa menjadi
tempat pembentukan trombus sehingga menciptakan risiko emboli. Disritmia dapat terjadi
bila mengenai miokardium atau sistem hantaran. Kebanyakan tumor jantung adalah jinak.
Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau katup. Pintasan
jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang dapat dieksisi tanpa memasuki
jantung dan tanpa menghentikan denyutan jantung. Akibat lokasinya, eksisi tumor mungkin
perlu diikuti penggantian katup. penambalan jantung, atau implantasi pacu jantung. Asuhan
keperawatan sama dengan yang diberikan pada pembedahan jantung lain.
Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan bagi pasien yang menjalani pembedahan jantung sangat bervariasi
antara pasien satu dengan pasien lain, tergantung penyakit jantung mereka dan
simptomatologinya - Kebanyakari pasien mernpunyai diagnosa keperawatan penurunan curah
jantung. Selain itu, diagnosa kepenawatan praoperatif bagi kebanyakan pasien mencakup
yang berikut:
a. Takut sehubungan dengan prosedur pembedahan. hasil pembedahan yang belum jelas, dan
takut akan kehilangan keadaan sehat
b. Kurangnya pengetahuan mengenai prosedur pcmbedahan dan penjalanan pascaoperatif
Intervensi Keperawatan
a. Mengurangi Ketakutan. Pasien dan keluarganya harus diberi kesempatan yang cukup dan
untuk mengekspresikan ketakutan mereka. Bila ada ketakutan yang tidak diketahui,
pengalaman operasi lain yang pernah dijalani pasien dapat dihandingkan dengan pembedahan
yang akan dilakukan. Terkadang sangat mcnibantu menjelaskan kepacla pasien perasaan
yang akan timbul (Anderson dan Masur 1989). Bila pasien pernah menjalani kateterisasi
jantung, maka persamaan dan perbedaan prosedur ini dengan pembedahan yang akan
dijalankan dapat dibandingkan. Pasien juga didorong untuk menyatakan mengenai setiap
keprihatinan yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya.
b. Penyuluhan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah. Pendidikan pasien dan
keluarganya didasarkan pada kebutuhan belajar yang telah dikaji. Penyuluhan biasanya
meliputi informasi mengenai perawatan di rumah sakit, mengenai pembedahan (asuhan
praoperatif dan pascaoperatif, latnanya pembedahan, nyeri dan ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi, jam berkunjung, dan prosedur di unit kritis), dan informasi mengenai fase
pemulihan (lamanya perawatan di rumah sakit, kapan aktivitas normal seperti pekerjaan
rumah tangga, helanja dan bekerja dapat dimulai kembali). Setiap perubahan yang dilakukan
pads terapi obat-obatan dan persiapan praoperatif harus dijelaskan dan ditekankan.
c. Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi Potensial. Pasien yang mengalami angina
biasanya berespons dengan terapi angina yang biasa, yang tersering adalah nitrogliserin yang
diletakkan di bawah lidah Beberapa pasien memerlukan oksigen dan drip nitrogliserin
intravena.
Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Memperlihatkan berkurangnya kecetnasan
- Mengidentifikasi rasa takut
- Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga
- Menggunakan pengalaman dahulu sebagai fokus perbandingan
- Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan
- Mengeksprcsikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan untuk mengurangi rasa
sakit
b. Menerima pcngetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan pascaoperatif
- Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan praoperatif
- Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan
- Mengidentitikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan
- Mendiskusikan lingkungan pascaoperatif dengan segera, mis, pipa. mesin. pemeriksaan
perawat.
- Memperagakan aktivitas yang seharusnya dilakukan setelah pembedahan (mis., menarik
napas dalam, batuk efektif, latihan kaki)
Pengkajian Komplikasi
Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi. Perawat dan
dokter bekerja secara kolaboratif unruk mengetahui tanda dan gejala awal komplikasi dan
memberikan tindakan untuk mencegah perkemhangannya.
Penurunan Curah Jantung. Penurunan curah jantung selalu merupakan ancaman bagi pasien
yang baru saja menjalani pembedahan jantung. Hal ini dapat terjadi karena berbagai
penyebab:
a. Gangguan preload—terlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang kembali ke
jantung akibat hipovolemia. perdarahan yang berlanjut. tamponade jantung, atau cairan yang
berlebihan.
b. Gangguan afterload—arteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau terlalu dilatasi karena
perubahan suhu tubuh atau hipertensi.
c. Gangguan frekuensi jantung—terlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia
d. Gangguan kontraktilitas—gagal jantung. infark miokardium. ketidakseiinbangan elektrolit,
hipoksia
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan. diagnosis utama
keperawatan mencakup yang berikut:
a. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung yang
terganggu.
