Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penuaan pada penduduk lansia merupakan suatu proses alami yang
dihadapi oleh seluruh manusia dan tak dapat dihindarkan. Lansia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas, berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lansia, secara global populasi lansia di prediksi terus
mengalami peningkatan. UN, World Population Properties, The 2012 Revolution
menyebutkan bahwa proporsi lansia di tahun 2013 mencapai 13,4% penduduk dunia,
sedangkan untuk Indonesia proporsi lansia di tahun 2013 mencapai 8,9% dan prediksi
terus mengalami peningkatan hingga tahun 2100 (Zaenurrohmah & Rachmayanti,
2017).
Faktor usia sangat mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi maupun kemampuan
tulang alveolar dalam proses regenerasi. Proses resorpsi tulang alveolar dan
pembentukan tulang terjadi secara bersamaan dalam proses regenerasi. Resorpsi akan
terjadi dengan cepat sementara pembentukan tulang akan terjadi lebih lambat. Untuk
tulang yang akan mengalami regenerasi secara luas, pembentukan tulang tidak bisa
mengimbangi jumlah besar resorpsi yang terjadi, sehingga menyebabkan kehilangan
tulang penyangga gigi yang selanjutnya menimbulkan toothloss (Achmawati, 2016).
Berdasarkan laporan RISKESDAS (Riset Kesehatan Nasional) 2013, angka
prevalensi nasional kehilangan gigi nasional pada usia 35-44 tahun sebesar sebesar
0,4% yang semakin meningkat pada usia 65 tahun ke atas yaitu sebesar 17,6%
(Depkes RI, 2007). Dampak kehilangan gigi dapat menimbulkan berkurangnya
fungsional gigi, menyebabkan penyakit sistemik seperti defisiensi nutrisi,
osteoporosis dan berdampak terhadap emosional individu serta menyebabkan
masalah pada pengunyahan dan pola makan sehingga mengganggu status nutrisi.
(Maulana et al., 2016).
Resorpsi tulang alveolar yang tidak diimbangi dengan pembentukan tulang pada
lansia akan menyebabkan mukosa menanggung beban kunyah yang melebihi
kapasitas jaringan, sehingga tulang akan mengalami resorpsi yang lebih hebat.

1
(Pangesti, 2016). Saat ini, perkembangan teknologi terbaru sangat mendukung
terciptanya upaya regeneratif pada resorpsi tulang alveolar dengan menggunakan
terapi stem cell. Human Dental pulp stem cells (hDPSCs) merupakan jenis
Mesenchymal Stem Cells (MSC) yang telah terbukti menjadi sumber sel yang cocok
untuk regenerasi jaringan gigi dan sekitarnya karena kemampuan klonogenik, dan
proliferasi yang cepat. hDPSC didapat dari pulpa gigi dewasa yang telah diekstraksi
dan memiliki potensi untuk berdiferensiasi dan berproliferasi menjadi sel yang lain,
salah satunya osteoblast yang penting untuk regenerasi tulang alveolar (Lee et al.,
2014).
hDPSCs memiliki sifat seperti MSC pada umumnya, seperti dapat
berdiferensiasi diri dan diferensiasi multilinease. hDPSC memiliki kemampuan tidak
hanya menghasilkan jaringan gigi tetapi juga jaringan tulang. MSC adalah populasi
sel heterogen, oleh karena itu, untuk menginduksi regenerasi tulang secara efektif dan
reproduktif, penting untuk memahami mekanisme regulasi diferensiasi osteoblas.
Tulang alveolar terdiri dari kristal hidroksiapatit dan berbagai jenis protein matriks
ekstraseluler, termasuk kolagen tipe I, osteocalcin, osteopontin, sialoprotein tulang
dan proteoglikan. Sebagian besar protein matriks tulang ini disekresikan dan
disimpan oleh osteoblas dewasa, yang diselaraskan pada permukaan tulang.
Pembentukan kristal hidroksiapatit pada osteoid juga diatur oleh osteoblas. Oleh
karena itu, ekspresi sejumlah protein matriks ekstraseluler yang berkaitan dengan
tulang, aktivitas enzim tinggi alkalin phosphatase (ALP) didapat dari respon hormon
osteotropik dan sitokin yang diyakini menjadi karakteristik utama osteoblas (Jimi et
al., 2012).
Beberapa hormon dan sitokin, seperti Bone Morphogenetic Proteins (BMP),
Transforming Growth Factor - β (TGF-β), Wnt, hedgehog, basic Fibroblast Growth
Factor (bFGF), dan estrogen, terlibat dalam pengaturan diferensiasi sel mesenkimal
dengan menstimulasi jalur sinyal intraseluler. Dari beberapa hormon dan sitokin
tersebut, BMP adalah salah satu sitokin yang paling kuat untuk menginduksi
pembentukan tulang ektopik, dan sangat mendorong diferensiasi sel mesenkim
menjadi osteoblas (Jimi et al., 2012). Pada penelitian terbaru dengan menggunakan

