Вы находитесь на странице: 1из 11

PENGARUH PENGEBIRIANPEJANTAN DAN URINE BETINA

PADA PERILAKU SOSIAL DAN SEKSUAL JAPANESE


MACAQUE (Macaca fuscata)

Disusunoleh :
Sholihah Faridatus S. B1A016018
Rafi AnggriawanAnjas S. B1A016064
Nissa Sissari Rahayu B1A016106
Putri Septianingrum B1A016116
Iman Agus Faisal B1A016129

TUGAS TERSTRUKTUR ETOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium


sp yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles spp betina. Sampai saat ini malaria masih
menjadi masalah kesehatan umum yang utama di seluruh dunia, terutama di negara-
negara berkembang seperti Amerika Latin, Afrika sub-Sahara, Asia Selatan,
sebagian Asia Timur, dan Asia Tenggara. Negara yang termasuk wilayah endemis
malaria di Asia Tenggara, yaitu Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives,
Myanmar, Nepal, Srilanka, dan Thailand. Hingga tahun 2015, insiden malaria di
seluruh dunia diperkirakan mencapai 214 juta kasus yang telah menyebabkan
kematian sekitar 438 ribu orang.2 Sementara di Indonesia, malaria juga masih me-
rupakan masalah kesehatan masyarakat yang se- rius di beberapa wilayah. Angka
kesakitan malaria di Indonesia sejak tahun 2013 hingga 2016 terus mengalami
penurunan, yaitu 1.38 per 1000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 0.77 per 1000
penduduk berisiko pada tahun 2016.3 Walau demikian, angka kejadian malaria di
wilayah bagian Timur Indonesia masih cukup tinggi khususnya di Propinsi Papua
dan Papua Barat. Angka Annual Paracite Incidence (API) tahun 2016 menunjukkan
bahwa Propinsi Papua memiliki API tertinggi sebesar 39.93 per 1000 penduduk
disusul Papua Barat sebesar 10.20 per 1000 penduduk (Tulak et al., 2018).
Penularan penyakit malaria cenderung dipengaruhi oleh kondisi lokal
diantaranya iklim dan ketersediaan habitat akuatik sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk. Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan
lingkungan yang ada seperti suhu, kelembapan, curah hujan, salinitas, derajat
keasaman, oksigen terlarut, tumbuhan air dan hewan air lainnya Curah hujan
merupakan salah satu faktor iklim yang paling dominan dalam penyebaran penyakit
malaria karena dapat mempengaruhi jumlah habitat maupun kepadatan nyamuk
anopheles pra dewasa. Besar kecilnya pengaruh hujan bergantung pada intensitas,
jumlah curah hujan dan hari hujan serta karakteristik fisik habitat larva. Pada kondisi
tertentu, curah hujan dapat menimbulkan genangan dalam durasi waktu yang lama
sehingga menyediakan habitat yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk.
Curah juga hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya
penemuan nyamuk Anopheles. Adanya hujan akan menambah jumlah dan jenis
genangan air, yang sebelumya sedikit atau tidak ada pada musim kemarau sehingga
memperbesar kemungkinan terjadinya siklus akuatik dalam siklus hidup nyamuk
(Pratama, 2015; Tulak et al., 2018).

