Вы находитесь на странице: 1из 7

PENDAHULUAN

Infark miokard akut (IMA) dengan elevasi ST (ST elevation

myocardial infarction STEMI) merupakan bagian dari

spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari

angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA

dengan elevasi ST

STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai

gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengar

gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan

diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard. Mortalitas

selama perawatan (5-6 %) dan mortalitas 1 tahun (7-18%)

cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan terapi

medis

sesuai pedoman (guideline) dan intervensi.

PATOFISIOLOGI

Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMID) umumnya

terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

Gambar 2 menunjukkan kronologis interaksi antara pasien

dan dokter sepanjang progresi pembentukan plak, onset dan

komplikasi STEMI dengan relevansi tatalaksana pada masing-

masing tahap. Potongan longitudinal arteri menggambarkan

timeline proses aterogenesis dari arteri normal. (1); (2) Lesi

inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam intima; (3)

evolusi stadium fibrofatty, (4) lesi progresi dengan ekspresi

prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Sindrom koroner

akut berkembang jika plak vulnerabel dan risiko tinggi

mengalami disrupsi pada fibrous cap. (5) disrupsi plak adalah


rangsangan terhadap trombogenesis. Resorpsi trombus

dilanjutkan dengan akumulasi kolagen dan pertumbuhan

sel otot polos. (6). Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel atau

lak risiko tinggi mengakibatkan pasien mengalami nyeri

iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang

terlibat. Reduksi aliran dapat menyebabkan oklusi trombus

total (bawah kanan) atau oklusi trombus subtotal (bawah kiri)

Pasien dengan nyeri iskemia dapat berupa elevasi ST atau

tanpa elevasi segmen ST pada EKG. Pasien dengan elevasi

ST sebagian besar berkembang menjadi infark miokard

gelombang Q sebagian kecil berkembang menjadi infark

miokard gelombang nonQ. Pasien tanpa elevasi segmen

ST dapat mengalami angina pektoris tak stabil atau infark

miokard akut tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan

NSTEMI berkembang menjadi infark miokard non Q, dan

sebagian kecil menjadi infark miokard gelombang Q. Dx

diagnosis; NQMI, non-Q-wave myocardial infarction; QwMI

- Q-wave myocardial infarction; CK-MB MB isoenzyme of

creatine kinase.

setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang

sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat

yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu

STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang

waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi

secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini

dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,

dan akumulasi lipid.


Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak

aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan

jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,

sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang

mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis

menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur

jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid

(lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik

terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi

dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap

terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis

(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi

trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan

melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang

poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan

konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah

mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai

afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein

adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand

(vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul

multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda

secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan

agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor

pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi,

mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin,

yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin

Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi dapat


dilihat pada gambar 3. Arteri koroner yang terlibat (culprit)

kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang

terdiri agregat trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan

oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli

koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan

berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:

Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar,

ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,

dan dipelintir.

Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher,

rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut,

dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau

obat nitrat.

Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara din-

gin, dan sesudah makan

Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas,

keringat dingin, cemas dan lemas.

ELEKTROKARDIOGRAM

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua

pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai

STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10

menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD


merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi

karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen

ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk

dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak

diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik

dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengarn

interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan

secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi

potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien

dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk

mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q

pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard

gelombang Q sebagian kecil menetap menjadi infark

miokard gelombang non Q Jika obstruksi trombus tidak

total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak

kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.

Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris

tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa

elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang

Q disebut infark non Q Sebelumnya istilah infark miokard

transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang

Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non

transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan

sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata

tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan

lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi

IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/

nontransmural. Pada gambar 5 dapat dilihat EKG yang

menyebabkan STEMI anterior ekstensif


LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian

dalam tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh

menghambat implementasi terapi repefusi.

PENYAKIT JANTUNG KORONE

PETANDA (BIOMARKER) KERUSAKAN JANTUN

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kins

(CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTo

dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan seb

petanda optimal untuk pasien STEMI yang dise

kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga

dikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan eleva

dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin

dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarken

akan

si

Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas

atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark

miokard)

. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark

miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam da

kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung

miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkat-

kan CKMB

· cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini

meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih

dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn

setelah 5-10 hari.


Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu

Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan

mencapai puncak dalam 4-8 jam.

Creatinin kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila

ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36

jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 2

jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3

dan kembali normal dalam 8-14 hari

Вам также может понравиться