Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gadget

2.1.1 Definisi

Gadget adalah suatu benda atau barang yang diciptakan khusus di

era yang serba maju ini dengan tujuan untuk membantu segala sesuatu

menjadi mudah dan praktis dibandingkan teknologi-teknologi

sebelumnya. Beberapa contoh dari gadget yaitu laptop, smartphone,

ipad, ataupun tablet yang merupakan alat-alat teknologi yang berisi

aneka aplikasi dan informasi mengenai semua hal yang ada di dunia ini

(Rideout,V2013).

Keberadaan gadget yang merupakan salah satu wujud kemajuan

dalam bidang teknologi baru membuat seseorang yang mampu

mengaplikasikannya merasa selangkah lebih maju dari kondisi

sebelumnya. Karena bagaimana pun juga, keberadaan nya

mempermudah kehidupan dan memiliki pengaruh yang luar biasa bagi

kehidupan. Semenjak adanya gadget, komunikasi menjadi lebih mudah

(Pratiwi PS 2015). Gadget juga dapat mempengaruhi perilaku emosional

seseorang, tergantung bagaimana orang tersebut memanfaatkan gadget.

Apabila orang tersebut dapat memanfaatkannya dengan baik, gadget bisa

sangat membantu dan mempermudah segalanya. Akan tetapi, apabila

orang tersebut menyalahgunakan penggunaannya, maka fungsi gadget

yang seharusnya bersifat mempermudah hubungan emosional atau

9
komunikasi seseorang malah menjadikan hubungan emosional tersebut

semakin buruk hanya karena tidak mau bersilaturrahmi secara langsung

dan sibuk dengan gadget masing-masing ketika sedang berkumpul

dengan orang lain (Pratiwi PS 2015).

2.1.2 Penggunaan Gadget pada Anak

Gadget tidak hanya beredar dikalangan usia dewasa, tetapi juga

beredar dikalangan anak usia dini ataupun prasekolah. Seiring

perkembangan zaman, masyarakat modern termasuk anak-anak,

memang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan gadget yang semakin

beredar luas. Sehingga saat ini tidak aneh lagi apabila anak kecil berusia

balita bahkan prasekolah di zaman sekarang sudah menggunakan

gadget (Rideout,V2013).

Gadget yang merupakan wujud nyata dari teknologi baru yang

berisi aneka aplikasi dan progam yang menyenangkan seolah-olah telah

menjadi sahabat bagi anak, bahkan bisa menyihir anak-anak untuk

duduk manis berjam-jam dengan bermain gadget. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh (Rideout,V2013). didapatkan hasil bahwa terdapat

anak usia 2 sampai 4 tahun telah menghabiskan waktunya di depan

layar selama 1 jam 58 menit perharinya dan anak usia 5 hingga 8 tahun

menghabiskan waktu didepan layar selama 2 jam 21 menit setiap

harinya. Hal ini bertentangan dengan pendapat Starburger (28) yang

10
menyatakan bahwa anak hanya boleh berada di depan layar < 1 jam

setiap harinya.

Apabila waktu efektif manusia beraktifitas sebanyak 960 menit

sehari, dengan demikian orang dewasa yang kecanduan gadget akan

menyentuh perangkatnya itu setiap 4,8 menit sekali di kala senggang.

Begitu pun anak-anak, tidak akan jauh berbeda apabila orang tua tidak

memiliki ketegasan dalam pembatasan durasi dan anak sudah terlalu

bergantung dengan penggunaan gadget. Kecanduan gadget pada anak

dapat terlihat dari beberapa tanda seperti tantrum saat diminta berhenti

bermain gadget, tidak mau merespon panggilan baik dari orang tua

ataupun orang lain (kemampuan komunikasi) ketika sedang bermain

gadget, dan apabila anak tersebut sudah masuk tahap sekolah, nilai

akademi (kemampuan anak) menurun dikarenakan anak sudah tidak

tertarik lagi dengan materi pembelajaran yang ada disekolah (Ardita V,

Kadir 2012).

2.1.3 Durasi penggunaan Gadget

Orang tua harus mempertimbangkan berapa banyak waktu yang

diperbolehkan untuk anak usia anak dalam bermain gadget, karena total

lama penggunaan gadget dapat mempengaruhi perkembangan

emosional anak. (Starburger VC 2011), berpendapat bahwa seorang

anak hanya boleh berada di depan layar < 1 jam setiap harinya.