2
protein Bone Morphogenetic Bone - 2 (BMP-2) dapat meningkatkan diferensiasi
osteogenik hDPSC pada rekonstruksi tulang alveolar (Aurrekoetxea et al., 2015)
Literature Review ini disusun untuk memberikan kontribusi ilmiah dalam dunia
kesehatan mengenai hDPSC dengan diinduksi BMP-2 yang dapat digunakan untuk
regenerasi tulang alveolar pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah hDPSC yang diinduksi BMP-2 berpotensi dalam regenerasi tulang
alveolar pada lansia?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bahwa hDPSC yang diinduksi BMP-2 berpotensi dalam
regenerasi tulang alveolar pada lansia
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teori
Memberikan kontribusi ilmiah dalam dunia kesehatan mengenai potensi
hDPSC yang diinduksi BMP-2 dalam regenerasi tulang alveolar pada
lansia
1.4.2 Manfaat aplikasi
Dapat diaplikasikan oleh para ilmuwan untuk meningkatkan taraf
kesehatan gigi pada lansia sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup para lansia.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
Lansia merupakan periode akhir dari kehidupan seseorang dan setiap individu akan
mengalami proses penuaan dengan terjadinya perubahan pada berbagai aspek fisiologis,
psikologis, dan sosial. Para lansia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau
lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya. Proses
menua adalah proses fisiologis yang terjadi pada seluruh mahluk hidup termasuk
manusia dan akan terjadi terus menerus secara alamiah dimulai sejak lahir. Dalam
tubuh, proses menua berlangsung dari sejak awal kehidupan dimana terjadi
perubahan-perubahan pada sel yang tentunya mempengaruhi jaringan dan organ
seiring bertambahnya usia (Ananda et al., 2017)
2.2 Tulang Alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari tulang maksila dan mandibula yang
membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli). Tulang ini terbentuk ketika gigi
erupsi yang berfungsi untuk memberikan tempat perlekatan bagi ligamen periodontal
yang akan terbentuk. Tulang alveolar terdiri dari kristal hidroksiapatit dan berbagai
jenis protein matriks ekstraseluler, termasuk kolagen tipe I, osteocalcin, osteopontin,
sialoprotein tulang dan proteoglikan. Sebagian besar protein matriks tulang ini
disekresikan dan disimpan oleh osteoblas dewasa, yang diselaraskan pada permukaan
tulang. Osteoblas dibedakan dari prekursor umum pada sumsum tulang yang
diturunkan dari MSC. Garis keturunan ditentukan oleh faktor-faktor transkripsi yang
berbeda. Faktor transkripsi tersebut diantaranya runt-related transcription factor 2
(Runx2), Osterix, atau β-catenin mengatur diferensiasi osteoblas. Runx2
mengarahkan MSC ke osteoblastic lineage, kemudian β-catenin, Osterix, dan Runx2
mengarahkan mereka ke osteoblas dewasa setelah diferensiasi menjadi preosteoblas
(Jimi et al., 2012).
2.3 Proses Regenerasi Tulang
Pada siklus remodeling tulang serta keseimbangan resorpsi tulang dan
pembentukan tulang, terjadi beberapa tahap. Dalam jaringan tulang, osteoblas terlibat

