Вы находитесь на странице: 1из 10

KESADARAN ETIS INDIVIDU DI ANTARA KEAGUNGAN DAN KEANGKUHAN

PROFESIONALISME

Tugas Mata Kuliah


Etika Bisnis dan Profesi

Oleh :
Nadiya Az Zahra
180810301239

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan dan keadaan diri seorang pimpinan pada skala organisasi yang
relatif kecil merupakan kunci yang menentukan keberlangsungan praktik di organisasi
tersebut. Namun demikian didapati pula bahwa keberadaan diri individu tidak dapat
dilepaskan dari konteks-konteks sosial yang melingkupinya. Akuntan sebagai individu
yang berkehendak mempunyai seperangkat pengetahuan dari akumulasi pengalaman
hidupnya. Pengetahuan etika harus telah menjadi satu dalam keseluruhan hidup akuntan,
dalam konteks profesionalisme, pengetahuan etika ini menjadi bagian yang tidak bisa
ditawar oleh akuntan. Ini dikarenkan profesionalisme masyarakat unsur etika (dalam
diskusi lain dikenal sebutan integritas atau karakter), selain keharusan untuk dimilikinya
unsur keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge). Pengetahuan atas etika dapat
menjadi dasar membuka kesadaran diri akuntan untuk berperilaku etis, kesadaran untuk
berperilaku etis tidak serta merta timbul begitu saja, melainkan melalui keseluruhan proses
dalam akumulasi pengalaman hidup akuntan sebagai manusia. Demikian pada bab ini
merupakan hasil eksplorasi dan sintesa tentang realitas individu yang berkesadaran.
Ekplorasi ini berangkat dari pemahaman individu atas wacana dan praksis etika.
Walaupun pada akhirnya pemahaman ini harus lebih menekankan pada aspek praksisnya,
namun dalam proses analisis tidak dapat dengan serta merta memisahkannya dengan
ranah pemikiran individu atas etika.

BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1 Pengantar

Tindakan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, suatu aliran, di mana


monitoring refleksif yang dipertahankan individu itu merupakan dasar bagi pengendalian
tubuh yang biasanya diteruskan oleh aktor-aktor itu dalam kehidupannya (Gidens,
2003:11). Sementara itu monitoring reflektif merupakan ciri yang terus menerus dari
tindakan manusia sehari-hari dan melibatkan perilaku tidak hanya individu namun juga
perilaku orang lain (Giddens, 2003:6)

Pemikiran individu akan dapat menentukan bentuk tindakan yang akan diambil oleh
individu tersebut, dalam bentuk pergulatan pemikiran itulah monitoring reflektif kemudian
berlangsung. Sebuah dinamika yang berkembang karena adanya kesadaran individu atas
fenomena etika dalam praktik kehidupan sosial dan profesional, yang bersumber baik dari
pengalaman dirinya maupun dari pengalaman orang lain yang direkamnya.

2.2 Fenomena Sosok Kontroversial

Pemimpin adalah pemilik, sekaligus aktor utama yang banyak menentukan


kelangsungan hidup sebuah KAP. Bagi sebagian orang, sosok Madia (partner pimpinan
KAP “Drs. Madia Subakti) adalah sosok yang kontroversial. Sikap Madia dalam banyak hal
berimplikasi pada cara menangani pekerjaan professional yang dilakukan dan
dikembangkan di kantornya selama ini. Ini tidak urung sempat memicu munculnya “suara
sumbang” di kalangan tersebut. “Suara sumbang” di kalangan akuntan ini mencapai
puncaknya pada saat Madia dan KAP-nya mendapatkan sanksi dari IAI dan Departemen
Keuangan.

Madia dianggap sosok yang kontraversial di KAP “Drs Madia Subakti”, dalam
posisinya tentu sorotan atas kinerja KAP tidak bisa dilepaskan dari sosok kepribadiannya,
positif maupun negatif. Madia adalah sosok yang keras, dan dalam beberapa hal dianggap
sebagai pribadi yang tidak konsisten. Demikianlah orang menilai madia, sesuai dengan
persepsi yang ditangkap oleh dirinya sebagai sosok controversial, kemudian yang melekat
pada diri Madia hanyalah stereotype negatif atas dirinya sebagai akademisi dan
profesional akuntan. Pencitraan ini berlangsung sampai pada kurun waktu yang seolah