B. Tujuan
PEMBAHASAN

Salah satu unsur iklim yang penting dalam mendukung perkembangbiakan


nyamuk Anopheles spp adalah curah hujan. Fluktuasi intensitas curah hujan
berdampak pada jumlah habitat dan volume genangan air sehingga berpengaruh
langsung terhadap keberadaan nyamuk pradewasa pada habitat akuatik. Intensitas
curah hujan yang tinggi dapat membilas larva nyamuk sehingga mengurangi habitat
positif larva dan kepadatan larva pada saat itu juga. Namun, beberapa hari kemudian
akan mucul genangan baru yang potensial bagi perindukan nyamuk. Akumulasi
curah hujan dasarian optimum yang mendukung ketersediaan larva nyamuk
Anopheles spp pada habitat akuatik bekisar antara 50 mm-100 mm atau rata-rata 5
mm-10 mm/hari (Tulak et al., 2018).
Keberadaan larva nyamuk Anopheles spp pada habitat kobakan, parit, bekas
tapakban, kali dan sebagian kubangan dangkal langsung dipengaruhi oleh curah
hujan pada hari pengamatan hingga 4 hari sebelum pengamatan Apabila terjadi curah
hujan tinggi pada saat itu, maka larva nyamuk sangat jarang ditemukan pada kelima
habitat tersebut. Selang beberapa hari kemudian ketika curah hujan kembali rendah,
sebagian habitat yang sebelumnya terbilas air hujan menjadi potensial dan positif
memiliki larva karena masih memiliki genangan air yang cukup, misalnya cekungan
pada kali, parit dan kubangan. Ketiga jenis habitat ini positif memilki larva pada saat
terjadi hujan dengan intensitas rendah maupun tidak terjadi hujan dalam 10 hari
berturut-turut, tetapi negatif larva ketika terjadi curah hujan tinggi (Tulak et al.,
2018).
Sementara habitat jenis kobakan, tapak ban dan kubangan yang dangkal akan
mengalami kekeringan pada saat tidak terjadi hujan selama 10 hari berturut-turut.
Hal ini akan terus berulang hingga periode pengamatan berikutnya. Oleh karena itu,
peluang larva nyamuk untuk berkembang menyelesaikan siklus menjadi nyamuk
dewasa pada habitat semi permanen sangat tergantung pada kondisi curah hujan.
Berbeda dengan habitat semi permanen, habitat permanen selalu memiliki genangan
air sehingga memungkinkan nyamuk dapat bertelur setiap saat hingga menyelesaikan
siklus menjadi nyamuk dewasa, misalnya pada habitat kolam dan kubangan yang
dalam. Walau demikian, habitat ini kadang-kadang mengalami limpasan ketika
terjadi curah hujan tinggi yang melebihi daya tampung habitat. Kondisi demikian
dapat membilas telur maupun larva nyamuk sehingga mempengaruhi keberadaan dan
kepadatan larva (Tulak et al., 2018 ).
Umumnya nyamuk Anopheles spp bertelur pada semua genangan air dengan
dasar lumpur atau pasir maupun campuran keduanya tanpa membedakan ukuran luas.
Meskipun luas perairan tidak membatasi nyamuk Anopheles spp dalam meletakkan
telurnya, tetapi konfirmasi luasan diperlukan untuk perencanaan pengendalian dan
pemberantasan nyamuk yang lebih efektif. Adapun karakteristik fisik habitat
misalnya suhu air, kedalaman air, kekeruhan air dan kecepatan aliran air merupakan
faktor yang dapat membatasi keberadaan larva nyamuk Anopheles spp pada habitat
akuatik. Setiap spesies larva memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap
faktor-faktor tersebut. Di dalam habitat dangkal tanpa vegetasi, larva ditemukan
berlindung di dasar habitat. Genangan air yang dangkal memungkin larva dapat
bertahan lebih lama di dasar habitat sebelum muncul ke permukaan untuk
mengambil oksigen. Selanjutnya pada habitat yang dalam, larva nyamuk Anopheles
spp hanya ditemukan pada pinggir habitat dan bagian habitat yang memiliki vegetasi
air. Tingkat kedalaman air yang terukur pada habitat perindukan nyamuk Anopheles
spp selalu berubah berdasarkan jumlah curah hujan, hari hujan dan tipe habitat. Oleh
karena itu, hasil pengukuran kedalaman air pada penelitian ini merupakan kedalaman
relatif habitat larva nyamuk Anopheles spp, seperti hal-nya kedalaman air, kecepatan
aliran air dan tingkat kekeruhan juga membatasi keberadaan larva di dalam habitat