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada
ekstensif
c. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit berhubungan dengan
berkurangan volume darah yang beredar
d. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan penginderaan yang
berlebihan (suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman pembedahan)
e. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada
f. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena, embolisasi. penyakit
aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor, atau rnasalah pembekuan darah.
g. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah jantung, hemolisis,
atau terapi obat vasopresor
h. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca perikardiotomi
i. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri
Intervensi Keperawatan
Menjaga Curah Jantung.
Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung pasien dan
segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan penurunan curah
jantung. Perawat dan ahli bedah kemudian bekerja sarna secara kolaboratif untuk
memperbaiki masalah yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan indikator
penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi selama peniode
pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik. Observasi terus-menerus
pantauan jantung untuk adanya berbagai disritmia merupakan bagian penting dalam
penatalaksanaan dan perawatan pasien.
Setiap petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter. Data dan
hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk menentukan penyebab
masalahnya. Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter bersama perawat bekerja secara
kolaboratif untuk menjaga curah jantung dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu,
dokter dapat membenikan komponen darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau
vasopresor. Bila perlu dilakukan pembedahan lagi, maka pasien dan keluanganya harus
dibenitahu mengenai prosedur tersebut.
Pengurangan Nyeri.
Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi ke tempat
yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung akan
mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf interkostal sepanjang irisan dan iritasi pleura
oleh kateter dada. (Begitu pula, pasien dengan CABG arteria mamaria interna dapat
mengalami parestesia saraf ulna pada sisi yang sama dengan sisi grafnya.)
Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun tidak diucapkan
oleh pasien perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara akurat sifat, jenis, lokasi, dan
durasi nyeri. (Nyeri irisan harus dibedakan dengan nyeri angina.) Pasien harus dianjurkan
minum obat sesuai resep untuk mengurangi nyeri. Kemudian pasien harus dapat
berpartisipasi dalam benlatih menarik napas dalam dan batuk. dan secara progresif
memngkatkan perawatan diri.
Nyeri menyebabkan ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat untuk
mengeluarkan adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan afrerload dan penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat mcngurangi nyeri
dan kecemasan serta merangsang tidur, yang pada gilirannya menurunkan kecepatan
metabolik dan keburuhan oksigen. Setelah pemberian opioid (narkotika), setiap tanda-tanda
adanya penurunan aprehensi dan nyeri harus dicatat dalam status pasien. Pasien juga harus
dipantau akan adanya tanda efek depresi pernapasan akibat analgetika. Bila terjadi depresi
pernapasan. harus diberikan antagonis opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan efek
rersebut.
Meningkatkan Istirahat.
Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan pembehan
analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan istirahat. Pasien harus dibantu
merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari ketegangan pada daerah luka operasi dan selang dada. Penekanan pada daerah
irisan selama batuk dan nenarik napas clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan
dijadwalkan sebanyak mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah
mulai stabil dan prosedur terapi serta pemantauan sudah mulai berkurang, maka pasien dapat
beristirahat lebih lama lagi.
Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Tercapainya curah jantung yang adekuat
b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat
c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap orang.
tempat dan waktu
e. Hilangnya nyeri
f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat
g. Tercapainya istirahat yang adekuat
h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat
i. Terpeliharanya suhu tubuh normal
j. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price et. Al (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smeltzer S.C dan Bare Brenda G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth(Ed. 8 Vol 2), EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (1999). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan
(Ed. 2), Jakarta : Penerbit buku kedokteran. EGC.
Barbara C Long, (1996). Perawatan Medikal Bedah, Edisi II, Yayasan ikatan alumni
pendidikan keperawatan padjajaran Bandung: Bandung.
Engram (1999). Rencanan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Terjemahan dari
Medical Surgical Nursing Planning, (1993), Alih bahasa Suharyati, EGC: Jakarta.
Doenges E Marlynn (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Edisi 3) Penerbit buku kedokteran. EGC
https://blogtugasperawat.blogspot.co.id/2015/11/askep-bedah-jantung.html