2
tidak terbatas, di mana Madia sebenarnya juga telah menstransformasikan dirinya untuk
menjadi sosok yang “moderat” sebagai manusia biasa. Madia adalah sosok manusia yang
mempunyai tabiat dan sejarah, sosoknya yang terkesan keras seolah mengekspresikan
latar dirinya sebagai anak yang terlahir dari keluarga biasa dalam kultur petani yang
sebagian kehidupannya pernah dijalani di sawah lading, dia merasakan dan mewarisi
tempaan kerasnya hidup sebagai anak petani di pedesaan. Ini merupakan sejarah
kehidupannya sebagai manusia, di mana sejarah itu sendiri tidak berlangsung dalam
linearitas. Proses kehidupan Madia dapat digambarkan sebagaimana ungkapan Marx
bahwa “Manusia benar-benar berubah sepanjang sejarah, dia mengembangkan dirinya,
dia mentransformasikan dirinya, dia adalah produk sejarah” (Fromm, 2002: 35)

Dari pengalaman di atas proses transformasi diri Madia, sosoknya adalah


“Manusia yang mau sepenuhnya baik dan mau sepenuhnya tidak jahat”. Demikian halnya
yang terjadi pada diri Madia dalam menjalani kehidupannya, khususnya sebagai pimpinan
KAP. Pada titik ini Madia menjalani proses sejarah kehidupan menuju kesadaran pribadi
yang baik, yang bijak dan yang utama.

2.3 Keuntungan Materill (uang) bukan yang utama

Akuntan sebagai individu yang berkehendak mempunyai seperangkat pengetahuan


dari akumulasi pengalaman hidupnya. Pengetahuan etika harus telah menjadi satu dalam
keseluruhan hidup akuntan, dalam konteks profesionalisme, pengetahuan etika ini menjadi
bagian yang tidak bisa ditawar oleh akuntan. Ini dikarenkan profesionalisme masyarakat
unsur etika (dalam diskusi lain dikenal sebutan integritas atau karakter), selain keharusan
untuk dimilikinya unsur keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge). Pengetahuan atas
etika dapat menjadi dasar membuka kesadaran diri akuntan untuk berperilaku etis,
kesadaran untuk berperilaku etis tidak serta merta timbul begitu saja, melainkan melalui
keseluruhan proses dalam akumulasi pengalaman hidup akuntan sebagai manusia.

Madia adalah sosok yang mau belajar dari pengalaman, baik pengalaman diri
pribadinya maupun pengalaman orang lain. Proses belajar yang demikian, kemudian
memperkaya wawasan dirinya, dan kemudian berkembang menjadi falsafah hidup dan
kehidupannya. Pengetahuan akan nilai-nilai kehidupan yang didapatkannya melalui
interaksi dengan berbagai kolega bisnis dan kolega dosennya, serta hasil bacaannya atas
beberapa buku berbasiskan falsafah kehidupan, mengantarkannya pada pemahaman

3
yang demikian. Bagi diri madia, sekolah tidak sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan minat studinya, tetapi lebih dari itu adalah pencerahan diri. Sebuah
pemahaman yang dapat merefleksikan kesadaran baru dalam kehidupnnya, kesadaran
untuk menerima suatu proses kehidupan yang lebih bermakna dan bernilai.

Pencapaian kekayaan materiil, yang antara lain disimbolkan dengan kepemilikan uang
yang berlimpah, telah menjadi arus utama dalam mengukur kalaikan penerimaan dan
keseriusan dalam melaksanakan suatu pekerjaan profesional. Profesi akuntan yang
lingkup pekerjaannya banyak berkaitan dengan masalah keuangan sangat rentan terseret
pada arus ini. Dalam diri akuntan, semenjak mareka kuliah selalu diperkenalkan dan
bergumul dengan ‘uang’ dalam dimensi ekonomis. Mereka mendapati dalam proses
perkuliahan itu bahwa pada akhirnya segalanya harus ternilai dengan uang.

Secara implicit Drs. Soemardjo menginginkan akuntan bekerja dengan menempatkan


integritas profesional di atas penghargaan materiil yang akan diterimannya. Sesepuh
akuntan Indonesia ini menyempatkan diri berpesan demikian, menurutnya: “Uang
bukanlah seseuatu yang harus dinomorsatukan, karena terkadang dengan
mengeutamakan uang manusia meninggalkan kemanusiaannya, dia dapat merubah
manusia menjadi lain (Media Akuntansi, 2001). Tidak selayaknya jika seseorang (akuntan
profesional) hanya bekerja dan memenuhi kualitas pekerjaannya sekedar bermotifan
imbalan uang sebagaimana yang disepakati dalam kontrak penugasan.