akuatik. Larva nyamuk Anopheles spp lebih sering ditemukan pada air yang tidak
mengalir, meskipun ada spesies tertentu yang ditemukan pada air mengalir lambat
yang bervegetasi, misalnya pada pinggir parit. Dalam hal ini, vegetasi berfungsi
sebagai penghambat laju aliran air sekaligus tempat larva berlindung (Tulak et al.,
2018).
Berdasarkan kekeruhan air, larva nyamuk Anopheles spp lebih sering
ditemukan pada air jernih meskipun ada juga yang ditemukan pada air keruh hingga
batas kekeruhan tertentu. Suspensi di dalam air yang sangat keruh tidak dapat
ditoleransi oleh larva karena dapat mengganggu alat pernapasan, akibatnya larva
nyamuk banyak yang mati. Faktor lingkungan fisik lainnya yang menjadi pembatas
keberadaan larva nyamuk Anopheles spp dalam perairan yaitu suhu air. Variasi suhu
air dipengaruhi oleh beberpa faktor, diantaranya letak geografis, radiasi matahari,
suhu udara, kedalam air dan vegetasi yang ada disekitarnya. Pada umumnya suhu air
lebih tinggi pada genangan air dangkal yang terpapar sinar matahari langsung.
Sebaliknya pada genangan air yang dalam, suhu air cenderung lebih rendah. Selain
sebagai faktor pembatas keberadaan larva di dalam perairan, suhu air juga
mempengaruhi tahap perkembangan nyamuk pradewasa. Suhu air yang rendah akan
memperlambat tahap perkembangan nyamuk pradewasa, sedangkan suhu tinggi pada
batas tertentu dapat mempercepat tahap perkembangan. Suhu air yang terukur di
lokasi penelitian merupakan kisaran suhu yang masih dapat mendukung
perkembangan nyamuk pradewasa. Seperti halnya dengan suhu air, derajat keasaman
(pH) merupakan unsur kimia air yang menjadi faktor pembatas keberadaan larva
nyamuk Anopheles spp di dalam perairan. Hal ini disebabkan tiap spesies larva
nyamuk memiliki toleransi yang berbeda terhadap nilai pH air. Ada spesies tertentu
yang dapat hidup pada pH air yang rendah dan ada juga yang bisa bertahan hidup
pada pH air yang tinggi (Tulak et al., 2018). selain itu menurut Pratama (2015)
waktu tetas telur Anopheles tergantung suhu air, semakin tinggi suhu air (dalam
batas tertentu) akan lebih cepat menetas menjadi instar.
Selain karakteristik fisik dan kimia air, karakteristik biologi air juga berperan
penting dalam mentukan keberadaan dan populasi larva nyamuk Anopheles spp pada
habitat akuatik. Tanaman air dapat menghalangi sinar matahari dan melindungai
larva dari serangan predator. Selain itu, dapat juga menyediakan makanan bagi larva
dalam bentuk mikrofauna maupun makrofauna (Tulak et al., 2018). Keberadaan
tumbuhan dan hewan air mempengaruhi kepadatan larva. Tumbuhan air seperti
bakau, lumut, ganggang dan tumbuhan lain dapat melindungi larva nyamuk dari
sinar matahari. Selain tempat berlindung, tumbuhan air juga lebih disukai karena
dapat berlindung dari predator dan kemungkinan hanyut terbawa oleh aliran air.
Predator larva juga mempengaruhi kepadatan larva nyamuk. Beberapa predator larva
nyamuk yaitu ikan kepala timah (Panchax spp), ikan cere (Gambusia affinis), ikan
mujair (Tilapia mossambica) dan nila (Oreochromis niloticus) dan anak katak.
Predator ini banyak dijumpai di rawa dan muara yang banyak ditumbuhi tumbuhan
(Pratama, 2015).
Oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer
dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air. Proses respirasi tumbuhan air dan
hewan serta proses dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan hilangnya
oksigen dalam suatu perairan, selain itu peningkatan suhu akibat semakin
meningkatnya intensitas cahaya juga mengakibatkan berkurangnya oksigen. Oksigen
terlarut (DO) memiliki kaitan dengan kemampuan untuk menopang kehidupan
organisme akuatik, kadar DO optimum yang baik berkisar antara 5,0-9,0 mg/L.
Tempat perindukan nyamuk didapatkan DO berkisar antara 5,3-6,4 mg/L. Hal ini
merupakan kondisi yang cocok untuk tempat perindukan nyamuk (Pratama, 2015).
KESIMPULAN

