Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. IDENTIFIKASI
Nama : By. AS
Umur / Tanggal Lahir : 1 bulan 4 hari (3 November 2018)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Tanjung Atap Barat
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
Dikirim oleh : Datang sendiri
MRS : 06 Desember 2018 (22:35)
B. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita, 06 Desember 2018 pukul 22.35
WIB)
Keluhan Utama : Badan kuning
Keluhan Tambahan : Perut kembung
Riwayat Makan
ASI Eksklusif : Ya
ASI : Ya
Susu Formula : tidak ada
Bubur susu : belum diberikan
Nasi tim : belum diberikan
Nasi biasa : belum diberikan
Kesan : Kualitas makanan baik
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Vaksin I II III IV
HB0
BCG
DPT
HEPATITIS B
Hib
Polio
Campak
Kesan :
Imunisasi dasar : tidak diberikan
Imunisasi non-PPI : tidak diberikan
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 06 Desember 2018
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 138 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 37,7°c
SpO2 : 99%
Data Antropometri
Berat Badan : 4,575 kg
Tinggi Badan : 49 cm
Status Gizi : BB/U : 0 sd -2 SD
TB/U : 0 sd 2 SD
BB/TB : -2 SD
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, UUB sedikit cekung
Mata : Pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis
(+), sklera ikterik (+), mata cekung (-), air mata kering (-).
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), edema (-), mukosa mulut kering (+)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : statis, dinamis simetris, retraksi (-/-)
- Palpaasi : stem fremitus tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : HR: 138 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : cembung/distensi (+)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : tegang, hepar dan lien sulit dinilai, turgor baik (cubitan kulit
perut kembali lambat < 2 detik)
- Perkusi : timpani
Lipat paha : pembesaran KGB (-)
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
Akral pucat -/- -/-
CRT <2 detik <2 detik
Oedem -/- -/-
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Baik Baik Baik Baik
Klonus - -
Refleks fisiologis +N +N +N +N
Refleks patologis - - - -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Jenis Pemeriksaan Rujukan
(06-12-2018)
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb) 4,9 gr/dL 10,3-17,9/dL
Eritrosit (RBC) 1,57 x 106/uL 3.70-5,20 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 12,2 x 103/uL 5,5-18,0 x 103/mm3
Hematokrit 14% 32-46%
Trombosit (Plt) 358 x 103/µL 229 – 553 x 103/µL
Hitung Jenis Leukosit 0,1/0,2/63,4/31,9/4,4 0-1/0-4/30-40/40-60/2-6
LED 47 0-10
MCV 89,2 70-86
MCH 31,2 24-32
MCHC 35 30-36
Golongan darah A A
rhesus + +
KIMIA DARAH
Bilirubin total 9,51 0,2-1 mg/dL
Bilirubin direk 9,15 0-0,30 mg/dL
Bilirubin indirek 0,36 0,1-1 mg/dL
SGOT 106 < 32 u/L
SGPT 57 < 33 u/L
Alkali fosfatase 68 35-105 u/L
Ureum darah 47,6 16,6-48,5 mg/dL
Gamma GT 233 5-36 u/L
IMUNOSEROLOGI
CRP 99 <5 mg/L
Pemeriksaan Feses
Konvensional
Jenis Pemeriksaan Hasil
Rujukan Satuan
(06-12-2018)
Tinja
Makroskopik:
Warna Kuning pucat coklat
Konsistensi Lembek
Lendir Negatif
Mikroskopik: Negatif
amoeba Negatif Negatif /Lp
eritrosit 0-1 Negatif /Lp
leukosit 0-1 Negatif
telur cacing negatif Negatif
sisa makanan: negatif Negatif
amilum Negatif Negatif
lemak Negatif Negatif
serat Negatif Negatif
Radiologi
USG Abdomen, Hepar, dan Bilier
Temuan:
Gambaran usus sangat prominen
Hepar dan gall blader dalam batas normal
Pankreas tidak tervisualisasi
Tidak tampak adanya kelainan pada organ-organ abdomen lainnya yang
tervisualisasi.