4
dalam pembentukan tulang baru, sementara osteoklas memainkan peran utama dalam
resorpsi tulang. Langkah pertama dalam siklus remodeling tulang adalah resorpsi
tulang yang ada oleh osteoklas, diikuti oleh pembentukan cement line pada resorpsi
lacuna dan osteoblas. Setiap tipe sel diatur oleh berbagai hormon dan faktor lokal.
Jika keseimbangan antara pembentukan tulang dan resorpsi hilang oleh produksi
regulator yang tidak terkendali, struktur tulang akan sangat rusak, dan subjek akan
rentan terhadap beberapa penyakit diantaranya osteoporosis dan osteopetrosis (Jimi
et al., 2012).

Gambar 1. Skema siklus remodeling tulang serta keseimbangan


resorpsi tulang dan pembentukan tulang (Jimi et al., 2012).

2.4 Proses Regenerasi Tulang Alveolar Pada Lansia


Perubahan pada lansia juga terjadi pada jaringan keras seiring proses menua di
rongga mulut, yaitu meliputi perubahan pada tulang alveolar dan gigi. Perubahan
pada tulang alveolar berupa hilangnya mineral tulang melalui resorpsi matriks tulang.
Proses ini dapat dipercepat oleh beberapa hal yaitu tanggalnya gigi, penyakit
periodontal, protesa yang tidak adekuat, dan adanya keterlibatan penyakit sistemik.
Pada gigi biasanya terjadi kehilangan gigi yang merupakan manifestasi dari resorpsi
tulang yang berfungsi untuk menyokong gigi. Dampak kehilangan gigi dapat
menimbulkan berkurangnya fungsional gigi, yang selanjutnya menyebabkan penyakit
sistemik seperti defisiensi nutrisi, osteoporosis dan berdampak terhadap emosional
individu (Maulana et al., 2016 ; Ananda et al., 2017).

5
Proses resorpsi tulang alveolar dan pembentukan tulang terjadi secara
bersamaan dalam proses regenerasi. Pada lansia resorpsi akan terjadi dengan cepat
sementara pembentukan tulang akan terjadi lebih lambat. Untuk tulang yang akan
mengalami regenerasi secara luas, pembentukan tulang tidak bisa mengimbangi
jumlah besar resorpsi yang terjadi, sehingga menyebabkan kehilangan tulang
penyangga gigi yang selanjutnya menimbulkan toothloss (Achmawati A,. 2016)
2.5 hDPSC
hDPSC merupakan stem cell yang digunakan sejak tahun 2000 dan
merupakan jenis MSC yang diekstraksi dari pulpa gigi. hDPSC memiliki potensi
khondrogenik in vitro selain itu dapat berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel dan
jaringan, seperti sel otot polos, sel mirip adiposit, neuron, dentin, dan osteoblas yang
penting untuk regenerasi tulang alveolar. Kemampuan multipotent differentiation,
tingkat proliferasi, ketersediaan, dan jumlah sel hDPSC telah terbukti lebih besar
daripada jenis stem cell yang lain. DPSCs mengandung bone-specific marker dan
menunjukkan diferensiasi osteogenik. Setelah berdiferensiasi menjadi preosteoblas,
DPSC menyimpan matriks ekstraseluler yang akhirnya terbentuk woven bone yang
termineralisasi. (Park et al., 2017).
2.6 BMP-2
Bone Morphogenetic Bone membentuk family yang khas dalam Transforming