Pendapat tersebut didukung oleh (Sigman A 2010). yang

11
mengemukakan bahwa waktu ideal lama anak usia anak dalam

menggunakan gadget yaitu 30 menit hingga 1 jam dalam sehari.

Sedangkan menurut asosiasi dokter anak Amerika dan Canada,

mengemukakan bahwa anak usia 0-2 tahun alangkah lebih baik apabila

tidak terpapar oleh gadget, sedangkan anak usia 3-5 tahun diberikan

batasan durasi bermain gadget sekitar 1 jam perhari, dan 2 jam perhari

untuk anak usia 6-18 tahun. Akan tetapi, faktanya di Indonesia masih

banyak anak-anak yang menggunakan gadget 4 – 5 kali lebih banyak

dari jumlah yang direkomendasikan.

Pemakaian gadget yang terlalu lama dapat berdampak bagi

kesehatan anak, selain radiasinya yang berbahaya, penggunaan gadget

yang terlalu lama dapat mempengaruhi tingkat agresif pada anak. Anak

akan cenderung malas bergerak dan lebih memilih duduk atau terbaring

sambil menikmati cemilan yang nantinya dapat menyebabkan anak

kegemukan atau berat badan bertambah secara berlebihan. Selain itu,

anak menjadi tidak peka terhadap lingkungan di sekelilingnya. Anak

yang terlalu asik dengan gadget’nya berakibat lupa untuk berinteraksi

ataupun berkomunikasi dengan orang sekitar maupun keluarga dan itu

akan bedampak sangat buruk apabila dibiarkan secara terus menerus

(Rowan C 2013).

12
2.1.4 Dampak pengenal Gadget pada anak

1. Dampak Positif

Penggunaan gadget memiliki dampak tersendiri bagi para

penggunanya, baik orang dewasa ataupun anak-anak. Dampak yang

timbul bergantung dengan bagaimana orang tersebut

menggunakannya dan memanfaatkannya. Adapun beberapa dampak

positif gadget pada anak yaitu menjadi media pembelajaran yang

menarik, belajar bahasa inggris lebih mudah, serta meningkatkan

logika lewat game interaktif yang edukatif. Hal tersebut dapat terjadi

apabila orang tua mampu memberikan pengawasan, penegasan, serta

pendekatan kepada anak terhadap gadget dengan baik

(Iswidharmanjaya,2014).

2. Dampak Negatif

Selain memiliki dampak positif, penggunaan gadget juga dapat

berdampak negatif bagi anak. Aneka aplikasi gadget yang berisi

game, video yang mengandung sara, ataupun ajaran sesat sekalipun

semua tersedia dan dalam jangkauan akses yang sangat mudah dan

cepat dalam hitungan detik saja. Penggunaan gadget yang berlebihan

(kecanduan), apalagi dengan akses konten yang tidak baik, seperti

adegan kekerasan yang anak lihat dalam game dan film, serta

pornografi, dipercaya mempengaruhi secara negatif baik perilaku

atapun kemampuan anak. (Pratiwi PS,2015).

13
2.2 Kecerdasan emosional

2.2.1 Pengertian Kecerdasan

Menurut Slameto (2010: 56) kecerdasan adalah kecakapan yang

terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

menyesuaikan ke dalam situasi baru dengan cepat dan efektif,

menggunakan konsep secara efektif, mengetahui relasi dan

mempelajarinya dengan cepat.

Muhibin Syah (2010: 14) mendefinisikan kecerdasan sebagai

kemampuan psiko fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan

diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan

sangat menentukan tingkat keberhasilan siswa. Semakin tinggi tingkat

kecerdasan siswa maka semakin besar pula kesempatan untuk meraih

kesuksesan.

Menurut Howard Gardner (Thomas Amstrong, 2008: 19) dalam

kecerdasan dapat dilihat dari kebiasaan seseorang. Sumber kecerdasan

seseorang adalah kebiasaan untuk membuat produk-produk baru yang

punya nilai budaya (kreativitas) dan kebiasaannya menyelesaikan

masalah-masalah secara mandiri.

Kecerdasan tidak hanya terbatas pada aspek kognitif, namun suatu

keseluruhan. Hal ini juga yang mendasari teori kecerdasan ganda oleh

Gardner. Gardner (Asri Budiningsih, 2010: 123), tidak ada manusia

yang sangat cerdas dan tidak cerdas untuk seluruh aspek pada dirinya.