Dengan internalisasi pemahaman bahwa uang bukanlah ukuran keberhasilan


pekerjaan, dapat menjadi motivasi bagi kaum profesional, dan kemudian selalu menjadi
cirri untuk menentukan profesionalismenya (Koehn,2000;31). Kesadaran diskursif, dimana
dapat berarti mampu menempatkan sesuatu ke dalam kata-kata (Giddens,2003:53),
merupakan potensi positif yang layaj dimiliki oleh seorang individu untuk dapat bertindak
sebagai aktor kehidupan. Kesadaran diskursif dapat mengantarkan seseorang untuk
mampu melakukan refleksi atas kehidupan yang dijalaninya, sehingga dapat menentukan
pilihan yang terbaik bagi kehidupannya. Dan bagi seorang pimpinan, bekal kesadaran
diskursif ini tentunya dapat membantu menumbuhkan keteladanan di organisasi yang dia
pimpin.

2.4 “Membantu Klien” sebagai Keutamaan

4
Bagi Madia dengan memperhatikan sisi sosial kehidupan pun tidak menutup
kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dalam bisnis,setidaknya untuk jangka
panjang. Kelak keuntungan bisnis juga akan didapatkan karena adanya rasa yang terjalin
pada diri klien yang merasa terbantu tersebut. Pada kenyataannya kondisi yang demikian
memang berdampak pada masih banyaknya klien yang dalam jangka waktu tertentu
selalu memanfaatkan jasa KAP ini, baik untuk audit maupun non audit.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebanyakan pengusaha kecil menengah di Indonesia


belum dapat menyusun laporan keuangan sebagaimana yang telah dipersyaratkan dalam
standar akuntansi keuangan. Seringkali laporan keuangan yang disajikannya belum layak
untuk diaudit. Menurut pandangan Louis Brandeis, yang dikutip Koehn (2000: 31),
berpendapat bahwa pekerjaan itu dikerjakan sebagaian besar untuk orang lain (klien),
bukan untuk kepentingan diri sendiri (para profesional). Demikian halnya dalam standar
auditing (SPAP 2001: 110.2 kalimat 17-19) disebutkan: “Auditor independen dapat
memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan keuangan atau membuat draft laporan
keuangan, seluruhnya atau sebagian, berdasarkan informasi dari manajemen dalam
pelaksanaan audit”.

2.5 Jejak Kesadaran Etis pada Pribadi yang Lain

Argumentasi tentang kondisi klien pernah pula di ungkapkan oleh Andi, salah
seorang staf yang tidak ber latarbelakang akuntansi dan banyak menangani studi
kelayakan dan perpajakan. Ketika dia membantu pckenaan auditing, seringkali dia
menemui adanya pembukuan yang amburadul. "Bahkan saya pernah mendapati hanya
seperti ini Mas", ucapnya kepada peneliti sambil menunjukkan sebuah buku kerja.
Penunjukkan pada buku kerja ini dia maksudkan untuk menggambarkan betapa
sebenarnya di sebuah perusahaan (kecil) yang diauditnya hanya terdapat catatan
keuangan yang ala kadarnya. Dengan kondisi seadanya ini mereka minta diaudit karena
perusahaan kecil ini butuh dana untuk pengajuan kredit ke sebuah bank. Apakah dengan
kondisi ini kemudian permintaan auditnya ditolak? Jawabnya adalah tidak. KAP
memutuskan untuk melakukan penyusunan laporan keuangan terlebih dahulu, baru
kemudian dilaksanakan audit. Bagaimanapun menurut Andi, kondisi ini sebenarnya
bukanlah kondisi yang ideal yang terjadi dalam praktik profesional. Walaupun pada

5
akhirnya yang melakukan penyusunan laporan keuangan dan auditing orang yang
berbeda, namun konflik kepentingan tetaplah berpotensi muncul.

Sementara itu bagi Wawan, pertimbangan suatu tindakan dalam menerima penugasan
profesional yang terpenting adalah terpenuhinya aspek legal. Ini penting bagi Wawan
supaya resiko audit yang didapati kantornya di masa lalu tidak terulang lagi di masa
mendatang Dalam kerangka yang demikian, dia menyebutkan bahwa pengelolaan KAP
membutuhkan suatu konsistensi dalam sikap. Dia tidak mengabaikan upaya yang
dikembangkan untuk membantu klien, tapi batasan legal harus tetap diperhatikan. Dengan
latarbelakang perpajakannya, pandangan Wawan yang demikian dapat dipahami.
Bagaimanapun, dalam banyak hal, resiko dalam manajemen pajak terletak pada
kemampuan wajib pajak dalam memahami peraturan yang terkait dengan perpajakan. Di
sini aspek legalitas menjadi garis dasarnya.