Growth Factor Beta (TGF ‑ β), dalam hal ini superfamili protein memainkan peran

penting dalam pengaturan pembentukan dan perbaikan tulang. Meskipun BMP sering
disebut sebagai faktor pertumbuhan, BMP sekarang dianggap sebagai faktor
diferensiasi, karena BMP terlibat dalam morfogenesis dan organogenesis. Perbedaan
struktural dan kimia antara bentuk homodimerik dan heterodimerik pada BMP
bertanggung jawab untuk berbagai potensi biologis dan karakteristik pengikatannya.
BMPs bertindak sebagai faktor pertumbuhan, diferensiasi dan agen kemotaktik.
Selain itu dapat menstimulasi angiogenesis, migrasi, proliferasi dan diferensiasi MSC
menjadi tulang rawan dan sel pembentuk tulang (Rao et al., 2013).

6
Sebagian besar aksi biologis BMP dimediasi melalui reseptor BMP yang
memulai pensinyalan dari permukaan sel ketika berikatan dengan dua reseptor serin /
threonin kinase tipe I dan II yang berbeda, yang diperlukan untuk transduksi sinyal.
Reseptor BMP terdiri dari tiga bagian: domain ekstraseluler yang pendek, sebuah
domain yang mencakup membran tunggal, dan domain intraseluler dengan wilayah
serine / threonine aktif. Reseptor tipe II adalah tempat pengikatan utama ligan dan
setelah aktivasi, reseptor fosporylation tipe I terjadi yang merupakan tipe I reseptor
(atau kinase seperti reseptor aktivin) dan menentukan sifat respons biologis. Setelah
diaktifkan, reseptor tersebut asosiasi dengan berbagai reseptor spesifik diatur Smad
{human homologous of mothers against decapentaplegic (dpp)} yaitu protein yang
mengikatkan sinyal reseptor ligan ke kontrol transkripsi. Dengan demikian, protein
Smad sitoplasma ini berhubungan dengan protein pengikatan DNA yang spesifik
dalam nukleus untuk menghasilkan kompleks transkripsional (Rao et al., 2013).

Gambar 2. Skema aksi biologis BMP (Rao et al., 2013)


Lebih dari 20 protein yang terkait BMP telah diidentifikasi, beberapa di
antaranya menginduksi pembentukan tulang. Beberapa penelitian terbaru
menunjukkan BMP-2 dapat memberikan sinyal primordial untuk sel osteoprogenitor
agar dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas yang kemudian membentuk matriks
ekstraseluler tulang. Studi praklinis telah menunjukkan bahwa BMP, terutama BMP-
2 dapat meregenerasi jaringan yang hilang ketika digunakan dengan carrier yang
adekuat pada defek tulang (Sheikh et al., 2015).

7
BAB 3
PEMBAHASAN

Resorpsi tulang alveolar pada lansia merupakan proses fisiologis yang pasti
terjadi dan tidak dapat dihindari. Tulang alveolar merupakan struktur terpenting
dalam jaringan penyangga gigi. Jika terjadi ketidakseimbangan proses regenerasi
tulang, maka akan menyebabkan mukosa menanggung beban kunyah yang melebihi
kapasitas jaringan, sehingga tulang akan mengalami resorpsi yang lebih hebat
(Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017). Perkembangan teknologi saat ini sangat
mendukung terciptanya upaya regeneratif pada resorpsi tulang alveolar dengan
menggunakan terapi stem cell.
hDPSCs merupakan jenis MSC yang telah terbukti menjadi sumber sel yang
cocok untuk regenerasi jaringan gigi dan sekitarnya karena kemampuan multipotent
differentiation, tingkat proliferasi, ketersediaan, dan jumlah sel hDPSC telah terbukti
lebih besar daripada jenis stem cell yang lain. hDPSC didapat dari pulpa gigi dewasa
yang telah diekstraksi dan memiliki potensi untuk berdiferensiasi dan berproliferasi
menjadi sel yang lain, salah satunya osteoblast yang penting untuk regenerasi tulang
alveolar (Lee et al., 2014).
Sinyal induktif memainkan peran penting untuk menstimulasi perkembangan
jaringan tulang baru. Pengembangan yang terdefinisi dengan baik, aman, dan teknik
yang terkontrol dan secara lokal memberikan faktor pertumbuhan, menemukan suatu
sinyal induktif yang kuat untuk meningkatkan regenerasi jaringan tulang, yang telah
berhasil diimplementasikan dalam praktek klinis. Penelitian terbaru dengan
menggunakan protein BMP-2 dapat meningkatkan diferensiasi osteogenik hDPSC
pada rekonstruksi tulang alveolar (Aurrekoetxea et al., 2015).
Dalam sebuah penelitian mengenai hDPSC yang diinduksi BMP-2 terbukti
dapat meningkatkan kualitas konstruksi tulang yang dapat menghasilkan lebih banyak
konstruksi homogen, dengan aktivitas alkalin fosfatase yang lebih tinggi, mineralisasi
dan menunjukkan pola gen yang lebih matang. Selain itu. BMP2 menghasilkan