14
Yang ada adalah manusia yang memiliki kecerdasan tinggi pada salah

satu kecerdasan yang dimiliki.

Jadi dapat dikatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan

diri seseorang untuk beradaptasi dengan memecahkan masalah-masalah

yang ada dimana kemampuan tersebut merupakan komponen penting

yang harus dimiliki siswa guna tercapainya keberhasilan belajar.

Dengan demikian lembaga formal dalam hal ini sekolah memiliki

tugas untuk mengembangkan kecerdasan siswa, tidak hanya sebatas

aspek kognitif saja tapi juga memperhatikan aspek kecerdasan lainnya.

2.2.2 Pengertian Emosi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 298) menjelaskan bahwa

emosi diartikan sebagai keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis

(seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan).

Goleman (2008: 411) menyatakan bahwa emosi merujuk pada

suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keaadan biologis,

psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Biasanya

emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri

individu. Sebagai contoh, emosi gembira yang mendorong perubahan

suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat senyum atau

tertawa.

15
Sugihartono (2012: 20) menyatakan bahwa emosi dapat diartikan

sebagai tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-

perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang atau jantung berdebar.

Sebagai contoh, saat seseorang terkejut terkadang detak jantung

berdebar lebih kencang dibanding saat biasanya. Dapat dikatan emosi

dapat memberi warna pada periliku orang. Emosi dapat menjadikan

manusia merasakan senang, sedih, haru, terkejut, cemburu, dan

sebagainya.

Morgan (dalam Asrori: 2009: 23) berpendapat bahwa definisi

emosi dapat dibagi menjadi empat hal:

a). Emosi adalah sesuatu yang erat kaitannya dengan kondisi tubuh.

Contoh: apabila seseorang merasa cemas maka denyut jantung akan

berdetak lebih cepat, dan timbul keringat dingin.

b). Emosi adalah sesuatu yang dilakukan atau diekspresikan, misalnya:

tertawa, tersenyum dan menangis.

c). Emosi adalah sesuatu yang dirasakan, misalnya: jengkel, kecewa dan

marah.

d). Emosi merupakan suatu motif, sebab emosi akan mendorong

seseorang untuk berbuat sesuatu kalau seseorang itu beremosi senang

dan mencegah melakukan sesuatu jika seseorang itu tidak senang.

Misalnya: Remaja yang mendapatkan nilai bagus akan mentraktir

temannya, begitu pula sebaliknya jika mendapat nilai buruk maka ia

tidak akan mentraktir temannya.

16
Baharuddin (2010: 138) berpendapat bahwa emosi dapat

didefinisikan sebagai suatu perasaan yang timbul melebihi batas

sehingga kadang-kadang tidak dapat menguasai diri dan menyebabkan

hubungan pribadi dengan dunia luar terputus. Selanjutnya, Syamsu

Yusuf L. N. (2009: 116) menjelaskan mengenai ciri-ciri emosi, adapun

ciri-ciri emosi tersebut yakni:

a). Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya.

b). Bersifat tidak tetap.

c). Banyak bersangkut paut dengan panca indra.

Selain ciri-ciri tersebut, emosi juga memiliki beberapa bentuk

reaksi. Baharuddin (2010: 140) membedakan bentuk reaksi emosi

menjadi enam, diantaranya adalah:

a). Takut, perasaan yang mendorong seseorang untuk menjauhi sesuatu

dan sebisa mungkin menghindari apa yang berhubungan dengan

sesuatu tersebut.

b). Khawatir, rasa takut yang tidak memiliki objek yang jelas bahkan

tidak ada objek sama sekali. Kekhawatiran dapat menyebabkan rasa

tidak senang, gelisah, tidak tenang, tegang, dan tidak aman.

c). Marah, perasaan untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan dari

individu saat ada hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk sampai

kepada tujuan.

17
d). Terkejut, ekspresi dari suatu stimulus yang terjadi secara tiba-tiba

karena adanya satu hal yang tidak terduga sebelumnya.

e). Gembira, ekspresi dari kelegaan yaitu perasaan terbebas dari

ketegangan. Dapat dikatakan bahwa gembira merupakan rasa positif

terhadap situasi yang dihadapi oleh seseorang.

f). Cemburu, bentuk khusus dari kekhawatiran yang didasari oleh

kurangnya kepercayaan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan

kehilangan cinta atau kasih sayang dari seseorang.