E. DAFTAR MASALAH
1. Ikterik
2. Distensi abdomen
3. Anemia
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Ikterik ec. suspek atresia bilier
2. Ikterik ec. suspek kista koledokus
3. Ikterik ec. suspek
G. DIAGNOSIS KERJA
Ikterik ec. Suspek atresia bilier
H. TATALAKSANA
TERAPI
Transfusi PRC 2X50 cc
Drip Paracetamol 3 x 50 mg
PEMERIKSAAN ANJURAN
MRCP
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.3 Etiopatogenesis
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan
bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom
trisomi 17,18 dan 21. Namun, beberapa penulis lain berpendapat bahwa atresia bilier terjadi
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier.10 Pemeriksaan histologis pada saluran
empedu yang telah dieksisi dan pada pemeriksaan postmortem menunjukan bahwa lebih
banyak kasus atresia bilier yang terjadi akibat proses inflamasi dibandingkan dengan
kegagalan primer dari proses perkembangan embriologis.6
Proses inflamasi yang berkepanjangan menyebabkan duktus bilier
ekstrahepatik mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut proses
inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan mengalami
kerusakan yang progresif pula. Sisa jaringan fibrosis akibat peradangan
mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian sistem bilier
ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke porta hepatis, pada
awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi dapat rusak secara
progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang merusak ductus
ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan lama dalam ductus
ekstrahepatik.11
Inflamasi aktif dan progresif yang terjadi pada penyakit atresia bilier merupakan
suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan satu faktor etiologik saja. Namun agen
infeksius dianggap lebih memungkinkan menjadi penyebab utamanya, terutama pada
kelainan atresia yang terisolasi. Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi
peningkatan titer antibodi terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang
mengalami atresia. Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus.6
Berikut beberapa faktor yang dinilai berperan terhadap etiopatogenesis terjadinya
atresia bilier.
1. Respon imunitas tubuh
Ditemukannya infiltrate mononuclear pada saluran empedu intrahepatik yang
mengalami gangguan dan pada epithelium bilier menjadi bukti adanya peran
respon imunitas terhadap atresia bilier. Meskipun mekanisme dan faktor
pencetus respon imun masih belum diketahui secara pasti, beberapa teori
menyatakan bahwa inisiasi antigen terhadap saluran empedu akan memicu
munculnya sel T limfosit oleh antigen presenting cells. Sel limfosit Th1 lalu
akan memicu inflamasi lebih lanjut dengan melepaskan sitokin proinflamasi
dan sel T sitotoksik yang berakibat pada kerusakan saluran empedu dan
parenkim hati. Teori ini didukung dengan adanya temuan berupa peningkatan
kadar limfosit (CD4+ dan CD8+), IL-2, interferon-γ, TNF-α, dan IL-12 pada
penderita atresia bilier dibandingkan dengan hepar normal dan penyakit
kolestasis lainnya.6
2. Infeksi virus
Terdapat banyak virus yang dinilai berperan dalam terjadinya atresia bilier,
namun beberapa penelitian lebih menekankan reovirus dan rotavirus sebagai
virus yang paling sering menyebabkan terjadinya atresia bilier. Beberapa
penelitian dilakukan dengan menginokulasikan reovirus tipe III ke dalam
hepar tikus yang dinilai mirip dengan hepar manusia. Hasil penelitian
menunjukkan timbulnya hepatitis, nekrosis epitel bilier intrahepatik dan
ekstrahepatik saluran empedu, diikuti dengan edema dan inflamasi saluran
empedu. Inokulasi reovirus yang berulang menyebabkan terjadinya fibrosis
saluran empedu ekstrahepatik, namun tidak disertai dengan progresi ke arah
obstruksi ireversibel. Di sisi lain, inokulasi rotavirus ke dalam hepar,
menyebabkan terjadinya inflamasi saluran bilier ekstrahepatik yang progresif
disertai dengan obliterasi fibrotik saluran bilier dan perubahan histologis
intrahepatik. Namun, upaya deteksi adanya reovirus dan rotavirus pada
pasien yang mengalami atresia bilier belum menunjukan hasil yang
signifikan sehingga peran infeksi virus dalam atresia bilier manusia dinilai
masih belum pasti.6
3. Faktor lingkungan
Beberapa faktor eksogen dinilai berperan terhadap terjadinya atresia bilier,
seperti penggunaan obat-obatan selama kehamilan (amfetamin dan alcohol),
mikotoksin, produk toksin agricultural, dan toksin industrial.Namun, belum
ada hasil yang signifikan terhadap peran faktor tersebut terhadap terjadinya
atresia bilier.
4. Kelainan vaskular
Saluran bilier menerima aliran darah secara eksklusif dari arteri. Adanya
gangguan aliran darah arteri dapat memicu terjadinya nekrosis dan
pembentukan obliterasi fibrotic dari saluran bilier ekstrahepatik. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya hipertrofi arteri hepatik pada bayi dengan
atresia bilier. Penebalan arteri pada studi imaging penderita atresia bilier juga
memperkuat teori kelainan vaskuler terhadap terjadinya atresia bilier.6
3.4 Klasifikasi
Berdasarkan letak terjadinya sumbatan, atresia bilier diklasifikasikan menjadi 4
tipe, sebagai berikut.
