Вы находитесь на странице: 1из 3

1.

etiologi LLA
Etiologi
Sampai saat ini LLA belum diketahui penyebabnya, alias idiopatik. Akan tetapi para
peneliti telah mengemukakan beberapa teori kemungkinan penyebab LLA ini. Ada
dua teori, yaitu genetik dan lingkungan.

1. Genetik, seperti pada penderita Sindrom Down dan Wiskott Aldrich yang juga
mengalami leukemia.
2. Lingkungan, yakni ada beberapa hal yang mendasari teori ini, diantaranya: (1)
radiasi ionik, seperti pasca pemboman Hiroshima-Nagasaki di Jepang, insiden
leukemia meningkat tajam; (2) bahan kimia, seperti senyawa benzena; (3)
kebiasaan merokok; (4) obat-obat kemoterapi; (5) infeksi virus semisal virus
EBV; dan lain-lain.
Penyebab dari terjadinya LLA masih belum diketahui, namun ada penelitian terbaru
yang menyatakan bahwa adanya peranan infeksi virus dan atau bakteri (Permono dan
Ugrasena, 2010). Ada beberapa faktor-faktor yang membantu meningkatkan angka
kejadian LLA seperti faktor lingkungan, faktor genetik (Tabel 1), dan faktor paparan
terhadap radiasi pada saat sedang dalam kandungan maupun pada saat kanak-kanak.
Selain itu, infeksi virus Epstein-Barr serta sel limfosit B juga berpera terhadap
kejadian LLA pada negara berkembang (Tubergen dan Bleyer, 2007).

2. diagnosis LLA
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menegakkan dan memastikan
diagnosis dari LLA, yaitu : 1. Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi Gejala
klinis dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk menegakkan diagnosis
dari LLA. Pada pemeriksaan darah lengkap, dimana akan didapatkan adanya
peningkatan sel darah putih/white blood cell (WBC) mencapai > 10.000/mm3
sedangkan pada 20% kasus peningkatan mencapai > 50.000/mm3 . Selain itu,
akan ditemukan neutropenia, anemia (Hb < 10 mg/dL) normokromik dan
normositik disertai rendahnya retikulosit, trombositopenia (hitung platelet <
100.000/mm3), dan pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya sel blas.
2. Aspirasi sumsum tulang belakang
Untuk memastikan diagnosis dari LLA, harus dilakukan aspirasi sumsum tulang
belakang. Aspirasi sumsum tulang juga dapat membantu kita mengklasifikasikan
LLA. Pasien disuspek menderita leukemia bila didapatkan lebih dari 5% blas pada
sumsum tulang, tetapi minimum 25%
sel blas diperlukan untuk memenuhi standar kriteria sebelum diagnosis
ditegakkan. Biasanya akan dijumpai sel leukemia yang homogen dan hiperseluler
dari sumsum tulang.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF)
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien anak asimptomatik untuk mendeteksi
leukemia dengan cara pemeriksaan sitologi CSF yang akan menunjukkan
pleositosis dan adanya sel blas.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti cytochemistry, imunofenotip,
sitogenetik, dan lain-lain (Roganovic, 2013).

3. klasifikasi LMA
M1 - LMA tanpa diferensiasi, terdiri atas promieloblas tak bergranula, kadang ada
granula azurofilik, Auer rod sangat jarang ada, nukleoli jelas 1-2.
M2 - LMA dengan diferensiasi awal, t.a promielosit (sel-sel dengan sedikit
granula, inti masih bulat atau sedikit melekuk, plasma biru) dan mioblas; Auer rod
sering ada.
M3 - Pmmyelocytic leukemia, sel dengan granula lebih kasar dan lebih banyak,
inti seperti ginjal, Auer rod mudah ditemukan.
M4 - Acute myelomonocytic leukemia, terdiri atas sel muda mieloid yang telah
bergranula dan monosit (jumlah mieloblas, promielosit, mielosit dan seri
granulosit lain >20% tetapi kurang dari 80% dari sel berinti non-eritroid)
M5 - Acute monocytic leukemia.
M6 - Erythroleukemia, >30% adalah leukoblas dan 50% adalah induk eritroid
megaloblastik.
M7 - Megakaryocytic leukemia, jarang sekali, merupakan bentuk fulminan; pasien
sering menunjukkan pansitopenia, sumsum tulang sering dry tap, pada biopsi
terdapat peningkatan retikulin dengan kelompokan megakoriosit atipik dan/atau
bias.

Cara klasifikasi morfologik menurut FAB (France-AmericaBritish) seperti berikut ini


: - M – 0 leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimal. - M – 1 leukemia
mielositik akut tanpa maturasi. - M – 2 leukemia mielositik akut dengan maturasi. - M
– 3 leukemia promielositik hipergranuler. - M – 4 leukemia mielomonositik akut. - M
– 5 leukemia monositik akut. - M – 6 leukemia eritroblastik (eritroleukemia). - M – 7
leukemia megakariositik akut.1

4. faktor resiko LMA


-

5. jelaskan mengenai anemia aplastik


Anemia aplastik merupakan suatu kelainan dari sindrom klinik yang diantaranya
ditandai oleh defisiensi sel darah merah, neutrophils, monosit dan platelet tanpa
adanya bentuk kerusakan sumsum tulang lainnya. Anemia aplastik tergolong penyakit
yang jarang dengan insiden di negara maju 3-6 kasus/ 1 juta penduduk/ tahun.
Penyebab pasti seseorang menderita anemia aplastik juga belum dapat ditegakkan
dengan pasti, namun terdapat beberapa sumber yang berpotensi sebagai faktor risiko.
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa
pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk.
Pengertian Anemia Aplastik Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan
produksi sel darah pada sumsum tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan
anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia. Karena sumsum
tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka
anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik.2 Kelainan ini ditandai oleh
sumsum hiposelular dan berbagai variasi tingkat anemia, granulositopenia, dan
trombositopenia.1

6. bagaimana terjadinya edema tungkai pada kasus


???

Вам также может понравиться