Dari pemaparan beberapa ahli diatas, dapat dikatakan bahwa emosi

merupakan suatu perasaan yang mendorong individu untuk merespon

dan bertingkah laku terhadap stimulus yang diterima, baik itu dari

dalam diri maupun dari luar dirinya.

2.2.3 Pengertian Kecerdasan Emosional

Stein & Book (dalam Asrori, 2009: 24) menyatakan bahwa istilah

“kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh

psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampshire untuk menerangkan kuliatas-kualitas

emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas

ini antrara lain adalah empati, mengungkapkan dan memahami

perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan

18
menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar

pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sifat hormat.

Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2008: 513) mendefinisikan

kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan

mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan

perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.

Goleman (2008: 512) menyatakan bahwa kecerdasan emosional

merujuk pada kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan

orang lain, memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi

dengan baik pada diri sendiri serta dalam hubungan dengan orang lain.

Sedangkan Cooper dan Sawaf (dalam Asrori, 2009: 26) menyatakan

bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,

memahami, dan secara aktif menerapkan daya dan kepekaan emosi

sebagai sumber emosi serta pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan

emosi menuntut pemilikan perasaan, belajar mengakui, menghargai

perasaan pada diri sendiri atau orang lain serta menanggapinya dengan

tepat.

Syamsu Yusuf L. N. (2009: 113) menyatakan bahwa kecerdasaan

emosional lebih merujuk pada kemampuan-kemampuan mengendalikan

diri, memotivasi diri, dan berempati. Adapun aspek-aspek dalam

kecerdasan emosional diantaranya adalah: (1) kesadaran diri; (2)

mengelola emosi; (3) memanfaatkan emosi secara produktif; (4) empati;

dan (5); membina hubungan.

19
Daniel Goleman (2008: 57-59), terdapat lima kemampuan utama

dalam kecerdasan emosional yaitu (1) mengenali emosi diri; (2)

mengelola emosi; (3) memotivasi diri sendiri; (4) mengenali emosi

orang lain; dan (5) membina hubungan. Hal tersebut dijelaskan sebagai

berikut:

a). Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan

untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan

ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi

menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yaitu kesadaran

seseorang akan emosinya sendiri.

Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi,

namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk

mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

b). Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam

menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,

sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar

emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju

kesejahteraan emosi.

Daniel Goleman (2008: 77) Emosi yang berlebihan dan

meningkat dengan intensitas terlampau lama dapat mengoyak

kestabilan seseorang. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk

20
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan,

ketersinggungan, serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-

perasaan yang menekan.

c). Memotivasi Diri Sendiri

Memotivasi diri sendiri merupakan menata emosi sebagai alat

untuk mencapai tujuan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk

memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai

diri sendiri, serta untuk berkreasi. Daniel Goleman (2008: 58)

orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih

produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

d). Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga

empati. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau

peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang

memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal

sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan

orang lain, sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang

lain, peka terhadap perasaan orang lain, dan lebih mampu untuk

mendengarkan orang lain.

e). Membina Hubungan

Kemampuan untuk membina hubungan merupakan suatu

keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan

keberhasilan antarpribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi

21
merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina

hubungan. Orang-orang yang hebat dala keterampilan membina

hubungan akan sukses dalam hal apapun. Daniel Goleman (2003:

59) mengatakan jika seseorang yang mampu berkomunikasi dengan

lancar, maka orang tersebut akan berhasil dalam pergaulan.

Menurut Bar-On (dalam Asrori, 2009: 25) Kecerdasan emosi

merupakan kemampuan, kompetensi dan kecakapan non-kognitif yang

mempengaruhi kemampuan untuk mengatasi tuntutan dan tekanan.

Kecerdasan emosional dapat dikelompokkan kedalam lima ranah, yaitu:

intrapribadi, antarpribadi, penanganan terhadap stres, penyesuaian diri

dan suasana hati. Kelima ranah ini kemudian dikelompokkan lagi ke

dalam lima belas unsur yaitu: kesadaran diri, asertifitas, kemandirian,

penghargaan diri, aktualisasi diri, tanggung jawab sosial, empati,

hubungan antar pribadi, pemecahan masalah, uji realitas, sikap

fleksibel, ketahanan menanggung stres, pengendaliaan impuls,

kebahagiaan, dan optimisme.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosi

adalah kemampuan yang mencakup mengenali dan memantau perasaan

diri sendiri atau orang lain, pengendalian diri, memotivasi diri, mampu

membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif, mampu

mengelola emosi sehingga dapat dijadikan dorongan untuk menjadi

22
lebih produktif dan membimbing tindakan lebih terarah, serta mampu

membina hubungan baik dengan orang lain.