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
Klasifikasi Penjelasan Gambar
I Atresia (sebagian atau
total) duktus bilier
komunis, namun segmen
proksimal paten.
3.5 Diagnosis
3.5.1 Gambaran Klinis
Anamnesis
Gejala utamanya pada pasien atresia bilier antara lain ikterus yang
bisa muncul segera atau beberapa minggu setelah lahir, urin yang
menyerupai teh pekat dan feses warna dempul, serta kadang disertai dengan
hepatomegali. Pada atresia bilier tipe embrionik/fetal dapat ditemukan juga
adanya kelainan kongenital lainnya, seperti asplenia, polisplenia, malrotasi
usus, hingga kelainan jantung kongenital.6 Pada kebanyakan kasus, atresia
bilier ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang lebih tinggi
lagi ditemukan pada yang BBLR (bayi berat lahir rendah). Nafsu makan,
pertumbuhan dan pertambahan berat badan biasanya normal.11,12,13
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus Atresia
Bilier. Tidak ada temuan patognomonik yang dapat digunakan untuk
mendiagnosisnya. Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisik atresia bilier, antara lain:4,14
Hepatomegali dapat ditemukan lebih dahulu pada palpasi abdomen.
Splenomegali juga dapat ditemukan, dan apabila sudah ada
splenomegali, maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis
dengan hipertensi portal.
Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu
Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis tengah
hepar pada palpasi di area epigastrium.
Ada kemungkinan terjadi kelainan kongenital lain seperti penyakit
jantung bawaan, terutama apabila ditemukan bising jantung pada
pemeriksaan auskultasi.
3.7 Penatalaksanaan
3.7.1 Terapi medikamentosa
Adapun tujuan utama pemberian terapi medikamentosa pada penderita
atresia bilier adalah untuk melindungi hati dari zat toksik dengan
memberikan Asam ursodeoksikolat, 8-12mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis
peroral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap
asam litokolat yang hepatotoksik.
3.8 Prognosis
Sebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak dengan
penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang pada anak
penderita atresia bilier yang telah mengalami portoenterostomi adalah 47-60%
dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun.11,13,15
Sepertiga dari semua pasien yang telah melakukan operasi portoenterotomy ,
mengalami gangguan aliran empedu setelah mendapat terapi bedah, sehingga
anak-anak ini terpaksa menderita komplikasi sirosis hepatis pada beberapa tahun
pertama kehidupan mereka meskipun operasi Kasai sudah dilakukan. Komplikasi
yang dapat terjadi setelah portoenterostomi antara lain kolangitis (50%) dan
hipertensi portal (>60%).11,13
Dapus:
1. NEONATAL CHOLESTASIS (FPED)
2. PERAN OP KASAI
3. ATRESIA BILIER. JULINAR
4. Sjamsul, A. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu
kesehatan anak FK UNAIR. Surabaya. 2006. Available from;// www.
Pediatrik.com/pkb/20060220ena504.pkb. pdf
5. Recent advances in pathogenesis
6. Biliary atresia. A multidisciplinary approach (arpa)
7. Biliary atresia: will blocking inflammation (nihms 610997).
8. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Biliary Atresia.
USA : 2012. Available from : url :
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/atresia/BiliaryAtresia.pdf
9. Cincinnati Children’s Hospital Medical Center. Biliary Atresia. 2010. Available from
: url : http://www.cincinnatichildrens.org/svc/alpha/l/liver/diseases/biliary.htm
10. Parlin Ringoringo. Atresia Bilier. Ilmu Kesahatan Anak, FKUI, RSCM, Jakarta.
Available from : url :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf/15AtresiaBilier086.htm
l
11. Shneider BL, Brown MB, Haber B, Whitington PF, Schwartz K, Squires R,
dkk. A multicenter study of the outcome of biliary atresia in the United States,
1997 to 2000. J Pediatr 2006;148:467-74.
12. Serinet M, Wildhaber BE, Broué P, Lachaux A, Sarles J, Jacquemin E, dkk.
Impact of age at Kasai operation on its results in late childhood and
adolescence: A rational basis for biliary atresia screening. Pediatrics
2009;123:1280-6.
13. Hung P, Chen C, Chen W, Lai H, Hsu W, Lee P, dkk. Long-term prognosis of
patients with biliary atresia:A 25 year summary. J Pediatr Gastroenterol Nutr.
2006;42:190-5.
14. RECENT TRENDS
15. Medscape