8
konstruksi kaya osteoblas dewasa. Secara khusus, percobaan ini terbukti efektif
dalam menghasilkan diferensiasi osteogenik dengan penggunaan BMP2 secara
minimal dan berpotensi untuk menghindari risiko keselamatan yang tergantung dosis
dari BMP2 (Zamorano, 2016). Penelitan lain menjelaskan bahwa dalam strategi
pengobatan pada hMSCs yang diinduksi dengan BMP-2 konsentrasi rendah secara
signifikan dapat meningkatkan ekspresi gen RUNX, collagen type I alpha (COLI),
alkaline phosphatase (ALP), osteocalcin (OC), dan kadar protein COLI dan ALP
yang tidak ditemukan pada stimulasi yang berkelanjutan. Peran induksi dengan BMP-
2 dalam osteogenesis divalidasi oleh temuan peningkatan ekspresi gen SMAD family
member 1 (SMAD1) dan peningkatan fosforilasi dual ser 463 dan ser 465 di jalur
SMAD 1/5/8 (Lysdahl et al., 2014).
BMP-2 telah disetujui untuk penggunaan klinik, mekanisme yang mendasari
tetap tidak sepenuhnya dipahami. Dalam penelitian terbaru pada tahun 2018 dengan
menggunakan sampel dari ekstraksi gigi molar ketiga manusia normal pada pasien
berusia 21-28 tahun, menunjukkan bahwa ekspresi co-represor CBFA2T2 (core-
binding factor, domain runt, alpha subunit 2, translocated to, 2) secara signifikan
diregulasi dalam respon terhadap penggunaan BMP-2 selama diferensiasi osteogenik
hDPSCs. CBFA2T2 adalah anggota dari keluarga myeloid translocation gene (MTG).
CBFA2T2 mengatur perkembangan pluripoten dan germline serta menunjukkan
peran dalam mengatur biologi stem cell. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
CBFA2T2 menghambat peningkatan histone-lysine N-methyltransferase (1EHMT1)
yang dimediasi pada promotor Runx2 di BMP- 2 yang menginduksi hDPSC, hal ini
penting dalam proses osteogenik BMP-2 yang menginduksi diferensiasi hDPSC
(Huang et al., 2018).

9
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Human Dental Pulp Stem Cell (hDPSC) yang diinduksi Bone Morphogenic
Protein (BMP-2) berpotensi dalam regenerasi tulang alveolar pada lansia.

4.2 Saran
Berdasarkan sumber-sumber valid yang dicari penulis, banyak para peneliti luar
negeri yang melakukan penelitian mengenai topik tersebut. Penulis mengharapkan
adanya inovasi dari orang dalam negeri sendiri khususnya kita sebagai mahasiswa,
bisa melakukan sebuah penelitian yang lebih mendalam khususnya mengenai topik
ini. Sehingga kualitas keilmuan dari generasi muda bangsa Indonesia bisa lebih maju.