2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Ada Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan

emosional seseorang. Goleman (dalam Asrori 2009: 27) menyatakan

bahwa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang salah

satunya adalah otak. Otak adalah organ penting dalam tubuh manusia.

Otaklah yang mengatur dan mengontrol seluruh kerja tubuh. Struktur

otak manusia adalah:

a). Batang Otak, merupakan bagian otak yang mengelola instinct untuk

mempertahankan hidup.

b). Amigdala, merupakan tempat penyimpanan semua kenangan baik

tentang kejayaan, kegagalan, harapan, ketakutan, kejengkelan dan

frustasi.

c). Neokorteks/Otak Pikir, tugas dari neokorteks adalah melakukan

penalaran, berpikir secara intelektual dan rasional dalam

menghadapi setiap persoalan.

23
Sementara itu faktor dari luar individu yang dapat

mempengaruhi kecerdasaan emosi adalah sebagai berikut:

a). Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama dalam

mempelajari emosi. Orangtua adalah subjek pertama yang

perilakunya diidentifikasi oleh anak kemudian diinternalisasi yang

akhirnya akan menjadi bagian kepribadian anak. Orangtua yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan mengerti perasaan

anaknya dengan baik.

b). Lingkungan non-Keluarga

Lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan merupakan

faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang.

Kecerdasan emosi dapat ditingkatkan melalui berbagai macam

pelatihan, misalnya asertivitas.

Shapiro (dalam Asrori, 2009: 28) mengemukakan bahwa bagian

yang paling menentukan dan berpengaruh terhadap kecerdasan emosi

seseorang adalah anatomi syaraf emosinya atau dengan kata lain adalah

otaknya. Bagian otak yang digunakan untuk berpikir yaitu neokorteks

sebagai bagian yang berbeda dari bagian otak yang mengurus emosi

yaitu sistem limbik. Akan tetapi sesungguhnya hubungan antara kedua

bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.

24
Gharawiyan (dalam Asrori, 2009: 28) mengatakan bahwa

lingkungan keluarga turut berperan dalam kecerdasan emosi seorang

anak. Apabila suasana yang berkembang dalam keluarga bersifat

positif, sehat, berakhlak, dan manusiawi, maka akan menghindarkan

anak dari sikap emosional.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang adalah berasal dari

lingkingkungan keluarga, lingkungan non-keluarga (masyarakat dan

pendidikan), serta keadaan dan struktur otak.

2.2.5. Perkembangan Emosi Anak

Syamsu Yusuf L. N. (2009 : 181) Saat anak menginjak usia

sekolah, mereka mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara

kasar tidak akan diterima oleh masyarakat. Di usia ini, anak berusaha

mengendalikan dan mengontrol emosinya. Kemampuan itu diperoleh

anak dalam proses peniruan baik melalui keluarga maupun lingkungan

masyarakat.

Rita Eka Izzaty (2008: 111) mengatakan bahwa masa kanak-kanak

akhir, mereka belajar mengungkapkan emosi yang kurang baik tidaklah

diterima oleh temannya. Anak-anak belajar mengendalikan ungkapan-

ungkapan emosi yang kurang dapat diterima seperti: marah, menyakiti,

dan menakuti temannya. Rita Eka Izzaty (2008:112) Ada pun ciri-ciri

emosi pada masa kanak-kanak, yakni:

25
a). Emosi Anak Berlangsung Relatif Lebih Singkat

Hanya berlangsung beberapa menit saja dan sifatnya tiba-tiba.

Hal ini disebabkan karena emosi anak menampakkan dirinya di

dalam kegiatan atau gerakan yang nampak sehingga menghasilkan

emosi yang relatif pendek.

b). Emosi Anak Kuat dan Hebat

Terlihat ketika anak marah, takut, atau sedang bersendau gurau.

Mereka akan tampak marah sekali, sangat takut, dan tertawa

terbahak-bahak meskipun kemudian cepat hilang.

c). Emosi Anak Mudah Berubah

Emosi pada anak sering terjadi perubahan, saling berganti-ganti

baik dari emosi senang menjadi susah maupun sebaliknya.

d). Emosi Anak Nampak Berulang-ulang

Hal ini terjadi karena anak dalam proses perkembangan menuju

kedewasaan. Seorang anak harus mengadakan penyesuaian terhadap

situasi di luar dan hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang.