Menelusuri lebih jauh atas pergulatan masalah yang pernah dihadapi para staf
profesional ini, tidaklah berarti mereka tidak dapat bertindak tegas atas kondisi yang
dihadapi di lapangan. Walaupun benturan kepentingan mereka hadapi, dalam beberapa
penugasan mereka juga berani mengambil keputusan yang beresiko. lnu yang dibuktikan
oleh Yasa ketika melaksanakan sebuah penugasan auditing di sebuah perusahaan di Bali
untuk kepentmgan pertanggungjawaban manajemen. Oleh karena dia mempertimbangkan
banyak faktor dalam standar auditing yang tidak bisa dipenuhi oleh perusahaan, maka
laporan keuangan yang diauditnya diberikan opini disclaimer. Suatu kondisi yang
kemudian berakibat tidak dipenuhmya fee yang harus dibayarkan oleh klien karena
kejengkelan si manajer atas ketidakbersediaan Yasa untuk diajak "berkerjasama”
merekayasa laporan keuangan. Yasa dalam kasus seperti ini tidak berpikir pada
kepentingan dirinya yang kemungkinan tidak mendapatkan bagian fee yang seharusnya
dia dapatkan, tetapi dia berpikiran jangka panjang.

6
Yang terjadi pada staf professional, mereka tidak selalu memposisikan diri pada aktor-
aktor tak berdaya pada sembarang situasi. Sebagai manusia yang verkesadaran, secara
diskursif mereka mampu membedakan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat
dilakukan. Walupun keputusan yang mereka ambil tetap pada batasan di bawah kontrol
pimpinan KAP-nya, namun mereka menyerap substansi “membantu” klien dalam
menjalankan suatu penugasan. Standar (akuntansi atau auditing) bagi mereka bukanlah
harga mati yang tidak dapat ditawar ketika diimplemantasikan pada keadaan tertentu,
terlebih pada kenyataannya tidak terdapat standar yang berbeda untuk skala usaha yang
berbeda.

7
BAB III
KESIMPULAN

Keberadaan dan keadaan diri seorang pimpinan pada skala organisasi yang relatif
kecil merupakan kunci yang menentukan keberlangsungan praktik di organisasi
tersebut. Demikian halnya di KAP "Drs. Madia Subakti" yang merupakan KAP
berkategori kecil. Dalam hal ini keberadaan Madia sebagai pimpinannya sangat
menentukan berkembangnya wacana dan praksis etika. Suasana sikap profesional
yang dikembangkan oleh Madia adalah tidak selalu menempatkan egoisme
profesional diri dan KAP di atas kepentingan klien.

Sebagai pribadi, berawal dari stereotype kontroversial yang melekat pada dirinya,
Madia melakukan transformasi menuju diri sebagai manusia yang berkesadaran
tinggi. Pembelajaran kehidupan yang dijalaninya berimplikasi pada tumbuhnya
kesadaran spiritual dalam menjalani pekerjaan sebagai seorang profesional.
Pemaknaannya atas kinerja profesional yang tidak selalu menempatkan uang dan
kekayaan di atas dimensi kehidupan yang lain mengukuhkan argumen ini. Dia
melampaui pemaknaan para profesional lain pada umumnya, di mana uang dan
simbol materialisme lainnya telah membelenggu eksistensinya sebagai manusia
bermartabat.

Namun demikian didapati pula bahwa keberadaan diri individu tidak dapat
dilepaskan dari konteks-konteks sosial yang melingkupinya. Wacana dan praktik etika
yang berlangsung pada diri individu tidak bebas dari pengaruh pihak eksternal. Inilah
yang dirasakan oleh Madia dan para staf profesional. Dalam situasi tertentu mereka
mengakomodasi kepentingan klien dengan ”membantu"nya, dan dalam situasi lainnya
mereka bergeming untuk tidak mau berkompromi dengan kemauan klien. Kondisi
yang demikian menunjukkan gerak dinamis persoalan etika yang dihadapi para
profesional, serta sekaligus disinilah peran agensi dimainkan untuk menghasilkan
suatu timdakan yang berdimensi etika

DAFTAR PUSTAKA

8
Agoes, Sukrisno. 2014. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya Edisi Revisi. Jakarta Salemba Empat.

Вам также может понравиться