10
DAFTAR PUSTAKA

Achmawati A,. 2016. Corticotomy As An Adjuvant Technique Of Orthodontic Tooth


Movement Acceleration A Literature Review (Kortikotomi Sebagai Teknik
Pendukung Percepatan Pergerakan Gigi Secara Ortodonti Telaah Pustaka).
Poceeding Bandung Dentistry. Volume 1.No 1. pp. 287-304.
Ananda N, Sulistyani DL, Bachtiar WE., 2017. Pertimbangan Penggunaan Implan
Gigi Pada Lansia. Insisiva Dental Journal. Vol. 6 No.1.pp.47-55
Aurrekoetxea M, Gallastegui P, Jonluzuriaga I, Etxebarria, Fernandounda V,
Gaskonibarretxe., 2015. Dental pulp stem cells as a multifaceted tool for
bioengineering and the regeneration of craniomaxillofacial tissues. Frontiers
in Physiology. Volume 6. Article 289.pp.1-10
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar
Nasional. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
Huang H, Dou L, Song J, Luo J., 2018. CBFA2T2 Is Required For Bmp-2-Induced
Osteogenic Differentiation Of Mesenchymal Stem Cells. Biochem Biophys
Res Commun. 19;496(4). pp.1095-1101
Jimi E, Hirata S, Osawa K, Terashita M, Kitamura C, Fukushima H. 2012. The
Current And Future Therapies Of Bone Regeneration To Repair Bone
Defects. Hindawi Publishing Corporation International Journal Of Dentistry.
doi: 10.1155/2012/148261.pp.1-7.
Lee MY, Shin Y, Jue SS, Kwon K, Cho H, Cho S, Park HS, Kim CE., 2014. The
Role Of Pin1 On Odontogenic And Adipogenic Differentiation In Human
Dental Pulp Stem Cells. Stem Cells And Development. Vol 23, Nor 6. pp.
618–630.
Lysdahl H, Baatrup A, Foldager BC, Nger BC., 2014. Preconditioning Human
Mesenchymal Stem Cells With A Low Concentration Of Bmp2 Stimulates
Proliferation And Osteogenic Differentiation In Vitro. Biores Open Access. 1;
3(6).pp. 278–285.

11
Maulana S, Adhani R, Heriyani F., 2016. Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan
Gigi Pada Usia 35-44 tahun Di Kecamatan Juai Kabupaten Balangan Tahun
2014 Tinjauan Terhadap Pengetahuan Dan Sosial Ekonomi. Dentino Jurnal
Kedokteran Gigi.Vol I. No 1. pp. 98 - 103
Pangesti K., 2016. Multi-Suction Cups As An Alternative Design To Add Retention
On Full Denture With Flat Ridge. Poceeding Bandung Dentistry. Volume 1.
No 1. pp.14-9
Park JY, Cha S, Park SY., 2017. Regenerative Applications Using Tooth Derived
Stem Cells In Other Than Tooth Regeneration: A Literature Review. Hindawi
Publishing Corporation Stem Cells International. http://dx.doi.org/10.1155
/2016/9305986 pp.1-12
Rao MS, Ugale MG, Warad BS., 2013. Bone Morphogenetic Proteins: Periodontal
regeneration. North American Journal of Medical Sciences.Volume 5. Issue
3.pp.161-8
Sheikh Z, Javaid AM, Hamdan N, Hashmi R., 2015. Bone Regeneration Using Bone
Morphogenetic Proteins And Various Biomaterial Carriers. Materials (Basel).
Vol 8. No 4. pp.1778-816.
Zaenurrohmah DR, Rachmayanti DR., 2017. Hubungan Pengetahuan Dan Riwayat
Hipertensi Dengan Tindakan Pengendalian Tekanan Darah Pada Lansia.
Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5. Nomor 2, pp. 174-184
Zamorano M., 2016. Human Dental Pulp Stem Cells: Characterisation and in vitro
3D Bone Ontogeny. Department of Chemical Engineering, Imperial College
London. London

12

Вам также может понравиться