26
e). Respon Emosi Anak-Anak Berbeda

Anak dengan berbagai tingkat usia menunjukkan variasi respon

emosi. Saat bayi baru lahir, pola respon akan sama. Namun,

pengalaman belajar dari lingkungan membentuk tingkah laku

dengan perbedaan emosi secara individual.

f). Emosi Anak Dapat Diketahui Dari Gejala Tingkah Lakunya

Meskipun terkadang anak-anak tidak memperhatikan reaksi

emosi yang nampak dan langsung, namun itu dapat dilihat dari

tingkah laku anak tersebut.

g). Emosi Anak Mengalami Perubahan Dalam Kekuatannya

Suatu ketika, emosi itu begitu kuat kemudian berkurang. Bisa

juga yang awalnya emosi itu mula-mula lemah kemudian berubah

menjadi kuat.

h). Perubahan Dalam Ungkapan-Ungkapan Emosional

Anak-anak memperlihatkan keinginan yang kuat terhadap apa

yang diinginkan. Anak-anak tidak pernah mempertimbangkan apa

konsekuensi yang didapat dari keinginannya tersebut. Saat

keinginan anak tidak dapat terpenuhi, maka anak tersebut marah,

dan juga sebaliknya ketika keinginan tersebut dituruti, maka akan

merasa senang.

27
Emosi yang secara umum dialami pada masa anak-anak adalah

senang, sedih, marah, takut, cemburu, iri, kasih sayang, dan rasa

ingin tahu. Dari beberapa emosi tersebut dapat dikelompokkan

menjadi dua, yakni: (a) emosi yang menyenangkan atau pleasant

emotion dan (b) emosi yang tidak menyenangkan atau unpleasant

emotion.

Rita Eka Izzaty (2008: 111) Emosi yang menyenangkan atau

pleasant emotion misalnya kasih sayang, kebahagiaan, rasa ingin

tahu, dan suka cita, merupakan sesuatu yang sangat penting dan

dibutuhkan bagi perkembangan anak. Emosi yang menyenangkan

akan berpengaruh positif terhadap aktivitas belajar seperti membaca

buku, berdiskusi, dan mengerjakan tugas.

Pada masa anak-anak akhir, mereka mulai dapat menyadari dan

memahami ungkapan-ungkapan emosi mereka dapat berpengaruh

terhadap pergaulannya. Mereka akan berusaha mengungkapkan

emosi dengan baik agar bisa diterima oleh teman-temannya. Untuk

mengatasi hal tersebut siswa dapat diajarkan bagaiman cara

berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Dalam hal ini guru

memiliki peranan untuk melatih komunikasi siswa dan memberikan

contoh yang baik pada siswa.

28
2.2.6. Manfaat Kecerdasan Emosional

Suharsono (dalam Puspitasari, 2012: 29) mengungkapkan beberapa

keuntungan kecerdasan emosional, diantaranya:

a). Kecerdasan emosional menjadi alat ukur untuk pengendalian diri.

Saat seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik maka

orang tersebut tidak akan melakukan hal-hal buruk yang merugikan

diri sendiri maupun orang lain.

b). Kecerdasan emosional dapat diimplementasikan sebagai cara yang

sangat baik untuk membesarkan ide, konsep, atau produk. Sebuah

ide bila tidak dikomunikasikan atau didiskusikan dengan orang lain

tidaklah akan mudah berkembang. Orang dengan kecerdasan

emosional yang baik akan mampu berdiskusi dengan orang lain

mengenai ide yang dimilikinya. Selanjutnya ide tersebut akan

berkembang karena memeroleh masukan ataupun kritikan dari

teman diskusi.

c). Kecerdasan emosional adalah modal penting bagi seseorang untuk

mengembangkan bakat kepemimpinan dalam bidang apapun. Ketika

seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka orang

tersebut tentu akan memiliki dukungan dan partisipasi dari para

anggota yang dipimpin.

29
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kecerdasan

emosional bermanfaat bagi individu sebagai alat ukur pengendalian diri,

membesarkan konsep/ide, dan mengembangkan jiwa kepemimpinan

(leadership).