Kesimpulannya, penelitian ini mengungkapkan bahwa pengebirian


mengurangi konsentrasi ft dan agresi laki-laki di antara kera Jepang tetapi tidak
berdampak dandan perilaku dan konsentrasi FGC. Dalam kedua laki-laki dikebiri
dan utuh, peringkat dominasi dikaitkan dengan kategori usia. Namun, hanya utuh
laki-laki ditampilkan hirarki peringkat linear stabil yang berkorelasi positif dengan
konsentrasi ft. Oleh karena itu, testosteron dan usia relatif menentukan linearitas dari
hirarki dan tingkat agresi pada laki-laki utuh, sementara hanya usia relatif fl posisi
dominasi dipengaruhi pada laki-laki dikebiri. Umur berdampak pada kedua FGC dan
ft konsentrasi dan harus diambil dalam pertimbangan ketika memantau tingkat
hormon. Pada laki-laki utuh, baik FGC dan ft konsentrasi meningkat pada musim
kawin, tetapi suhu rendah dikaitkan dengan tingkat ft rendah. Menerima perawatan
tampaknya mengurangi konsentrasi FGC pada laki-laki utuh, menunjukkan bene
yang fi ts dari perilaku ini dalam mengurangi tingkat stres pada kera Jepang. Kami
tidak tahu apakah pengebirian hanya mengurangi agresi dalam kelompok, atau
mungkin sarana juga menurun agresi yang ditujukan terhadap orang sementara
merampok tanaman. Jika pengebirian memang memiliki di fl pengaruh pada
peningkatan sifat takut-takut dengan mengorbankan keberisikoan, maka pengebirian
mungkin laki-laki bisa benefi resmi tidak hanya mengendalikan populasi, tetapi juga
dengan mengurangi risiko serangan ke manusia. Hasil kami menjelaskan dinamika
antara perilaku sosial, lingkungan dan hormon, dan dapat memperoleh manfaat fi
cial dalam memahami implikasi dari pengebirian pada prosedur pengendalian
populasi di kedua primata liar dan penangkaran.
DAFTAR REFERENSI

Abbott, E.B. Keverne, F.B. Bercovitch, C.A. Shively, S.P. Mendoza, W. Saltzman,
et al., Are subordinates always stressed? A comparative analysis of rank
differences in cortisol levels among primates, Horm. Behav. 43 (2003) 67–82.

Barrett, K. Shimizu, M. Bardi, S. Asaba, A. Mori, Endocrine correlates of rank,


reproduction, and female-directed aggression in male Japanese macaques
(Macaca fuscata), Horm. Behav. 42 (2002) 85–96.

Bercovitch, T.E. Ziegler, Current topics in primate socioendocrinology, Annu. Rev.


Anthropol. 31 (2002) 45–67.

Buyukmihci, Castration for Population Control of Macaques in a Sanctuary Setting,


UC Davis: oa_harvester:1894809 (2017).

Cerda-Molina, A. L., Hernández-López, L., de la O, C. E., Chavira-Ramírez, R., &


Mondragón-Ceballos, R. (2013). Changes in men’s salivary testosterone and
cortisol levels, and in sexual desire after smelling female axillary and vulvar
scents. Frontiers in Endocrinology, 4, 159.

Clarke, P. M. R., Barrett, L., & Henzi, S. P. (2009). What role do olfactory cues play
in chacma baboon mating? American Journal of Primatology, 71(6), 493–502.

Curtis, R. F., Ballantine, J. A., Keverne, E. B., Bonsall, R. W., & Michael, R. P.
(1971). Identification of primate sexual pheromones and the properties of
synthetic attractants. Nature, 232(5310), 396–398.