2.2.3 Hubungan penggunaan gadget dan kecerdasan emosional anak

Keberadaan gadget yang merupakan salah satu wujud kemajuan

dalam bidang teknologi baru membuat seseorang yang mampu

mengaplikasikannya merasa selangkah lebih maju dari kondisi

sebelumnya. Karena bagaimana pun juga, keberadaan nya

mempermudah kehidupan dan memiliki pengaruh yang luar biasa bagi

kehidupan. Semenjak adanya gadget, komunikasi menjadi lebih mudah.

Gadget juga dapat mempengaruhi perilaku emosional seseorang,

tergantung bagaimana orang tersebut memanfaatkan gadget. Apabila

orang tersebut dapat memanfaatkannya dengan baik, gadget bisa sangat

membantu dan mempermudah segalanya. Akan tetapi, apabila orang

tersebut menyalahgunakan penggunaannya, maka fungsi gadget yang

seharusnya bersifat mempermudah hubungan emosional atau

komunikasi seseorang malah menjadikan hubungan emosional tersebut

semakin buruk hanya karena tidak mau bersilaturrahmi secara langsung

dan sibuk dengan gadget masing-masing ketika sedang berkumpul

dengan orang lain.

30
Berdasarkan hasil penelitian tentang masalah kecerdasan

emosional menurut (Ratriva, 2016). Gadget pada jaman sekarang sangat

mudah ditemukan, hampir setiap kalangan masyarakat memiliki gadget.

Gadget beredar mulai di kalangan anak-anak dan remaja awal (usia 10-

15 tahun), remaja akhir (usia 16-21 tahun) hingga dewasa (usia 22

tahun keatas). Sejak pasar bebas dunia tahun 2008, Indonesia menjadi

salah satu sasaran utama peredaran produk-produk elektronik

khususnya gadget.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami

perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain sehingga kita dapat lebih

mudah bergaul dengan orang lain. Para ahli menemukan bahwa

kecerdasan emosional adalah penentu terbesar kebahagiaan dalam

hidup. Jika ingin anak-anak dapat mengembangkan kecerdasan

emosional mereka, maka perlu membantu mereka mengajari mengenai

perasaan dan memberikan solusi yang efektif. Anak-anak dengan

kecerdasan emosional yang tinggi dapat sangat ramah, kooperatif,

optimis dan lebih dapat memecahkan masalah. Mereka cenderung lebih

baik perilakunya dan memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi.

31
2.3.1 Kerangka Teori

Gadget adalah suatu benda atau jenis-jenis gadget Dampak penggunaan


barang yang diciptakan khusus di yang sering gadget
era yang serba maju ini dengan digunakan
tujuan untuk membantu segala (Irawan, 2013).
sesuatu menjadi mudah dan praktis 1. Iphone
dibandingkan teknologi teknologi 2. Ipad Dampak positif
sebelumnya. (Rideout V,2013) 3. Blackberry 1.Mempermudah
4. Netbook berinteraksi
5. Handphone. 2.Mempersingkat
jarak dan waktu
3.Mempermudah
mengonsultasikan
Kecerdasan emosional adalah pelajaran .
kemampuan untuk memahami (Iswidharmanjaya,2
014)
perasaan diri sendiri dan perasaan
orang lain sehingga kita dapat Dampak negatif
lebih mudah bergaul dengan orang 1.Tidak ada waktu
untuk belajar
lain. .(Wisnuet al,2017).
2. Lebih
mementingkan diri
sendiri
kecerdasan emosional 3.Beresiko kecanduan
yang rendah dapat kecerdasan emosional yang tinggi gadget
sangat gampang stress, Kecerdasan
dapat sangatemosional adalah
ramah, kooperatif, 4.Mengakses berbagai
situs negatif
tegas pada diri sendiri, kemampuan untukdapat
optimis dan lebih memahami
memecahkan
5.Penculikan
emosi, cepat membuat perasaan diri sendiri dan perasaan
masalah. .(Wisnu et al,2017) 6.Mencemarkan nama
asumsi, tidak melupakan orang lain sehingga kita dapat
baik
kesalahan, sering lebih mudah bergaul dengan orang 7.Malas bergerak dan
merasa tak dipahami, lain aktifitas
menyalahkan orang lain, 8.Tidak membangun
dan gampang keterampilan dan
tersinggung. (Wisnu et kemampuan social
(Pratiwi PS,2015)
al,2017).

(Gambar 2.1 Kerangka Teori)

32

Вам также может понравиться