Feldman, C. Longcope, C.A. Derby, C.B. Johannes, A.B. Araujo, A.D. Coviello, et
al., Age trends in the level of serum testosterone and other hormones in
middleaged men: longitudinal results from the Massachusetts male aging
study, J. Clin. Endocrinol. Metab. 87 (2002) 589–598.

Fooden, J., & Aimi, M. (2003). Birth-season variation in Japanese macaques,


Macaca fuscata. Primates, 44(2), 109–117.

Hamada, A. Yamamoto, Morphological characteristics, growth, and aging in


Japanese macaques, in: N. Nakagawa, M. Nakamichi, H. Sugiura (Eds.), The
Japanese Macaques, Springer, Kyoto, Japan, 2010, pp. 27–52.

Knight, Monkeys on the move: the natural symbolism of people-macaque conflict in


Japan, J. Asian Stud. 58 (1999) 622–647.

Loy, K. Loy, D. Patterson, G. Keifer, C. Conaway, The Behavior of


Gonadectomized Rhesus Monkeys. I. Play. Social Play in Primates,
Academic Press, New York, 1978, pp. 49–78.
Mehta, R.A. Josephs, Testosterone and cortisol jointly regulate dominance: evidence
for a dual-hormone hypothesis, Horm. Behav. 58 (2010) 898–906.

Michael, R. P., Keverne, E. B., & Bonsall, R.W. (1971). Pheromones: Isolation of
male sex attractants from a female primate. Science, 172(3986), 964–966.

Moffat, A.B. Zonderman, E.J. Metter, M.R. Blackman, S.M. Harman, S.M. Resnick,
Longitudinal assessment of serum free testosterone concentration predicts
memory performance and cognitive status in elderly men, J. Clin. Endocrinol.
Metab. 87 (2002) 5001–5007.

Muroyama, K. Shimizu, H. Sugiura, Seasonal variation in fecal testosterone levels in


free-ranging male Japanese macaques, Am. J. Primatol. 69 (2007) 603–610

Muller, R.W. Wrangham, Dominance, aggression and testosterone in wild


chimpanzees: a test of the ‘challenge hypothesis’, Anim. Behav. 67 (2004)
113–123.

Rafaela, S. C., Takeshita, Huffman, M. A., Kinoshita, K., Bercovicth, F. B., 2017.
Effect of Castration on Social Behavior and Hormones in Male Japanese
Macaque (Macacafuscata).Departement of ecology and social behavior
Primate research institute, Kyoto university. 181 : 43-50

Rigaill & Naoko Suda-Hashimoto, Louise Ducroi, Keiko Mouri, Takeshi Furuichi,
Cécile Garcia. 2017. Testing for Links Between Female Urine Odor and Male
Sexual Behaviors in Japanese Macaques (Macaca fuscata). Int J Primatol.
DOI 10.1007/s10764-017-9980-y

Rosenfield, P. Viau, C. Oliveira, C.S. Pizzutto, Effectivness of the GnRH analogue


deslorelin as a reversible contraceptive in a neotropical primate, the Common
Marmoset Callithrix Jacchus (Mammalia: Primates: Callitrichidae), J. Threat.
Taxa. 8 (2016) 8652–8658.

Turanovic, T.C. Pratt, A.R. Piquero, Exposure to fetal testosterone, aggression, and
violent behavior: a meta-analysis of the 2D: 4D digit ratio, Aggress. Violent
Behav. 33 (2017) 51–61.

Urban, Effects of testosterone and growth hormone on muscle function, J. Lab. Clin.
Med. 134 (1999) 7–10.

Wickings, A. Dixson, Testicular function, secondary sexual development, and social


status in male mandrills (Mandrillus sphinx), Physiol. Behav. 52 (1992)909–
916.

Wilson, S. Vessey, Behavior of free-ranging castrated rhesus monkeys, Folia


Primatol. 9 (1968) 1–14.
Yamagiwa, D.A. Hill, Intraspecific variation in the social organization of Japanese
macaques: past and present scope of field studies in natural habitats, Primates
39 (1998) 257–273.

Вам также может понравиться

  • 1955 4296 1 PB
    1955 4296 1 PB
    Документ10 страниц
    1955 4296 1 PB
    Browniepie
    Оценок пока нет
  • 25769-53748-1-PB Infestasi Kutu Again..
    25769-53748-1-PB Infestasi Kutu Again..
    Документ8 страниц
    25769-53748-1-PB Infestasi Kutu Again..
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • 216
    216
    Документ7 страниц
    216
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • None
    None
    Документ8 страниц
    None
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Peran Hormon Dalam Metamorfosis Serangga
    Peran Hormon Dalam Metamorfosis Serangga
    Документ4 страницы
    Peran Hormon Dalam Metamorfosis Serangga
    Anna SkullHong ChullyHeenim
    Оценок пока нет
  • 1358
    1358
    Документ8 страниц
    1358
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • PBL Endokrin 1
    PBL Endokrin 1
    Документ2 страницы
    PBL Endokrin 1
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • 4658 10232 1 SM
    4658 10232 1 SM
    Документ10 страниц
    4658 10232 1 SM
    Selita AlTin
    Оценок пока нет
  • 655-Article Text-1570-2-10-20181207
    655-Article Text-1570-2-10-20181207
    Документ9 страниц
    655-Article Text-1570-2-10-20181207
    Khaufanaulisth Aulya Ntufatimah
    Оценок пока нет
  • 3643 9160 1 SM
    3643 9160 1 SM
    Документ7 страниц
    3643 9160 1 SM
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • None
    None
    Документ8 страниц
    None
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • 02 Fis Neuron
    02 Fis Neuron
    Документ20 страниц
    02 Fis Neuron
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • LPJ Lingkungan Op Semut Pot Tanam
    LPJ Lingkungan Op Semut Pot Tanam
    Документ3 страницы
    LPJ Lingkungan Op Semut Pot Tanam
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • 843 1964 1 PB PDF
    843 1964 1 PB PDF
    Документ5 страниц
    843 1964 1 PB PDF
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Tuter Biokon-2
    Tuter Biokon-2
    Документ8 страниц
    Tuter Biokon-2
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Just
    Just
    Документ8 страниц
    Just
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Format
    Format
    Документ7 страниц
    Format
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Jurnal Entoter BSF Indo
    Jurnal Entoter BSF Indo
    Документ5 страниц
    Jurnal Entoter BSF Indo
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Hormon Hipothalamus dan Sistem Endokrin
    Hormon Hipothalamus dan Sistem Endokrin
    Документ26 страниц
    Hormon Hipothalamus dan Sistem Endokrin
    Ira Monica
    Оценок пока нет
  • Tabel Data PKL
    Tabel Data PKL
    Документ1 страница
    Tabel Data PKL
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • 354 377 1 SM PDF
    354 377 1 SM PDF
    Документ11 страниц
    354 377 1 SM PDF
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Media Pertumbuhan Mikroalga
    Media Pertumbuhan Mikroalga
    Документ13 страниц
    Media Pertumbuhan Mikroalga
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • PBL Endokrin 1
    PBL Endokrin 1
    Документ2 страницы
    PBL Endokrin 1
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Makalah Nyamukkk
    Makalah Nyamukkk
    Документ11 страниц
    Makalah Nyamukkk
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ13 страниц
    Cover
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • 1 Lap+dok PDF
    1 Lap+dok PDF
    Документ70 страниц
    1 Lap+dok PDF
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • Jurnal
    Jurnal
    Документ11 страниц
    Jurnal
    Nissa Sissari
    Оценок пока нет
  • 356 85 1994 1 10 20170830
    356 85 1994 1 10 20170830
    Документ6 страниц
    356 85 1994 1 10 20170830
    cindy mudeng
    Оценок пока нет
  • Kebersihan Lingkungan
    Kebersihan Lingkungan
    Документ11 страниц
    Kebersihan Lingkungan
    Sri
    100% (2)
  • Ipi 319688
    Ipi 319688
    Документ5 страниц
    Ipi 319688
    Septia trinanda
    Оценок пока нет